BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

CAGE of MEGALEIO - MARSANIANS (END)

edited November 2015 in BoyzStories
Btw, yg pny akun Wattpad minta tlg view ama votenya ya dicerita gw yg disana. Sebenernya gw author disana, cmn abs gtu krna bbrpa pertimbangan mutusin buat nulis dibbrpa famous forum online jg. Salah satunya disini.
Akun gw, @jj_yuan
Thanks before!

***


CAGE of MEGALEIO - MARSANIANS


Bumi sudah tak seperti dulu lagi. Sudah sejak lama ditinggalkan.
Ratusan juta umat manusia telah berpindah diplanet lain yang telah dibuat sedemikian rupa hingga menjadi habitable.

Mars, rumah baru yang luar biasa.
Namun tak semua orang dapat tinggal disana. Orang-orang yang tak beruntung harus tetap bertahan hidup ditengah bumi yang semakin mencekat.
Kisah ini dimulai ketika Alan dengan paksa dibawa oleh tentara Alle ke Mars. Keluarganya di St. Andrews, Victoria - Australia tega menjualnya dan menukarnya dengan uang. Ia akan dijadikan objek Telaphios Project dan akan menjadi kelinci percobaan mereka.

Bagaimanakah kisah Alan selanjutnya?


A story by Joe Yuan (C) Jakarta, Indonesia 2015

***


*WARNING! Please don't copy this story without any permission from Author!

This story and all the character, plot, sub plot, and everything in between belongs to jj_yuan and in smaller percentage, to leon_valis.
Please ask for permission if you want to repost or use anything from it!
We don't make any profit from them but please, give credits where credits are due. Thanks!

***


"Hi! Joe here,

Btw I'll tell you first,
All chapters are unedited. So, don't bitch about it unless you wanna edit them for me. You didn't pay for this, so don't expect it to be perfect!
I writes for fun and pull out from my head to real life in my own world.
If it's bothering you, just stop reading and go buy new book from bookstore!
Don't even waste your time telling me something I already knew.

Thanks for your precious time and your responses. Please be polite when you leave comments!
I'm glad to get good & build up suggestions and critics but I'll neglect you if I get rude & shit comments arbitrarily as you can."

Enjoy it!
Thanks,

Joe Yuan

***
«13456717

Comments

  • edited November 2015
    PROLOG


    Pada abad ke-21, dimulai sejak era millenium hingga akhir abad 23, bumi mencapai masa-masa keemasan. Penemuan-penemuan dan tekhnologi yang luar biasa pesat terus bermunculan. Perkembangan tekhnologi dalam tiga abad masa keemasan itu begitu kuat.
    Hingga pada akhir abad ke-23 bumi menunjukkan kerusakan yang semakin meradang. Bumi tak seperti dulu lagi. Efek perkembangan tekhnologi yang terus menginfeksi, populasi dan ulah manusia tak bertanggung jawab, membuat keseimbangan bumi sebagai planet habitable mulai berubah menjadi unhabitable.

    Pemanasan global yang semakin meradang, atmosfir yang semakin menipis, polusi, serta udara, tanah dan perairan yang tak seperti dulu lagi membuat kondisi bumi yang awalnya ialah planet yang bersahabat berbalik menjadi planet asing dan rapuh bagi kelangsungan hidup manusia.
    Dalam beberapa dekade selanjutnya kondisi tersebut diperparah hingga persediaan makanan-pun mulai terbatas dan banyak yang mengalami gangguang organ dalam akibat buruknya udara dan perairan yang ada.

    Pada tahun 2.283 telah diputuskan bahwa umat manusia akan memilih salah satu dari beberapa planet layak huni lainnya yang akan dilakukan Terraform Project, yang berarti membentuk bumi. Ialah proses mengubah atmosfir, temperatur, topografi, permukaan atau ekologi menjadi mirip dengan bumi sehingga dapat dihuni oleh manusia.
    Dengan melakukan Terraform pada planet yang dituju, maka akan merubah kondisi planet tersebut sehingga dapat menopang kehidupan manusia.

    Mars ialah salah satu kandidat terbaik untuk melakukan itu semua dan cukup bersahabat bagi kehidupan.
    Proyek besar-besaran dan tentu memakan biaya yang luar biasa banyak dan waktu yang tak sebentar tersebut mulai direalisasikan setelah beberapa dekade selanjutnya. Dengan tekhnologi pada masa itu yang tengah mencapai masa keemasan, Terraforming dan pembangunan yang telah berjalan selama kurang lebih dua ratus tahun tersebut mulai merubah kondisi Mars.
    Planet itu kini lebih layak huni dalam kurun waktu yang lebih cepat dari seharusnya.

    Magnetosfer yang lemah dan tipisnya atmosfer Mars pun sudah bisa diperbaiki. Para ilmuwan berbakat sudah membuat perbaikan dan tekhnologi baru. Begitu pula dengan perbaikan udara, struktur tanah dan realisasi perairan pun telah diwujudkan.
    Pembentukan negara-negara dan pembangunan kota besar-besaran juga telah dilakukan dan masih terus berjalan hingga beberapa abad mendatang.

    Namun disisi lain, revolusi yang seharusnya dapat membantu kelangsungan hidup manusia tersebut menjadi virus baru yang menginfeksi miliaran umat manusia.
    Kerusuhan, pemberontakan dan jerit tangis kekhawatiran terjadi dimana-mana karna tak semua orang dapat berangkat dan tinggal nyaman disana. Hanya ada dua golongan, yakni orang-orang jenius dan berbakat yang memiliki peran bagi setiap aspek perkembangan kehidupan Mars selanjutnya dan golongan miliarder-miliarder yang dapat membeli tiket untuk dapat tinggal disana.

    Pada tahun 2.532 pertengahan abad ke-26, grand opening yang disebut "Hello Mars" ini mulai dilakukan dibeberapa negara yang berpusat di Amerika Serikat. Yakni membuka pemilihan kandidat untuk golongan pertama dan pembukaan penjualan tiket bagi golongan kedua.
    Seleksi ketat dilakukan bagi penerimaan golongan pertama. Sedangkan ratusan juta tiket, pendataan dan chip baru yang digunakan sebagai identitas Manusia Mars telah disiapkan bagi golongan kedua.

    Pada masa itu ratusan juta umat manusia mulai bergiliran berdatangan dan tinggal disana. Sedangkan manusia bumi yang tak dapat masuk disalah satu golongan hanya dapat berjuang bertahan hidup. Bertahan ditengah bumi yang semakin mencekat.

    ***
  • edited October 2015
    01| LETECHIA


    Mars telah dihuni selama hampir dua setengah abad. Perkembangan tekhnologi dan pembangunan negara-negara didalamnya sudah begitu pesat. Bahkan melebihi bekas planet mereka sebelumnya. Kini planet Mars menjadi sebuah planet yang luar biasa.

    Kisah ini dimulai pada tahun 2.817 abad ke-29. Diplanet Mars ada sebuah negara adidaya bernama Letechia, yang berpengaruh besar terhadap negara-negara lainnya.
    Negara yang ber-Ibukota kan Asphyrel ini memiliki sistem, tatanan kota dan peradaban yang luar biasa.
    Terdapat banyak gedung-gedung pencakar langit nan cantik, sistem transportasi bertekhnologi tinggi yang disebut Ble, tekhnologi mutakhir dibeberapa aspek kehidupan, serta masih banyak hal luar biasa lainnya.

    Para ilmuwan jenius dibawah naungan perusahaan besar bernama Allegos Corp. ini tiada hentinya selalu melakukan penelitian dan penemuan-penemuan baru. Salah satunya sejak satu dekade lalu. Mereka tengah melakukan salah satu proyek percobaan besar bernama Telaphios Project. Yakni percobaan peningkatkan limit tubuh manusia agar dapat lebih lagi menggunakan kemampuan tubuh dan inderanya yang nantinya akan meningkatkan taraf serta membantu kehidupan mereka menjadi lebih baik. Juga akan meningkatkan kekebalan dan kekuatan mereka.

    Didalam gedung Allegos Corp. yang megah, mereka melakukan percobaan dan pengembangan proyek tersebut.
    Seperti biasa, kelinci percobaan mereka ialah Manusia Bumi.
    Sudah sejak lama manusia-manusia bumi yang masih hidup sering digunakan dalam membantu kehidupan Manusia Mars.
    Dengan pemberian senyawa khusus yang telah mereka kembangkan dan didukung dengan alat-alat canggih, mereka melakukan percobaan sejak generasi pertama hingga keenam.

    Generasi pertama dengan sejumlah kelinci percobaan banyak menuai kegagalan. Ada hampir 3/4 jiwa meninggal karena fisik dan mental mereka yang tidak dapat bertahan terhadap senyawa tersebut. Sedangkan yang tersisa memiliki peningkatan kemampuan indera dan tubuh sebanyak 20-30%, namun usia mereka tak dapat bertahan lama. Mereka dapat terus hidup karna sokongan obat-obatan dan terapi yg diberikan. Apabila tanpa kedua hal tersebut, maksimal hanya dapat bertahan hidup dalam kurun waktu dua belas tahun kedepan.

