It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
udah terlanjur suka ma ceritanya tau2 digantungin gitu aja
udah terlanjur suka ma ceritanya tau2 digantungin gitu aja
Ku tunggu cerita elu bg
Saat jam makan siang handphoneku menunjukkan pesan Line dan saat kubuka hatiku senang bukan main. Fadly akan mengunjungiku ke Jakarta. Fadly mendapat libur yang lumayan panjang dari kampusnya dan ia berinisiatif menemuiku di Jakarta. Aku sangat senang mendengar kabar ini karena sudah sangat lama aku tak menemuinya. Aku ingin memeluknya dan tenggelam dalam dekapannya. Aku segera mengabari Melitha dan segera mengatur pertemuanku dengannya.
Hari yang ditunggu pun tiba. Pesawat Fadly tiba sabtu siang dan aku sudah stand-by di terminal kedatangan sejak pagi. Beberapa kali aku merapikan rambutku karena aku ingin tampil baik dihadapannya. Tak lama yang ditunggu pun tiba. Dengan polo biru muda dan celana khakisnya, penampilannya begitu memanjakan mataku. Aku segera berjalan menghampirinya. Tadinya aku berniat langsung memeluknya, namun melihat suasana sekitarku yang lumayan ramai, aku urung melakukannya. Dari jarak sedekat ini aku bisa menghirup aroma tubuhnya yang khas yang sudah lama aku rindukan. Aku mengucapkan selamat datang dan dia berujar,
"walau pun aku nak sering mampir ke Jakarta, tetapi hari ini spesial, sebab aku nak temui orang yang spesial juga!"
Aku hanya bisa tersipu mendengar omongannya dan segera kuajak Fadly ke rumahku. Aku sudah meminta ijin pada mama jika ada temanku di Korea yang ingin ke Jakarta dan aku bersedia menerimanya untuk sementara selama di Jakarta dan mama menyetujuinya asal dia orang baik. Akupun sangat senang karena bisa selalu bersama dengannya untuk beberapa waktu ke depan. Setelah sampai dirumah, mama dan papa menyambut kedatangan Fadly dengan mengajaknya makan siang bersama. Selama makan siang kita berempat asyik berbincang soal banyak hal dan mama menanyakan banyak hal tentang kegiatanku selama di Korea. Setelah asyik berbincang, aku mempersilakan Fadly untuk istirahat di kamarku karena kutahu pasti dia sangat lelah.
Di kamar, dia langsung berbaring dan aku langsung menyiapkan beberapa perlengkapan mandi dan baju ganti untuknya. Kulihat dia sepertinya sudah terlelap dan aku lantas keluar kamar dan membiarkannya istirahat. Setelah sekitar dua jam ia tertidur akhirnya Fadly terbangun saat aku sedang duduk di meja kerjaku menyelesaikan beberapa pekerjaanku.
"lelah ya? Kamu langsung lelap tidurnya!"
"haha iya, aku tak bisa tidur semalam, excited nak jumpa kau!"
"really?" aku bangkit dari kursiku dan berjalan kearahnya.
"do you miss me?" tanyanya saat kita duduk sejajar di kasurku.
Aku mengangguk cepat dan langsung memeluknya. Ia balas memelukku dan mencium kedua pipiku.
"u wanna take a bath? Aku sudah siapkan handuk untuk mandi!"
"no, I just need more cuddle like this, feel so long time and I really miss you!"
Tanpa sadar bibir kita sudah menyatu satu sama lain. Untuk beberapa saat aku merasa waktu berhenti sesaat. Memberikan ruang bagiku untuk meresapinya lebih dalam dan saat kurasa detik mulai berjalan kembali hanya perasaan tenang yang kurasa. Fadly tersenyum kearahku yang kubalas dengan gerakan kikuk karena apa yang kita berdua lakukan tadi adalah ciuman pertamaku dengannya dan tentunya sangat membuatku kaget sekaligus senang. Aku lantas menyuruhnya mandi sementara aku merapikan baju dari kopernya. Akupun bersiap dan kita berdua akan pergi makan malam berdua. Sebenarnya selama di Korea pun bukan hal aneh jika kita pergi makan berdua. Namun setelah kejadian tadi dan sekarang adalah malam minggu, sepertinya aku akan menjadi super tegang dibuatnya.
