BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Eat, Love and Haircut [UPDATED MAY 2016]

edited May 2016 in BoyzStories
Ini sebenernya cerita coret2 iseng aja buat ngisi waktu luang. Dan cerita ini bakalan jadi cerita pendek bersambung yang gak akan panjang2 bgt dan semoga moodnya ada trus buat selesainnya..
«1345678

Comments

  • oke ditunggu
  • edited July 2015
    Suasana pagi di akhir pekan selalu membuatku sejenak melupakan beban berat pekerjaan di kantor. Sabtu pagi ini cuaca sangat bersahabat. Aku mematikan AC dan sejenak beranjak ke kamar mandi untuk sekedar mencuci muka. Namun sebelumnya aku mengecek handphone ku seperti biasanya. Ada beberapa notifikasi Line dan Whatsapp dari teman-temanku. Ada jg voice note dari pacarku, Ronald yang memang setiap pagi membangunkanku. Aku langsung membalas semua pesan yang masuk ke handphoneku.



    Kegiatanku hari ini hanya membawa Louise, anjing pomeranian husky milikku untuk kurapikan bulunya di salon hewan yang letaknya tak jauh dari rumahku. Aku juga berencana mengunjungi fitness center langgananku karena rasanya tubuhku perlu digerakkan setelah seminggu ini berjibaku dengan pekerjaan kantor.



    Setelah bersiap dan rapi, aku sarapan sebentar dan kemudian pamit pergi pada papa dan mamaku yang sedang asyik berbincang di ruang keluarga sambil menonton acara TV favorit mereka. Aku melangkah keluar sambil menggendong Louise yang agaknya sudah tau akan kuajak pergi karena wajahnya yang kulihat begitu bersemangat kali ini. Setelah mengurus Louise aku langsung mengarah menuju fitness center di salah satu mal dekat rumahku.



    Setelah ganti baju, aku langsung menuju ruang weightlifting dan menghabiskan 60 menit waktuku disana. Setelah selesai dan berganti baju aku sejenak mengistirahatkan tubuhku di lounge sambil memainkan ipad yang kubawa dan menyeruput teh yang memang selalu tersedia gratis disana dan juga whey yang sudah kusiapkan dari rumah. Tak lama ada seseorang yang mendatangi mejaku.



    "sorry bro, mejanya full semua, gw numpang duduk disini ya," tanyanya ramah.



    "oh silakan bro!" jawabku ramah.



    Kulihat dia juga melakukan hal yang sama denganku. Membawa shaker berisi susu whey dan menyeduh kopi. Aku kembali asyik dengan ipadku sebelum ia mencoba membuka percakapan.



    "udah lama join disini bro?" tanyanya seraya tangannya sibuk mengocok shaker berisi susu.



    "Oh, lumayan sih, udah enam bulanan, lo sendiri?"



    "gw baru sebulanan ini sih, biasanya bareng temen gw, cuma hari ini dia gak bisa!" jawabnya lugas.



    Akhirnya aku berkenalan dengannya, namanya Bryan, usianya baru menginjak 21 tahun, terpaut 3 tahun dari usiaku saat ini dan masih berstatus mahasiswa. Dia juga mengaku kadang mengisi waktu luangnya dengan sesekali menjadi bintang iklan maupun model catwalk dan catalogue. Memang kulihat dari posturnya yang tinggi dan tulang pipi serta rahangnya yang tegas, tak mengerankan dia menjadi model. Hal yang kutangkap darinya adalah ia orang yang supel dan sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Buktinya, tidak butuh waktu lama dia sudah mulai akrab denganku.



    "sebenernya dr kmrn gw mau negor lo sih buat sekedar ngobrol, tapi lo klo gym pake headset mulu sih jd gw susah ngajakin ngobrolnya!"



    Aku hanya tersenyum dan memang benar untuk menjaga konsenterasiku, aku menggunakan headset sepanjang latihan agar tidak terganggu oleh hal apapun.



    "haha, kenapa gak lo ajakin ngobrol yg lain?" tanyaku heran.