    Seiring berjalannya waktu, senyawa itu terus dikembangkan agar semakin baik. Hingga pada generasi percobaan keenam, sebanyak 60% dari sejumlah kelinci percobaan mendapatkan tingkat keberhasilan dengan peningkatan sebesar 60-70%. Daya tahan hidup sebesar 64 tahun mendatang jika tanpa sokongan obat-obatan. Umumnya manusia pada masa sekarang dapat hidup hingga kurang lebih 200 tahun dengan pesatnya perkembangan tekhnologi kesehatan yang ada saat ini.

    Proyek Telaphios ialah peningkatan kemampuan manusia dibeberapa bagian yang telah dibedakan dalam lima sekte; Psychic Power, Physical Power, Elemental Power, Druid Power and Vision Power.
    Jika proyek ini telah mencapai penyempurnaan, umat manusia dapat lebih lagi dalam menggunakan kemampuannya tanpa keterbatasan berarti seperti sebelumnya. Mereka hanya cukup memilih mana yang akan mereka pilih.

    ***


    Bumi, Februari 2.817 abad ke-29.
    Saint Andrews - Victoria, Australia


    Tiga orang tentara khusus Alle membawa paksa seorang remaja berusia 16 tahun atas kesepakatan yang telah mereka sepakati bersama keluarganya.
    Remaja itu berontak, berusaha melepaskan diri yang sebenarnya sia-sia.
    Tubuh kurus dan mungilnya bahkan tak dapat membuka sedikitpun cengkeraman lengan besar salah seorang tentara.
    Dengan mudah mereka membawanya semakin jauh dari rumah kayu ditengah kawasan perkebunan itu.

    Ia terisak, mulai kehabisan tenaga. Mereka membawanya masuk ke dalam Ble, alat transportasi yang menyerupai kapsul dan dirancang khusus yang memungkinkan untuk melakukan perjalanan luar angkasa juga.
    Salah seorang awak segera menyalakan mesin dan cahaya biru keluar dari kedua sisi bawah kapsul tersebut.
    Benda itu mulai melayang lalu membumbung dengan kecepatan tinggi ke angkasa.
    Seorang tentara memasukkan remaja itu ke dalam kabin belakang bersama dengan lusinan manusia bumi lainnya. Mereka didudukkan dengan tangan kaki terikat.

    Remaja berambut dark brown terisak. Ia tak menyangka keluarganya tega menjualnya. Ia diliputi ketakutan dan kegelisahan yang luar biasa.
    Kemudian ia mengedarkan pandang melihat sejumlah remaja seusianya yang nasibnya sama dengannya. Ada seorang lelaki berambut pirang diseberangnya yang beberapa kali memperhatikannya.

    Ia tak menghiraukannya dan kembali mengumpati keluarganya. "Cih! Mungkin sekarang mereka berdua berpesta setelah mendapatkan setumpuk uang."

    Perjalanan yang memakan waktu tiga jam itu membawa mereka berhenti disebuah gedung megah nan cantik berbentuk seperti huruf 'H'. Dengan gedung besar segi delapan ditengah-tengahnya.

    Pintu kabin dibuka, ikatan mereka dilepas. Kemudian segera dikeluarkan dan diarak menuju West Line.

    Bagian dalam gedung itu begitu megah dengan penjagaan ketat.
    Ada banyak alat-alat canggih temuan Allegos menghiasi beberapa sudut. Ada juga hologram yang menampilkan video demo yang menceritakan dan menjelaskan setiap temuan mereka.

    Perjalanan ini berakhir disebuah ruangan besar dengan sejumlah ilmuwan beserta asisten mereka yang tengah mendata dan menyuntikkan chip ke sejumlah calon spesimen.
    Ada sejumlah orang berpakaian putih-putih seperti pasien rumah sakit yang tengah berbaris panjang membentuk kelompok-kelompok barisan. Begitu padat dan panjang.

    Remaja itu ditempatkan disalah satu barisan. Salah seorang petugas mendekatinya,  "Lepas seluruh pakaianmu!"

    Ia mengernyit. "What the hell?!"

    "Cepat, ini perintah! Lakukan saja!"

    Dengan cuek ia melepas satu per satu pakaiannya. Petugas itu segera memakaikan pakaian putih dan menyuntikkan Chip ke pergelangan tangannya.

    "Siapa namamu?"

    "Alan... Alan Koxar." jawabnya datar.

    Setelah didata, mereka semua diarahkan ke sebuah ruangan yang tampak seperti laboratorium besar. Dengan banyak mesin canggih berbentuk tabung kaca tinggi.

    Mereka segera dibariskan dan dimasukkan ke dalam tabung tersebut bergiliran.
    Salah seorang spesimen dimasukkan. Kemudian mesin itu mengeluarkan cahaya kuning keemasan yang bergerak naik turun selama beberapa menit, seakan melakukan proses scanning.

    Tak lama kemudian screen pada kaca tersebut mengeluarkan teks dan terdengar suara berbunyi, "Scanning Completed!"

    "Terdeteksi gangguan paru-paru akut dan kanker otak dini."

    Kemudian secara otomatis muncul cahaya biru bergerak memutar naik turun, "Healing Process Begin!".

    Cahaya biru tersebut bergerak semakin lama semakin cepat, memutar naik turun. Beberapa menit kemudian melambat lalu berhenti.

    "Healing Process Completed!"

    Sejumlah pasang mata takjub melihat kecanggihan mesin tersebut.
    Beberapa menit kemudian tiba giliran Alan.
    Perlahan ia masuk, memandangi mesin itu. Pintu tabung tertutup dan cahaya kuning mulai menyala melakukan proses scanning.

    "Scanning Completed!"

    "Tidak terdeteksi penyakit dan gangguan organ apapun."

    Tabung kaca itu terbuka dan sontak membuat perhatian sejumlah Profesor berjas putih itu tertuju padanya.

    Salah seorang ilmuwan mendekatinya. Bertepuk tangan, sembari memperhatikannya takjub. "It's amazing!"

    Alan tak bergeming. Hanya menatapnya datar.

    Ilmuwan muda itu mengusap pipi Neil lembut. "Bagaimana bisa Manusia Bumi sepertimu tak memiliki penyakit apapun?" serunya tak percaya.

    Alan langsung menangkisnya dengan kasar.

    "Attitude! Okay?"

    "Segera lakukan Telaphios Project pada anak ini!" perintahnya.

    "Baik, Prof. Charles!" beberapa petugas medis mencengkeram lengannya dan hendak membawanya ke ruangan lain.

    Tubuh Alan gemetar ketakutan. Ia memberontak, berusaha melepaskan diri dan langsung berlari. Dua petugas itu tersentak dan segera mengejarnya.
    Nyawa Alan terancam saat ini. Ia akan segera digunakan sebagai kelinci percobaan.

    "Penjaga, tangkap dia!" perintah Prof. Charles.

    Sejumlah penjaga mengejarnya dan mulai menembakinya. Alan berlari semakin kencang dan berusaha menghindar.
    Ia segera menuju pintu lab dan berlari meninggalkan ruangan itu. Namun ada dua orang penjaga koridor yang melihatnya dan ikut mengejar.

    ***
  • edited October 2015
    (DOUBLE POST, IGNORE IT!)
  • wow kereen ceritanya ... nanti aku juga baca di sana ya @jj.yuan ... dilanjut ...
  • Mengambil tema yang berbeda dari cerita - cerita lainnya. Kere
  • Nitip mention klu dh update bang ..
  • Hey, thanks guys!
  • edited October 2015
    02| 7th GENERATION


    Aku membuka mataku perlahan, "Aaarrrgghh!" erangku. Merasakan rasa sakit yang luar biasa dikepalaku. Serasa dihujam berkali-kali. Kepalaku terasa berat dan pening sekali. Pandanganku sedikit kabur.

    Kepalaku diperban, beserta beberapa selang dan kabel yang menyambung ke sebuah alat elektonik aneh. Ia memiliki screen penampil hologram yang menampilkan wajah, kepala, bahkan otakku beserta syaraf-syaraf nya yang begitu kompleks.

    "Dia sudah sadar. Ayo kita bawa ke Aleios Room!" seorang petugas berbicara kepada petugas lainnya. Mereka mendekatiku dan menyuntikkan sebuah cairan ke tanganku. Aku ingin melawan tapi tak bisa.
    Mereka segera mendorong ranjangku keluar ruangan melewati koridor panjang. Aku hanya bisa pasrah dengan tubuh yang masih terkulai lemas tak berdaya. Seluruh syarafku terasa lemas.

    Aku tak bisa mengingat apapun. Terakhir setelah aku mencoba untuk kabur, berakhir diruangan seperti kamar pasien rumah sakit dengan beragam alat aneh. Mungkin mereka juga telah melakukan proyek itu padaku. Entah senyawa apa yang telah mereka suntikkan ke dalam tubuhku dan benda apa yang mereka tanam didalam kepalaku.

    Kami berhenti didepan ruangan yang cukup besar dengan pintu baja tinggi ditengah. Mereka memasukkan sandi pada screen disamping pintu dan pintu tersebut terbuka.

    Sepertinya ini semacam dorm bagi spesimen seperti kami. Ruangan itu cukup besar. Dengan sejumlah perabot dan alat-alat elektronik canggih dibeberapa sudut, serta sebuah big screen yang menempel disalah satu sisi dinding.
    Didalam ruangan itu hanya ada empat orang yang menempati. Yakni, dua orang pria british dan seorang lainnya seperti japan or korean guy aku tak begitu yakin, serta seorang gadis berwajah oriental.

    Para petugas itu mendorongku dan memindahkanku ke salah satu single bed kosong, lalu meninggalkan ruangan.