Setelah pamit pada papa mama akhirnya kita berdua pergi. Tadinya ingin kuajak Fadly ke tempat biasanya aku menghabiskan waktu akhir pekan bersama Melitha. Sejujurnya aku adalah salah satu orang yang tidak begitu menyukai keramaian. Sehingga alih-alih kubawa Fadly ke mal, aku justru mengarahkan mobil ke Ancol untuk menghabiskan waktu sambil makan seafood disana.
Sampai ancol, entah mengapa restoran seafood disana terlihat lebih sepi dari biasanya. Setelah mendapat duduk kita berdua memesan makanan dan Fadly tak hentinya menatap kearahku. Aku hanya bisa bingung dan akhirnya bertanya.
"something wrong?"
"no, hanya aku nak tengok someone didepanku ini, apakah dia dapat jadi masa depanku!"
Aku hanya tertawa mendengar gombalannya. Tak kusangka orang seserius Fadly bisa melontarkan gombalan seperti itu. Aku mencubit lengannya pelan dan ia meringis sedikit. Kitapun akhirnya tenggelam dalam obrolan seru sebelum makanan pesanan kita datang dan kita berdua segera menyantapnya. Setelah puas mengisi perut, aku mengajak Fadly mengelilingi wilayah ancol dan akhirnya kita berhenti untuk sekedar minum es kelapa muda yang dijual di pinggir jalan. Fadly bercerita, ia sudah beberapa kali ke Jakarta namun hanya untuk urusan bisnis. Baru kali ini katanya ia benar-benar bisa menikmati waktu-waktunya di Jakarta. Selain karena bukan untuk urusan pekerjaan, ia senang karena bisa menghabiskan waktunya denganku. Akupun demikian, bersamanya aku merasa seperti mendapat lagi semangat untuk menjalin hubungan serius. Aku tak pernah seyakin ini sebelumnya dan kurasa Fadly adalah jawaban dari semua harapanku selama ini, semoga saja.
Pulang dari Ancol ternyata Fadly menawariku untuk menyetir mobil. Dia sudah menghafal jalan yang kita lalui tadi dan aku tentu cukup senang karena tak perlu menyetir dan bisa beristirahat sebentar. Setelah sampai rumah, kita berdua langsung menuju kamar. Jujur ini kali pertama aku tidur bersama Fadly. Meskipun di Korea baik Fadly maupun aku sering mengunjungi kamar masing-masing, tapi kita berdua tidak pernah sampai tidur sekamar. Fadly memelukku dan dari jarak sedekat ini aku bisa merasakan hembusan nafas bahkan detak jantungnya yang pelan dan dalam. Fadly sempat bercerita beberapa hal soal aktivitasnya selama ini yang cukup menyita waktunya. Perbincangan itupun ditutup dengan kecupan Fadly yang didaratkan tepat dikeningku. Aku merasa menjadi manusia paling berbahagia malam ini.
Esok paginya, Fadly, aku, dan orangtuaku sarapan bersama setelah sebelumnya aku dan Fadly jogging sebentar di area sekitar rumahku. Sore ini aku sudah ada janji dengan Melitha. Karena setelah mengetahui Fadly telah sampai di Jakarta, Melitha sangat antusias untuk mengenalkan Fadly kepadanya. Setelah mampir ke sebuah department store untuk membeli beberapa barang yang kuperlukan, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore dan kita berdua lantas memesan tempat duduk di salah satu restoran daerah Senopati.
Tak lama yang ditunggupun tiba. Melitha datang menggunakan mini dress cantik berwarna pink senada dengan tas yang dibawanya. Melitha datang bersama Nino yang setiap saat terlihat rapi namun terkesan santai. Setelah kuperkenalkan Fadly dengan kedua sahabatku, kita berempat sudah terlibat dalam obrolan yang akrab. Melitha menanyakan keseriusan Fadly denganku dan jawabannya membuatku benar-benar yakin jika Fadly memang sosok yang tepat buatku. Tak lama Fadly pamit ke toilet dan Melitha langsung menginterogasiku.
