It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ayo Alan selamatkan Neil dkk!
Aku rasa mars tidak akan pernah di jadikan kloningan bumi karena sebelum itu terjadi jagat raya dan seluruh isinya akan musnah yg artinya "kiamat"
gini, hal itu possible dan ga berefek apa". Apa hub. nya ngelakuin terraform ke satu planet ama kiamat masal? ga logis n ganyambung loh. terraform itu sudah dikenal sejak lama. terraform itu bkn merusak planet aplgi bikin kiamat , tp memperbaiki n memperbaharui shigga bs lbh layak huni. dan mars salah satu kandidat calon planet habitable terbaik. yg lainnya ada planet gleise, kepler, dll. ada ratusan calon planet yg lain. banyak baca n tambah wawasan aja.
planet yg lainnya mulai byk ditemukan belakangan ini dg satelit kepler (satelit tercanggih didekade sekarang). makanya planet" yg ditemuin kebanyakan dinamain kepler dengan seri angka berbeda diblkgnya. ada kepler 105, kepler 108, dll. Tp proyek kepler diberita terakhir udh dihentikan karna kepler mengalami kerusakan parah karna obyek" antariksa yg mengenai satelit itu. jd proyek penemuan planet baru dihentikan untuk sementara. pantengin terus aja nasa. dijaman skrg aja manusia dh sibuk cari calon planet baru kok.
knp gw ga milih planet gleise atau kepler atau yg lainnya?
karna gw pny pertimbangan sendiri. dan dicerita ini gw milih mars.
Tik Tok... Tik Tok... Tik Tok...
Kesunyian diruangan itu bahkan bisa memperdengarkan detak jam dinding dengan sangat jelas. Ada banyak gumpalan kertas berserakan dimana-mana. Alan seharian didalam kamar. Mecorat-coret berlembar-lembar kertas. Membuat berbagai macam sketsa rencana.
Miro mengetok singkat, lalu melengos masuk membawa senampan makan malam. Alan seakan hafal dengan situasi ini.
"Taruh saja ditempat biasanya!"
Miro mulai kesal. Kesabaran dan pengertiannya mulai habis. Ia mengambil nampan berisi sarapan dan makan siang yang tak disentuh sedikitpun seperti biasanya. Menumpuknya, lalu meletakkan makan malam disana dan berjalan mendekati Alan.
"Makanlah, Alan!" nada bicaranya meninggi.
"Ya, aku akan memakannya nanti!" timpal Alan singkat, tanpa menoleh ke belakang dan masih sibuk dengan berlembar-lembar kertas dimejanya.
Miro semakin kesal. Ia dengan cepat meraih dan membuang kertas-kertas tersebut ke sembarang arah. Berserakan dilantai.
Alan bangkit, lalu meremas kerah kemeja Miro dan memaki-makinya penuh emosi.
"Hentikan! Aku serius, makanlah! Makanlah, Alan! Berhentilah bersikap seperti ini!" Miro mendorong Alan hingga jatuh ke ranjang.
"Berhentilah ikut campur! Kau tak mengerti! Apa kau sadar apa yang kau lakukan? Kau sudah mengacaukan semuanya! Kau menghambatku!
Aku tak mau gagal. Aku akan berhasil kali ini, membawa mereka semua!" cecar Alan bertubi-tubi.
Miro menampar pipi Alan keras-keras, lalu memegangi kedua tangannya dan menatapnya lekat. "Makanlah! Aku tak perduli seberapa gelisah kau memikirkan mereka, seberapa besar kau menyayangi mereka, seberapa besar kau mencintai Neil. Aku hanya ingin kau makan sekarang juga! Hentikan ini semua!
Setiap hari kau seperti ini. Aku muak!"
"Jangan egois! Diotakmu saat ini hanya ada mereka, terutama Neil. Tapi diotak orang-orang lainnya yang sangat menyayangimu, mereka sakit melihatmu seperti ini. Kami hanya memintamu makan, tak lebih!
Lihat Garth, tertidur disofa. Kau tak kasihan melihatnya? Bahkan tubuhnya pun masih belum pulih benar. Dan kau setiap hari terus melakukan skenario bodoh seperti ini!
Ini sudah sangat berlebihan!"
Alan tak bergeming. Pandangan matanya kosong. Perlahan cairan bening mengalir dari pelupuk matanya. Membasahi pipi tirusnya.
Miro mendekapnya erat. Mengecup pipinya, lalu berbisik, "Makanlah kalau kau juga sayang pada kami semua! Kalau kau juga peduli pada kami."
Alan balas memeluknya, lalu terisak dalam dekapan Miro. "Maafkan aku! Memang aku selama ini bertindak bodoh dan egois!"
"It's okay! Sssttt... Berhentilah menangis!" ia mengusap-usap punggung Alan, lalu melepas pelukannya.
"Aku akan melanjutkan pekerjaanku. Ada beberapa laporan yang masih harus ku kerjakan. Kau harus memakannya! Saat aku kembali disini, piring itu sudah harus bersih!"
Alan mengangguk tegas. Miro segera berlalu.
Ia segera meraih makanan tersebut dan mulai memakannya perlahan-lahan hingga habis. Kemudian ia membawa piring dan gelas kotor itu ke belakang. Namun saat ia kembali, Miro tampak sibuk merangkul dan membantu Garth pindah untuk tidur ke kamar. Garth tampak sangat kelelahan dan mengantuk. Matanya masih terpejam lekat, dan ia bergantung pada pundak Miro.
