It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Putra pinter banget bikin cerita yg menyayat nyayat kayak gini, rasa jd seperti teriris iris, sedih bgt.
Keluarin semua one shot storynya, aq suka
jadi @Anarasite jgn
sebut2 rahman lagi yah
Putra pinter banget bikin
cerita yg menyayat nyayat
kayak gini, rasa jd seperti
teriris iris, sedih bgt.
Keluarin semua one shot
storynya, aq suka
Tuh kak ana, aku sudah ada yg punya sekarang..
Pasti kak, itung2 aku menambah kelihaian menulis.
@gelandangan bg @anarasite dek @dwippa bro
@hendra_bastian kak @Rhein.a
Pikiranku masih berlari-lari mencari sudut dari pemikiranku yg tak bersudut.
Mengawang-awang tak berbentuk, menelisik ruang dan waktu.
Sampai aku menyerah dan sedikit merasa jengah.
Kejengahan yg mulai menggamblangkan kekecewaan.
Aku tak memojokkanmu dengan tabiatmu itu, hanya saja perangaimu yg tak berkenan di lubuk hatiku.
Kesalahan memang selalu merekat di balik kebenaran, mereka bersibaku dalam sebuah kertas yg saling membelakangi.
Kertas yg ditulis dari awal kau menjalani kefanaan. Tentang masa muda yg kadang menjejaki kenangan pahit, tentang masa depan yg acapkali menciruk ke dalam sebuah penyesalan.
Dan yg paling terkadang, kehidupan memang selalu menyeret kenangan indah hingga dapat menenggelamkan kenangan yg pahit.
Keindahan kenangan yg membuka senyum kecil bersimbah malu.
Yg membawa kekanakan dalam sebuah nostalgia yg tak mau beranjak.
Serta sebuah ikatan persahabatan yg tak merenggang meski di kedua belah pihak berusaha merenggangkan.
Kerenggangan yg terjadi hanya karena sebuah kesalahan berpikir, ego yg menyeruak dengan rasa sensitifitas yg menggebu.
Hingga keluarlah semua kata yg tertumpat di ulu hati.
Menebaskan kepercayaan, dan menghitamkan ketulusan.
Aku.
Hanya hati yg terbiasa teraniaya, hatiku sudah berdarah bahkan sejak aku bermain di bangku merah putih.
Rasa sakit yg selalu menusuk hatiku, sudah tak asing lagi.
Mereka bermain-main dengan kata beracun yg dapat memerahkan mataku, mereka hanya menyemburatkan senyum kebencian yg menyepelekan.
Tak ada lagi ruang dihatiku yg utuh dan bersih, sudah berbercak darah yg mengering di setiap sudutnya.
Hingga masa depan yg menggelapkan mata, dan masa kini yg menginjak.
Dan kau datang..
Pemuda dengan senyum yg tak lepas kau sunggingkan.
Menarik tanganku yg tak bisa terangkat, tak ada perlakuan yg istimewa. Tak ada.
Hanya saja, kau memperlakukanku layaknya teman.
Kita belum kenal saat itu, tapi aku yakin kalau kita bisa bersahabat.
Menjalani hidup yg jahat ini.
Lalu?
Kita semakin dekat layaknya Batman dan Robin.
Tetap tak ada perlakuan istimewa, hanya kau menganggapku sebagai teman.
Dan kuakui, aku tak memiliki banyak teman, tidak sepertimu wahai lelaki berbola mata coklat.
Temanmu membanjiri keramahanmu, keramahan yg telah membuatku memutuskan untuk menjadikanmu sahabat.
Huuu..
Berjuta kenangan tergambar di kepalaku yg keras ini, keras karena tak ada satupun yg melunakkannya. Tidak juga kau..
Bahkan cinta sekalipun.
Dan sekarang?
Kau bergidik menyembunyikan mata yg penuh rasa bersalah.
Takkah kau mengerti bahwa perasaan bersalahmu adalah sesuatu yg sia-sia.
Kesia-siaan yg nyata, karena aku sama sekali menganganggap tak ada yg salah.
Kesalahan hanya terdapat di tabiatku, sifatku yg monoton dan tak bergaul. Membosankan.
Aku sudah mendapatkan perlakuan buruk dari aku kanak-kanak.