    Tak lama kemudian dua orang pria berbadan tinggi tegap mendekatiku.

    "Hei, aku Oscar!" sapa pria pertama sembari mengulurkan tangan. Pria berambut pirang itu terlihat ramah dan easy going. Ia menggulung senyum.

    "Aku Neil. Kau?" sahut pria kedua singkat.
    Garis wajahnya tegas khas pria dewasa. Bekas cukuran samar-samar terlihat diatas bibir dan sekitar dagunya. Ia tinggi tegap, badannya atletis dan berkulit cokelat eksotis.

    "Alan... Alan Koxar!" aku menjabat tangan mereka bergantian.

    "Halo Alan, welcome! Aku Lyra." gadis oriental itu menepuk bahuku. Ia berambut hitam lurus panjang dengan mata sipit indahnya. Ia semampai, molek dan berkharisma.

    "Kaukah orang yang menjadi Aleios Psychic itu?" tanya pria ketiga tiba-tiba, yang sedari tadi rebahan sembari memainkan air dengan tangan kirinya (sepertinya ia memiliki kemampuan Hydrokinesis).

    "Ah! Apa itu?" tanyaku bingung. Pria bermata sipit dan berkulit seputih salju itu mengernyit, menghela nafas seakan malas menjelaskan sesuatu padaku.

    "Kau tidak tahu? Mereka tidak menjelaskannya padamu?" tanya Lyra heran. Aku menggeleng singkat.

    "Begini, kita semua yang ada diruangan ini disebut Aleios, spesimen paling sempurna diantara yang lainnya dengan persentasi peningkatan kemampuan yang paling tinggi. Serta tanpa rentan usia singkat atau efek negatif lainnya."

    Aku memicingkan mata, "Lalu?"

    "Kasarnya, kita adalah sekumpulan kelinci percobaan sukses yang nantinya akan mereka pakai untuk penyempurnaan Telaphios Project." sambungnya.

    Aku hanya mendengarkannya.

    "Sudah, jangan dipikirkan! Masih terlalu dini untuk tau semuanya. Better sekarang istirahatlah!" gadis itu tersenyum simpul, lalu kembali ke tempatnya.

    Aku mengangguk. "Salam kenal semuanya!" Kedua pria itu mengangkat tangan ke udara, lalu kembali ke tempatnya masing-masing.

    Kelima single bed ini ditata berbaris, dengan jarak yang cukup jauh. Dipisahkan dengan tirai putih dimasing-masing cela.

    Aku cukup penasaran dengan sebuah screen besar yang tertempel didinding. (semacam televisi tapi bukan. Ia berupa layar hologram transparan). Disana tertampil keadaan ruangan luar, pusat Allegos, lab-lab dan beberapa ruangan lainnya. Kami bisa melihat keadaan diluar sana dari sini.

    Aku membaringkan tubuhku. Yang saat ini kupikirkan hanyalah bagaimana cara melarikan diri dari sini? Dengan sistem keamanan yang kompleks. Aku juga berusaha mengingat apa yang telah terjadi setelah aku berusaha kabur beberapa hari lalu.
    Ehmm... Mungkin mereka berempat melihatku dari layar itu dan tahu banyak. Aku akan mencoba menanyakannya pada mereka kapan-kapan.

    Tunggu! Kalau mereka memasukkanku ke ruangan Aleios, berarti aku termasuk spesimen sempurna? Memangnya kemampuan apa yang bisa aku lakukan?

    "Aarrgggh!" kepalaku semakin sakit bila dipakai mengingat dan memikirkan banyak hal.
    Beberapa saat kemudian tanpa sadar aku tertidur. Suara Lyra samar-samar terdengar, berusaha membangunkanku.

    "Alan... Bangun!"

    Aku mengerjap. Mendorong tubuhku untuk beranjak dan menerima sebuah nampan berisi makanan yang ia bawa.

    "Waktunya makan! Mereka baru saja mengirimkannya. Makanlah dan minum obatmu!" Lyra menjelaskan.

    "Kenapa kita tidak makan bersama-sama dengan mereka?" tanyaku pensaran, ketika menyaksikan salah satu kolom screen, yang menampilkan kerumunan orang mengantri panjang untuk mendapatkan makanan.

    "Tidak, karna kita berbeda dengan mereka. Mereka golongan Alathoma, spesimen gagal dan semi sukses dengan berbagai efek negatif seperti rentan usia singkat dan gangguan jaringan." terang Lyra.

    Aku meletakkan sendokku. "Kenapa harus dibedakan dan dipisah? Mereka tidur dan makan dalam satu ruangan yang ramai bersama-sama, berhimpitan. Mereka juga mendapat perlakuan buruk dari petugas."

    "Habiskan makananmu Alan, lalu minum obatmu!" sela Neil.

    Aku mendengus lirih. "Menyebalkan!"

    Ternyata Neil mendengarku. "Kenapa? Kau tak suka, hah?!"

    Aku menghela nafas. Ia menghampiriku, dan dengan tangannya yang besar meremas daguku sembari menatapku tajam.

    "Hentikan, Neil!" sergah Lyra.

    "Kami hanya berusaha melindungimu. Berhentilah bersikap menyebalkan! Ikuti saja apapun yang kami katakan!"

    "Ya!" jawabku datar.

    Neil kembali ke tempatnya. Sedangkan Lyra mendekat dan duduk disampingku. "Aku tahu ada banyak hal membingungkan dan puluhan pertanyaan yang ingin kau tahu. Tapi saat ini yang harus kau tahu, tenanglah! Kau aman bersama kami. Meski kau belum mengenal kami, tapi tentu lebih baik bersama kami daripada harus bersama mereka."

    Ia seakan menerawang masa lalu, "Kami sama-sama kelinci naif dari bumi sama sepertimu, yang harus menghadapi ini semua. Antara beruntung karna bisa tinggal di Mars, tapi juga sial karna harus menjadi boneka mereka." Lyra menepuk pundakku. Ia tersenyum singkat, berusaha ramah dan lebih sabar.

    "Thanks! Ehm, jadi kalian juga dari bumi?"

    "Ya! Allegos hanya memakai Manusia Bumi sebagai objek percobaan mereka. Entah membeli kami dari keluarga miskin, menawarkan hidup nyaman di Mars tapi harus menjadi spesimen mereka, dan masih banyak lagi."

    Aku ber 'Oh!' lebar...

    "Tapi, terkadang mereka membeli manusia berkualitas dengan harga mahal. Mereka punya semacam alat scanner yang bisa memilah mana calon spesimen yang baik, bahkan sempurna dari segi fisik, mental, kecerdasan, atau apapun itu." terang Lyra.

    "Darimana saja kalian berasal?"

    "Neil tinggal di Santa Fe, New Mexico. Dia leader kami. Dia memutuskan untuk menerima tawaran Allegos ditengah bumi yang semakin mencekat."

    Lyra menunjuk seseorang, "Pria pendiam itu namanya Shin. Berasal dari Sapphoro, Japan. Tanpa sepengetahuan keluarganya, dia menjual dirinya demi uang agar keluarganya bisa hidup lebih baik di Bumi.
    Sejumlah uang ditransfer ke rekening keluarganya, lalu ia meninggalkan selembar catatan untuk mereka dan dibawa oleh tentara khusus Allegos kemari."

    "Oscar... Aku tak tahu banyak tentang dia."

    "Dan kau?" tanyaku akhirnya.

    "Beijing. Aku dijual oleh keluargaku. Sama sepertimu." jawabnya getir.

    "Hah? Bagaimana kau..."

    Lyra terkekeh, "Semacam seperti mengintip momen dalam suatu cuplikan film dari kepalamu. Salah satu kemampuanku bisa melihat Past and Future." jelasnya.

    "Interesting!"

    ***


    Sudah beberapa minggu aku tinggal disini dengan kehidupan serba medis. Berbagai pemeriksaan dan terapi harus aku jalani.
    Syaraf-syaraf tubuhku sudah kembali normal, aku juga dapat bergerak bebas seperti sebelumnya. Dan tak merasakan sakit lagi dikepalaku.

    Kemampuan pertama yang dapat kulakukan ialah Telekinesis.
    Aku dapat mengontrol benda solid dengan kekuatan pikiranku. Menarik, mendorong. Aku dapat memindahkan dan menggerakkannya semauku.

    Kemampuan kedua, suatu ketika aku mengalami peristiwa aneh. Malam itu suhu tubuhku tinggi. Sekujur tubuhku bergetar hebat. Rasa berat dan nyeri dikepalaku kembali lagi. Ini benar-benar menyakitkan.

    Aku mengerang kesakitan. Meremas-remas seprei dan menggelinjang diatas ranjang.
    Aku juga mendengar banyak suara yang entah datang darimana hingga membuat telingaku pedih.
    Semua orang sudah terlelap saat itu, tapi aku seperti mendengar banyak suara dan begitu jelas. Seakan mereka berada disekitarku. Aku ketakutan, sembari menutupi kedua telingaku. Tapi suara-suara itu tak kunjung hilang.

    Eranganku membuat mereka berempat terbangun satu per satu...

    "Alan, kau kenapa?" Lyra tampak sangat cemas. Neil segera datang dan memeriksa tubuhku.

    "Cepat panggil mereka!" pinta Neil. Tapi aku mencegah Oscar menghubungi mereka dengan alat komunikasi berupa screen itu.
    Mereka semakin cemas dan terus mencecarku dengan berbagai pertanyaan.

