It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@CouplingWith dikit dikit lama lama jadi bukit
@RinoDimaPutra dikit dikit lama lama jadi bukit
@lulu_75 atau apa kak lulu?
@Satria91 makasi sudah membaca. Pasti bakal dimention kok
@rahmad1 segala kemungkinan selalu ada kak
@UiOOp kalo kebanyakan tar mubazir
@QudhelMars iya dek pasti
Update! Turut mengundang @lulu_75 @yadi212 @UiOOp @melkikusuma1 @didot_adidot @Aurora_69 @viji3_be5t @majesty @Otsutsuki97S @opatampan @gaybekasi168 @rioz @tianswift26 @ananda1 @Daser @Lovelyozan @raito04 @rezka15 @LostFaro @black_skies @fian_gundah @Toraa @Sicilienne @duatujuh @kikyo @Yirly @josiii @William_Earthlings12 @Hajji_Muhiddin @lonechaser84 @misterjang @Kim_Hae_Woo679 @Inyud @Pratama_Robi_Putra @shandy76 @RinoDimaPutra @QudhelMars @Wildeinz @Abdulloh_12 @CouplingWith @Gabriel_Valiant @rahmad1 @Arielz09 @star_lord616 @Satria91
BAGIAN #4
Aku duduk dengan nggak sabaran di ruang tamu. Sebentar - sebentar menengok tv, sebentar - sebentar menengok jendela, sebentar - sebentar menengok ke jam dinding yang jarum jamnya berputar lambat mirip siput ngesot-entah karna memang lambat dari sononya atau karna akunya aja yang nggak sabaran buat ketemu Arsha?
Duh, Arsha! Mengenang namanya doang sukses membuatku senyum - senyum sendiri! Alhasil Bapak yang sedari tadi duduk diseberang sofaku melemparkan tatapan penuh tanya padaku. Aku cuma melemparkan cengiran seolah gak tau apa - apa.
"Kamu ntar mau keluar?" Tanyanya. Aku mengangguk pelan.
"Pantesan aja pakaiannya rapi gitu" sindirnya. Aku cuma senyum cengengesan.
"Sama teman yang mana?" Sambungnya lagi. Kali ini lengkap dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Maksud Bapak?" Tanyaku bingung. Bapak melemparkan pandangan seolah berkata masa-gak-tau?
"Maksud Bapak itu kamu perginya sama pacar?" Ulangnya.
"Gimana mau pergi sama pacar? Pacar aja nggak punya!" Sambar Si Tiang Listrik yang muncul entah darimana. Bapakku tertawa mendengarnya sementara aku bersemu masam.
"Apaan sih lu, Kak? Ikutan aja!" Sungutku tak terima.
"Tapi bener kan?" Tanyanya dengan tampang menyebalkan. Aku diam. Malas untuk menyangkal apalagi menjawab.
"Emang lu nggak kepikiran buat nyari pacar apa?" Tanya Si Tiang Listrik lagi. Kulihat Bapak ikut memasang perhatian pada pertanyaan Si Tiang Listrik.
"Kepikiran, sih. Cuma ya itu.. lagi belum nemu yang cocok" sahutku sok cuek. Bapak menaruh tangannya di dagu.
"Emang tipe cewekmu itu kayak gimana, Fa?" Tanyanya padaku. Kayaknya Bapak udah ketularan virus kepo Si Tiang Listrik, deh. Aku berpikir sejenak dan menjawab sok diplomatis.
"Nggak ada tipe khusus kok, Pak. Asal bisa nyaman dan saling mencintai satu sama lain udah cukup kok" kataku tenang. Bapak melemparkan kekehan sementara Si Tiang Listrik bersemu gokil. Dari arah dapur datang Ibuku yang membawa secangkir kopi buat Bapak.
"Ngobrol apaan sih? Asik sekali keliatannya" tanya Ibu sambil duduk disebelahku.
"Lagi ngebahas pacarnya si Alfa" sahut Si Tiang Listrik. Ibuku menoleh padaku dengan wajah berbinar.
