BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Kebodohanku (My True Story)(TAMAT) - Secuil Cerita Tak Bertuan (Antologi)

11012141516

Comments

  • Saya nangis... T.T
    nggak tau mau ngomong apa lagi, ending'nya ama Rahman bener2 di luar ekspektasi. Entah karena Puput yg selama ini kege-eran, atau Rahman yg caranya ninggalin Puput terlalu sadis.
    .
    . Selain itu makasih ya @Septra_Kisaran udah bela2in sampe nginbox segala buat ngasih tau lanjutannya. :) tapi tamatnya itu lho yg masih bikin saya gak trima. Pengen tau yg laen lagi tentang Puput.
    .
    . Sekali lagi, makasih ya buat story'nya :)
  • Rhein.a wrote: »
    Saya nangis... T.T
    nggak tau mau ngomong apa lagi, ending'nya ama Rahman bener2 di luar ekspektasi. Entah karena Puput yg selama ini kege-eran, atau Rahman yg caranya ninggalin Puput terlalu sadis.
    .
    . Selain itu makasih ya @Septra_Kisaran udah bela2in sampe nginbox segala buat ngasih tau lanjutannya. :) tapi tamatnya itu lho yg masih bikin saya gak trima. Pengen tau yg laen lagi tentang Puput.
    .
    . Sekali lagi, makasih ya buat story'nya :)

    Wahh kakak, berarti mau tau tentang aku dong kak :v jadi malu..
  • Hal yang hampir serupa saya alami. Sama-sama telah melakukan kebodohan. Akhirnya pun dia sekarang tidak mau dihubungi lagi.

    Dari segi penyampaian cerita bagus sekali. Mengalir dan mudah dipahami. Saya jadi pengen bisa mengungkapkan cerita kayak gitu juga.
  • shrug wrote: »
    Hal yang hampir serupa saya alami. Sama-sama telah melakukan kebodohan. Akhirnya pun dia sekarang tidak mau dihubungi lagi.

    Dari segi penyampaian cerita bagus sekali. Mengalir dan mudah dipahami. Saya jadi pengen bisa mengungkapkan cerita kayak gitu juga.

    Buat aja kak ceritanya, yg penting bisa merangkai kata-kata yg bisa menarik perhatian pembaca. Itung2 kak sekalian curhat yg dipersentasekan dalam bentuk cerita.
  • Untuk real story kayaknya gak bakal saya bikin deh. Soalnya melibatkan orang orang yang mungkin tidak mau dikenali identitasnya.

    Mungkin lihat saja dulu nanti deh bakal saya bikin kayak gimana ceritanya. Bikin cerita fiksi dengan referensi pengalaman nyata masih bisa dapet feelnya juga kan ya?
  • shrug wrote: »
    Untuk real story kayaknya gak bakal saya bikin deh. Soalnya melibatkan orang orang yang mungkin tidak mau dikenali identitasnya.

    Mungkin lihat saja dulu nanti deh bakal saya bikin kayak gimana ceritanya. Bikin cerita fiksi dengan referensi pengalaman nyata masih bisa dapet feelnya juga kan ya?

    Kayaknya gk deh kak, kita kan hanya melibatkan orang2 yg kita tahu, kita juga tak mengekploitasi segala tentang mereka, kita hanya mengekploitasi tentang pandangan kita terhadap mereka. Mereka juga tak terlibat terlalu banyak kan.

    Hmm, klo buat fiksi berdasarkan referensi kisah nyata bagus kok, lihat aja di cerita saya yg satu lagi 'Jika Ini Akhirnya' . :)
  • Wah, pandangan yang bagus juga. Saya yang terlalu insecure sepertinya hehehe. Takut suatu hari mereka tahu cerita saya dan sadar itu mereka lalu menuntut saya karena saya telah membuat image tertentu yang tidak berkenan buat mereka.

    Jika ini akhirnya ya? Ok bakal saya baca nanti pas ada waktu. :)
  • shrug wrote: »
    Wah, pandangan yang bagus juga. Saya yang terlalu insecure sepertinya hehehe. Takut suatu hari mereka tahu cerita saya dan sadar itu mereka lalu menuntut saya karena saya telah membuat image tertentu yang tidak berkenan buat mereka.

    Jika ini akhirnya ya? Ok bakal saya baca nanti pas ada waktu. :)

    Yg terpenting kita gk mengada-ngada. Pure terjadi! Malah saya bilang kepada teman saya klo dia masuk ke dalam cerita yg saya garap, dan alhasil dia tersanjung. Hahaha :v
  • Secuil Cerita Tak Bertuan

    Bukan bermaksud menyambung cerita sebelumnya.
    Hanya saja tak mau menambah thread baru.

