It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Btw... cepat sembuh.......
Sorry ga bisa ngasih jeruk sekilo, cuma bisa ngasih doa n support.
@lulu_75 thanks lu!
@lovelyozan anjir! byk makan jeruk tar makin homo yg ada. makasi bgt!
"Oke, tiga sample darah lagi!" perintah seorang berjas putih. Ia tengah sibuk dengan alat-alat medis.
"Berapa lama lagi pemeriksaan ini akan berlangsung, Prof?" tanya seorang pria berjas putih lainnya.
"Sebentar lagi! Lalu kita akan melakukan pengukuran kekuatan, kemampuan, ketangkasan, dll. seperti biasanya."
Neil, teman-teman, kalian dimana? Rasanya aku sudah tak tahan lagi berada disini. Tapi memang kemari hanyalah ide buruk. Jangan pernah datang kemari. Disini sangat berbahaya, kalian semua bisa tertangkap. Aku rela menjalani ini semua dan menghadapi apapun. Yang penting kalian jangan pernah kemari, jangan!
Ah, Alan! Semoga kau membaca pikiranku saat ini. Kau harus membacanya! Kau harus memperingatkan anak-anak! Berhentilah bertindak bodoh dan berfikiran untuk menyelamatkanku! Aku baik-baik saja disini. Aku baik-baik saja.
Tubuh Oscar diikat ketat dengan pengait dari kulit yang menyambung langsung ke ranjang. Matanya merah, berkantung. Ada sedikit lebam dimata kirinya dan disudut bibirnya. Tubuhnya benar-benar pucat dan tampak lebih kurus. Ada sayatan luka yang masih menganga, cukup panjang didadanya. Lalu punggung dan sayapnya. Seperti bekas cambukan. Sayap cokelatnya terlipat ringkih. Ada bulu-bulu cokelat dan hitam yang berjatuhan dilantai.
Seorang Ilmuwan hendak kembali mengambil sample darahnya. Ia mengenakan sarung tangan karet dan membawa suntikan steril.
Dengan pasrah Oscar membiarkannya mengambil darahnya lagi.
Kemudian ia menyuntikkan cairan sari-sari makanan yang sangat banyak.
"Bawa dia ke arena!" perintah salah seorang Prof.
"Baik, Prof. Louis!"
"NO-NO!!!" pekik Oscar. Ia tampak sangat terguncang dan trauma dengan 'Arena'. Ia berusaha melawan sekuat tenaga dengan sisa tenaga yang ada. Yang ada dipikirannya saat ini ialah, jangan pernah kembali ke tempat terkutuk itu lagi. Benar-benar jangan!
Empat orang tentara Alle melepas ikatannya, kemudian mencengkeram dan membawanya paksa.
"Lepaskan! Aku tak mau masuk kesana lagi! Hentikan ini semua, aku tak mau lagi menjalani ini semua! Hentikan!"
Ruangan itu dibawah tanah. Tertutup dan remang-remang. Sumber cahaya yang ada hanya dari lampu bohlam kekuningan kecil yang dipasang ditengah-tengah. Dengan jarak yang cukup jauh antara satu dengan yang lainnya. Jadi bisa dibayangkan betapa minimnya cahaya disana.
Ada banyak sarang laba-laba dan debu diatap dan disudut ruangan. Ruangan tersebut seperti sebuah labirin yang amat panjang. Dengan dua tikungan diujung.
Seperti biasa, kaki kiri Oscar dipasangi gelang besi. Dipasangkan melingkar ketat dan dikunci dengan sandi digital. Entah alat pelacak atau mungkin 'penyiksa' ?
Ia dimasukkan ke dalam dan dikunci dari luar. Ia harus bisa menemukan jalan keluar secepat mungkin. Ada banyak ranjau dijalan yang salah yang dapat melukainya. Apabila ia lelah dan berlari melambat, gelang kaki tersebut akan diaktifkan dan mengalirkan arus listrik yang siap menyengat tubuhnya.
Dan neraka harian ini pun kembali terulang. Dimulai dari sekarang!
***
Lyra sibuk dengan buku catatan dan spidol ditangannya. "Healer spray sudah?"
"Yap!"
"Persediaan makanan tambahan, baju ganti bersih?"
"Sudah, Cantik!" seru Neil yang mulai bosan dengan sifat 'terlalu teliti' nya Lyra.
"Oke, semuanya sudah siap kalau begitu!" timpal Lyra, lalu menutup kabin.
"Neil, aku pinjam Alan sebentar!" sergah Miro tiba-tiba.