"Oh itu yang namanya Fadly, cakep ping, pantesan lo klepek2 sama dia!" Aku hanya bisa tersenyum senang mendengar pengakuan sahabatku itu.
"tapi bener deh ping, kyknya anaknya baik, mukanya tulus bgt, matanya jg kliatan gak jelalatan, biasanya kan cowo yg ngobrol sama gw pasti matanya kmna2!"
"yaiyalah oneng, dia kan gasuka kue apem, eh tapi setau gw sih emg Fadly biseks ya, berarti dia emg sopan klo gt, duh tambah sayang gw!"
"lo serius kan sama dia?" tanya Melitha tegas.
"jelas dong, klo bisa sih gw mau dia jadi yg terakhir buat gw!"
"klo gt, jauh2in deh mantan lo yg nekatan itu!"
"maksud lo Ronald?"
"iyalah, klo dia tau lo deketan lg sama mantan, apa gak bunuh diri dia!"
"hmm.. Ya bisa diaturlah klo itu, anyway abis ini pada mau kmna?" kini giliranku bertanya pada Nino.
"terserah sih gw ngikut aja,"
"gmn klo nnton?" usulku.
"double date nih ceritanya. Eh anyway selama di Jakarta, Fadly tinggal di rumah lo?" tanya Melitha.
"iya, tidur berdua sama gw dikamar, emg knp?"
"duh, tp lo jgn ngapa2in dlu ya, belum muhrim!" aku mendengar Melitha tertawa keras dan hampir saja aku menjitaknya jika saja aku tak melihat Fadly yang menuju kearahku selepas dari toilet.
"selepas ini kita nak kemane?" tanya Fadly kepadaku.
Aku menjelaskan padanya jika kita akan menonton bioskop dan meminta persetujuannya dan Fadly pun setuju. Akhirnya kita berempat berangkat menuju salah satu bioskop di daerah Senayan seraya menghabiskan minggu malam kita bersama.
Esok paginya, aku bersiap berangkat kerja sementara Fadly juga bersiap mengantarku. Ia sudah lumayan hafal rute daerah tempat kerjaku dan rumah. Aku juga merasa terbantu karena tak perlu menyetir ke kantor dan waktuku bisa kugunakan untuk sarapan pagi. Ada satu hal yang membuatku sedikit salah tingkah saat aku menyuapi Fadly yang sedang fokus menyetir. Aku juga mengarahkan sedotan minuman kearah mulutnya dan bagiku hal kecil seperti itu membuatku tersenyum-senyum sendiri.
Selama menungguiku di kantor, Fadly akan berkutat dengan tesisnya di salah satu coffee shop tak jauh dari kantorku. Dan ketika jam makan siang, gantian aku yang mengunjungi Fadly dan kita bersantap siang bersama. Hal itu yang rutin kita lakukan selama seminggu ini. Ingin rasanya aku mengambil cuti untuk sekedar menghabiskan waktuku dengannya. Namun kuurungkan niatku karena kurasa aku nantinya akan membutuhkan waktu cuti itu entah untuk apa. Yang jelas, aku ingin cutiku nanti bisa kugunakan untuk hal yang menyenangkan. Setelah menyelesaikan hari yang melelahkan, terkadang aku sampai tertidur di dalam mobil sementara Fadly menyetir disebelahku. Kadang aku merasa ada sentuhan lembut yang diberikannya dipipiku saat aku tertidur dan bagiku itu sudah lebih dari cukup.
{Ronald POV}
Aku tak tau lagi bagaimana cara menaklukan kembali Calvin. Kurasa ia memang sudah membenciku sehingga semua usahaku untuk kembali dekat dengannya seolah menguap begitu saja. Jika ditanya apakah aku menyesal pernah meninggalkannya, tentu akan kujawab dengan lantang bahwa aku sangat menyesalinya. Bahkan aku rela jika kesalahanku di masa lalu itu ditebus dengan balasan apapun. Kesalahanku memang sangat fatal dan kurasa memang Calvin sangat sulit memaafkanku. Tapi melihat semua respon yang ia berikan padaku akhir-akhir ini, apakah ia bisa menerimaku kembali. Aku masih mengingat bagaimana perlakuanku padanya di malam saat aku memutuskan hubunganku dengannya. Dan melihat reaksinya belakangan ini, kurasa ia sudah melupakannya. Semoga ia mau memaafkanku dan menerimaku kembali.
