It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@lulu_75 bener gak yah? Pantengin aja terus :v
@kikyo lupa mandi lupa bikin pr juga tuh :v wkwkwk
@QudhelMars Alfa: selalu sabar kok gue kak :v
@Aurora_69 o.o jangan jangan apa?
@rahmad1 wkwkwk anggep ae refreshingan :v
@arielz09 sip dek :v
BAGIAN #2
Aku mengulat pelan saat tak kutemukan sosok lain di sampingku. Kemana perginya Si Tiang Listrik pagi - pagi begini? Aku mengerung malas di ranjang. Perlahan aku mengucek mata kemudian mengerjap.
Jam berapa sekarang?
Aku melirik jam weker di meja nakas. 'Oh, masih jam 7' pikirku santai. Masih dengan perasaan setengah sadar aku menoleh kearah jam wekerku. Seketika aku langsung melonjak panik.
Mampus telat gue!
Aku langsung ngibrit ke kamar mandi dan mandi secepat kilat dan dalam tempo sesingkat - singkatnya. Habis itu aku langsung memakai seragam. Saking paniknya aku lupa menghanduki badan sebelum memakai seragam! Ah sudahlah masa bodo! Cuek saja!
Aku melirik jam weker sekali lagi. Jam 07.10. Sial masih ada sisa 20 menit lagi. Aku langsung menyambar tasku yang tergeletak diatas meja dan berlari ngibrit ke bawah mirip orang kesetanan. Bapak dan Ibu yang sedang makan dibawah menetapku heran. Aku balas memandang mereka balik.
"Kenapa? Gak perlu kagum liat cowok cakep lewat" kataku kepedean sambil menengadahkan tangan, kode keras minta uang jajan. Bapak dan Ibu cuma tersenyum.
"Mau kemana kamu buru - buru?" Tanya bapakku.
"Mau kondangan. Ya kesekolahlah, Pak" sahutku. Ibu langsung mengangsurkan uang dua puluh ribuan ketanganku. Aku segera pamitan pada mereka begitu uang jajan sudah di tangan.
"Sarapan dulu, Fa." Pesen Ibuku. Aku mengangguk.
"Entar aja di sekolah." Lalu aku segera melajukan motorku menembuskan kesibukan jalan raya di pagi hari.
Aku menghela nafas lega saat kulihat Niko, si ketua Osis sedang berdiri di depan gerbang hendak menutupnya.
"Niko!" Seruku sambil setengah berlari dari parkiran sekolah. sekolah. Niko yang melihatku tergesa - gesa mengerutkan kening.
"Lu telat lagi?" Tanyanya padaku. Aku mengangguk sambil berusaha menenangkan detak jantungku. Gara - gara buru - buru datang ke sekolah aku jadi ngebut di jalan. Mana aku amatiran lagi di bidang kebut per kebutan.
Alhasil, aku nyaris aja nabrak angkot yang lagi asik ngetem. Kampret.
Niko berdecak prihatin.
"Kan gue udah sering bilang buat 'main aman'. Tanggung sendiri akibatnya" sahutnya cuek. Aku menatapnya tak percaya lalu mendelik sebal.
"Lu kalo ngomong nyahutnya suka ngelantur" ketusku. Niko terkekeh sambil memegangi pintu gerbang. Tak ayal aku jadi ikutan tertawa dibuatnya.
Lalu nggak ada angin nggak ada hujan tiba -tiba...
"Hei, ngapain kalian berdua - duaan di depan gerbang?!" Kata Pak Gus lantang. Aku dan Niko sampe terkejut dibuatnya.
"Siapa yang berdua - duaan? Saya cuma mau nutup pintu gerbang, Pak" sahut Niko santai. Pak Gus yang punya tampang serem sejak lahir itu mengangguk saja. Kemudian dia menatap kearahku.
Lah, kok aku?
"Kamu mau kemana jam segini bawa tas? Mau bolos, ya?!" Tuding Pak Gus tanpa ba-bi-bu. Aku yang dituduh secara sewenang - wenang kaget kemudian menatap Pak Gus nggak percaya.
Bolos apanya? Aku aja baru dateng!
Si Niko cuma tertawa saja.
Dasar ketua Osis kampret! Awas aja ada pemilihan ketua Osis lagi nggak bakal gue pilih lu!