Neil tampak menimang-nimang, "Jangan lama-lama! Jangan macam-macam!"
"Beres!" Ia langsung menarik tanganku, kemudian kami berlaru. Memaksaku berjalan cepat-cepat.
(Ada apa sih?)
"Ikut dulu sajalah!"
Ia membawaku jauh meninggalkan area parkir, lalu melewati koridor dan berhenti dibalkon.
Ia mendaratkan kedua tangannya, sedikit meremas bahuku dan menatapku lekat-lekat. "Hati-hati! Kembalilah dengan selamat untukku!"
Aku pikir dia mau bilang apa. Aku langsung mengangguk tegas, membuatnya percaya padaku.
Ia langsung memelukku erat, lalu berbisik. "Bolehkah aku menciummu? Aku takut ini terakhir kali bertemu denganmu. Haha... Aku bodoh ya? Kegelisahanku sebesar itu."
Aku menggeleng cepat. Berusaha mengusir rasa simpati atau apapun yang mulai menyelinap masuk.
"Baiklah! Aku hanya akan memelukmu erat Cukup lama."
"Berjanjilah kau akan kembali, Alan! Aku takkan tenang sebelum kau kembali." ujarnya kalut. Suaranya terdengar berat.
Aku menulis,
(Hei, tak usah terlalu banyak pikiran! Aku akan segera kembali dengan selamat. Aku akan baik-baik saja!)
Ia tersenyum kecut sembari melepas pelukannya. "Baiklah, ayo kembali. Mereka pasti sudah menunggumu."
Aku hanya bisa mengangguk dan membiarkannya mengantarku sampai kembali ke area parkir.
Kami semua segera masuk ke dalam Ble saat anak-anak melihatku telah kembali.
***
Oscar tergeletak lemah dilantai. Tubuhnya lemas dan tampak semakin pucat. Ia mengerang kesakitan karna sesaat sebelumnya telah disengat oleh arus listrik dari gelang dikakinya.
Ia tersengal-sengal, berusaha segera bangkit untuk melanjutkan permainan gila mereka sebelum akhirnya terpanggang lagi.
Ia tampak kesusahan bangkit berdiri. Sekuat tenaga ia mencoba bangkit dan segera berlari tertatih-tatih.
Ia hanya perlu belok ke kiri, lalu ke kiri lagi, kemudian ke kanan. Ia mulai hafal dengan pola labirin tersebut. Ia memiliki daya ingat yang cukup tinggi dan insting binatang yang melebihi binatang sehebat apapun pada umumnya. Pandangan matanya setajam elang. Penciumannya setajam anjing pemburu, dan daya pendengarannya setajam kelelawar. Ia bisa memanfaatkan semua itu untuk membantunya keluar dari sini seperti biasanya, meski mereka telah berulang kali merubah pola labirin tersebut.
Ia bisa membuat semua ini berakhir dengan cepat dalam penilaian diatas rata-rata. Ia bisa menyelesaikan arena apapun dengan cepat. Ia hanya perlu membuat ini semua berjalan lebih cepat dan mudah. Tapi masalahnya apabila mereka tahu kemampuannya bisa sejauh itu, bisa-bisa sample otak dan DNA nya pun akan diambil. Atau mungkin lebih dari itu. Ia bisa mendapatkan perlakuan medis yang jauh lebih mengerikan dan penelitian yang lebih dari sekedar neraka.
Untungnya ia juga pandai dalam memikirkan hasil dan efek yang akan datang sebelum melakukan apapun.
Pada akhirnya ia memutuskan menyelesaikan arena kali ini dengan cara manusia normal pada umumnya. Berpura-pura lebih lambat dan menebak-nebak.
Atau mungkin kombinasi antara keduanya. Mungkin ia akan memutuskan untuk sedikit mempercepat permainan bodoh ini, karna ia sudah sangat kelelahan dan kesakitan saat ini.
Ia bersumpah akan memastikan makhluk seperti mereka semua mati membusuk disini suatu saat nanti dan berakhir dineraka!
"Kami bukan mutan, mereka lah mutan bahkan monster yang sesungguhnya! Yang berkostum tubuh manusia, dibalut embel-embel gelar dan jas putih yang mereka kenakan." besitnya dalam hati.
***
Kaki kananku tak bisa diam. Memukul-mukul lantai. Membuat dentuman sayup, mengiringi jantungku yang semakin tak karuan.