Alan bermaksud membantu agar lebih mudah dan cepat. Membuat Garth melayang dan mendaratkannya tepat diatas ranjang. Matanya masih saja terpejam dan ia mungkin tak menyadari apa yang telah Alan lakukan.
Miro bergidik ngeri. Masih sedikit aneh saat Alan atau anak-anak terlihat memakai kekuatan mereka.
"Oke, itu sangat membantu!" seru Miro kikuk. Ia berjalan mendekat, "Kau sudah menghabiskan makananmu?"
"Sudah! Berisik ah!"
Ia menjepit dan menarik-narik kedua pipi Alan. "Bagus!"
Alan hanya menatapnya datar.
Jemarinya mulai menjelajahi pipi Alan. Mengusap-usapnya lembut, lalu berpindah dan turun ke bibir. Ia menatap Alan lekat.
"Hentikan!"
"Bolehkah aku menciummu?" tanyanya akhirnya. Alan mulai bosan dengan pertanyaan itu.
"Tentu tidak!"
"Habisnya kau selalu tampak menggemaskan. Kau benar-benar manis. Kau tahu itu? Siapa yang tak tahan untuk tak memandangi dan menyentuhmu?
Dan bibirmu, aku selalu tak tahan saat melihatnya."
Alan mendengus kesal, "Kenapa kau jadi mesum seperti Neil begini, sih? Kalian sama saja ternyata!"
"Aku sekarang tahu kenapa Neil selalu seperti itu. Karna dia harus selalu menyaksikan bocah manis sepertimu setiap waktu. Kalian sekamar pula!" goda Miro. Ia terkekeh...
Alan berlalu. Masuk ke kamar dan membanting pintu.
Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar, tampak rapi. Membawa ransel yang tampak terisi cukup penuh. Ia menuju kamar Miro, meminta ijin untuk meminjam Ble.
"Kau mau kemana? Biar driverku saja yang mengantarmu!"
"Tak usah! Dekat kok! Masih didalam Ellafreis. Aku ada sedikit urusan." timpal Alan berbohong.
"Kalau begitu biarkan aku ikut!" Miro langsung beranjak. Hendak berganti pakaian. Tapi Alan melarangnya. Ia segera melesat keluar dari apartment dan menuju area parkir.
Miro pura-pura mengikuti saja apa maunya. Tapi sebenarnya diam-diam ia menguntit dari belakang.
"Shin! Kau mau atau tidak, aku akan membawamu dengan paksa. Aku bisa dengan mudah membawamu. Kau benar-benar harus masuk ke dalam rencanaku! Kami benar-benar kekurangan orang. Kami butuh anak Aleios lagi!" besit Alan dalam hati. Lalu segera masuk ke dalam Ble dan melesat cepat.
***
"AAARRRGGGHHH!!! MATAKU!!!
KENAPA SEMUANYA GELAP?!" Lyra memekik kesakitan. Matanya tertutup lekat, megeluarkan cukup banyak darah. Ia terkulai lemas diatas ranjang pasien, dengan tangan dan kaki terikat ketat.
"Sial, gagal!" seorang pria berjas putih tampak gelisah, penuh emosi. Alisnya bertaut. Ia sibuk dengan mesin digital didepannya. Memperhatikan hologram penampil baik-baik. Percobaan peningkatan kemampuan penglihatan yang ia lakukan gagal total. Membuatnya frustasi.
"Bersihkan dia, lalu masukkan ke dalam tabung!"
"Baik, Prof!"
Disisi lain Neil tengah bertarung mati-matian didalam suatu arena tertutup berbentuk kubus. Ia melawan empat orang Alathoma-Physic sekaligus. Para jas putih ingin melihat dan mengukur seberapa jauh perkembangan kekuatan Neil. Mereka bertarung mati-matian dengan tangan kosong. Saling memukul, menendang, membanting.
Neil terengah-engah, berusaha mengatur nafas. Darah segar keluar dari hidungnya. Ia mengusapnya, lalu kembali melawan mereka.
Ia merangkul, lalu membanting salah seorang pria berbadan besar ke tanah. Pria itu tergeletak lemas. Ia sudah sangat kelelahan, lalu tak sadarkan diri.
Kemudian Neil melayangkan tinjunya ke dada dan perut dua orang didepannya, menyikutnya, lalu menendang pria ketiga.
Mereka balas memukul dan menendang. Dengan mudah Neil menghindarinya, lalu memukuli mereka bertubi-tubi dengan cepat hingga mereka jatuh tersungkur ke lantai.
Pria lainnya diam-diam menendang kepala Neil. Ia jatuh terbanting ke lantai. Memuntahkan darah beberapa kali dan terbatuk-batuk.
Pria itu terus menghajarnya. Menendang-nendang perut Neil berkali-kali.
Dengan cepat Neil menangkap kakinya, lalu memelintirnya hingga pria itu terjatuh dan kepalanya membentur lantai.
Kraaaak!
Neil mematahkan kakinya. Pria itu mengerang keras-keras. Merasakan sakit yang luar biasa.
Sekarang masih tersisa dua orang Alathoma lagi. Ini masih cukup panjang, dan Neil harus menggunakan sisa tenaganya dengan baik untuk melawan mereka dan segera keluar dari sini.
Kali ini para jas putih memberi mereka senjata. Pria pertama diberi cambuk dan pria kedua diberi tombak besi.
"Lawan mereka, Neil! Hancurkan mereka!
Aku tahu kau bisa!" seru salah seorang pria berjas putih dari balik jendela kaca.
"Aku bersumpah akan menghancurkanmu setelah ini!" Neil menunjuk pria berjas putih tersebut.