Aku hampir aja menyahut kalo aku baru aja dateng ke sekolah. Yang ada bukannya lolos dari masalah malah bakal dapat masalah! Dulu karena telat aku harus lari keliling lapangan sebanyak tujuh kali dan ngebersihin tujuh toilet sekolah. Masa udah lolos ngehindari biar nggak terlambat sampe nyaris nabrak angkot aku malah ngaku kalo aku baru dateng?
Jangan bodoh Alfa.
Karena tak kunjung mendapat respon Pak Gus malah jadi keki. Terlihat dari dahinya yang berkerut tak senang. Kemudian guru BK yang terkenal killer itu berdecak.
"Ya sudah jangan dibahas. Kalian berdua kembali saja kelas! Jangan berduaan saja disini." Perintah Pak Gus kemudian berlalu.
Aku dan Niko saling bertatapan.
"Baru juga dateng udah dituduh berdua - duaan? Berduaan dahi lu lebar!" Sungutku sebal. Niko mengangguk setuju.
"Mana dituduhnya berduaan sama lu lagi." Niko berdecak sambil menggeleng. "Ckck, sial banget nasib gue."
Aku menatap Niko sebal.
"Eh, curut pake ngatain segala! Gue tonjok juga lu!" Sungutku sebal. Niko cuma terkekeh.
"Buruan ke kelas tar Pak Gus nuduh kita lagi pacaran lagi!" Sahut Niko cuek. Aku mendengus sebal tapi tetap mengikuti perintahnya.
Sampai di kelas Jimmy langsung berdecak kagum padaku. Dengan tampang sok terpukau dia menyindirku cepat.
"Penampilan lu cakep banget hari ini. Abis kena angin topan ya?" Ejeknya. Aku memutar bola mata dan membanting tas ke meja. Jimmy sedikit berjengit melihat ulahku tadi.
"Sensi amat kenapa?" Tanyanya padaku. Lagi - lagi aku tak menjawab dan memilih membenamkan wajah di atas meja.
"Nggak apa - apa kok" sahutku.
Lalu tiba - tiba Jimmy nyeletuk.
"Eh, bau apaan nih?" Katanya. Aku menoleh padanya dan mengangkat bahu.
"Bau apaan?" Tanyaku polos. Dia malah sibuk mengendus - endus mirip gaya anjing pelacak. Kemudian dia dengan menunjukku.
"Lu kentut ya, Fa?!" Tuduhnya sambil main tunjuk seenak jidatnya. Eh?
"Enak aja nuduh orang kamu! Ngawur amat kamu!" Sungutku membela diri. Bukan membela diri karena salah lho ya.
"Tapi sumber baunya dari elu" katanya sambil terus mengendus kearahku. Wajahnya bahkan berjarak tak sampai lima senti di depanku. Aku langsung menjitak kepalanya.
"Dasar kampret! Dikira gue tong sampah apa!" Geramku.
"Aduuh!" Cicit Jimmy kesakitan sambil mengusap kepalanya yang kena jitakanku.
"Lu nggak mandi ya, Fa tadi pagi?!" Tuduhnya lagi.
"Ush! Mandilah!" Sahutku. Aku mencium lengan bajuku sendiri dan harus kuakui bajuku emang agak bau apek.
Pasti ini gara - gara nggak handukan tadi pagi! Aku merutuk dalam hati. Aku baru tahu kalo nggak handukan itu bisa bikin badan jadi bau apek.
Jimmy kemudian merogoh tasnya dan mengeluarkan sebotol parfum-entah merk apa-kemudian tanpa aba - aba terlebih dahulu..
Spraaaaaaaaash.......
Mungkin karena saking semangatnya menyemprotku, udara di depanku jadi berkabut. Kemudian dengan tampang lega penuh kegembiraan Jimmy melempar masuk parfumnya tadi ke dalam tasnya. Sambil berdecak dia berkata.
"Nah sekarang baru wangi!"
Aku balas berdecak meski senang juga akhirnya masalah bau badan ini bisa teratasi. Pagi ini hariku kayaknya belum berakhir. Saat Bu Ana masuk ke dalam kelas suasana jadi krasak - krusuk gak jelas. Dengan tampang menahan nafas yang dipaksa imut Bu Ana-guru kimia berusia 40an itu-menutup hidungnya dengan gaya centil seraya berkata dengan nada tegas sok killer.