Aku menggenggam tangan Neil. Mungkin meremasnya sekarang. Menatapnya sesekali. Merasakan hangat genggaman dan pelukannya yang mungkin untuk terakhir kali. Entah kenapa sulit sekali untuk menyingkirkan skenario terburuk yang bisa ku bayangkan. Segala macam kekhawatiran, rasa takut, sakit, kehilangan, semuanya menanti diambang pintu. Hanya perlu sedikit dobrakan untuk membuat pintu hatiku terkoyak.
TIDAK! Kami semua harus kembali dengan selamat. Aku takkan membiarkan satupun dari kami terluka, tertangkap, bahkan mati.
Terutama Neil. Lebih baik aku menyerahkan diri pada mereka. Membiarkan mereka melakukan apapun padaku.
Lyra menoleh ke belakang, "Sebentar lagi sampai. Kalian siap?"
"Yap!" seru Garth. Diikuti anggukan dariku dan Neil.
"Bersiaplah! Ini rencana tergila yang pernah ada!" pekik Lyra bersemangat. Senyumnya merekah. Ia mulai menjalankan bagiannya dan langsung meningkatkan kecepatan. Garth menyiapkan Red Slicer miliknya. Ia tampak tak sabaran.
Neil mengecup keningku. "Kau siap, Sayang?"
Aku mengangguk mantap. Lalu menyiapkan Tilla Bow dan Shockwave ku.
Lyra mengingatkan, "Ingat, kita bermain cepat dan cerdik. Semakin lama kita didalam, kita akan semakin sulit untuk keluar. Bahkan kita akan hancur didalam perlahan-lahan! Lakukan dengan cepat sesuai bagian masing-masing, lalu cepat keluar sesulit apapun caranya!"
Gerbang pagar terluar Allegos dan halaman disekelilingnya yang luas menyambut kami. Lyra menambah kecepatan hingga hampir maksimal. Dan sesuai rencana, dengan cepat ia langsung menghantam dinding kaca Aleios Room. Membuat kegaduhan luar biasa.
Ia langsung menurunkan kecepatan, berusaha mengendalikan laju Ble. Kami terguncang-guncang. Ble milik kami bergulir dan menghantam tembok hingga hancur. Lalu berhenti tertahan pillar besar dikoridor.
Neil memberi komando, segera menyuruh kami semua keluar. Kami berlari menyusuri koridor West Line. Aku berada diposisi terdepan, memandu mereka menuju posisi Oscar.
Ditikungan kami dihadang puluhan pasukan Alle. Tentu orang-orang pusat mengetahui kami, bahkan sejak Ble kami pertama kali melewati wilayah Alle. Tapi yang tak mereka tahu adalah rencana gila yang telah kami susun.
Aku merentangkan kedua tanganku lebar-lebar, lalu mengayunkannya ke depan. Membuat mereka semua terhempas jauh, menghantam balkon dan jatuh ke bawah.
Oops! Langsung ke neraka.
Kami mempercepat gerakan menuju ruangan Oscar. Pasukan yang datang semakin banyak. Neil segera meraih L105 Airburst miliknya dan menembakkan sejumlah granat ke arah mereka. Membuat setengah lingkaran balkon tersebut runtuh. Ratusan pasukan Alle hancur terkena ledakan, berjatuhan, tertimpa reruntuhan bangunan.
"GO! GO! GO!"
Setelah berlari memutar dan melewati koridor North Line, kami tiba disebuah ruangan. Garth segera memotong pintu baja tersebut dengan Red Slicer. Diruangan itu hanya ada seorang ilmuwan dan dua orang petugas medis. Kami langsung memukul mereka hingga tak sadarkan diri.
Oscar terbujur lemas disana, tanpa mengenakan pakaian. Kulitnya pucat pasi, ia tampak lebih kurus. Matanya merah dan berkantung. Kuku-kuku tajam dijemari tangan dan kakinya keluar. Sayap cokelatnya yang gelap terlipat ringkih. Tampak lunglai. Dikiri kanannya ada berbagai macam alat lab aneh, serta larutan kimia berwarna-warni.
Neil segera melepas ikatannya. "Hei, kau baik-baik saja kan? Kau masih bisa sedikit berlari kan?"
"Te-tentu!"
Lyra menyela, "Astaga, apa saja yang telah mereka lakukan padamu?!"
Aku menunjuk tabung kaca besar disudut ruangan. Menyuruh Neil memasukkan Oscar ke sana terlebih dahulu. Neil mengerti apa maksudku. Ia segera merangkul dan memasukkan Oscar ke dalam.