    "yah, lo liat aja klub ini isinya kebanyakan om2 ama bapak2 semua, anak mudanya dikit, makanya agak susah nyari tmn ngobrol yg cocok!"

    Setelah berbincang cukup lama, tak berapa lama ia pun pamit dan aku juga bersiap menuju tempat Ronald.



    Aku mengarahkan mobilku ke salah satu restoran chinese food di kawasan Kelapa Gading. Ini adalah restoran hasil usahaku dengan Ronald. Ya kami membangun restoran ini berdua sejak setahun lalu. Dimulai dari keinginanku dan dia agar memiliki usaha sendiri akhirnya kita berdua sepakat membangun usaha berdua. Semua biaya awal termasuk menyewa lahan dan modal awal kita bagi rata berdua. Dan keuntungannya pun kita bagi rata berdua. Aku berharap restoran ini bisa selalu menjadi pengingat bagaimana awal perjuangan kita berdua dalam merintis usaha. Dan semakin bisa mempererat hubunganku dengan Ronald karena kita sama-sama berjuang dari awal hingga sampai sebesar sekarang.
  • edited July 2015
    Kisah perkenalanku dengan Ronald dua tahun lalu terjadi secara tidak sengaja. Suatu pagi aku berencana mengikuti interview pekerjaan di sebuah perusahaan asing sesaat setelah aku lulus kuliah di sebuah universitas negeri di selatan Jakarta. Tidak seperti biasanya, aku tidak menggunakan mobilku alih-alih menggunakan transportasi umum. Alasan klasiknya adalah kemacetan. Aku sangat benci kemacetan apalagi di jam berangkat kerja seperti hari itu dimana jalanan pasti sangat padat dan aku takut terlambat sampai di gedungku. Tapi ada hal yang tak kupertimbangkan dengan baik, ternyata transportasi umum sangat padat sehingga ketika aku sudah sangat rapi saat berangkat namun aku harus merelakan itu semua karena ketika sampai kemejaku sudah penuh keringat dan wajahku yang kusam dan lelah serta rambutku yang berantakan. Setelah merapikan penampilanku seadanya di toilet, aku segera menuju tempat interview dimana sudah lumayan banyak orang yang menunggu disana. Rupanya mereka juga sama sedang menunggu interview. Aku mengedarkan pandanganku dan mataku terpaku pada sosok menarik yang duduk tak jauh dariku. Ia berseberangan denganku dan kini mata kita beradu. Ia menatap tajam kearahku sambil tersenyum ramah sementara aku yang mendapat perlakuan mendadak seperti itu hanya bisa salah tingkah dan tersenyum balik serta langsung membuang muka sambil sesekali melirik kearahnya. Keadaanku yang gugup membuatku ingin ke toilet dan akhirnya aku ke toilet sambil sekali lagi merapikan penampilanku sebelum menghadapi interview. Aku berniat kembali ke tempat dudukku semula namun sudah ditempati oleh seseorang. Satu-satunya tempat duduk kosong yang masih tersisa adalah di sebelah pria itu. Akupun lantas duduk dan berusaha mengurangi rasa gugupku dengan mengibas-ibaskan tanganku karena ini adalah interview pertamaku.



    "jangan gugup mas, santai aja, mereka gak gigit kok!" ujar pria itu berusaha mencairkan keteganganku.



    "Eh, iya nih, baru pertama kali soalnya, jd blm tau hrs gmn!"



    "rileks aja, semakin gugup semakin susah nnti klo ditanya jawaban!"



    Aku hanya bisa tersenyum cengengesan.



    "oh iya, kenalin nama saya Ronald, nama kamu?" ajaknya berkenalan.



    "saya Calvin, makasih ya tipsnya hehe, mudah2an lancar deh!"



    "iya amin," jawabnya sambil tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapi.