    "Ja-jangan... Aku tak apa-apa!"
    Aku mengatur nafas, terus berusaha menguasai pikiranku. "Kita harus segera pergi dari sini!"

    "Apa maksudmu?" tanya Neil tak mengerti.

    "Aku... Aku dapat mendengar semua percakapan dan rencana mereka kedepan." terangku. Masih berusaha menguasai pikiranku.

    "Ada apa, Alan? Katakan saja pelan-pelan, kami akan mendengarkanmu!" Lyra memberiku segelas minuman hangat dan mencoba menenangkanku.

    "Aku bisa membaca pikiran siapapun sekarang. Se... Semuanya bercampur aduk didalam kepalaku." sambungku, berusaha menjelaskan. Mereka memandangku takjub, penuh tanda tanya.

    "Apa saja yang kau dengar dari mereka?" tanya Neil begitu penasaran.

    "Nantinya mereka akan memakai kita juga sebagai model video demo saat pengenalan dan peluncuran serum. Kita dipaksa menunjukkan seluruh kemampuan kita. Dan ketika semuanya sukses, produk mereka meledak dipasaran, mereka akan menghancurkan dan membuang kita. Kita harus segera keluar dari sini!"

    "Tak mungkin! Mereka sudah berjanji akan membebaskan kita dan membiarkan kita tinggal di Mars setelah semua ini selesai!" tukas Neil. Diikuti tatapan 'mengiyakan' dari yang lain.

    "Itu semua bohong, rekayasa! Aku mendengar langsung semuanya. Mereka takkan melepaskan kita begitu saja dengan kemampuan seperti ini dan membiarkan kita yang suatu saat dapat melawan dan mengancam mereka."

    Aku meremas kepalaku, "Kita harus segera menyusun rencana untuk keluar dari penjara Allegos!"

    "Omong kosong! Aku takkan mempercayai semua ucapanmu!" sergah Shin tiba-tiba. "Bagaimana bisa kita percaya begitu saja dengannya?"

    Neil tampak sedang memikirkan sesuatu. "Hmm... Coba baca apa yang sedang kupikirkan saat ini!"

    "Ah?!" seluruh mata tertuju padaku saat ini. Aku sedikit ragu, tapi tatapan ganas mereka seakan memaksaku melakukan hal mustahil yang bahkan aku belum bisa mengendalikan pikiranku.

    Aku berusaha rileks, mengatur nafas dan mencoba mengontrol pikiranku. Menyingkirkan hal-hal yang tak ingin ku dengar dan hanya fokus padanya.

    Aku mengernyit, cukup sulit untuk menyingkirkan suara-suara yang tak ingin ku dengar. Aku tak mendengar sedikitpun suaranya. Hanya kicauan suara orang lain.

    Shin tertawa sinis, "Dasar bodoh! Sudah jelas-jelas hal seperti itu hanya omong kosong. Bagaimana bisa bocah sepertinya kalian percaya?"
    Ia mengedarkan pandang, "Lagipula kemampuan yang dikembangkan Alle kebanyakan lebih ke peningkatan fisik dan kekuatan super. Seperti superhero klasik buatan Amerika. Dan yang paling aneh serta menakjubkan terakhir yang aku tahu, kemampuan Oscar dan Lyra.
    Mana mungkin ada hal seperti itu?" Ia berjalan malas menuju tempatnya, meninggalkan kami.

    Tapi aku tetap berusaha fokus dan mencobanya berkali-kali. Hingga kemudian samar-samar ku dengar apa yang sedang dipikirkan Neil.
    Perlahan semakin lama semakin jelas. Riuh suara-suara lainnya mulai meredup dan yang lebih menonjol hanya suaranya. Bahkan sekarang hanya suara hatinya yang ku dengar.

    "Pantai!" aku menjawab dengan mantap. Mereka semua menatapku, lalu beralih ke Neil menunggu jawabannya.

    "Kau sedang bergumul, andai waktu bisa diputar kembali. Memikirkan indahnya momen saat berkumpul bersama keluargamu dipantai sebelum mereka semua meninggal." sambungku.

    "Bagaimana Neil? Benar atau tidak?" tanya Lyra penasaran.

    "Lalu kau juga bergumul dalam penyesalanmu, karna kau juga kehilangan satu-satunya orang yang sangat kau cintai.
    Seorang pria manis yang telah merubahmu dan menunjukkan arti hidup yang sesungguhya padamu.
    Ia menyuguhkan ketulusan dan begitu banyak pengorbanan pa..."

    "Cukup!" bentak Neil, yang seketika itu membuatku berhenti. Suaranya bergetar.

    Lyra memberiku kode untuk tetap diam. Beberapa pasang mata tampak sangat kaget mendengarnya, dan menatapnya iba.

    "Oke Alan, apa rencanamu? Gunakan otak jeniusmu! Semuanya kami serahkan padamu dan baca seluruh keadaan Allegos!" perintah Lyra.

    "Okay!" aku tersenyum simpul. Kemudian kembali memfokuskan pikiranku. Mencari tahu sejauh mana otakku ini bisa bekerja dan hal-hal menarik apalagi yang bisa ia lakukan. Oscar tampak heboh! Begitu konyol melihatnya menyemangatiku.

    "Sorry Prof. Charles, cause we'll break your fuckin' hefty wall!" seruku. Yang membuat kami semua bersemangat dan Oscar terlihat lebih gila!

    ***
  • makin seru ... mereka punya kelebihan masing-masing ya ...
  • edited October 2015
    03| SHREWDNESS


    Seharian kami memikirkan rencana dan Neil membagi tugas untuk kami berlima sesuai kemampuan masing-masing. Mengatur dan menjelaskan tahap-tahap yang akan dilakukan setiap orang. Besok pagi kami akan beraksi.
    Dalam waktu singkat aku jadi lebih akrab dengan mereka karna hal ini. Cukup menyenangkan bersama mereka. Anak-anak yang mengasyikkan dan berbakat.
    Mereka sudah terlelap saat ini. Entah kenapa aku tak dapat terlelap meski sudah mencoba untuk tidur.

    Aku beranjak dan berjalan menuju tembok kaca disisi ruangan. Seperti jendela besar dengan view yang luas. Menampilkan pemandangan malam yang indah. Pemandangan Asphyrel yang memukau. Meski membuatku sedikit merindukan Bumi, 'Rumahku'.
    Sudah lama aku tak memiliki teman. Di Bumi lebih banyak manusia egois dan saling bersaing satu sama lain untuk tetap bisa bertahan hidup. Salah satunya untuk mendapatkan makanan dan air bersih. Orang-orang miskin dan kurang beruntung seperti kami hanya bisa terus berjuang untuk bertahan hidup, menunggu bantuan pemerintah.
    Kami seperti kawanan hewan ternak yang diatur-atur dan berada didalam kandang kumuh agar dapat mendapatkan lemparan makanan dan seember air dari mereka.
    Sedangkan orang-orang kaya atau menengah ke atas yang tetap tinggal di Bumi karna tidak memiliki cukup uang untuk membeli tiket, tentu mereka lebih beruntung dan tetap hidup lebih layak dari kami. Dengan uangnya, mereka dapat sedikit mengatasi masalah yang ada di Bumi dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik.

    Terkadang aku merindukan keluargaku. Bagaimanapun juga aku bersama mereka sejak 16 tahun terakhir walau dalam kehidupan yang begitu keras dan sulit.
    Aku tak pernah mengenyam pendidikan, bahkan aku harus bekerja sejak usia tujuh tahun. Aku membantu Ayahku yang seorang pekebun.
    Ia sosok Ayah yang keras dalam mendidik anak-anaknya. Ia juga keras pada Ibu.
    Ibuku seorang pembantu rumah tangga. Ia seorang wanita yang kuat dan tangguh, tapi berhati lembut. Ia sangat menyayangi anak-anaknya dan melimpahi kami dengan kasih sayang.
    Sedangkan aku anak bungsu dari lima orang bersaudara. Anak pertama dan kedua sudah menikah, dan tinggal bersama keluarganya diluar kota. Mereka jarang sekali berkunjung dan memberi kabar. Bahkan sudah delapan tahun mereka tak memberi kabar, apalagi mengunjungi kami. Sedangkan dua orang lagi masih tinggal bersama kami.
    Anak ketiga ialah seorang buruh pabrik. Ia begitu egois dan berbuat semaunya. Ia sering menyakiti Ibu dan bertengkar dengan Ayah. Ia jarang pulang ke rumah. Pergaulannya sangat liar.
    Dan anak keempat, ia bekerja dibengkel. Ia seorang pria yang tangguh dan baik. Aku lebih akrab dengannya daripada saudaraku yang lain. Ia selalu membuatku tertawa, menjagaku dan meluangkan sebagian waktunya untukku.