Oscar dikirim kembali ke arena seperti labirin. Kali ini mereka memasukkan dua orang Alathoma-Druid bersamanya. Mereka berdua berbentuk aneh. Mutan setengah serigala. Dengan gigi-gigi tajam seperti barisan pisau dan bulu-bulu yang cukup lebat disekujur tubuhnya.
Tubuh mereka sedikit membungkuk, dengan kuku-kuku tajam ditangan dan kakinya.
Ada lendir liur berceceran dari mulutnya yang bau. Mereka tampak sangat lapar. Tak sabar ingin memburu seekor burung didalam sangkar.
"Selesaikan ini dengan cepat, Oscar! Aku tahu kau bisa melakukannya!" seru Prof. Louis.
Oscar mempercepat larinya. Ia tak mau sedikitpun digigit anjing rabies dibelakangnya. Ia bahkan tak mau sedikitpun berdekatan dengan mulut bau mereka. Dengan lendir liur yang sangat menjijikkan.
***
Alan tiba disebuah klub malam. Tempat itu remang-remang. Satu-satunya cahaya yang ada hanya dari gemerlap lampu-lampu berwarna warni yang bergerak kesana-kemari.
Disana sangat gaduh oleh suara musik dan riuh pengunjung. Dan isi pengunjung seluruhnya adalah pria gay. Ada yang sibuk menari, bercumbu, minum-minum, bahkan dengan cuek bercinta diatas meja dan sofa.
Beberapa pasang mata terus memperhatikan Alan. Bahkan sempat ada seorang pria yang memukul pantatnya. Alan tak menghiraukannya. Ia ingin segera menemukan Shin dan membawanya. Hanya itu yang ada diotaknya saat ini. Ia tak mau membuang-buang waktu sedikitpun. Teman-temannya dalam bahaya. Menderita dineraka Allegos.
Tapi tiba-tiba ada seorang pria yang memukuli pria kurang ajar itu.
"Apa yang kau lakukan disini?! Jadi diam-diam kau mengikutiku?!" omel Alan.
"Pergilah! Cepat temukan Shin dan kita segera keluar dari sini. Aku masih ada urusan dengan orang ini." timpal Miro. Lalu kembali menghajar pria itu.
"Astaga!"
Alan kembali mencari Shin. Tapi setelah berjalan kesana kemari ditengah kesesakan para pengunjung klub malam ini, ia tak menemukan sosok Shin sama sekali diantara mereka.
Namun saat ia mendekat ke panggung dan memperhatikan salah seorang Go Go Dancer yang tengah menari, ia menemukan sesosok pria yang hampir tak dikenalinya. Dia benar-benar berbeda.
"Shin!" seru Alan berulang kali. Hingga Shin menoleh ke arahnya dan tampak sangat tak suka. Ia menghiraukannya dan terus menari striptease diatas panggung bersama rekannya yang lain.
"Apa yang kau lakukan ditempat seperti ini, hah?! Ayo turun!"
Mereka hanya mengenakan celana dalam minim dan tipis. Lebih tepatnya cukup transparan. Dengan aksesoris dasi abu-abu yang menggantung dileher.
Badan mereka basah dan bau minuman.
Ada begitu banyak uang berceceran diatas panggung. Para pengunjung terus melemparkan uang ketika tarian mereka semakin memanas.
"Buka celananya! Buka! Buka! Buka!" seru par pengunjung.
Alan berteriak, "Baiklah, aku akan membawamu dengan paksa kalau itu maumu!"
Alan segera mengendalikan pikiran Shin dan membuatnya turun dari panggung. Mereka berdua berjalan cepat-cepat keluar dari sana. Rekan-rekan Shin yang lain terus berteriak-teriak memanggilnya.
"Ayo Miro!"
Alan segera memasukkan Shin ke dalam Ble dan terus membuat tubuhnya kaku tak bisa bergerak. Hanya terduduk kaku diatas kursi penumpang.
"Kau naik apa kemari?" tanya Alan.
"Diantar driverku. Pulangnya aku ikut kau saja! Aku akan menyuruh mereka pulang sendiri."
"Baiklah, ide bagus! Kau tak keberatan kan kalau kau saja yang menyetir? Aku ada urusan dengannya."
"Tentu!"
Alan duduk disamping Shin. "Aku sudah membuka mulutmu. Kau bisa bicara sekarang, tapi tetap tak bisa menggerakkan tubuhmu sama sekali."
"Apa kau gila? Aku sedang kerja!
Apa maumu? Apa waktu itu kau masih tak puas, hah?" cecar Shin bertubi-tubi.
"Aku akan mengganti uangmu berlipat-lipat! Aku hanya meminjammu untuk beberapa hari kedepan. Lagipula kenapa kau kerja seperti itu? Apa tak ada pekerjaan yang lebih baik, hah?! Apa sih yang kau pikirkan?"
"Itu bukan urusanmu! Aku takkan bisa makan kalau tak melakukannya!" tukas Shin.
"Tapi tidak dengan menjual diri dan menjadi penari telanjang seperti itu! Lihat dirimu sekarang!" Alan menatap Shin jijik. Badannya masih basah dan bau minuman. Dicelana dalamnya terselip berlembar-lembar uang.
"Miro, apa dikabin ada baju ganti bersih? Aku muak melihatnya seperti ini."
"Setahuku tak ada!" timpal Miro. Lalu melepas jaketnya. "Pakaikan saja ini untuk sementara!"
"Oke!" Alan segera meraihnya dan memakaikannya ke tubuh Shin.