    Tak lama giliran Ronald yang di interview dan aku mengisyaratkan finger crossed dengan kedua jariku pertanda goodluck untuknya. Setelah Ronald keluar ruangan, ia langsung menuju salah satu ruangan bersama salah satu staf dan kini giliranku untuk di interview. Setelah interview selesai aku keluar ruangan dan melihat ruang tunggu yang sudah kosong. Hanya ada Ronald disana yang sedang asyik dengan handphonenya namun setelah ia melihatku, dia langsung mengantongi handphonenya.



    "hey, gmn interview nya?" tanyanya ramah.



    "kok masih disini? Ada yg ketinggalan?" tanyaku balik.



    "oh nggak kok, nungguin km aja, mau denger cerita gmn interview tadi!"



    "duh gak tau deh, saya td gugup bgt di dlm!" jawabku polos.



    "udh lunch blm? Mau lunch bareng? Sambil sharing soal interview tadi!" ajaknya.



    "hmm.. Belum sih, boleh deh mau makan dmn?" tanyaku balik.



    "di GI aja gmn? Biar banyak pilihannya!"



    Aku mengangguk tanda setuju.



    "kamu naik apa tadi kesini?" tanyanya lagi.



    "naik busway!" jawabku singkat.



    "oh yaudah, jadi lebih praktis, km bareng aku aja ya!"



    Aku mengangguk lagi tanda setuju. Aku bersyukur karena tidak membawa mobil malah akhirnya mendapat tumpangan. Didalam mobil aku sedikit salah tingkah karena bisa duduk berdua dengan orang yang baru saja kukenal beberapa jam lalu. Setelah diskusi ringan baru kuketahui dia adalah lulusan S1 Manajemen Bisnis di salah satu Universitas terkenal di Australia dan baru saja sampai di Jakarta sebulan lalu. Dari obrolan singkat yang kudapat darinya adalah ia merupakan sosok yang memiliki pola pikir cukup matang untuk usianya yang hanya terpaut satu tahun lebih tua dariku. Setelah berbincang dengannya di salah satu restoran Curry di GI. Kitapun berpisah dan Ronald mengantarku hingga shelter busway terdekat dari GI. Sebelum berpisah kita bertukaran kontak agar bisa saling sharing soal lowongan pekerjaan sekaligus menambah jaringan pertemanan.



    Dua minggu setelahnya aku dihubungi kembali oleh Ronald yang memberikan info bahwa dirinya diterima di perusahaan tempat kita berdua pertama kali bertemu. Aku turut senang mendengarnya namun di sisi lain aku kecewa karena posisi tersebut sudah terisi. Ronald agaknya menangkap sinyal rasa kecewaku dan berjanji akan tetap memberikan informasi tentang lowongan pekerjaan buatku. Untuk menutupi rasa kecewaku, aku dengan becanda meminta traktir atas keberhasilannya diterima di perusahaan tersebut. Dan sepertinya ia menyanggupi padahal aku hanya bermaksud bercanda. Hingga akhirnya kita sepakat seminggu kemudian untuk dinner di salah satu restoran yang bagiku cukup romantis jika hanya sebatas sebuah traktiran dari seorang teman.



    Dalam rentang seminggu itu, kita berdua sangat intens berkomunikasi, baik melalui chat, voice call bahkan video call. Aku sangat menikmati berkomunikasi via video call dengannya karena dapat melihat alis tebal dan mata almondnya yang memikatku sejak awal. Belum lagi hidung mancung dan bibir tipisnya yang merah, semakin membuatku tak sabar untuk segera bertemu kembali dengannya.
  • edited July 2015
    Malam itu, dia menyatakan perasaannya padaku. Dalam sebulan ini Ronald mengaku jika ia terus teringat padaku. Teringat bagaimana awal perkenalan hingga sampai di meja ini. Sebuah restoran di kawasan Kemang menjadi saksi dimana ia menyatakan perasaannya padaku. Aku yang memang sejak awal juga sudah jatuh hati dengannya tanpa ragu menerima pernyataan cintanya. Kita berdua sudah resmi berpacaran sejak saat itu hingga detik ini. Dua tahun lebih sudah kita lewati bersama dan kuharap akan ada tahun-tahun berikutnya yang berisi kebahagiaan dan kasih sayang.