    Sebenarnya Allegos lah yang menemukanku dengan alat scanner. Entah apa yang membuat mereka tertarik sejak awal pada gelandangan sepertiku. Mungkin karna tubuh, otak dan potensi yang kumiliki. Karna alat mereka menunjukkan demikian.
    Mereka menawariku berkali-kali tapi aku selalu menolaknya. Mereka menawarkan uang yang begitu banyak dan hidup nyaman di Mars. Hingga suatu ketika Ayah dan Kakakku ketiga lah yang gelap mata dan rela menukar anak bungsunya demi uang. Kemungkinan mereka membuat kesepakatan diam-diam.
    Waktu itu tiba-tiba tentara khusus Alle mengepung rumah kami. Aku sedang istirahat makan siang usai membantu Ayahku berladang. Tiba-tiba mereka datang dan membawaku dengan paksa.
    Ibu dan Kakakku yang keempat tidak ada dirumah saat itu. Mereka berdua masih sibuk bekerja. Saat mereka tahu, mungkin akan ada pertikaian besar antara mereka berdua dan Ayahku. Mungkin mereka akan terus berusaha mencari cara untuk menemukanku.
    Hanya mereka berdua yang kurindukan dan sangat membuatku merasa kehilangan.
    Soal Ayahku, mungkin aku akan mencoba lebih mengerti apa yang telah ia lakukan padaku. At least, aku bisa hidup lebih layak disini. Aku cukup tersentuh dengan apa yang Shin lakukan untuk keluarganya setelah mendengar ceritanya dari Lyra.

    "Hei, kau tidak tidur? Apa yang kau lakukan disana?" Neil tiba-tiba berdiri disampingku, membuatku kaget dan terbangun dari lamunanku.

    "Ah?! Insomnia."

    "Hei, matamu sembap. Apa yang sedang kau pikirkan?
    Tidurlah! Besok pagi-pagi sekali kita akan pergi. Mungkin akan sedikit menguras tenaga dan membuat kita berkeringat." pintanya sedikit ramah. Namun tetap bernada dingin seperti biasanya.

    "Ya, sebentar lagi." aku mengalihkan pandanganku darinya.

    Ia malah ikut duduk. "Hmm... By the way, apa sekarang pun kau masih dapat membaca pikiranku?"

    "Kenapa?" tanyaku datar.

    Ia terlihat canggung. "Tak apa! Aku hanya masih penasaran bagaimana kau melakukannya? Dan tentu ini pertama kalinya aku mengalami hal aneh seperti itu. Aku masih sedikit merasa..."

    "Aku tahu!
    Hmmm... Bagaimana ya? Seperti mendengar bisikan yang datang begitu saja."

    "Begitukah? Hmmm... Coba baca apa yang sedang kupikirkan saat ini!" ia bergeser dan mengarahkan tubuhnya menghadap padaku. Aku tetap menghadap dinding.

    "Ehmmm..." aku bergumam sembari memejamkan mata.

    "Apa yang kau baca?" ia terdengar penasaran.

    "Tak ada!"

    Ia mengernyit, "Hah?!"

    "Ya, tak ada. Aku hanya mendengar suaramu yang terus mensuggesti dan mengontrol pikiranmu agar tak memikirkan apapun. Tapi kau begitu kesulitan dan entah kenapa malah memikirkan..." aku tak melanjutkan kata-kataku.

    "Memikirkan apa?" ia terdengar seperti menggodaku. Aku menggeleng tegas.

    "Ayo katakan!" ia sedikit memaksa. Aku tak menghiraukannya.

    "Hei, ini perintah dari leadermu!"

    "Memang apa peduliku?" jawabku sinis.

    "Hei, beraninya kau!" ia memiting leherku dengan lengan kekarnya. Aku tersengal dan berusaha melepaskan diri.

    "Lep... Le...paskan bodoh!" aku berusaha melepaskannya.

    "Ayo katakan!" ia semakin mempererat lengannya.

    "Hei, berisik sekali! Apa yang sedang kalian lakukan malam-malam begini disana? Cepat tidur! Jangan malah berbuat mesum." omel Lyra yang tiba-tiba bangun. Anak-anak yang lain pun ikut terbangun. Oscar malah menggoda. Neil langsung melepaskan lengannya. Sontak aku segera menjauh darinya.

    Aku memegangi leherku yang sakit. "Gila! Tidak seperti yang kalian pikirkan! Yang ada dia malah mau membunuhku dengan lengannya yang besar."

    "Sudah-sudah, cepat tidur semuanya! Besok kita harus bangun pagi-pagi. Kalian berdua jangan berisik!" Lyra segera melanjutkan tidurnya, diikuti anak-anak lainnya. Shin terlihat begitu kesal namun tak berkomentar apa-apa dan langsung kembali tidur.

    "Dasar bodoh! Sakit tahu!" aku sedikit berbisik, lalu memukul lengannya keras.

    Ia menatapku geram. "Makanya katakan! Lagipula aku masih kesal dan dendam padamu. Kenapa kau tega sekali mengatakan soal pria itu waktu membaca pikiranku, hah?
    Setidaknya berbohonglah bahwa itu wanita. Gara-gara kau sekarang mereka semua jadi tahu kalau aku gay. Mereka jadi sering menggodaku!"

    "Ya itu bukan urusanku! Aku hanya disuruh membaca. Salah sendiri kenapa kau malah memikirkan pria itu juga! Sebegitu berartinya kah dia sampai kau malah memikirkannya disaat kau tahu ada orang yang akan membaca pikiranmu?!" aku membela diri. Tak mau kalah.

    Ia terdiam sejenak. "Entahlah! Tiba-tiba saja ia terlintas dipikiranku."

    "Kau begitu mencintainya ya?" godaku.

    Ia mengangguk. "Ia sudah pergi sekarang. Orangtuanya melarang hubungan kami dan memisahkan kami untuk saling bertemu."

    "Terakhir kali aku melihatnya waktu aku menjenguknya dirumah sakit. Ia terkulai lemas.
    Dengar-dengar sejak orangtuanya memisahkan kami, ia jadi sering murung, menyendiri dan akhirnya sakit-sakitan. Tapi tak lama waktu Ayahnya datang, ia mengusirku dan melarangku menemuinya lagi." sambungnya. Ada pendar kesedihan yang amat dalam dimatanya. Ia terlihat sedang menerawang masa lalunya.

    "Lalu?"

    "Ibunya sebenarnya yang memintaku datang, karna anaknya menyebut namaku terus-menerus. Tapi ayahnya tetap bersikeras memisahkan kami berdua. Hingga akhirnya suatu hari ia pergi meninggalkan kami semua.

    Aku hanya bisa melihat dari jauh waktu acara pemakamannya, dan menemuinya diam-diam. Aku sering mendatangi pusaranya."

    "Hei, kau tak apa?" aku menepuk pundaknya.

    "Ya!"

    "Aku yakin pasti dia sangat bahagia pernah mengenalmu... Bersamamu."

    Ia mengangguk...

    "Sejak dia pergi, aku jadi pribadi yang lebih senang menyendiri, dingin, acuh pada sekitar dan serasa hidupku tak berarti lagi.

    Aku tak memiliki siapapun lagi, hanya dia. Tapi tuhan juga mengambilnya dariku setelah mengambil keluargaku." ia menunduk, memejamkan mata.

    Aku mengusap pundaknya canggung. "Hei, aku yakin dia takkan senang melihatmu seperti sekarang ini. Dia akan bahagia kalau melihatmu bahagia. Aku yakin suatu saat nanti kau akan menemukan seseorang yang sebaik bahkan lebih baik darinya dan bisa bahagia."

    "I know. Thanks!"

    "Aku selama ini tak pernah bercerita atau membagi bebanku dengan oranglain. Aku tipe orang yang selalu mandiri, bahkan tak butuh oranglain. Apapun aku kerjakan dan lalui sendiri. Tapi karna kau bisa membaca pikiran orang ya apa gunanya aku tetap seperti itu. Kau harus menjaganya!"

    "I will!" jawabku.

    "No, promise me!" ia menatapku lekat. Aku mengangguk.

    Kemudian kami mengobrol tentang satu sama lain, hingga tak terasa kami malah tertidur disana.

    ***



    "Hei, Alan!"

    "Alan... Cepat bangun!" seseorang menepuk-nepuk pipiku.

    Aku menggeliat, merengek. "Aduh... Mataku! Beri aku lima belas menit saja!"

    "Cepat bangun bodoh! Kita harus berangkat sekarang!" suara Neil terdengar semakin kesal. Aku tak menghiraukannya dan melanjutkan tidurku.

    "Setidaknya jauhkan kepalamu dari dadaku! Aku mau membangunkan anak-anak yang lain juga!" sambungnya.

    "Apa?!" aku segera beranjak. Membuka mataku lebar-lebar. Baru sadar bahwa semalam kami tidur disini.

    "Kau memelukku dengan kencang dan air liurmu membasahi bajuku." ia mencium bajunya. "Dasar jorok!".

    "Berisik!"

    Ia segera membangunkan anak-anak yang lain.
    Waktu menunjukkan pukul 03:02 pagi. Kami segera bersiap-siap dan mulai melakukan tugas masing-masing.

    Lyra duduk, memejamkan mata dan membaca masa depan. "Kita harus berjalan memutar! Karna kita akan tertangkap diarea East Line." ia menjelaskan sembari menunjukkan denah Allegos yang ia gambar.
    Dari kejauhan aku mencoba untuk fokus mengontrol pikiran petugas yang menjaga pusat kendali Allegos dan membuatnya mematikan semua kamera pengintai.
    Neil pun segera membuat lubang besar pada tembok dengan pukulannya.
    Kami keluar dari Aleios Room dan segera membentuk formasi. Berlari melewati koridor West Line. Sejumlah penjaga yang melihat segera mengejar dan menembaki kami.
    Aku segera membuat Forcefield, medan gaya bulat transparan untuk melindungi kami.
    Aku pun segera mengarahkan kedua tanganku melakukan Telekinesis, dan membuat mereka terpental jauh, saling menghantam.
    Tak butuh waktu lama untuk membuat kami sampai ke South Line.