"Parfum siapa siiiih ini? Menyengat sekali baunya!" Celetuk Bu Ana sambil masih menutup hidung. Alhasil suaranya jadi bengek. Sontak tanpa diaba - aba seisi kelas menoleh sambil menunjukku dengan telunjuk mereka. Tak terkecuali Jimmy yang tampak mati - matian menahan tawa. Aku mendengus menahan kesal dan malu.
Bagus sekali Alfa -.-
Bel istirahat sudah berdering sepuluh menit yang lalu. Jimmy dan anak - anak cowok yang lain sudah ngacir duluan ke kantin. Aku memasukkan buku ke dalam tasku kemudian bergegas pergi ke kantin. Saat sampai di depan pintu kelas seseorang mencekal tanganku. Karna kaget aku refleks menghentak tanganku dan saat aku menoleh kulihat Arsha berdiri di sampingku. Tampilannya rapi seperti biasa. Hanya saja ada kesan yang tak biasa yang kudapati di wajahnya. Tapi aku tak mengetahui apa itu. Dengan gaya yang terkesan begitu defensif Arsha meraih tanganku seraya berkata.
"Ikut aku sebentar" katanya dan dengan langkah penurut kuikuti dia.
Selama perjalan kami hanya terdiam. Adanya kebisuan ini tak ayal membuatku degdegan.
Kira - kira apa yang bakal Arsha katakan?
Kami sampai di belakang UKS dimana keadaannya saat itu benar - benar sepi. Hanya ada kami dan tanaman bunga mungil penghias kebun.
"Aku mau minta maaf sama kamu" katanya.
"Minta maaf untuk apa?" Tanyaku balik pura - pura tak tahu.
"Untuk kejadian di pesta Tommy" Jawabnya. Lalu ada jeda sedetik diantara kami.
"Kejadian itu membuatku nggak bisa tenang. Seharian aku berpikir gimana pendapatmu tentang aku? Apa sikapmu bakal berubah padaku? Aku sebenarnya pengen ketemu kamu kemarin dan menjelaskan semuanya tapi aku terlalu takut ketemu kamu". Jelasnya. Aku masih diam tapi tetap memperhatikannya. Tanpa kusadari dia menyentuh pundak kananku.
"Diatas segalanya aku takut kalau kamu membenciku, Fa". Katanya tulus. Tangannya masih dipundakku dan kami saling berpandangan. Arsha benar - benar membuatku terpana. Pada kata - katanya. Pada dirinya.
"Kenapa kamu takut kalau aku membencimu?" Tanyaku kemudian. Arsha melepaskan tangannya dan menundukkan wajahnya sebelum dia kembali mendongak dan menatapku. Perlahan dia menggeleng.
"Aku sendiri bingung, Fa. Aku juga nggak tahu alasannya apa".
"Kamu naksir aku, ya?" Tanyaku tanpa berpikir dulu. Ekspresi Arsha langsung berubah kaget. Aku menyunggingkan senyum jail.
"Bercanda." Gelakku bohong. Arsha mendengus lalu melemparkan senyum lebar.
"Iya kali" Katanya dengan senyum lebar.
"Kamu mau kan maafin aku?" Tanyanya lagi. Wajahnya penuh harap. Ide jahil menghinggapi pikiranku. Aku menggeleng dan membuatnya bertanya - tanya.
"Kenapa nggak?" Tanyanya. Aku mengedikkan bahu.
"Abis cara berciumanmu gak asik, Sha! Amatiran banget rasanya". Ejekku sambil tertawa.
"Asem!" Sungut Arsha menekuk wajahnya dan meninju bahuku pelan. Aku terkekeh senang.
"Amatiran gundulmu, Fa! Kayak kamu profesional aja". Sahutnya berkacak pinggang. Dengan lagak nggak mau kalah aku menatapnya dengan cengiran tipis.
"Jiah, nantangin. Mau nyoba?" Tanyaku sambil mendekatkan badan kearahnya dengan seringai mirip serigala lapar. Arsha menatapku sedetik tak percaya kemudian mundur selangkah kemudian tertawa.
"Dasar gila! Obatmu abis nih kayaknya". Kekehnya dan aku ikut tersenyum. Arsha tampak menghembuskan nafas lega. Aku menaikkan sebelah alis.