"Berhentilah mendikte hidupku! Sekarang katakan apa maumu, dan segera lepaskan aku setelah itu!" ujar Shin menyerah.
Alan menatapnya lekat, "Dengar! Waktu kami mau menyelamatkan Oscar, kami kalah. Anak-anak yang lain tertangkap, termasuk Neil. Aku yakin kau masih ada kepedulian dan rasa sayang terhadap mereka meskipun hanya tersisa sedikit."
Alan menghela nafas berat. "Aku butuh bantuanmu! Satu-satunya anak Aleios hanya aku. Sisanya hanya dua orang manusia biasa yang hanya bisa bergantung pada senjata. Salah satunya dia!
Kami benar-benar butuh bantuan dan tambahan orang, terutama anak Aleios." sambung Alan.
Shin terdiam. Menatap Alan selama beberapa saat dan tampak sedang memikirkan sesuatu.
"Aku mengerti! Baiklah aku akan membantu kalian! Tapi ingat, untuk kali ini saja!
Allegos itu benar-benar mengerikan. Aku paling malas berurusan dengan mereka lagi apapun alasannya."
Senyum Alan merekah, "Thanks, Shin!"
"Bisakah kau melepaskanku? Aku benar-benar sesak. Punggungku juga gatal, aku ingin menggaruknya."
Alan terkekeh, lalu melepaskan Shin. Ia menghela nafas lega, kemudian langsung menggaruk punggungnya yang gatal.
"Welcome to the team!" seru Miro bersemangat.
"Thanks!"
Shin berbisik, "By the way, temanmu itu seksi juga!"
"Ambil saja! Dia single kok!" timpal Alan. Lalu mereka berdua terkekeh.
***
Anak-anak masih hidup. Selama mereka semua masih hidup, aku sanggup menanggung apapun.
Kami ditempatkan disatu ruangan dan hanya terpisah setengah meter antara satu dengan yang lain. Tangan dan kaki kami diikat dengan pengikat laser yang tak mudah untuk dihancurkan ketimbang rantai atau belenggu besi sekalipun yang tentunya sangat mudah bagi kami. Kami berbaring diatas lantai. Meringkuk, berusaha memejamkan mata walaupun sulit. Badan rasanya tak bisa diajak berkompromi. Benar-benar pegal dan nyeri disekujur tubuh.
Lyra masih saja terisak. Astaga! Biasanya kan dia tangguh dan kuat. Apa hari ini mereka sudah sangat keterlaluan padanya? Apa saja yang sudah mereka lakukan?
"Oscar, tenangkan dia!" perintahku. Suaraku sedikit sengau karna hidungku yang patah ini tersumbat. Ditambah lagi aku tak mau mendengar suara tangisan sekalipun. Hanya akan membuatku semakin sulit untuk berfikir jernih dan malah memperkeruh emosiku.
Ia segera menenangkan Lyra dengan kata-kata kaku dan suara paraunya. Dan untungnya berhasil. Lyra akhirnya tertidur setelah beberapa menit kemudian.
"Ini semua salahku!" seru Oscar kalut. Suaranya bergetar hebat. Matanya berkaca-kaca. "Kalian tak seharusnya kemari! Biarkan saja aku disini!"
"Berhentilah menyalahkan dirimu. Ini semua bukan salahmu! Kita keluarga. Tak mungkin kita membiarkanmu disini." omelku kesal.
Oscar hanya membisu. Terbaring meringkuk membelakangiku
Aku masih ingat kata-kata mereka dua hari yang lalu. "Nyawa seorang dari kalian seharga ribuan nyawa manusia. Kalian masih hidup adalah pencapaian terbesar Manusia Mars saat ini. Kalian itu istimewa, sangat berharga!"
Haha... Konyol! Kami harus ternganga lebar atau tersenyum bahagia karna mendengar kata-kata itu? Kurasa tidak keduanya. Tentu kami istimewa. Kalian merombak jaringan dan mencangkok DNA kami sehingga kami menjadi mutan seperti sekarang ini. Dan kalian memperlakukan kami dengan istimewa. Oh, terimakasih banyak! Akan ku pastikan setiap kepala kalian tertancap dipagar!
Yang terpenting kau tak ada disini, Sweetheart. Bukan hanya raga, tapi batinku juga akan tersiksa kalau harus melihatmu disiksa juga disini. Apalagi mereka sangat menginginkanmu dan berambisi melakukan berbagai macam percobaan baru padamu. Kau spesimen kesayangan mereka.
Ah, apa yang sedang kau lakukan sekarang diluar sana? Apa kau memikirkanku? Apa kau mencemaskanku? Atau bahkan kau membaca pikiranku saat ini?
Ku mohon jangan pernah kemari. Aku ingin kau aman diluar sana. Berjanjilah kau takkan pernah membuat rencana bodoh dan datang kemari!
Percayalah, aku akan menemukan cara untuk menyelamatkan anak-anak dan segera keluar dari sini. Bahkan aku bersumpah akan menghancurkan Allegos, supaya tak ada lagi beban bagi kita semua. Dan kita bisa hidup dengan tenang.
Jangan kemari, berjanjilah!
***
"Maafkan aku Neil, tapi kami akan segera kesana dengan rencana baru." besit Alan dalam hati.
"Hei, kenapa malah bengong sih? Jelaskan sketsa rencanamu!" sergah Shin. Mereka berempat sedang berkumpul diruang tengah dan membahas rencana untuk lusa.
"Sorry!" Alan segera menjelaskan rencananya dengan rinci. Rencana yang telah ia susun berhari-hari lalu. Hanya perlu merubah sedikit karna Shin masuk sekarang.