"Kamu punya pacar, Fa?" Tanyanya padaku. Aku menggeleng cepat.
"Nggak punya, Bu" sahutku cepat. Ibuku cuma mengangguk saja.
"Tapi pernah pacaran, kan?" Tanya Bapak. Aku berpikir sejenak sebelum mengangguk dengan agak ragu - ragu.
"Dulu pas masih SMP" sahutku asal. Kayaknya kedua orangtuaku makin antusias dan menanyaiku banyak sekali pertanyaan soal 'Raisa' mantan cewek imajinatifku.
Aku terus menjawab dan sesekali bercerita pada mereka. Beberapa cerita cuma karanganku saja dan beberapa lagi kenanganku bareng Randy yang sudah ku edit sebelumnya. Aku melihat mereka tertawa dan kadang mendengarkan dengan serius. Tanpa sadar aku menikmati imajinasi dan masa laluku sendiri. Perhatian mereka justru membuatku makin mahir berbohong.
"Astaga banyak sekali yang kami nggak tahu soal kamu! Kenapa kamu nggak pernah cerita sama kami?" Tanya Ibuku lembut. Aku gelagapan kemudian terkekeh.
"Iya deh lain kali aku bakal cerita sama kalian" sahutku.
'Kalau aku sudah punya keberanian' sambungku dalam hati.
Aku memperhatikan kedua orangtuaku lagi. Dalam hati aku merenung. Kalian tidak tahu apa - apa tentangku. Mungkin kalian tahu, tapi yang kalian tahu cuma apa yang tampak di luar bukannya yang ada di dalamnya. Aku sedih karena tak bisa menaruh percaya pada kalian, orangtuaku sendiri. Tapi kalau pun aku berterus terang pada kalian apa kalian akan menerimaku seperti kalian menerimaku sekarang? Tapi diatas semua itu aku benar - benar merasa bersalah karena telah berbohong pada kalian dan aku pasti akan merasa lebih bersalah lagi karena membuat kalian bersedih.
Dan telingaku langsung berdiri tegak mirip kuping kelinci saat mendengar suara motor memasuki halaman depan rumahku. Dengan sedikit terperanjat dan tampang kelewat antusias aku langsung ngacir keluar dan mendapati Arsha disana. Duduk diatas motor maticnya yang masih menyala. Aku melempar senyum yang kelewat manis versiku sementara Arsha membalas dengan kedutan bibirnya yang membiatku ingin meleleh.
Saat mau berbalik untuk pamitan kulihat mereka-Bapak, Ibu dan Si Tiang Listrik- berada tepat dibelakangku dengan tampang mupeng nan kepo.
"Kirain pacarnya Alfa yang dateng" kata Ibuku sedikit kecewa. Bapak dan Si Tiang Listrik mengangguk khidmat. Aku cuma bisa nyengir melihat ekspresi mereka.
'Emang bukan pacar. Statusnya masih calon pacar. Doakan saja. bisa beneran pacaran' jawabku dalam hati, sok bertelepati pada mereka. Aku langsung berpamitan pada mereka dan mengambil helm yang biasa kutaruh diatas meja dekat vas.
Aku segera menghampiri Arsha dan naik ke boncengannya. Arsha membunyikan klaksonnya tanda pamitan dan kita pun melintasi jalanan malam di jam setengah delapan.
"Kamu telat setengah jam, Sha" kataku memulai pembicaraan.
"Sori, Fa tadi ada gangguan teknis makanya telat" kekehnya.
"Alah gayamu!" Cibirku sambil meninju bahunya.
"Eh! Sakit gila!" Sungutnya kesal. Aku terkekeh cuek.
"Biarin sapa suruh sok" sahutku.
"Siapa yang sok?"
"Kamulah sapa lagi"
"Aku nggak sok"
"Iya kamu sok!"
"Nggak!"
"Iya!"
"Nggak!"
"Iya! Iya! Iya!" Sungutku tak mau kalah.