    Aku belum memperkenalkan diri sebelumnya, namaku Calvin, lengkapnya Calvin Jonathan Sebastian, usiaku saat ini menginjak 24 tahun dan sekarang bekerja di salah satu kantor kedutaan besar asing di Jakarta sebagai staf divisi hubungan luar negeri bidang ekonomi dan bisnis. Mendengar pekerjaanku mungkin yang terlintas di benak kalian adalah pekerjaan yang serius. Ya memang, pekerjaanku menuntut tingkat konsenterasi tinggi, namun tidak semengerikan yang kalian bayangkan. Jika sedang banyak report aku memang harus bekerja ekstra keras. Namun adakalanya pekerjaanku tak menuntutku terlalu banyak untuk menghabiskan waktu di kantor. Bekerja di sebuah kedutaan besar negara asing menuntutku menjadi orang yang sangat menjaga rahasia. Semua dokumen yang ada memang bersifat sangat rahasia dan tugasku pulalah yang harus mengamankannya agar tidak sampai bocor ke publik atau bahkan pemerintah Indonesia sendiri. Aku tinggal di kawasan Bintaro sementara Ronald di daerah Kelapa Gading. Jarak yang jauh tidak membuat kita kehabisan akal, kadang aku mengajaknya untuk menginap di rumahku begitu juga sebaliknya. Ronald sudah mengenal baik keluargaku yang memang hanya terdiri dari papa mamaku karena aku anak tunggal.



    Pacarku, Ronald Jeremiah Setiawan adalah seorang lulusan S1 Business Management di Australia yang berusia 25 tahun. Sifatnya yang pekerja keras, pantang menyerah dan ambisius yang membuatku jatuh hati padanya. Secara fisik Ronald memang pria idamanku. Rambut dan alisnya hitam dan tebal, tingginya dua inchi lebih tinggi dariku. Sifatnya keras namun ketika bersamaku dia menjadi pribadi yang menyenangkan. Kami jarang bertengkar, dan aku memang tipikal yang menghindari konflik, namun ketika bertengkar, aku yang lebih banyak mengalah. Dia memang tipikal badboy yang sangat susah ditaklukkan. Hanya dua orang di hidupnya yang bisa membuatnya sedikit lebih tenang. Aku dan mamanya. Ronald sangat dekat dengan mamanya, begitupun diriku yang dekat dengan mamaku tapi memang tidak sedekat Ronald dengan mamanya. Aku juga sangat dekat dengan tante Rowina, Ronald memperkenalkanku kepada mamanya sebagai teman baiknya. Tante Rowina sangat menerimaku dengan baik. Bahkan kita sering bertukar info dan sharing soal memasak dan terkadang aku membantunya sedikit ketika di dapur karena aku sendiri juga hobi memasak. Kesamaan hobi inilah yang membuatku sangat cepat akrab dengannya. Ronald berasal dari Surabaya dan merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya menikah dengan seorang pria Amerika dan mereka berdua tinggal di negeri paman sam tersebut sehingga praktis di rumahnya hanya ia bersama sang ibunda karena ayahnya sudah tiada beberapa tahun lalu.



    Tepat setahun setelah bekerja di perusahaan asing tempat pertama kali kita bertemu. Ronald memutuskan untuk resign dan memulai bisnis sendiri. Naluri bisnisnya yang sangat kuat menuntunnya untuk membuka usaha sendiri. Aku sebagai pacar tentunya mendukung apapun keputusan baik yang ingin dibuatnya. Pada awalnya, Ronald membuka usaha aksesoris mobil sesuai dengan kegemaranannya. Namun, ditengah jalan partner bisnisnya melakukan tindakan tak terpuji sehingga Ronald harus menutup usahanya dan hal ini membuatnya sedikit terpuruk. Aku orang pertama yang mencoba mengembalikan rasa percaya dirinya dan memulai lagi bisnis dari awal. Kita berdua pun sepakat membuka restoran dengan uang tabungan kita masing-masing. Dan akhirnya sudah setahun ini bisnis restoran kita berkembang pesat. Enam bulan setelah bisnis kita berjalan, Ronald mencoba peruntungan kembali dengan membuka bisnis Barbershop yang sedang menjamur. Aku sangat mendukung keputusannya, mengingat modern haircut menjadi salah satu kebutuhan kaum urban saat ini. Ronald aku akui adalah seorang fast learner. Dia tak hanya mengelola usahanya tapi juga terjun langsung dalam usahanya seperti usaha barbershop yang ia kelola, dengan bermodal belajar dari temannya dan melihat tips haircut dari internet dalam waktu beberapa bulan saja ia sudah lumayan mahir tidak hanya sekedar memotong rambut tapi juga memberikan sentuhan style terkini sehingga ia malah menjadi salah satu capster yg difavoritkan banyak orang.