"Bagus, aku suka!" komentar Shin.
"Brilliant!" sahut Miro.
"Aku ikut saja! Langsung saja jelaskan tugas-tugas kami, step by step seperri biasanya." ujar Garth tak sabaran.
"Oke... Pertama-tama..." Alan menjelaskan dengan rinci. Setelah semuanya selesai, giliran Miro mengatur senjata yang tepat untuk mereka saat ini. Karna sekarang mereka hanya berempat, dengan dua orang Aleios saja. Akan butuh lebih banyak senjata dan perangkat pendukung untuk membantu dan memudahkan mereka.
"Setiap orang harus mempunyai Red Slicer! Itu senjata wajib dan pokok. Sisanya aku akan mengatur yang cocok dan sesuai untuk kalian." Miro segera mengatur dan menulisnya di R-Trix miliknya. Menjelaskan ke setiap orang. Mengajari kami lebih lagi tentang penggunaan senjata yang lebih efisien dengan berbagai premis situasi dan jumlah musuh yang berbeda-beda.
***
Hari itu pun tiba. Kami berangkat dengan masing-masing orang membawa tiga jenis senjata dan lebih banyak item pendukung lainnya. Ditambah lagi kali ini kami tak sendiri. Miro menyuruh orang-orang suruhannya untuk turut membantu. Mereka agen-agen berlisensi khusus dan sudah memiliki jam terbang yang tak sedikit. Mereka profesional.
Kami terbang dalam pola merapat. Seperti kawanan burung yang sedang pergi berburu mangsa.
Miro sibuk menyetir didepan, sedangkan aku dan anak-anak yang lain sibuk membahas dan mengingatkan kembali tugas masing-masing. Sebentar lagi kami sampai dineraka yang sama. Gedung berbentuk segi enam itu menyambut kami.
Miro mempercepat laju Ble dan menembaki sisi gedung dari jauh hingga hancur. Dibantu oleh pasukan yang lain.
Para tentara Alle berlarian, mulai menembaki kami dari bawah.
Semoga kami tak terlambat. Aku percaya mereka semua baik-baik saja. Aku tahu mereka kuat!
Miro mendaratkan Ble disalah satu lantai. Kami segera berhambur keluar dan berlari menuju ruangan anak-anak.
Kami membagi tugas. Aku fokus membuat Forcefield, Shin dan Miro mengurus pasukan yang menghadang dan menyerang kami, sedangkan Garth mengurus pasukan Alle yang mengejar kami dari belakang. Dengan kordinasi seperti ini, kami cukup bisa menangani situasi ini dan bergerak cepat menuju ruangan anak-anak. Ditambah lagi kami dibantu oleh beberapa orang-orang suruhan Miro. Selebihnya, yang lain masih diluar. Terbang kesana-kemari, menghancurkan pasukan Alle yang begitu banyak dan menghindari tembakan mereka. Membuat fokus mereka kali ini terbagi menjadi dua. Harus mengurus luar dan dalam.
Tak butuh waktu lama untuk tiba diruangan tujuan. Kami segera mendobrak dan mendapati anak-anak tergeletak lemas dengan tangan dan kaki terikat. Kami segera menghancurkannya dan membebaskan mereka.
"Shin?!" seru Lyra tak percaya. Komentar pertamanya saat melihat kami.
"Kenapa kau membawanya?!" pekik Neil geram.
Aku mendesis kesal. Lalu memutar otak, mencari kalimat singkat yang bisa menjelaskan semuanya untuk sementara. "Ceritanya panjang! Yang pasti kita team sekarang. Lupakan masalah diantara kalian dan dia untuk sementara! Dia mau membantu, jadilah team yang solid dan kita harus segera pergi dari sini sekarang juga! Kita tak boleh gagal lagi!"
Mereka tampak menelan kata-kata ku dengan ekspresi terpaksa.
Namun juga tak butuh waktu lama untuk membuat pasukan Alle dan sejumlah anak-anak Alathoma suruhan Allegos menghadang kami diambang pintu.
Astaga, kali ini bahkan mereka memakai anak-anak Alathoma untuk menangkap kami. Ini akan jauh lebih sulit dan gila dari biasanya.
By the way, terimakasih kejutannya!
Pertempuran besar-besaran pun tak terelakkan. Anak-anak Aleios mengurus anak-anak Alathoma, dan yang lainnya mengurus tentara Alle.
***
respon ama antusias kalian tuh honor dan minyak yg bs bikin gue lebih smangat n kebakar lg buat garap nih cerita!
thanks buat antusiasme kalian sebelumnya! Buat silent reader, better kalian komen. Gw lbh seneng kalian komen daripada jd silent reader meski selalu update. Gw pgn nyapa n kenal kalian juga. jd jgn sungkan buat komen! nimbrung aja!
Kami seperti makan siang empuk yang terjerat ditengah jaring laba-laba besar. Dan kawanan laba-laba mulai berdatangan. Tak sabar ingin menangkap dan mencabik kami.
Keluar dari sini dengan pasukan Alle yang begitu banyak ditambah anak-anak Alathoma sama saja dengan berusaha lepas dari lengketnya jeratan jaring laba-laba. Hampir mustahil untuk dilakukan.
Oh, apa aku bilang hampir? Aku masih menyimpan harapan memang. Walau aku tahu bahwa sebenarnya MUSTAHIL!