    "Ini tak sesulit yang kita kira!" seru Oscar.

    Disana ada blok-blok Alathoma Dorms. Mereka semua berteriak dan melambaikan tangan dari jendela, meminta dibebaskan juga. Namun Neil melarang kami meski kami tak kuasa melihat mereka memohon-mohon.

    "Cepat! Kita tak punya banyak waktu.
    Alan tak bisa mengontrol terlalu banyak orang dalam waktu yang terlalu lama." sergah Neil.

    Namun karena kegaduhan Alathoma, penjaga yang lain dan Kepala Sistem Keamanan South Line mengetahui rencana kami dan segera mengirim begitu banyak pasukan.
    Kami segera bergerak dan sesekali harus menghadapi mereka.
    Tembakan bertubi-tubi tentara Alle yang bertenaga tinggi itu cukup membuatku kewalahan untuk menahannya. Mau tak mau saat hampir sampai ke gerbang luar, aku memberi kode dan memecahkan medan gaya itu. Kami pun langsung membentuk formasi melingkar, dan mulai terlibat pertempuran sengit.

    Neil dengan kekuatannya menghantam habis mereka dengan pillar besar yang sebelumnya ia hancurkan.
    Shin menggerakkan larutan-larutan kimia yang ada dilab South Line dan menyiramkannya pada mereka.
    Lyra dengan kemampuannya yang dapat membaca Future, bergerak kesana kemari dengan cepat. Membaca gerakan mereka, menghindari tembakan mereka dan membunuh mereka dengan cepat seperti seekor mutan tak terkendali.
    Oscar mengeluarkan kuku-kuku panjang dan tajamnya. Lalu melepas pakaiannya dan mengembangkan sayap cokelat keemasan miliknya. Ia terbang dengan cepat kesana-kemari, mencabik-cabik mereka semua.
    Sedangkan aku terus fokus mengontrol pikiran mereka dan membuat sebagian dari mereka berpihak pada kami. Melindungi kami dan menembaki pasukan yang lain.
    Pertempuran itu cukup memakan waktu dan membuat kami mulai kewalahan.
    Tentara Alle yang datang semakin banyak. Membuat kami mulai terkepung disetiap penjuru.

    "Gawat!!!"

    ***
  • edited October 2015
    04| ELLAFREIS


    Center Line - Main Controller System Area - Allegos Corp.

    "Tangkap mereka! Setidaknya buat mereka terpisah! Mereka tak terkalahkan bila bersama-sama." perintah Prof. Charles pada para pasukan Alle melalui alat komunikasi jarak jauh yang terpasang ditelinganya.

    "Baik!"

    "Jangan sampai berita ini terdengar keluar! Apalagi sampai Mr. Ruin mengetahuinya. Kita harus segera mendapatkan mereka!" ia memperingatkan sejumlah bawahannya yang tengah sibuk mengatur sistem.

    "Kerahkan seluruh tentara Alle yang kita miliki!" sambungnya.

    "Baik!" jawab mereka serentak.

    Prof. Charles tampak begitu kesal. "Aaarrrgh...! Sial!" ia menyapu seluruh larutan tabung-tabung kimia yang ada dimeja dan menjatuhkannya ke lantai. Membuat ledakan kecil dan bumbungan asap diseluruh ruangan.

    ***


    "Alan, sekarang!" seru Neil, memberi kode. Aku segera mengontrol dan menggerakkan sejumlah petugas Alle untuk mematikan seluruh daya yang ada disana. Seluruh area menjadi gelap gulita dan perangkat komunikasi mereka pun mati.

    "Cepat, kita tak punya banyak waktu sampai mereka menyalakan kembali seluruh sistem!" seru Neil, memandu kami menuju gerbang South Line.
    Anak-anak yang lain pun segera menghentikan pertarungan mereka dan berlari menuju gerbang.
    Pasukan Alle yang begitu banyak mulai mengejar dan menembaki kami. Aku pun langsung membuat dinding Forcefield ditengah koridor untuk menahan tembakan mereka selama beberapa saat.

    "Cepat Neil!" seruku saat mulai kewalahan.

    Neil mempercepat gerakannya dan segera menghantamkan pukulannya beberapa kali dengan sangat keras ketika sampai didepan gerbang. Membuat gerbang baja itu hancur.
    Kami segera berlari meninggalkan Allegos dan mencuri se-unit Ble.
    Shin mengambil-alih kontrol dan langsung menyalakan mesin.
    Kami membumbung tinggi, meninggalkan Allegos dengan kecepatan penuh.

    Kami bersorak dan tertawa puas. Anak-anak terlihat sangat kelelahan, namun ada pendar semangat dan harapan baru dalam mata mereka.

    "Thanks Alan, kau jenius! Semua ini berkat kau! Kalau kau tak ada, entah apa yang akan terjadi pada kami." Lyra menepuk pundakku, diikuti tatapan 'meng-iyakan' dari yang lain.

    "Jangan senang dulu! Ada puluhan Ble mengejar kita sekarang!" sergah Shin.

    "Astaga...! Aku masih lelah!" keluh Oscar.

    Neil tertawa dan memukul kepalanya. "Dasar lemah!"

    Oscar mengaduh. "Enak saja! Akan ku hancurkan lengan-lengan besarmu itu dengan satu pukulan!"

    "Ayo, tunjukkan!"

    "Berisik...! Jangan mengganggu konsentrasiku!" omel Shin yang sedang mengendalikan Ble.

    Puluhan Ble itu semakin mendekat dan mulai menembaki kami. Shin terlihat begitu serius dan cukup kewalahan untuk menghindari tembakan-tembakan tersebut. Namun sisi kanan Ble yang kami tumpangi tertembak beberapa kali dan membuatnya berasap, lalu oleng. Kami akan jatuh dari ketinggian 3.000 kaki.

    "PERINGATAN! Unit akan jatuh dalam tiga menit dari sekarang. Segera aktifkan sistem keselamatan dan pendaratan darurat!"

    "Shin, lakukan sesuatu!" Lyra mulai cemas. Shin malah mengarahkan dan menghantamkannya pada sebuah gedung besar, berbentuk kubah. Sebuah Mall lebih tepatnya.

    Kami jatuh dari sisi kanan dan menghantam kaca-kaca gedung tersebut. Ble itu terguling beberapa meter hingga akhirnya berhenti dan menghantam sebuah pillar besar.
    Para pengunjung Mall tampak panik. Berlarian kesana kemari menyelamatkan diri.

    "Kalian tak apa?" tanya Shin cemas.

    "Kau hampir membunuh kami, bodoh!" amuk Lyra, disusul amukan anak-anak lainnya.

    "Alan, kau tak apa?" tanya Neil, yang kemudian tiba-tiba melepas bajunya dan menyobeknya.

    "Aku tak apa! Hanya sedikit pusing dan mual."

    Ia tiba-tiba menyeka darah yang mengalir didahiku beberapa saat, lalu mengikatkan potongan kain yang lain dikepalaku. "Dahimu berdarah! Kau pasti terbentur sesuatu."

    "Aaarrrgh!" aku merintih kesakitan. Kepalaku semakin sakit. Mataku mulai berkunang-kunang. Pandanganku mulai kabur.

    Ia selesai mengikatnya. "Darahnya terus mengucur, padahal aku sudah mengikatnya." Neil mulai cemas.

    "Guys, kita harus segera pergi!" sergah Lyra. Kemudian sejumlah unit Ble mulai berdatangan, masuk melalui lubang bekas hantaman kami.

    Anak-anak segera keluar satu per satu.

    "Ayo, cepat! Kita harus segera pergi!" seru Lyra, menunggu kami semua keluar.

    "Naik punggungku!" pinta Neil, saat aku baru saja keluar. Mau tak mau aku segera naik ke punggungnya.

    Kami segera bergerak. Para pasukan Alle mulai turun dari Ble dan mengejar kami.
    Kepalaku semakin sakit. Mataku berkunang-kunang, seakan dunia berputar-putar. Tak lama kemudian kepalaku mendarat dipundak Neil.

    "Alan...! Alan...!" Neil terdengar panik. Suaranya mulai terdengar samar. Disusul kicauan anak-anak yang lain. Namun setelah itu aku tak sadarkan diri...

    ***


    "Aaarrgh!" aku mengerang kesakitan, sembari memegangi kepalaku. Kepalaku diperban. Aku berada disebuah kamar. Seperti kamar hotel.
    Samar-samar kulihat punggung seseorang membelakangiku. Ia hanya memakai jeans hitam. Tubuhnya terlihat kekar dan atletis, dibalut dengan perban dilengan kiri dan dadanya. Ia tampak tengah sibuk mengerjakan sesuatu. Namun saat mendengar suaraku, ia segera menghampiriku.

    "Kau tak apa? Bagaimana keadaanmu? Sudah dua hari kau tak sadarkan diri." Neil terlihat begitu cemas. Ia menatapku lekat, dengan pendar kegelisahan dimata cokelatnya.

    "Ki... Kita dimana?" aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan.

    "Hotel. Kita sudah begitu jauh dari Asphyrel. Kita berada di Ellafreis sekarang." terang Neil.