"Alan, sebaiknya kau juga masuk!" sela Lyra tiba-tiba. Aku mengernyit bingung.
"Suaramu! Siapa tahu bisa kembali. Biarkan kami bertiga menjaga didepan. Tenang saja!" sambungnya.
"Benar! Masuk saja, Sayang!" sahut Neil.
"Sudah, masuk saja! Tenang saja, kami akan berjaga diluar!" tambah Lyra.
Ah, ide bagus! Kenapa tak terpikirkan olehku. Aku segera masuk. Semoga prosesnya lebih cepat. Sebelum lebih banyak lagi pasukan berdatangan kemari. Sedangkan mereka bertiga berjaga didepan pintu. Menunggu Aku dan Oscar selesai.
"Scanning Process Begin!" cahaya kuning keemasan itu bergerak naik turun.
"Terdeteksi kerusakan pita suara."
"Healing Process Begin!" cahaya biru itu bergerak memutar, naik-turun selama beberapa menit.
Dari luar terdengar kalau mereka tengah menghadapi sejumlah pasukan Alle.
Geez, C'mon... C'mon! Faster... Faster!
Oscar keluar dari tabung. Ia mengambil pakaian, mengenakannya sembari menungguku didepan tabung.
Aku memberi isyarat dengan mataku agar ia membantu anak-anak saja, tak perlu menunggu dan menjagaku didalam. Ia segera keluar.
"Healing Process Completed!"
Aku segera keluar dari sana, mencoba bersuara.
"Aaa... Aaarrr... Aaaapp!"
"Aaa... Aku! Se... Seeee..."
"Ne... Neee..."
"NEIL!!!"
Kegembiraanku membuncah luar biasa. Seakan jantungku mencelos keluar. Aku segera berlari menuju pintu, tak sabar ingin bicara didepan anak-anak. "Neil, aku bisa bicara sekarang!
Guys, aku bisa bi..."
"Alan, cepat pergi!" pekik Lyra. Kakinya berdarah. Sepertinya ada yang patah. Ia dicengkeram dua orang tentara Alle.
Oscar diikat tangan dan kakinya. Sayapnya terluka dan mengeluarkan cukup banyak darah. Seperti terkena tembakan. Ada banyak bulu berserakan dilantai. Ia tergeletak lemas, lalu segera dibantu berdiri dan dijagai oleh tentara Alle lainnya.
"Pergi, bodoh!" pekik Oscar
"Alan, pergi!!! Cepat pergi sebelum mereka menangkapmu juga!" pekik Lyra. "Pergi, goblok!!!" tangisnya pecah.
Seluruh tubuhku langsung lumpuh, kaku menyaksikan peristiwa yang terjadi didepan mataku. Ini semua seakan familiar. Aku pernah bermimpi seperti ini sebelumnya, hanya saja sedikit berbeda.
Tangisku pecah. Terutama saat aku menoleh ke kiri dan melihat Neil tergeletak lemah dilantai. Ia tak sadarkan diri. Dada kirinya berlumuran darah.
Sedangkan Garth, aku tak melihatnya dimanapun. Tanpa pikir-pikir lagi aku langsung berlari ke arah Neil. Tak memperdulikan apapun kata Lyra dan Oscar. Mereka terus memekik dari kejauhan, berusaha mencegahku. Tapi aku terus berlari menuju Neil. Tentara Alle mulai membawa mereka berjalan menuju koridor depan.
Pandanganku semakin tak jelas karna tangisku semakin deras. Yang ada dipikiranku hanya nyawa Neil saat ini. Bahkan tentara Alle yang begitu banyak disana tak ku perdulikan. Aku hanya melihat Neil tergeletak lemah disana dan aku takkan membuang sedetikpun. Aku harap ia baik-baik saja.
Aku segera merengkuhnya, memeluknya erat-erat. Detak jantung, hembusan nafas dan denyut nadinya sangat lemah.
Aku melakukan CPR sebisaku. Menekan-nekan dadanya beberapa saat, lalu menghembuskan nafas buatan beberapa kali. Oh, mungkin aku menciuminya sedikit.
Wajahnya basah karna peluh dan air mataku. Aku terus menekan dadanya dan menghembuskan nafas buatan berulang kali.
Tiba-tiba dua orang tentara Alle mencengkeram lenganku dan menangkapku. Aku berontak seperti kesetanan, tak mau dijauhkan dari Neil. Aku berusaha melawan mereka sekuat tenaga, namun salah seorang dari mereka dengan cepat mengikat tanganku dengan ikatan laser.