Perlakuan burukmu bukan apa-apa bagiku. Bahkan aku sudah dapat yg lebih pahit dari itu.
Kesakitan yg menenggelamkanku ke dalam jurang kehampaan, kehampaan yg menghempaskanku tanpa ampun, hingga aku merintih di lantai yg berapi.
Dan kau?
Kau hanya seorang perangai yg tak mau terkekang, sebebas burung yg mengepakkan sayap tanpa suara.
Seperti menjangan muda yg masih rapuh, dalam kehidupan sosial kau jarang mendapat tindakan kotor.
Kau hanya seorang pemuda dengan didikan yg tak pernah kurasakan.
Keberuntunganmu kadang menyambutmu tanpa kau ketahui.
Karena itu..
Kau merasa bersalah akibat dari kau jarang mendapat perlakuan buruk yg mengiris hati.
Kau masih terlalu lembut untuk sebuah penderitaan hidup yg menampar-nampar.
Aku memaafkanmu bahkan saat kau berpikir aku adalah pecundang yg tak punya otak.
Aku memaafkanmu meski terbesit di pikiranmu bahwa aku adalah anak cengeng yg tak punya pegangan hidup.
Aku memaafkanmu walau kau berpikir aku tak memaafkanmu.
*****
"Pergilah.."
Kukuatkan hatiku yg terobek, mataku sedikit berair hingga menenggelamkan rasa percayaku yg meruah.
Aku menggelengkan kepala yg guna memastikan aku tak mau beranjak.
Namun kau menelunjuk lurus dengan tatapan yg mengintimidasi.
Tapi apa salahku?
Haruskah aku pergi untuk sebuah kesalahpahaman sepihak?
Takkah kau mau mendengarkan pejelasanku yg beralasan?
Lalu, bagaimana kau memutuskan sebuah ikatan ini dengan gampangnya? Segampang sebuah tanda tangan kontraktor tanah yg ingin menyewakan tanahnya.
Apakah aku memang orang yg gampang untuk dibuang?
Aku tau, aku bahkan lebih rendah daripada sampah, tapi aku sama sekali tak menyangka bahwa kau akan menganggapku juga seperti itu.
Rasa sakit yg menerjang hatiku, serasa berduyun-duyun bersama dengan lepasnya kepercayaan. Dan keraguan tentang ketulusanmu.
Aku membela diri yg serasa sakit ini, kucoba untuk membuatmu tak merasa bersalah dengan kata-katamu yg terlontar.
Aku menenangkanmu dengan sakit di hati yg menyayat-nyayat.
Namun, kemarahan menguasaiku sesaat, hingga kau pergi.
Dengan maafku yg mengiringi.
****
"Lihatlah anakmu yg tak fasih berkata huruf 'r' itu."
Kau menunjuk anakku dengan sedikit ejekan yg membuatku geli.
Kita duduk di depan sebuah teras rumahmu yg kau bangun dengan kesuksesanmu yg dini.
Kau memang pekerja keras yg mampu mengguncang dunia.
"Setidaknya anakku lelaki, dan kau.."
"Hei, gk boleh seperti itu. Sudah amanah dari-Nya."
"Yasudah, bagaimana jika kita jodohkan anak kita?"
"Terlalu dini, jgn gila.."
"Aku berharap anakku menjadi sepertimu, kuat. Pintar berolahraga dan ramah.."
"Begitu juga aku, kuharap anakku berjiwa besar sepertimu.."
Kita tertawa di pelataran rumahmu yg berlantai dua ini, kau memilih sebuah rumah dengan konsep minimalis berdinding hijau dan lekat.
"Hahahaha, istrimu sangat cantik!"
Kukatakan padamu sebagai ungkapan bahwa kau pandai memilih pasangan.
~END~
Oya kisahmu bagus juga....resiko mencintai cowok straight ya...
Kenapa kamu gak coba kasih kesempatan aja ke willi waktu dia bilang cinta, sapa tau dengan beriringnya waktu kamu bisa cinta juga...
Eh kak @akina_kenji jadi mampir ya?
Sedih semua? Emang dibaca semua ya kak?
Kak, wili siapa sih? Jimmy mungkin maksudnya ya.
Dia gk serius kak, sampek sekarang gk da kabar. Hih!
request cerita yg indah2 dong
Oke kak lan