Baiklah, harus kuakui cek-cok dengan isi kepalaku takkan membantu apapun. Kami harus bekerja selaras untuk memikirkan rencana yang lebih gila dari sebelumnya. Kami terjebak sekarang, hampir tertangkap (lagi). Dan rumusnya adalah, semakin lama berada disini maka akan semakin kecil peluang untuk kabur. Selalu seperti itu. Itu rumus mutlak, seperti hukum mutlak relativitas milik Si botak Einstein.
Oke, hirup nafas yang banyak Alan agar kepalamu terisi oksigen lebih banyak dan jadilah cerdas seperti biasanya! Pikirkan hal gila lainnya dan bawa kami semua keluar dari neraka ini.
Aku berusaha melawan sekuat tenaga. Bisa tak bisa, berat atau ringan, aku harus terus melawan dua orang Alathoma Psychic didepanku, yang sedang sibuk tetap fokus membuatku berlutut kaku tak bisa bergerak.
Aku tahu aku harus segera lepas dari mereka. Aku harus melindungi teamku dan membuat Forcefield. Tapi aku harus menyingkirkan dulu seorang pria dan wanita tolol didepanku saat ini.
Anak-anak yang lain tampak sama. Sibuk melawan Alathoma lain yang berasal dari sekte sama dan tentu memiliki kemampuan yang sama seperti mereka.
Melawan dua orang Alathoma adalah kombinasi yang cukup untuk membuat kemampuan mereka setara dengan kami.
Total sepuluh Alathoma dengan masing-masing anak melawan dua orang.
Thanks, Prof. Charles! Aku suka hadiahmu. Kejutan yang sangat cukup untuk membuat badan kami remuk.
Aku memutar otak, "Lyra!"
Ia segera menoleh. Aku langsung membuat kontak mata. Ia mengerti maksudku. Kami switch lawan. Ia dengan cepat menyetrum dua orang Psychic tersebut. Dengan kecepatan seperti itu mereka takkan punya waktu untuk mengendalikan Lyra.
Mereka berdua mati gosong dan tergeletak seperti bangkai dilantai.
Sedangkan aku langsung mengurus lawan Lyra. Melakukan Forcefield agar mereka tak dapat mendekat sedikitpun walau dalam kecepatan waktu seperti apapun, lalu segera mengendalikan mereka dan membuat mereka membantu kami melawan yang lain.
"Kalian salah kalau melawan kami! Bukalah mata kalian, siapa musuh yang sebenarnya!" pekikku. "Justru bantu kami melawan mereka! Kalian mau kebebasan kan? Kalian selama ini ditipu. Mereka takkan pernah membiarkan kita bebas!"
"C'mon, we stronger together!"
Mereka tak bergeming dan terus melawan. Teriakanku hanya seperti omong kosong tak penting seorang penyiar radio.
Aku langsung membantu Neil menghadapi dua orang Alathoma-Physic. Dengan mudah ku kendalikan. Sekarang aku punya empat boneka. Lyra segera membantu Oscar mengurus dua ekor mutan tak terkendali. Manusia setengah serigala dan yang satunya setengah burung, seperti Oscar.
Lyra bergerak cepat dan berhasil menyetrumnya hingga mati gosong.
Disisi lain Prof. Charles dan ilmuwan lainnya yang tampak berdiri dibalkon, asik menyaksikan pertarungan ini dan endingnya tak seperti ekspektasi mereka sebelumnya, mereka langsung berlari menyelamatkan diri. Aku segera menarik mereka mendekat dan melayangkan mereka melewati balkon.
"Ada kata-kata terakhir?" godaku.
"Jangan bercanda, Alan! Lepaskan!"
"Aaarrrggghh!"
"Le... Lepaskan!"
"Takes time! Bye, guys!" aku menghempas dan menjatuhkan mereka dari ketinggian 73 lantai.
"Pasangi bom disetiap sudut!" perintah Neil. Oscar segera membawa ransel berisi bom tersebut dan menempelkannya dibeberapa sudut. Ia terbang, berpindah ke sana ke mari.
Lyra segera menuju ruang kendali.
Seluruh pintu baja disetiap blok, dorm Alathoma terbuka lebar.
Mereka semua berhamburan keluar, seperti kawanan hewan yang selama ini sekarat dikurung didalam kandang. Mereka berlarian tak beraturan. Melawan dan menghajar kekejaman Allegos selama ini.
Sebanyak apapun tentara Alle dengan beragam senjata canggih mematikan, tetap tak sebanding dengan ribuan anak-anak luar biasa seperti kami.
Mereka dengan cepat memukul mereka telak. Membuat peperangan besar-besaran ini menggelincirkan mereka dan memperlebar pintu kebebasan kami.
Sebuah kesalahan besar telah membuat Aleios dan Alathoma bersatu, dalam keruhnya amarah dan dendam yang kami simpan selama ini.
Senjata kami adalah semangat dan harapan. Perisai kami adalah saling percaya.
Kami berperang habis-habisan, mati-matian untuk kebebasan kami seutuhnya. Ibaratnya ini sudah kepalang tanggung. Daripada hanya fokus puas dan senang karna berhasil melarikan diri, lebih baik mencabut akar kekejaman mereka saat ini juga. Kami butuh rasa aman, nyaman dan kebebasan untuk seterusnya. Bukan seminggu atau sebulan.
Peluh dan darah nyaris terasa sama. Sama-sama mengalir membasahi tubuh kami. Entah sudah berapa Healer Spray yang kami habiskan.
Neil memandu anak-anak Physic-Alathoma. Menghancurkan banyak pasukan tentara Alle dengan pukulan dan tendangan mereka yang sangat kuat. Menghancurkan lab-lab dan ruangan kendali mereka.