    "Aarrggghh!" kepalaku masih begitu sakit. Aku beranjak, tapi Neil menahanku dan membantuku rebahan lagi.

    "Dimana itu?"

    "Sekitar 800km ke barat dari Asphyrel. Istirahatlah! Kau masih begitu lemah."

    "Da... Dada dan lengan kirimu kenapa?" tanyaku cemas. Ada sedikit noda darah yang tembus dari sana.

    "Tak apa, tak usah cemas! Aku hanya sedikit terluka waktu melarikan diri dari mereka." ia seperti tak mau menceritakannya padaku.

    "Apa yang terjadi? Mana yang lain?" tanyaku gelisah. Ia menunduk, terdiam.

    "Mana...?!" aku menaikkan intonasiku.

    "Kami terpisah! Aku juga tak tahu mereka bertiga dimana saat ini. Aku berencana menunggumu pulih dan memintamu melacak mereka dengan kekuatan pikiranmu."

    "Apa?!" aku begitu shyock! Berbagai macam skenario buruk menyeruak ke dalam otakku.

    "Waktu itu kau tak sadarkan diri. Aku menggendongmu dan segera berlari bersama anak-anak. Gedung itu telah dikepung oleh begitu banyak pasukan dari berbagai sisi.
    Pada akhirnya kami terpisah. Aku berhasil meloloskan diri dan segera membawa kita pergi menjauh dari Asphyrel." ia tampak sedang menerawang peristiwa sulit itu. Seketika tangisku pecah.
    Bagaimana keadaan mereka saat ini? Apakah mereka selamat, terluka, atau bahkan tertangkap?

    "Waktu itu aku tak dapat melawan mereka dengan maksimal karna aku juga harus membawamu dan melindungimu. Jadi ku putuskan meninggalkan kota itu segera setelah berhasil meloloskan diri dan bersembunyi dari kejaran mereka." ia beranjak, mengambil sebuah nampan berisi bubur dan obat-obatan.

    "Kota itu tak aman bagi kita, apalagi kita sedang terluka dan aku sudah sangat kelelahan." sambungnya. Ia duduk ditepi ranjang dan meletakkan nampan itu dipangkuannya.

    "Ini semua salahku! Harusnya aku tak pingsan dan bisa membantu kalian. Dengan kekuatanku pasti bisa banyak membantu. Kita harus kembali! Kita harus menemukan..." aku terisak. Tak melanjutkan kata-kataku.

    Neil mengusap kepalaku lembut.
    "Iya, tapi tak sekarang. Kau harus sembuh dulu!"

    "Sekarang makanlah! Aku mau keluar sebentar."

    "Kau mau kemana?" tanyaku cemas.

    "Jangan baca pikiranku! Makanlah lalu istirahat!" ia segera mengambil sebuah kemeja putih dan memakainya. Ia mengancingkannya sembari terus menatapku. Seakan memintaku untuk lebih tenang.

    Ia segera melesat, meninggalkan ruangan.

    Aku terhenyak... Aku masih sangat cemas soal anak-anak. Aku mencoba untuk menembus pikiran mereka dari jauh, tapi berkali-kali gagal. Kepalaku malah semakin pening.

    Lyra... Oscar... Shin...! Kalian dimana sekarang?!

    ***
  • edited October 2015
    05| TAKE ME WITH YOU!


    Sudah beberapa hari kami berdua tinggal disana hingga aku mulai pulih. Namun Neil masih terluka. Sepertinya luka dilengan dan dadanya cukup parah, namun ia selalu melarangku memeriksanya. Hingga suatu hari mau tak mau ia membiarkanku membersihkan lukanya dan mengganti perbannya. Luka itu terlihat cukup dalam dan serius.

    "Kita harus ke rumah sakit!" pintaku sembari membalutkan perban baru pada lengannya.

    "Jangan! Tak usah!"

    "Kenapa? Aku tak peduli! Aku akan membawamu kesana."

    "Aaarrgh! Pelan-pelan! Sakit bodoh!" ia meringis kesakitan.

    "Katamu barusan tak apa. Tapi kau meringis seperti itu, dasar!" aku menatapnya sinis.

    "Kita tak boleh terlalu mencolok! Apalagi bagian dalam tubuh kita berbeda dengan manusia pada umumnya. Kau mau ditangkap dan diteliti oleh orang-orang medis? Lalu jadi tontonan, hah? Dan berakhir dimuseum setelah banyak diteliti dan mati."

    Ia membuatku bergidik ngeri. "Kau berlebihan!".

    "Kita harus hidup berpindah-pindah mulai sekarang agar mereka tak dapat melacak kita, sembari kita mencari anak-anak. Dan kita tak boleh terlalu mencolok! Apalagi pergi ke rumah sakit. Kita juga harus bisa berbaur dengan masyarakat ketika berada diluar! Kita juga harus merubah penampilan." terangnya. Aku mendengarkan dengan seksama.

    "Setelah ini mandilah dan pakai ini!" ia memberiku pakaian dan sebuah box berisi sepasang sepatu. Sebuah singlet putih dan semacam sweater biru pastel, jeans putih, serta sepatu casual navy.

    "Pakaian macam apa ini? Aneh!" aku mencubitnya dan memeriksanya, seakan jijik.

    "Dasar kuno! Sudah pakai saja! Aku mau mengajakmu berkeliling dan mengurus beberapa hal untuk kita. Tak mungkin aku mengajak pasien rumah sakit jiwa dengan baju pasien kotor dan perban dikepala sepertimu!"

    Aku memukul lengannya pelan dan langsung masuk ke kamar mandi.
    Ia mengaduh, "Awas kau ya! Aku benar-benar akan membunuhmu dengan lenganku!"

    Tak lama kemudian aku selesai dan memakai pakaian itu. "Hmmm... Kebesaran dan aneh!"

    Ia terlihat memperhatikanku beberapa saat. "Menurutku bagus dan cocok!".

    "Ayo kita berangkat!" seruku.

    "Tunggu!" ia berjongkok dan membenarkan tali sepatuku. "Kau bisa jatuh kalau tidak mengikatnya dengan benar!"

    "Berisik!"

    ***

    Dexierra Station - South Ellafreis

    Kami sedang menunggu Sky Train. Neil pergi membeli es krim. Tak lama kemudian ia kembali dengan se-cup es krim ditangannya.

    "Mana punyaku?" protesku.

    "Konyol! Kau berfikir aku akan dengan baik hati membelikanmu juga? Jangan berharap! Aku tak sebaik itu, jangan terlalu baik menilaiku!" ia memukul keningku dengan telapak tangannya. Aku segera menangkisnya dan tak menghiraukannya yang kemudian menggodaku dengan es krim itu.

    "Benar-benar enak! Bahkan es krim di Bumi tak ada yang seenak ini. Hmmm...!"

    "Hei, kau marah? Yang benar saja! Kau seperti anak kecil!" ia menyodorkan sesendok es krim, berniat menyuapiku namun aku menangkisnya.

    "Hei, jatuh kan!" omelnya. Ia pun melanjutkan memakan es krim itu dengan jarinya.

    "Kau yang seperti anak kecil. Benar-benar jorok!"

    Kereta pun tiba. Aku segera meninggalkannya dan memasuki kereta itu.

    "Hei, tunggu!"

    Kereta itu begitu cepat dan futuristik. 60% bagiannya ialah kaca tebal dan kuat, sehingga kita dapat melihat view indahnya kota disegala sudut.

    "Kereta ini begitu keren! Ini pertama kalinya aku naik kereta dan langsung mencoba kereta yang sekeren ini." komentarku kagum.

    "Benarkah? Kau benar-benar kuno. Naik kereta saja tak pernah."

    "Apa pedulimu? Dan sialnya aku harus menaikinya bersama orang menyebalkan sepertimu!" aku tak mau kalah.

    "Hei, apa katamu? Aku benar-benar akan membunuhmu sekarang!"

    "Coba saja! Tapi kupastikan aku kan segera menguasai pikiranmu dan membuatmu bunuh diri dengan cara sadis sebelum kau membunuhku!"

    Ia bergidik ngeri. "Kau benar-benar nenek sihir jahat!"

    Aku menatapnya seakan-akan sedang berusaha menguasai pikirannya.

    "Hei, hentikan! Kenapa kau malah serius!"

    Aku tertawa melihat tingkahnya.

    Seperempat jam kemudian kami berhenti di stasiun tujuan dan berjalan kaki menuju sebuah gedung megah berbentuk asimetris. Sebuah mall.
    Ketika memasukinya, kami disambut air mancur dan mini park indah ditengah-tengah. Dibeberapa sudut dihiasi pillar-pillar kristal yang kokoh dan cantik berwarna-warni.

    Neil mengajakku membeli beberapa pakaian dan sepatu untuk kami, lalu pergi merubah penampilan. Kami mendatangi sebuah salon khusus pria. Kami langsung disambut oleh dua orang petugas yang mengantar kami ke dua buah unit kosong. Neil memberi instruksi kepada hairstylish yang akan memotong rambutku. Aku hanya dapat mengikutinya saat ini, karna aku tak pernah ke salon sebelumnya.

    Neil mewarnai rambutnya menjadi hitam kelam, yang semula blonde. Ia mencukur tipis kedua sisi dan bagian brlakangnya. Bagian depan dan atas hanya dirapikan dan ditata rapi kebelakang. Ia terlihat semakin tampan dan berkharisma dengan penampilan barunya sekarang.
    Sedangkan rambutku diwarnai light brown yang semula dark brown. Dipangkas sedikit dikedua sisi dan dicukur tipis dibagian belakang. Bagian atas dan poni hanya dirapikan, lalu bagian atas sedikit dibuat bergelombang, sedangkan bagian poni ditata rapi kesamping.