    Dan ini hanya antologi (kumpulan cerpen) seorang amatiran.

    Hanya menambah menuangkan isi kepala dalam tulisan.

    Alasan lain yg lebih cocok adalah agar aku tak melupakan cerpen yg pernah kubuat, dan menambah referensi bacaan disini.

    Komentarlah sesukamu dengan cerpen yg asal-asalan ini.

    Thanks.

    Hanya berani mengundang bg @lulu_75 bro @shrug bro @gelandangan bg @aurora_69 dek @dwippa bro @hendra_bastian kak @Rhein.a
  • edited May 2016
    -dilombakan-
  • edited May 2016
    -dilombakan-
  • cerita pertama bener-bener mengharukan ... cerita kedua juga sedih ... bagus sekaligus puitis ceritanya ... kereen ...
  • Cerita2 yg sangat mengharukan dan menguras emosi.
  • Di Surga


    Dunia adalah tempat menyemburatkan kebahagiaan dan menuturkan kepedihan.
    Kebahagiaan yg membimbing kita ke dalam eloknya dunia.
    Kepedihan yg mengguratkan kita tentang jutaan luka.
    Mereka acapkali berangkulan dan mengapit kita yg tak bisa berkelit.

    Aku adalah seorang suami sekaligus ayah dari anak yg berumur 4 tahun.

    Dua harta yg tak bisa kulontarkan harganya, harga yg lebih mahal dari nyawaku sendiri. Harga yg akan selalu ku jaga sampai nafasku telah enggan dan pergi.
    Harga itu..

    *****

    Aku kembali kedunia, setelah aku bermain-main di mimpiku yg masih berbekas. Bekasan yg tak menyejukkan, bekasan yg terlalu pahit untuk digamblangkan.
    Semuanya menjadi pahit karena mimpi yg bahkan tak ada yg melihat bentuknya selain mata tuaku.
    Langit-langit yg kupandang telah berpendar dengan lampu yg bergantung kokoh ditengahnya.
    Kurasakan hawa dingin yg memelukku, jangkrik yg menyanyikan senandung malam ingin sekali membawaku ke mimpi itu.

    Aku enggan menutupkan mata lelahku, tak kurasakan kemanisan tidur saat ini. Semuanya hambar mendekati pahit.
    Rasa lelah yg tak mendera seakan berlalu saat ku dapati bidadari yg menyisir rambut di depan meja kaca bening.
    Matanya yg bening itu menyihirku bangun.
    Kududukkan tubuhku yg sedang berpeluh ini.

    "Udah bangun Mas.."

    Aku mengangguk membenarkan perkataannya.
    Kulangkahkan kakiku yg agak tertatih.
    Senyumnya mengembang di depan kaca.
    Kuperhatikan mata dan senyum bidadari yg kunikahi 7 tahun yg lalu, yg kulamar dengan cinta dan seperangkat alat sholat.
    Senyum yg tak berubah seindah senyum saat pertama kali aku mencium dahinya.
    Saat aku melihat kejelitaannya di malam pertama.

    Kupeluk tubuhnya yg kini hanya tinggal sedikit daging.

    "Mas., rambut dinda sebentar lagi botak mas. Mamas gk perlu lagi beli shampo lagi untuk dinda."

    Suara yg keluar dari mulutnya yg manis terasa pahit di telingaku.

    "Dinda cantiknya itu udah luar biasa, kalaupun dinda botak. Dinda bisa pakai kerudung yg menambah kecantikan dinda. Duh, para tetangga pasti iri dengan mamas karena punya istri secantik dinda."

    Dia tersenyum dengan kata-kataku yg tulus dari hatiku yg dalam, sedalam aku mencintainya, sedalam aku selalu mengingikan dia melihat anak kami dewasa.
    Namun, semua itu pudar saat cobaan itu menerjang kami yg tak berpondasi ini.

    Ingin rasanya aku terbang dan mencari Tuhan dan mendemonya.
    Tapi semua itu hanya wujud kekecewaanku saja.
    Kekecewaan yg tergores dihati suami yg sebentar lagi akan menjadi sesosok orang tua tunggal.

    "Terima kasih Mas."

    Kini dia mengeluarkan air mata sebening kristal, kupeluk badannya makin erat.
    Kubisikkan kata-kata ditelinga kirinya yg berhias anting hadiah ulang tahun pernikahan kami yg kedua.

    "Mamas cinta dinda bagaimana pun keadaannya."

    Kukecup pipinya yg sedikit mengendur, guratan kecantikannya telah terlukis dihatiku. Aku tak memerlukan mata untuk menilainya.

    Kutuntun dia bersamaku, kepelukanku.
    Menghabiskam malam gelap yg menyesakkan, sesesak saat dia terisak dipelukanku, sesesak aku yg menahan tangis.