"Lega banget kayaknya?" Kataku ceria. Dia menatapku cerah. Kemudian dia berkata kalau dia senang semuanya baik - baik saja. Hari minggu lalu dia menemui Icha dan menjelaskan soal kejadian itu padanya. Saat Arsha menyebut nama Icha entah kenapa aku jadi agak penasaran. Waktu ngomong sama Arsha Icha keceplosan nggak, ya kalo aku sebenarnya suka Arsha? Abis, tau sendiri Icha itu kayak gimana. Kalo udah ngomong kadang nggak bisa dikontrol. Meskipun begitu bukan berarti dia tipe cewek ember dan tukang gosip. Dia jauh banget dari tipe cewek kek gitu.
"Trus hari ini kamu juga udah maafin aku soal kejadian itu. Awalnya aku kira kamu bakal marah dan nuduh aku gay". Kata Arsha ceria. Aku tertegun mendengar kata - katanya. Bukan karena apa, aku agak terkejut saat kata 'gay' terucap darinya. Entah kenapa saat mendengar teman - teman ataupun orang lain mengatakan gay jantungku jadi berdegub tak jelas. Padahal aku tahu itu bukan untukku. Aku tergelak untuk menutupi rasa gugupku meski terasa agak canggung.
"Nggaklah ngapain juga marah L-lagian nggak masalah juga sih kalau kamu g-gay, Sha". Kataku padanya. Arsha kaget dan menaikkan sebelah alisnya bingung. Aku gelagapan dan segera meralat ucapanku.
"E-eh maksudku setiap orang, kan berhak menjalani hidup mereka masing - masing. S-selain itu setiap orang juga berhak untuk bahagia tanpa memandang status, ras ataupun orientasi seksual seseorang" kataku panjang lebar. Aku menatap Arsha yang masih memperhatikanku. Dalam hati aku merutuki diri sendiri karena terlalu banyak bicara. Arsha tersenyum.
"Aku suka sama jalan pikirmu, Fa. Nggak semua anak SMA punya mindset kayak gitu!" Katanya sambil tersenyum. Aku cuma mesem - mesem senang saja. Dia tersenyum kemudian bertanya. "Apa kamu gay?"
Pertanyaan itu sukses membuatku kaget dan entah darimana aliran adrenalin mengusaiku. Jantungku berdetak kencang sekali sampai - sampai aku jadi kesulitan bernafas.
Apa Arsha tahu aku gay?!
"Hah?" Kata itu meluncur begitu saja. Dengan perasaan takut - takut aku mengelak menatapnya seperti tadi.
"Ya, nggaklah, Sha! Aku itu masih normal tau! Masih doyan sama cewek!" Kataku berbohong dengan nada ceria yang dipaksakan. Aku nggak tahu apakah Arsha menyadari keanehanku. Kemudian aku tertawa-lebih tepatnya memaksakan diri untuk tertawa- menyadari keabsurdan suasana ini. "Udahlah nggak usah dibahas. Mending kita ke kantin aja buat makan, yuk". Kataku berusaha mengalihkan topik. Arsha terkekeh sambil menggamit tanganku seperti tadi. "Yaudahlah" serunya.
Sesampainya dikantin sesaat Arsha pergi memesankan makanan untuk kita berdua, perasaan bersalah itu muncul. Bersalah karena aku harus berbohong pada Arsha. Bersalah karena tak bisa mengatakan kebenaran. Bersalah karena aku membohongi diriku sendiri.
Masih curiga icha suka arsha...
Lanjut om...
@Kim_Hae_Woo679 nah itu dia. Gue juga gak tau wkwk :v jan curigaan weh jadi orang
@Aurora_69 gue orangnya baperan jadi susa melupakan :v pasti itu meski ngaret :v
@lulu_75 seinget gue belum kak :v
@QudhelMars wkwk pantengin aja biar tau gimana gimananya :v
@star_lord616 belum kayaknya. Ini konflik aja belum mulai :v
Update! Turut mengundang @lulu_75 @yadi212 @UiOOp @melkikusuma1 @didot_adidot @Aurora_69 @viji3_be5t @majesty @Otsutsuki97S @opatampan @gaybekasi168 @rioz @tianswift26 @ananda1 @Daser @Lovelyozan @raito04 @rezka15 @LostFaro @black_skies @fian_gundah @Toraa @Sicilienne @duatujuh @kikyo @Yirly @josiii @William_Earthlings12 @Hajji_Muhiddin @lonechaser84 @misterjang @Kim_Hae_Woo679 @Inyud @Pratama_Robi_Putra @shandy76 @RinoDimaPutra @QudhelMars @Wildeinz @Abdulloh_12 @CouplingWith @Gabriel_Valiant @rahmad1 @Arielz09 @star_lord616
#BAGIAN 3
Selesai jam pelajaran terakhir aku dan Jimmy berjalan saling bersisian menuju parkiran sekolah.