Aku meronta-ronta tak karuan. Berteriak-teriak dalam tangis. "TEMBAK AKU JUGA, BANGSAT!!!"
"KAU PUAS SEKARANG, HAH?"
Salah seorang tentara melayangkan tinjunya ke perutku, lalu menyikut punggungku hingga aku terbatuk-batuk memuntahkan darah. Jatuh tersungkur dilantai, sembari menangis sesenggukan.
Tiba-tiba ada seseorang yang menyerang mereka dengan cepat. Ia segera menarikku dan membawaku masuk ke ruangan tadi, lalu mengunci pintu dari dalam.
Mereka mendobrak-dobrak pintu baja tersebut, lalu mulai menembaki tembok.
Ia memukul rahangku keras-keras, "Kau sudah gila ya! Kalau disuruh pergi, ya pergi saja!"
"Garth, kau tak mengerti!"
"Aku mengerti semuanya! Kau yang bodoh!
Kita sudah kalah, Alan. Justru karna kita belum tertangkap, kita harus segera pergi dari sini!
Masalah mereka, kita akan menolong mereka setelah kita menyusun rencana baru. Bukan malah mengikuti emosi dan menyerahkan diri begitu saja! Kalau kau juga tertangkap, akan lebih sulit. Hanya tersisa aku dan Miro."
"Kalau kau mau menyelamatkan mereka, terutama Neil, kita harus pergi dari sini sekarang juga! Kita takkan bisa melakukannya untuk saat ini."
"NEIL SEKARAT! NEIL HAMPIR MATI, BODOH!" pekikku geram. Aku balas meninju rahangnya, lalu meremas kerah kemejanya dan menghentakkannya hingga menghantam meja.
Aku meremas kepalaku frustasi. Membanting barang-barang yang ada.
"Aaarrrgggghhhh! Bangsat!!!"
Garth menarik tanganku, "Kita harus segera pergi dari sini!" ia menggenggam tanganku erat-erat, lalu mengajakku berlari mendekati jendela.
"Ini lantai berapa? Kau sudah gila, hah?"
Tembakan mereka mulai membuat tembok ruangan tersebut hancur. Membuat sedikit celah berdiameter lima belas centi. Mereka terus berusaha menghancurkannya.
"Kita tak punya banyak waktu. Ini satu-satunya jalan saat ini. Pakai Forcefieldmu untuk melindungi kita saat kita mulai mendekati tanah!"
"Aku mengerti!"
"Kau siap? Hitungan ketiga lompat!
Jangan lupa pakai Forcefieldmu! Jangan membuat rencana bodoh ditengah-tengah!"
Aku mengusap air mataku...
"Satu... Dua... Tiga!!!"
Garth menembak kaca jendela tersebut dan kami segera terjun ke bawah.
Entah kami melompat dari lantai berapa, yang pasti ini benar-benar tinggi hingga kami cukup diombang-ambing dan dihempas angin. Dada serasa amat sesak dan panas karna tertekan angin yang begitu kencang.
Daerah luar tampak lenggang tanpa penjagaan. Pasti karna seluruh penjaga diarahkan untuk menangkap kami. Mereka semua masih didalam. Ini kesempatan bagus.
Aku segera membuat Forcefield saat kami mendekati tanah. Tubuh kami sedikit terguncang dan terlempar jatuh ke tanah. Lalu terguling-guling.
Kami segera berlari dan mencuri seunit Ble.
Aku mengendalikan Ble asal-asalan. Seingat otakku saja saat memperhatikan Miro mengendalikannya. Sedikit serampangan memang, tapi tak mungkin Garth yang melakukannya.
Kami segera membumbung tinggi meninggalkan Allegos.
Garth tengah sibuk menghubungi Miro dan menceritakan apa yang terjadi. Aku hanya diam selama diperjalanan. Diotakku hanya ada Neil. Aku percaya mereka akan segera mengurusnya. Neil akan baik-baik saja. Aku percaya. Aku percaya, Tuhan!
***
@irfandi_rahman @greent @gabriel_valiant @monster_swifties @lovelyozan @hendra_bastian @daser @vanilla_icecream @readhy_pda @sully_on @akina_kenji @rabbit_1397 @dadanello @gadismanis1990 @melkikusuma1 @1ar7ar @gaybekasi168 @okimansoor
hihihi...
yg pntg yg kasian dh nunggu" lama jd udh bs baca lanjutan ceritanya.
Sedih x ehhh....knpa neil n lainx ktngkap