    *****

    "Ayah, mati itu apa?"

    Buah hatiku yg balita memang suka bertanya semaunya. Suka bertanya tentang bola yg bisa mematul dan lompat-lompat, tentang ayam yg selalu bangun pagi, tentang temannya yg tak bisa berkata huruf 'r' dengan fasih. Dia seperti wartawan berkaki kecil bersenyum manis.
    Kuelus kepala yg berhias rambut ikal yg lembut.

    "Mati itu adalah berjalan ke surga. Ke tempat yg indah. Kita bisa melakukan apa saja disitu."

    Kujawab dengan kata-kata yg bisa dipahami otak mudanya. Aku tak mau dia bertanya spesifik, karena dia tak mengerti.

    "Disana ada ayunan seperti di depan rumah kita gk yah? Ada waterboom di dekat rumah nenek di kota gak yah? Ada semangka yg manis? Atau ada kue kacang buatan ibu?"

    Aku mengangguk sambil menyembunyikan kegelianku kepada pertanyaan polos yg terlempar dari bibir lugunya.

    "Yeeeee, aku mau ikut ibu mati! Supaya bisa berenang di waterboom bareng ibu, supaya dibuatkan ibu kue kacang yg byk. Soalnya yah, kata ibunya si Farhan teman adek yg tinggal di sudut gang. Katanya ibu mau mati."

    Aku terperanjat. Dalam sekejap dadaku berdesir-desir. Air mataku hampir tumpah.
    Aku memegang dadaku yg terasa perih.
    Keperihannya lebih dari saat aku di hina temanku karena aku menghilangkan motornya.
    Keperihannya lebih dari ketika bosku mengatakan bahwa aku karyawan pemalas.
    Ini bukan keperihan yg biasa, ini benar-benar perih.
    Aku bergetar.

    "Ayah, aku mau bilang sama Ibu."

    Belum sempat aku menenangkan diriku, Andika langsung berhambur ke kamar istriku. Kukejar langkah kecilnya. Namun ternyata dia cekatan, kecekatannya tergambar saat dia bisa mengejar kucing yg berlari.

    Aku berhenti di daun pintu.
    Kulihat Andika sudah dihadapan ibunya.
    Digoyangkan tubuh ringkih istriku yg jelita itu. Dengan keengganan yg masih jelas. Dia tersenyum menyambut malaikat kecil yg membangunkannya.
    Aku tak berani melangkah masuk, kubiarkan diriku bersandar di daun pintu.

    "Ibu, nanti ajak adek ke surga ya!!"

    Bidadari itu mengerenyitkan dahi petanda tak mengerti.

    "Kata ayah kalau kita mati kita kesurga. Baru kata ibunya si Farhan ibu akan mati. Berarti ibu akan ke surga!! Ibu aku ikut ya ya ya!!"

    Kini matanya memerah, dia menatapku dalam. Aku membuang mukaku yg sudah terbanjiri air mata. Kutinju dinding untuk melampiaskan rasa sakit ini.
    Rasa sakit yg teramat sakit.
    Tentang perihnya kehidupan yg tak punya keampuan.
    Satu demi satu kepahitan itu mulai menyekik leherku.
    Belum selesai..

    "Ibu, kok ibu nangis? Aku gk boleh ikut ya? Tapi kan.. Oya.. ibu sekarang suka nangis, kemarin di dapur, lalu saat ngomong sama ayah ibu juga nangis. Sekarang disini. Mata ibu kenapa? Kelilipan? Sini.. Biar Andika hembusin."

    Oh Tuhan, apa ini?
    Dadaku semakin sesak. Aku tak berkutik melihat kelakuan anakku itu.
    Istriku memeluk Andika erat untuk menghindarinya berkata lebih.
    Aku berlari menyambut mereka memeluk hartaku yg paling kujaga, dua harta ini tak sebanding dengan nyawaku. Aku menitikkan air mata. Dihadapan istriku yg terisak, dan anakku yg merasa kesesakan.

    "Ayah, Andika gk bisa nafas!"

    Ku lontarkan senyum yg segaris, permata kecil itu mengeluh dengan bibir yg tersanggut ke depan. Betapa lucunya dia.
    Oh Tuhan, biarkanlah kami berdua melihatnya menjadi lelaki tampan yg gagah.
    Ya kami berdua..

    ******

    "Ayah, udah siap kan? Acara wisudanya 1 jam lagi nih. Andika gk mau terlambat."

    "Iya nak."

    "Ayah, pasti ibu bangga melihat aku. Pasti ibu melihat aku di surga."

    "Pasti nak."

    ~END~
Sign In or Register to comment.