"Lu tadi kemana pas jam istirahat?" Tanyanya. Sambil masih menatap lurus kedepan aku menjawab asal.
"Bolos"
Jimmy menatapku dengan pandangan jengkel.
"Gue serius bego!" Sungutnya. Aku terkekeh dalam hati.
"Yaudah kalo kamu serius aku yang bercanda deh" sahutku lengkap dengan senyum miring penuh kejahilan. Kekesalan Jimmy makin meradang dan..
Pletaak!
Sebuah jitakan mendarat dibelakang kepalaku. Aku meringis sambil mengusap kepalaku.
"Bangke lu, Jim!" Umpatku kesal. Melihatku kesal Jimmy malah tampak bahagia karena berhasil membuatku kesal sama sepertiku membuatnya kesal tadi.
Oke skornya 1-1.
Aku merengut padanya dan Jimmy menaikkan sebelah alis padaku. Dengan ekspresi muka yang sulit ditebak Jimmy bertanya padaku.
"Lu tadi kemana?" Tanyanya lagi secara baik - baik padaku. Tadi pun Jimmy juga bertanya baik - baik padaku. Cuma ya kalian taulah lah nggak asik rasanya kalo nggak ngejahilin si Jimmy.
Ingat soal parfume itu?
Seakan mengerti jalan pikiranku Jimmy langsung memotong ucapanku bahkan sebelum aku mengatakannya.
"Gue yang bercanda dan lu yang serius" sambungnya dengan senyum tipis penuh keangkuhan. Aku memandangnya sebal. Dan aku bersedekap dengan tampang masa bodoh yang dibuat - buat.
"Ya udah kalo gitu gak usah dijawab. Lagian kan kamu bercanda" jawabku dengan nada dan senyum yang tak kalah angkuh darinya. Jimmy mendesah kesal kemudian dengan tampang tak perduli dia menjawab pasrah.
"Sudahlah jangan dibahas" katanya sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaket kemudian berjalan mendahuluiku.
Aish, cowok itu!
Gara - gara kecapekan sekolah aku jadi ketiduran di kamar dan baru bangun sekitar jam lima sore. Setelah bangun aku langsung ngacir ke kamar mandi buat mencuci muka dan gosok gigi. Aku lihat wajahku di cermin. Tampak lumayan lebih segar. Dan iseng aku menghembuskan nafasku di cermin hingga membentuk uap air tipis disana. Lalu menggambar sebuah hati dengan namaku dibagian atas dan nama Arsha dibagian bawah. Aku terkekeh sendiri layaknya orang gila. Aku rasa otakku sudah mulai oleng karna entah dapat ide darimana aku mendekatkan wajahku dengan sangat perlahan seolah Arsha benar - benar ada di depan dan mencium cermin itu.
"Alfa?! Lagi ngapain lu?!"
Sontak aku terlonjak kaget dan langsung menghapus jejak uap air dicermin. Kudapati si Tiang Listrik berdiri di depan pintu kamar mandi dengan tampang bingung dan penuh tanya.
"Lu ngapain tadi?" Ulangnya lagi. Aku mendadak jadi gagap dan susah bicara karena didera rasa malu habis - habisan. Dengan terbata - bata aku menjawab juga.
"N-ngga-ak ngapa - ngap-ain kok, kak" jawabku.
"Masa?" Sahutnya. "Barusan gue liat lu nyiumin cermin"
"Mana ada! Gila kali kalo gue nyiumin cermin" sahutku dengan laga setenang mungkin. Kadang aku merasa aneh sendiri. Aku kan nggak melakukan apapun, ya kan?
Apa mencium bayanganmu sendiri itu sebuah masalah?
Nggak, kan?
"Aku cuma ngeliat gigiku udah putih apa belum. Makanya aku deketin gigiku ke cermin" sambungku. Si Tiang Listrik akhirnya mengangguk saja.
"Yasudahlah" sahutnya kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Dia melemparkan pandangannya padaku.
"Ngapain lu masih disini?" Tanyanya lagi. "Sana keluar gue mau mandi" suruhnya dan aku langsung ngacir keluar.
Aku kembali merebahkan diri diatas kasur. Karna nggak ada kerjaan aku mengambil hapeku diatas meja nakas dan mendapati sebuah pesan masuk. Dari Arsha. Aku segera membuka smsnya.