Namun, masih ada beberapa hal yang mengganjal dalam rencanaku. Kehadiran Melitha dan sifat protektifnya pada Calvin sangat menyulitkanku berhubungan kembali dengan Calvin. Aku mengakui jika memang Melitha sangat menyayangi Calvin dan begitupun sebaliknya. Jadi kurasa, aku akan sangat sulit untuk sekedar menjauhkan Calvin dari Melitha karena dimana ada Calvin disitu ada Melitha dan begitupun sebaliknya.
Aku berniat mencari lensa untuk kameraku dan sore menjelang malam ini aku sudah berada di Ratu Plaza. Aku berputar mencari di beberapa toko dan akhirnya kudapat barang yang kuinginkan. Setelahnya aku berencana untuk singgah sebentar di FX untuk sekedar mencari cemilan dan menunggu hingga arus jalanan di sekitar Sudirman mulai terurai. Saat sedang berada di kopitiam, aku melihat seseorang yang sekilas seperti Calvin yang berjalan dengan seorang pria. Aku menegaskan pandanganku dan ternyata benar dia. Aku melihat dengan seksama pria yang berada di sebelahnya. Kutaksir usianya sudah 30an namun masih terlihat segar. Dari gerak tubuh keduanya, aku meyakini bahwa mereka berdua lebih dari hanya sekedar teman. Kenal dengannya hampir lima tahun terakhir membuatku sudah sangat hafal bagaimana tingkah laku Calvin jika sedang menyukai seseorang. Wajahku panas dan hatiku bergemuruh. Dadaku tak bisa menyembunyikan rasa cemburu dan amarah meski aku tau jelas bahwa aku tak punya hak untuk bersikap demikian. Namun, melihat orang yang kucintai sedang dekat dengan orang lain tentu membuatku sangat cemburu. Dan kuputuskan untuk cepat meninggalkan restoran dan pergi menenangkan diri ke toilet.
Didalam toilet, tanpa kusangka saat aku sedang cuci muka, pria yang bersama Calvin tadi berada disebelahku. Aku meliriknya sebentar sebelum akhirnya aku pergi meninggalkan toilet. Tak lama ada yang memanggilku. Pria itu berjalan kearahku dan menyerahkan handphone yang tak sengaja kutinggalkan saat aku cuci muka tadi. Akupun mengucapkan terima kasih dan kembali memutar badan dan pergi. Aku bisa mendengar jelas logat pria itu. Seperti bukan logat yang familiar kudengar dan aku baru menyadari jika itu adalah aksen melayu. Apakah Calvin sedang dekat dengan pria melayu tersebut atau itu justru hanya kerabatnya. Entahlah.
{Calvin POV}
Saat sampai rumah aku langsung menuju kamar dan langsung merebahkan diri di kasur sementara Fadly menuju kamar mandi dan tak lama kudengar suara shower mengucur. Aku memejamkan mataku sejenak karena hari ini begitu melelahkan. Tak lama kurasa ada sentuhan dingin di pipiku dan sayup-sayup aku membuka mata dan kulihat Fadly berdiri dengan hanya handuk yang melilit tubuh bawahnya. Ia menyuruhku untuk mandi atau setidaknya ganti baju namun aku merasa sangat malas melakukannya.
"cepatlah, ape nak kupaksa biar kau lekas mandi?"