Lyra memandu ratusan anak-anak Vision. Membaca dan menghindari serangan mereka. Lalu membunuh mereka dengan cepat.
Oscar memandu anak-anak Druid-Alathoma. Mencabik-cabik tentara Alle dengan buas. Mereka benar-benar kawanan mutan mengerikan apabila sedang marah seperti sekarang.
Shin memandu anak-anak Elemental-Alathoma. Menghacurkan tentara Alle dengan mudah. Dengan kekuatan Element Controller mereka yang bermacam-macam.
Sedangkan aku memandu ratusan anak-anak Psychic untuk membuat Forcefield besar bagi kita semua. Serta menyerang mereka semua dengan Telekinesis dan Mind Controll.
Mereka kalah jumlah. Mereka kalah kekuatan. Siapapun takkan bisa menghentikan kami saat ini. Saat ini kami marah, kami kalap, kami dendam!
Banyak Ilmuwan dan tentara yang mati mengenaskan. Mayat mereka berserakan dimana-mana.
Seluruh dokumen, senyawa, dan alat-alat penelitian canggih milik mereka hancur lebur tak bersisa. Gedung besar berbentuk segi enam untuk Project Telaphios ini pun akan segera runtuh.
Setelah pasukan Alle yang menghadang dan menyerang mulai sedikit berkurang, kami segera berlari keluar meninggalkan gedung itu. Oscar dan Lyra bergerak cepat kesana-kemari menyuruh mereka semua segera keluar dan memastikan bahwa tak ada yang tertinggal.
Ribuan anak-anak Alathoma berlarian keluar menyambut kebebasan diujung mata mereka. A new hope... A new life.
Merasakan dan merindukan teriknya mentari, sejuknya udara dan indahnya dunia secara langsung. Bukan hanya bisa memandangi dunia luar dari balik jendela.
Mereka mencuri sejumlah Ble milik Allegos.
Ada yang memutuskan untuk memulai hidup baru untuk tinggal di Mars dan ada yang kembali kepada keluarga mereka di Bumi. Semuanya tersirat didalam pikiran penuh bahagia mereka. Ada banyak rencana bagus yang berhambur masuk, tak sabar untuk mereka putuskan dan lakukan.
Mata kami berkaca-kaca, senyum kami merekah, hati kami membuncah, menyaksikan kebahagiaan mereka.
Ada ratusan Ble berterbangan diudara. Seperti kawanan burung yang selama ini terperangkap didalam kandang, lalu terbang bebas dan hendak pulang ke sarang mereka.
Dari balik kaca tampak lambaian tangan penuh bahagia mereka ke arah kami seakan mengucapkan 'Terimakasih'.
Lyra segera mengajak kami pergi dari sana. Ia mencuri seunit Ble dan menjemput kami. Ratusan pasukan Alle masih saja berusaha menangkap kami. Menembaki kami dari bawah.
Setelah dirasa aman, Oscar segera menekan tombol peledak dan langsung terjadi ledakan besar-besaran. Allegos meledak, hancur berkeping-keping. Tak ada yang tersisa disana. Hanya ada lautan api lebar, abu dan bumbungan asap tinggi diangkasa, serta dekorasi puing-puing bangunan yang berhamburan dimana-mana.
Kami segera melesat sejauh mungkin meninggalkan Asphyrel.
Riuh sorakan didalam Ble menggema dahsyat. Kami semua tak menyangka akan kembali dengan selamat, bahkan menghancurkan Allegos sekaligus. Entah kenapa kalau saja kalian mengerti sedikit saja, rasanya ada beban dan ganjalan besar yang selama ini mengganjal kemudian terangkat keluar dan hilang. Rasa lega, bahagia dan aman yang benar-benar tiada taranya bagi kami.
Kami bebas saat ini, bukan lagi kelinci percobaan mereka. Bukan lagi para tahanan naif mereka. Melainkan sekumpulan Manusia Mars baru.
Kami manusia Mars sekarang, kami warga, kami bisa hidup dan tinggal layaknya manusia normal lainnya, tanpa beban dan kekhawatiran berarti.
"Kita harus makan diluar nanti malam!" seru Oscar bersemangat. Diikuti sahutan Garth dan Lyra.
Lyra menoleh ke arah kami berdua, "Bagaimana?"
"Aku sih tergantung, Alan!"
"Tentu! Kita harus merayakannya!" timpalku. "Ini malam kita!"
"Yeay!"
"Dandan yang keren guys!" seru Lyra bersemangat.
"Guys or Garth?" godaku.
"Ahahahahaha...!" kami terbahak bersama-sama.
"Kalian bosan hidup ya? Apa mau aku kembalikan kesana?" dengus Lyra kesal.
"Nanti malam kalau kau kalah keren dari Miro, aku akan duduk disebelahnya!" godaku. Neil bersungut-sungut.
"Sejak kapan Miro lebih keren? Tentu aku yang selalu terlihat lebih keren dari dia.
Dia itu membosankan, pakaiannya paling-paling kemeja, jas, celana kain, sepatu kulit. Hanya berganti model dan warna. Bagaimana bisa dandanan om-om sepertinya lebih keren dariku?
Kau belum pernah melihatku memakai setelan kan? Awas saja! Bahkan aku akan sukses membuatmu horny karna betapa seksinya aku."
"Hash! Kambuh lagi! Oke, aku tunggu!"