From : Arsha
Hoy
Aku langsung mengetikkan balasan untuknya.
To : Arsha
Iya, Sha?
Dan tak berselang lama..
From : Arsha
Gpp kok. Cuma pengen sms kamu aja.
To : Arsha
Yaelah.. tumben amat
From : Arsha
Biarin emang gak boleh?
To : Arsha
Boleh kok sebelum ada yang ngelarang :v
From : Arsha
Emang siapa yg bakal ngelarang?
To : Arsha
Nggak tau'_'
From : Arsha
Dasar aneh
To : Arsha
Hehehe
Sampai setengah jam lamanya aku menunggu balasan sms Arsha tapi nggak juga dibalas olehnya. Aku memperhatikan percakapan kami tadi. Memangnya apa yang bakal dia balas?
Jelas - jelas percakapannya udah berakhir. Dengan perasaan agak kecewa aku turun dari kamar dan ngacir ke dapur untuk makan. Aku melirik jam di ruang tamu. Baru jam 17.50. Bentar lagi bapak dan ibu pulang bekerja. Aku menyendok nasi dan lauk kedalam piring lalu membawanya ke ruang tamu. Nggak sampai semenit, aku aja belum sempet duduk saat hapeku berdering khas sms masuk. Aku buru - buru merogoh saku celanaku dan mendapati sms masuk dari Arsha.
From : Arsha
Entar sekitar jam tujuh malam mau nemenin aku jalan - jalan nggak, Fa?
Aku nyaris bersorak saking gembiranya. Buru - buru aku mengetikkan balasan.
To : Arsha
Ayo dah. Tar ketemu dimana?
From : Arsha
Ntar aku jemput kerumah kamu
Aku sukses senyum - senyum sendiri dibuatnya. Kenapa aku jadi berdebar gini ya? Padahal ini cuma ajakan jalan biasa. Ayolah, Fa biasain aja!
Dan sekeras apapun aku berusaha 'ngebiasain' diri tapi nyatanya aku nggak bisa bersikap biasa karna ajakan Arsha itu nggak biasa buatku. Ini semacam kode alam atau pertanda yang kuasa kalo mungkin aja dibalik ajakan jalan ini ada udang dibalik bakwan!
Maksudku mungkin nggak sih kalo ini tuh ajakan kencan terselubung Arsha?
Iya kan?
Kalian ngerasain juga kan?
Iya kan?
Astaga, aku benar - benar jadi gila sekarang! Aku memilih mengabaikan semua pemikiran aneh soal kencan, kode alam ataupun pertanda yang kuasa itu jauh - jauh dari otakku meski tak menampik kenyataan kalo aku berharap itu semua benar.
Aku baru akan menyendokkan suapan nasi kedalam mulutku saat teleponku kembali berdering. Kali ini dering telepon masuk. Aku buru - buru mengangkatnya karna kukira itu Arsha eh ternyata telepon dari Jimmy.
"Halo, Jim" kataku kemudian.
"Iya, Fa. Lu dimana sekarang?"
"Dirumah nih lagi makan kenapa?"
"Ntar jam delapan nongkrong di Scoup yuk bareng Icha sama Nanda?" Ajak Jimmy kedengaran antusias.
"Eh.. malam ini aku nggak bisa, Jim" sahutku padanya. Agak nggak enak sebenarnya mengatakan ini.
"Kenapa?" Tanya Jimmy. Antusiasmenya turun beberapa persen. Aku merasa agak bersalah.
"Aku ada janji jalan sama Arsha ntar jam tujuh" sahutku dan Jimmy cuma membalas dengan oh panjang. Samar aku mendengar ada perubahan pada nada suaranya.
"Emang kalian bakal pergi kemana?" Tanya Jimmy. Oh, iya! Aku menepuk keningku sendiri. Kok bisa - bisanya aku lupa nanyain itu sama Arsha?
"Entah. Paling jalan - jalan ke tamkot atau kemana. Abis aku lupa nanyain Arsha mau jalan kemana" sahutku panjang lebar. Lagi - lagi Jimmy menjawab oh panjang.
"Yaudahlah kalo gitu. Selamat bersenang - senang, bro" katanya seperti tak tertarik dan mengakhiri telepon secara sepihak tanpa memberiku kesempatan untuk mengucapkan selamat bersenang - senang juga.