Aku yang masih setengah sadar justru mengoceh tak jelas. "coba aja klo berani," aku kembali menutup mataku dan tanpa kusangka ada tangan yang mencoba melepas kemejaku. Aku langsung bangun dan terduduk di kasur sementara Fadly masih berusaha membuka kancing kemejaku. Aku menatap wajahnya yang sangat segar setelah ia mandi dan ia menatapku balik. Entah mengapa justru nafsuku jadi naik malam ini dan aku langsung menyerang bibirnya. Fadly merespon dengan baik dan membalasnya dengan meloloskan kemejaku. Kita berdua bergumul hebat dengan bibir Fadly menjelajahi seluruh tubuhku. Aku terbakar birahi dan tanpa sadar kita berdua sudah tak berbusana dengan hanya ditutupi selimut. Fadly kembali melancarkan serangan bibirnya kearah dada, leher dan telingaku dan tanpa sadar aku mengerang hebat karena ulahnya.
Sudah sangat lama aku tak merasakan momen seintim ini. Bahkan aku sudah tak ingat kapan terakhir kali seseorang melakukan itu padaku. Perlakuan Fadly tadi seolah memicu kembali sel sel dalam tubuhku untuk kembali diisi dengan cinta. Aku hanya bisa memejamkan mataku dan berusaha menikmati momen langka ini semaksimal mungkin dan berharap waktu untuk bisa berhenti sekejap saja agar aku bisa lebih lama menikmatinya.
Tak terasa waktu Fadly di Jakarta hanya tinggal sehari. Besok ia sudah harus kembali ke Korea untuk segera menyelesaikan pendidikannya disana dan kembali dengan gelar doktornya. Aku akan tetap setia menunggunya disini karena ia sudah berjanji akan segera menemuiku seusai Fadly mendapatkan gelar doktornya.
Aku kembali menjalani hariku seperti biasa yang disibukkan dengan segudang aktivitas yang tak hanya menguras fisik namun juga pikiran. Dan hal yang bisa membuat pikiranku segar kembali adalah bertemu dengan sahabat terbaikku. Melitha juga belakangan ini lebih banyak menghabiskan waktunya denganku karena Nino memang sedang disibukkan dengan beberapa kegiatan di luar kota, mengingat Nino memang mengelola Restoran di beberapa kota di Indonesia. Melitha menanyaiku apakah Ronald masih sering menghubungiku, dan aku menjawab bahwa memang belakangan ini Ronald sudah jarang menghubungiku dan aku bersyukur karenanya sebab agaknya Melitha sudah tidak berniat bertanya tentang Ronald.
Aku mengarahkan mobilku pulang dan sepertinya memang aku sedang sial karena mobilku mogok dan membuatku yang tak mengerti sama sekali dengan otomotif sangat kelabakan. Biasanya jika terjadi sedikit saja masalah dengan mobilku, aku langsung menghubungi Ronald karena untuk urusan ini Ronald sangat bisa diandalkan. Tapi dengan kondisi seperti sekarang, apakah aku masih pantas menghubunginya untuk meminta bantuan. Dan pada akhirnya dengan menepis rasa gengsiku akhirnya aku menghubunginya.
"halo, Al, km lg ada dmna?"
"halo, eh km ping, ini aku lg dijalan, knp, kok tumben telpon aku?"
"hmm.. Gak sih, km lg sibuk gak? Aku mau minta tolong,"
"km lg dmna skrg? Aku samperin ya, pasti mobil km yg bermasalah lg, hehe.."
"iya hehe.. Aku lg di daerah kebayoran nih, km bisa ksni?"
"iya aku lsg ksna skrg ya, km duduk nunggu aja sebentar,"
"iya makasih ya, Al,"
Aku akhirnya menunggu dipinggir jalan sambil sesekali memandang hiruk pikuk lalu lintas Jakarta.
Selang setengah jam, akhirnya Ronald datang dengan beberapa montir yang salah satunya sudah kukenal karena memang montir ini berasal dari bengkel milik teman Ronald yang sudah beberapa kali membantuku saat mobilku mogok. Mereka dengan cekatan langsung memeriksa dan memperbaiki mobilku dan aku dengan setia menunggu.
"km udh makan ping? Nih aku ada roti buat ganjel perut km!" Ronald menyodorkan roti dan sebotol air mineral.
"makasih ya Al, duh aku gak tau deh klo gak ada km gmn nasib aku. Tapi gmn km lsg tau klo mobil aku mogok?" tanyaku heran.