Kepalaku saat ini penuh dengan imajinasi menggelikan bagaimana jadinya Neil memakai tuksedo berdasi? Hahaha... Benar-benar aneh pasti! Dia kan biasanya hanya memakai singlet dan jeans. Pernah sih sesekali dia memakai kemeja. Keren sih! Tapi Neil dengan setelan dan jas? Ahahaha...
"Kenapa kau senyum-senyum sendiri?" gertak Neil. "Hei, ayo ke belakang! Kau kan punya hutang bercinta dikabin!"
"Hutang? Kapan aku bilang iya dan berjanji? Otakmu saja yang selalu jorok! Selalu saja hal-hal seperti itu yang ada diotakmu!" tukasku tak percaya. Dia sukses membuat darahku naik.
"Awas ya dikamar nanti waktu tidur!"
"Nanti aku tidur dikamar Miro! Bertiga bersama Garth!"
"Enak saja! Kalau Miro macam-macam saat Garth tidur bagaimana?"
"Yang ada kau yang selalu macam-macam setiap aku tidur denganmu!"
Ia berdecak, "Wajarlah! Aku kan suamimu. Awas saja kalau kau tidur disana!"
"Suami? Kau gila ya! Bahkan aku tak pernah berfikiran kalau kita sampai menikah suatu saat nanti!"
Ia menatapku lekat, sembari menggenggam tanganku. "Maka aku akan segera melamarmu! Aku akan pastikan hari itu benar-benar romantis dan tak terlupakan.
Begini-begini, aku bisa romantis juga!"
Hatiku serasa mencelos keluar, lalu jatuh ke lantai dan terinjak-injak. "Hentikan! Kau ini...!"
"Ah, pipimu merah!" ledek Neil. Ia tergelak, lalu mencubit pipiku gemas.
"Astaga, hentikan!" aku membekap mulutnya yang banyak bicara. Suara gelak tawa samar-samar terdengar. Anak-anak jelas memperhatikan kami dari awal.
"ARRRGGGGHHHH! BAGAIMANA BISA AKU MENYUKAI PRIA BODOH SEPERTINYA!"
***
Tidak ada apapun didunia ini yang bisa mengalahkan rasanya membaca pikiran, mind controll, serta Telekinesis.
Aku bisa mengetahui apapun, mengetahui isi hati seseorang, membedakan orang yang berniat baik dan jahat. Mengendalikan pikiran, bahkan seluruh tubuh orang lain.
Serta mengendalikan benda solid semauku. Aku tak perlu jauh-jauh mengambil minum, meraih dan meletakkan barang, dan aku bisa memenangkan perlombaan olahraga, permainan apapun, bahkan judi dengan cara licik.
Aku rasa anak-anak juga sedang memikirkan hal yang sama sesuai kemampuan unik mereka masing-masing. Entahlah! Karna aku sedang malas membuang energi untuk membaca isi pikiran mereka. Karna kami sedang menikmati sejuknya deru angin yang berhembus kencang diatap gedung ini.
Kami bertujuh duduk dibibir gedung Miro Corp. menikmati landscape 360 derajat pemandangan senja yang berlatar orange keemasan. Dihiasi Phobos dan Deimos diufuk timur dan barat yang mulai samar-samar menampakkan diri. Membuat mata kami takjub dibuatnya. Sampai saat ini pun aku masih berfikir bahwa mereka berdua lebih indah dari bulan, milik Bumi.
Burung-burung berterbangan bebas dalam formasi rapat, hendak pulang ke sarangnya. Seperti kami yang kini merasa bebas dan tak sabar untuk menjalani hari-hari penuh tawa dan rasa nyaman.
Mentari senja semakin beringsut turun perlahan, hendak meninggalkan Mars. Seperti masa lalu kami yang pilu, mulai pergi meninggalkan kami.
Sebentar lagi hanya akan ada malam indah berbintang, beserta angin sepoi-sepoi. Hanya akan ada tawa dan hangat.
Kami semua bergandengan tangan. Mengangkat tangan kami ke udara...
Memekik kencang dan lepas. Segala macam beban telah lepas bersamaan dengan memudarnya suara kami diudara.
Kami saling menatap dan tersenyum penuh percaya. Bangkit berdiri dan saling memeluk.
Tekhnologi seperti pedang bermata dua. Mungkin bisa membantu, dan mungkin bisa menjerumuskan kita ke dalam masalah yang lebih kompleks lagi.
Dan kini kami punya misi yang lebih besar dari sekedar saling menjaga satu sama lain.
Fokuskan dirimu untuk menyelamatkan Manusia Bumi, Alan. Bukan hanya teman-temanmu. Masih banyak milyaran Manusia Bumi lainnya yang masih kesulitan makanan, udara dan air bersih. Mereka tercekat dan mati perlahan-lahan disana. Dan entah cepat atau lambat, sebentar lagi Manusia Bumi dan Manusia Mars akan berperang habis-habisan. Manusia Bumi ingin tinggal di Mars dengan paksa, sedangkan Manusia Mars ingin mempertahankan planet mereka.
Ini bukan perang antar negara. ini bukan perang dunia ke-10. Ini perang antar dua planet. Ini perang diangkasa tak berujung.
Aku membaca pikiran anak-anak. Mereka semua berfikiran sama. Sehati, seirama. Kau harus mencobanya suatu saat, karna membaca pikiran sangat menyenangkan.
Yang ku tahu saat ini, Garth, Neil dan teman-temanku, inilah keluargaku... Inilah duniaku.
Alan Dexter Koxar
***
Good job buat penulisnya
Mudahan ajj ada sesion 2 x...mars vs bumi....ckckckckckck...hahahahahhaha