    "Kau terlihat seperti Manusia Mars, anak seorang Milyarder sekarang." ia meledek.

    "Kau benar-benar seperti Gigolo kelas atas sekarang." aku tak mau kalah.

    "Apa katamu?! Aku akan memperkosamu nanti malam, lalu membunuhmu dan melenyapkan mayatmu."

    Aku mengernyit. "Kau tidur dilantai nanti malam! Mengerikan sekali harus tidur seranjang dengan seorang gay mesum dan Psycho sepertimu!"

    Ia malah tergelak. Baru kali ini aku melihatnya tertawa.

    "Aku lapar! Ayo kita cari makanan enak!" pintaku.

    "Kau benar-benar pandai menghabiskan uangku!" keluhnya.

    "Aku akan menggantinya! Aku benar-benar lapar sekarang."

    "Tak usah! Aku hanya bercanda. Asal kau tahu, uangku masih sangat banyak! Kau mau makan apa?"

    Setelah makan kami mengurus beberapa berkas dan data untuk kebutuhan kami selama tinggal disini. Kami baru pulang pada malam hari.

    "Ah, badanku...!" aku segera merebahkan tubuhku.

    "Dasar payah!" ia tidur disebelahku.

    "Hmmm... Aku mau mencoba membaca pikiran anak-anak lagi. Semoga berhasil." ujarku. Neil melihatku serius dan seakan menunggu jawaban. Aku segera memejamkan kedua mataku dan berusaha fokus.

    "Bagaimana?" tanya Neil penasaran.

    "Nothing!"

    Ia beranjak, menghela nafas, lalu membuka kancing kemejanya satu per satu. "Aku mau mandi!"

    "Jangan lama-lama! Aku juga mau mandi."

    Aku kembali mencobanya, namun tetap gagal. Sebenarnya dimana mereka dan apa yang terjadi dengan mereka saat ini? Aku jadi cemas. Ini sudah seminggu berlalu.

    Aku terus mencoba berkali-kali hingga kepalaku mulai pening. Namun beberapa saat kemudian aku dapat membaca pikiran Oscar, lalu Shin.
    Mereka masih hidup. Aku sangat lega!
    Namun mereka sedang memikirkan sakit yang mereka rasakan. Sepertinya mereka sakit parah.
    Aku belum dapat mengetahui dimana tepatnya mereka saat ini. Namun Oscar dan Shin, mereka berdua bersama-sama. Sedangkan Lyra, aku masih tak dapat menembusnya.

    "Hei, sudahlah jangan memaksakan diri! Nanti kepalamu sakit lagi." suara Neil seketika membuatku membuka mata.

    Ia baru saja selesai mandi dan keluar dengan sebalut handuk dipinggangnya. "Kau mendapatkan sesuatu?"

    Aku beranjak, "Aku mendapatkan Oscar dan Shin."

    "Dimana mereka? Bagaimana keadaan mereka sekarang?" ia memegang pundakku dan menatapku cemas.

    "Aku belum tahu pasti dimana, namun mereka terluka cukup parah. Kita harus menemukan dan menolong mereka!" terangku gelisah.

    "Kita akan menunggu kepastian dimana mereka berada, oke? Lalu kita akan langsung berangkat." katanya mantap. Aku mengangguk.

    "Makanlah! Aku baru saja memesannya." pinta Neil seusai aku mandi. Aku segera memakai pakaianku dan memakannya.

    "Sebenarnya dari mana kau mendapatkan uang-uang itu? Jangan-jangan dengan kekuatanmu kau merampok Bank." tanyaku tiba-tiba.

    "Kau selalu berfikiran buruk tentangku!" Ia memukul kepalaku. "Itu uang yang aku dapatkan dari Allegos. Cukup banyak."

    "Begitu ya! Ada gunanya juga kau menjual dirimu." ledekku. Ia hanya menggumam kesal.

    Seusai makan malam kami segera tidur. Begitu lelah karna seharian berkeliling.

    ***

    "Alan... Cepat pergi!" seru Oscar. Ada dua orang tentara Alle yang membawanya memasuki ruang lab. Disusul Shin yang tengah dibawa paksa juga oleh mereka.

    "Bodoh! Cepat pergi!" bentak Shin.

    Disisi lain ada seorang ilmuwan yang sedang mendorong seorang mayat keluar dari sebuah ruangan.

    Lyra... Itu mayat Lyra. Tidak mungkin!
    Tangisku pecah. Aku berlari mengejarnya, namun dua orang tentara Alle menangkapku dan membawaku memasuki ruang lab dengan paksa.
    Disana ada Oscar dan Shin yang mulai diikat tangan dan kakinya.
    Diujung ruangan ada seseorang yang sedang mereka siksa.

    Itu Neil! Ia terlihat tengah dirantai tangan dan kakinya, disiksa dengan sengatan listrik bertenaga tinggi. Ia berteriak-teriak kesakitan dan terkulai lemas. Tentara Alle yang lain mencambuk punggungnya dengan cambuk berduri. Ia meronta kesakitan.
    Aku hendak menyelamatkan Neil tapi kawanan tentara Alle juga mengikatku. Aku berusaha mengendalikan pikiran mereka namun tak berhasil. Sepertinya rantai itu didesain bisa menonaktifkan kemampuan kami. Kami tak dapat melakukan apapun ketika diikat dengan rantai itu.

    "Aaarrghh...!" pekikku.

    "Lepaskan! Lepaskan!"

    "Lyra....! Neil...!"

    "Alan... Alan! Kau kenapa?" suara Neil membangunkanku dari mimpi burukku.

    Aku terisak dan langsung memeluknya. "Mereka... Mereka membunuh Lyra. Mereka juga nanti akan menangkap Oscar dan Shin. Mereka juga menangkap kita. Mereka menyiksamu! Aku tak tahan melihatmu disiksa seperti itu!"

    "Hei, tak apa! Itu hanya mimpi! Aku baik-baik saja sekarang. Aku disini, disampingmu. Tak ada yang perlu dikhawatirkan!" ia mencoba menenangkanku. Ia menatap mataku dalam-dalam, lalu memelukku.

    Aku mulai tenang dan memeluknya erat. Masih terbayang-bayang mimpi mengerikan itu.

    "Tenang saja, itu semua bukan gambaran masa depan. Hanya mimpi.

    Tidurlah! Aku disini, takkan meninggalkanmu. Aku akan selalu menjagamu!" ia terus mencoba menenangkanku. Entah mengapa kata-katanya membuatku mulai tenang dan merasa nyaman. Ia memelukku erat, mengusa kepalaku.

    "Aku tak dapat terlelap sekarang."

    "Ayo, bangunlah!" ia beranjak dan menarik tanganku.

    "Naik ke punggungku!" pintanya.

    "Kita mau kemana?"

    "Sudah, naik saja!" aku menuruti permintaannya.

    Ia membuka pintu dan berjalan menuju balkon. Ia melompat, menaiki pagar balkon dan berdiri tegap ditengah-tengah.

    "Apa yang kau lakukan?! Lepaskan aku! Kau malah membuatku semakin ketakutan!" aku meronta berusaha melepaskan diri.

    "Hei, diam! Kita bisa jatuh. Ini lantai 20 bodoh!"

    Aku mulai tenang. Neil sedikit membungkuk lalu melompat. Lompatannya begitu tinggi.
    Seketika aku memejamkan mata dan mempererat pelukanku.

    "Kau sudah gila ya! Kalau mau mati, mati sendiri saja!"

    "Buka matamu, bodoh! Kita terbang sekarang." serunya.

    "Hah?!" aku membuka mata perlahan.

    Kami membumbung tinggi diangkasa. Aku hampir tak percaya, kami terbang! Kami benar-benar melayang!
    Kami menembus gumpalan awan. Kerlap-kerlip bintang menghiasi langit malam. Begitu indah.
    Aku dapat melihat gemerlap lampu-lampu kota yang membuatku takjub. Kota yang tak pernah mati walau dini hari.
    Aku merentangkan kedua tanganku, merasa benar-benar terbang. Menepis udara dan gumpalan awan.

    "Kau suka?" tanya Neil. Ia tersenyum menatapku.

    "Amazing!" seruku.

    "Jadi kau juga bisa terbang?"

    "Iya! Mau yang lebih seru?" tawarnya.

    "Eratkan pelukanmu!" ia menambah kecepatannya. Ia melintas dengan cepat. Membuatku berteriak-teriak dan sesekali memejamkan mata.

    "Wooo...hoooooo...!" serunya.

    ***

    I can't disguise the pounding of my heart
    It beats so strong
    It's in your eyes, what can I say
    They turn me on

    I don't care where we go
    I don't care what we do
    I don't care pretty baby
    Just take me with you
    Through the dark sky

    I don't care if we spend the night at your mansion
    I don't care if we spend the night on the town
    All I want is to spend the night together
    All I want is to spend the night in your arms
    To be around you is so, oh, right
    You're sheer perfection
    Drive me crazy, drive me all night
    Hug me tightly and take me fly with you
    Through anything with you

    ***
  • makin akrab Neil sama Alan ...
Sign In or Register to comment.