"iyalah, aku tau banget lah klo km minta tolong psti urusannya sama mobil, satu2nya hal yg km gak kuasain kan masalah otomotif," jawabnya sambil sedikit mengacak-acak rambutku.
Roti yang diberikan Ronald sudah habis dan aku masih sedikit lapar dan sepertinya Ronald menyadari hal itu.
"masih laper ya? Kita cari makan yuk, kebetulan aku juga lg laper, sekalian nunggu mobil km kelar," ajak Ronald.
Aku mengangguk tanda setuju dan sejurus kemudian aku sudah duduk di dalam mobil disamping Ronald. Ia mengarahkan mobilnya ke sebuah resto ayam penyet cabe ijo di sekitar Kebayoran.
"mbak saya pesen ayam penyetnya dua, sama nasi dua, yg satu dada, yg satu paha, yg paha sambel ijonya dipisah aja ya, sama minumnya satu es teh manis, satu es jeruk, oh iya sama krupuknya ya mbak!" Ronald dengan lancar memesan dua porsi ayam untuk kita berdua.
"Haha.. Km kok lsg pesenin itu, gak nanya aku mau pesen apa dulu!" protesku pelan.
"gak usah pake nanya lah, klo selera km blm berubah, ya itu pasti pesenan favorit km kan, suka paha ayam, gak terlalu suka pedas dan doyan bgt makan krupuk, masih sama kan?"
Aku mengangguk cepat dan tak menyangka Ronald masih mengingat apa yang kusuka dan tidak terlalu kusuka.
Setelah selesai makan, kita berdua segera menuju tempat mobilku berada dan agaknya reparasi mobilku sudah hampir selesai. Sambil menunggu kulihat Ronald menyalakan sebatang rokok dan aku langsung memandang sinis kearahnya.
"km ngerokok lg Al? Sejak kpn?" tanyaku sambil berusaha menarik rokok dari mulutnya dan langsung membuangnya. Ronald tahu aku tak suka ia merokok.
"maaf ping, klo lg iseng aja sih kyk gini aku ngerokoknya, lagian skrg udh gak ada yg ngingetin aku buat gak ngerokok, gak kyk dlu wktu kita masih sama2," jelasnya.
"ya gak jd alesan lah, mau km sama siapapun usahain utk gak ngerokok, gak bagus buat badan km!"
Ronald hanya mengangguk dan meminta maaf. Tak lama mobilku sudah sepenuhnya selesai dan kita berpisah.
"km hati2 dijalan ya, klo ada masalah lg sama mobil km, jgn ragu buat hubungin aku ya," ujarnya seraya mendaratkan ciuman di keningku yang membuat aku berdiri mematung untuk beberapa saat karena baru menyadari apa yang baru saja terjadi.
Aku sedang berkomunikasi dengan Fadly via Skype. Fadly sudah dinyatakan lulus dan berhak atas gelar doktornya. Suatu kebanggaan tersendiri pastinya bisa meraih gelar tertinggi dalam hirarki pendidikan. Aku langsung mengucapkan selamat dan berujar tak sabar menunggunya untuk mengunjungiku. Aku menceritakan banyak hal dan begitu juga dirinya hingga tak sadar kita sudah menghabiskan waktu lumayan lama. Aku segera mengakhiri percakapanku dengannya dan beranjak untuk bersiap bertemu dengan Melitha dan Nino untuk membahas rencana pernikahan mereka. Ya akhirnya mereka berdua meresmikan hubungannya ke jenjang yang lebih serius. Aku sempat melontarkan candaan saat pertama kali Melitha memberitahu jika ia sudah dilamar Nino.
"akhirnya temen gw dikawinin jg haha.. Eh kawin mah udh kali ya, nikah yg blm hahaha.." godaku.
"Calvin dodol, mulut lo ya, awas lo ntr kawin di belanda gw gak dateng," protesnya.
"abisnya laki lo gak peka bgt dari dulu, jelas2 tmn gw yg satu ini udh ngebet bgt pengen dinikahin,"
"makanya bantuin gw dong, klo ini sukses, ntr kawinan lo ama Fadly di Belanda atau US gw sponsorin deh!"