"Bilang 'iya' sekali lagi kamu pulang jalan kaki, Fa" katanya mengancamku.
"Duuh takuuut" sahutku dengan gaya sok anak kecil. Arsha cuma tertawa saja. Selanjutnya perjalanan itu dilalui dalam keheningan. Arsha sibuk berkendara sedangkan aku asik memperhatikan jalanan yang tampak ditaburi bintang kelap kelip.
"Kamu laper nggak, Fa?" Tanya Arsha padaku.
"Nggak terlalu" sahutku padanya.
"Mau makan roti bakar nggak? Aku tau kedai roti bakar yang enak sekitar sini" tawarnya padaku.
"Ayo dah" sahutku
Setelah pertigaan Arsha membelok ke kiri dan kami pun sampai di kedai roti bakar yang dia maksud tadi. Arsha menggenggam pergelangan tanganku dan menarikku masuk ke dalam. Baru sampai di depan pintu masuk aku sudah disambut dengan aroma roti bakar yang menggugah selera. Kedai itu lumayan ramai malam ini. Aku dan Arsha duduk di bangku belakang dan kami duduk saling bersisian.
Seorang perempuan dengan celemek pink kusut menghampiri kami dan melemparkan senyum ramah pada kami. Terutama pada Arsha.
"Mau pesan yang biasa?" Tanya perempuan itu sambil menyodorkan menu tua yg di laminating. Kayaknya perempuan itu mengenal Arsha. Mungkin Arsha sering datang kesini?
"Iya yang biasa" sahutnya kemudian dia melirikku.
"Kamu mau pesen apa?" Tanyanya padaku. Tanpa banyak berpikir aku menjawab.
"Samain ajalah sama pesenanmu" sahutku. Arsha mengangguk.
"Pesen yang biasa 2"katanya sementara perempuan itu mencatat di kertasnya. Kemudian perempuan itu mengambil menunya dan pergi ke dapur. Aku dan Arsha saling berpandangan dan entah kenapa aku malah merasa kikuk.
Sepuluh menit kemudian perempuan tadi datang dengan baki ditangan. Dia meletakkan pesanan kami diatas meja. Dihadapan kami ada enam piring penuh roti bakar, dua gelas jus jeruk dan Kentang goreng.
"Aku nggak sangka porsi makanmu sebanyak ini, Sha" kataku. Dia cuma tertawa.
"Ini kan porsi dua orang. Jelas banyaklah" sahutnya sambil meminum jua jeruknya. Aku terkekeh dan mulai memakan roti bakar di dekatku.
Rasanya enak dan garing. Dan yang paling kusuka kejunya meleleh saat aku memakannya.
"rasanya enak" kataku disela kunyahanku.
"Iya. Makanya aku ajak kamu kesini" sahutnya.
"Kamu pasti sering datang kesini" kataku.
"Lumayanlah. Biasanya kalo laper habis main futsal aku kesini bareng sama temen - temen"
Aku mengaduk jus jerukku dan meminumnya. Kami kembali melanjutkan sambil makan dan mengobrol ringan. Aku menandaskan jus jerukku saat Arsha mengajakku pergi. Aku menurut saja saat dia meraih tanganku dan menggenggam pergelangan tanganku seperti tadi. Aku tidak tahu apakah perlakuan Arsha itu terbilang wajar atau tidak tapi yang jelas genggaman tangannya dipergelangan tanganku tak ayal membuatku gugup. Apalagi beberapa pasang mata pengunjung kedai itu mengarah pada kami saat keluar tadi. Arsha kelihatan santai saja. Dia menghidupkan motornya dan aku kembali duduk diboncengannya.
"Habis ini kita mau kemana, Sha?" Tanyaku padanya. Dengan gaya sok misterius Arsha menjawab.
"Nanti juga kamu tahu."
Aku memperhatikan pantulan wajahnya di kaca spion. Dengan pemikiran penuh tanda tanya kira - kira kemana dia akan membawaku pergi?
Hubungan kitaaaa~~~ :v