"gila lo!"
Begitulah kelakuan Melitha dan aku ketika mengobrol, penuh canda tawa.
Kita bertiga sepakat bertemu di salah satu cafe daerah Menteng sambil membahas tentang persiapan pernikahan mereka. Karena hari ini akhir pekan, kita punya lebih banyak waktu luang dan kebetulan Nino sedang tidak di luar kota.
"nih, gw udh ada list undangan, tmn2 kita dr sd, smp, sma sampe kuliah, lo liat lg nih, mungkin ada yg ketinggalan!" ujar Melitha seraya menyodorkan notes padaku.
Sambil meneliti satu persatu daftar nama yang ada, aku bertanya,
"Mantan2 lo pada diundang semua mel?"
"Hmm.. Gw blm tau klo soal itu, bagusnya gmn? Nino sih no probs katanya," jawabnya sambil melirik ke Nino yang entah sedang sibuk dengan laptopnya.
"undang aja lah, toh Nino jg gak keberatan kan, anyway tmn gw boleh diundang jg gak?" tanyaku.
"undang aja lah, tmn lo kan tmn gw jg ping, lagian kita dr brojol sampe segede gini bareng trus, psti tmnnya jg itu2 jg yg gw kenal, emg siapa lg yg blm ketulis dstu?" tanyanya balik.
"Ronald," jawabku pelan.
"Duh lo kok mau undang dia sih, dia kan bkn tmn gw!"
"tapi kan dia dlu byk bantu gw ama lo klo mobil kita rusak mel, kmrn jg mobil gw sempet rusak trus dibenerin lg ama dia," jelasku.
"yaudahlah terserah lo, eh tapi beneran lo ada dibantuin soal mobil lg baru2 ini? Lo yg hubungin lg?" tanyanya menyelidik.
Iya mel, abis mau gmn lg, gw bingung, tau sndiri mobil gw transmisinya otomatis klo diderek gbs, yaudah gw hub dia aja!"
"tp jgn kejebak clbk lg ya, awas lo, gw laporin Fadly!"
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Entahlah sejak kejadian malam saat mobilku mogok itu, apa perasaanku padanya sudah sepenuhnya hilang atau kini malah tumbuh kembali.
Fadly benar-benar sudah menyelesaikan kuliahnya dan kini sudah kembali ke negaranya. Praktis jarak kita sekarang semakin dekat dan terkadang aku mengunjunginya di Kuala Lumpur begitupun sebaliknya, ia mengunjungiku di Jakarta. Fadly juga sudah dekat dengan dua sahabatku, Melitha dan Nino. Bahkan dengan Nino mereka bisa sangat dekat karena sama-sama penyuka Action Figure. Begitupun aku yang sudah dekat dengan beberapa kerabat Fadly di KL. Kedua orangtua Fadly memang sudah tiada dan ia sejak kecil hidup bersama keluarga ibunya.
Pernikahan Melitha semakin dekat dan ia semakin sibuk karenanya. Aku juga tenggelam dalam kesibukan kerjaku belakangan ini karena akhir tahun memang pekerjaan justru sangat menumpuk.
Aku sangat gembira saat tau Fadly akan bekerja di Jakarta. Ia diterima menjadi salah satu senior engineer di perusahaan minyak dan gas milik Malaysia yang beroperasi di Indonesia. Aku sangat senang dan ikut membantu kepindahannya ke Indonesia. Aku merasa semuanya semakin dimudahkan, hubunganku berdua yang dulu terkendala jarak kini sudah semakin dekat. Aku ikut mencarikan apartemen yang akan ditinggalinya selama di Jakarta. Aku juga menemaninya mengurusi beberapa dokumen untuk keperluannya disini. Kita juga berbelanja beberapa kebutuhan pokok selama Fadly disini.
Entah mengapa awalnya kukira kepindahan Fadly ke Jakarta bisa membuat intensitas pertemuan kita semakin bertambah. Namun ternyata kesibukan kita berdua, khususnya Fadly membuat frekuensi pertemuan kita juga sedikit. Tak jarang Fadly pulang larut malam dan membatalkan janji dinner bersama karena pekerjaannya yang menyita waktu. Bahkan Fadly juga sering bepergian ke luar kota untuk urusan pekerjaannya. Singkatnya, meskipun jarak kita sudah dekat tapi aku masih merasa jauh.
{Fadly POV}
Kukira dengan kepindahanku ke Jakarta bisa membuat hubunganku dengan Calvin semakin baik. Namun karena kesibukan pekerjaanku, sudah beberapa kali janji yang harusnya kutepati akhirnya kubatalkan karena urusan kantor yang mendadak. Tak ayal kadang hal ini membuatnya jengkel. Apalagi belakangan ini kantorku sedang menerima mahasiswa magang dari berbagai universitas di Jakarta yang justru membuat beban kerjaku semakin bertambah karena aku ditugasi juga untuk sesekali mengawasi kerja mereka. Karena jadwalku yang begitu padat, aku meminta asisten pribadi untuk membantuku mengurusi hal-hal kecil yang bisa mereka lakukan dan perusahaanku menunjuk salah satu mahasiswa magang tersebut menjadi sekretaris pribadiku. Namanya Bryan, mahasiswa semester akhir yang sedang magang, ketika perkenalan diri, dia juga menyebutkan bahwa dia berprofesi sebagai model untuk mengisi waktu luangnya. Aku terkesan dengan tingkah lakunya yang sopan dan terpelajar dan memang harus kuakui dia sangat tampan. Aku berharap dia dapat bekerjasama dengan baik bersamaku dan dapat membantuku mengurusi jadwal yang padat. Aku justru belakangan ini lebih sering menghabiskan waktuku dengannya karena urusan pekerjaan karena hampir semua tugasku yang bersifat administratif kuserahkan padanya.
Kehadiran Bryan di kantor membuat beban tugasku sedikit berkurang. Karena selain ia cekatan dan terampil, ia juga mampu cepat menangkap perintahku dan mengerjakannya dengan maksimal. Aku bahkan sekarang lebih sering menghabiskan waktuku dengannya dibanding Calvin.
Sore itu aku dan Calvin janji untuk bertemu sambil makan berdua seusai pekerjaan kantor selesai. Kita berdua memang semakin jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, namun aku bersyukur karena komunikasi kita tetap berjalan baik. Kita berbincang seperti biasa dan aku sempat membahas soal anak-anak magang di perusahaanku dan Calvin menanggapinya dengan baik sementara Calvin membahas tentang rencana pernikahan Melitha. Tak terasa waktu sudah larut malam dan karena malam ini hari Jum'at, Calvin akan menginap di apartemenku. Aku sudah berencana untuk menghabiskan malam kita berdua bersama, tanpa gangguan siapapun.
anw, pas baca update'an nya brasa ada yg aneh dari segi gaya penulisannya, kayak beda sama yg dulu, tapi ak maksa mataku utk tetep baca sampe akhir
krn masih penasaran, pas udah selesai jadi balik ke page2 sebelumnya & baca2 lagi sekilas, dan tnyata GA BEDA kok sama yg dulu2, jadi cuman perasaan & ingatanku aja yg kecampur sama cerita laen *hehe
tapi masih ada 1 hal lagi yg agak ngganggu : POV nya fadly kenapa pake bahasa indonesia??? dia khan orang melayu, dialognya pun dalam bahasa melayu ato inggris, mnurutku akan lebih pas dan nikmat klo pov dia pun dalam 2 bahasa itu
akhir kata (haiyah, yakali pidato pake "akhir kata") mudah2an ts nya diberi kemudahan dan kelancaran utk melanjutkan cerita ini sampe tamat *Amin
titip pesen ya buat aping : plis deh ya, lo itu idup di jakarta yg ga ada istilah blank spot dan pastinya lo kmana2 pasti bawa gadget (GA USAH NGELES KUOTA ABIS ATO GA PUNYA PULSA), laen kali klo mobil lo mogok tuh googling cari montir ato bengkel online, ada buanyak banget yg bisa bantu benerin mobil lo