    Semua yang kami jalani berjalan sangat baik bahkan bisa dibilang sangat sempurna. Keadaan finansial semakin membaik. Kami bahkan sempat berlibur ke beberapa tempat di luar negeri sebagai ucapan syukur atas semua keberhasilan yang kami raih. Kami juga menyewa sebuah apartemen di kawasan yang tak jauh dari kantorku, fungsinya jelas untuk tempatku istirahat jika sangat lelah bekerja dan juga sebagai tempat dimana untuk kita berdua jika sedang tak ingin diganggu. Namun, tak selamanya roda selalu diatas, adakalanya roda berputar dan membuat posisi kita ada dibawah. Namun, aku selalu berharap agar itu semua tidak terjadi dan kami akan selalu berada dalam kebahagiaan. Semoga saja.
  • edited July 2015
    Dua minggu memasuki bulan puasa omset bulanan kita menurun. Kita memang sudah mengantisipasi hal ini. Meskipun kita berdua tidak menjalankan ibadah puasa namun kita menghormati yang menjalankannya sehingga restoran kita hanya buka saat sore hingga malam hari. Suatu malam, aku mendapat telepon dari Bryan yang menanyakan sesuatu.



    "Kak Calvin, lo ada usaha restoran kan kak? Bisa terima order catering gak kak? Aku mau bikin acara Sahur on the Road ama tmn2 kampus, pesen 50 bungkus/hari bisa kak?" tanyanya lewat telepon.



    "Ooh bisa kok, buat kapan yan? Soalnya gw hrs diskusiin dlu ama org dapur, teknisnya gmn!"



    "buat seminggu kedepan sih kak rencananya sampe hari terakhir puasa, omongin langsung aja deh kak, ktmu skrg bisa?"



    "gini aja deh yan, besok abis jam pulang kerja aja ya, gw tunggu di FX, sekalian ngomongin teknis dan budget, gmn?"



    "siap pak bos, thanks bgt ya kak!"



    "sip, gw jg makasih bgt, lo udh percayain resto gw buat acara lo, sampe ktmu besok ya!"



    Aku menutup telepon dan menelepon Ronald untuk memberitahukan hal ini. Dan kita berdua sepakat untuk bertemu Bryan besok di tempat yang sudah ditentukan.



    Setelah sampai di FX kami bertemu Bryan dengan teman perempuannya bernama Cindy. Kita akhirnya mendiskusikan tentang bagaimana isi menu, budget, proses pengemasan dan pengambilan barang. Disini aku dengan profesional menerangkan semuanya sementara Ronald sesekali menimpali. Dari ekor mataku kulihat Bryan memandang Ronald dengan tatapan yang aneh. Tapi aku tak begitu memusingkannya dan kembali menerangkan semuanya. Tak lama Ronald pamit ke toilet disusul oleh Bryan yang menjauh, sepertinya untuk menerima telepon. Aku masih asyik terus menjelaskan sampai tak menyadari sudah lebih setengah jam, baik Ronald maupun Bryan tak kembali. Aku memutuskan untuk menelepon pacarku tapi tak diangkat. Tak lama, Ronald kembali dan dengan gusar aku bertanya.



    "kemana aja sih nal, kok lama bgt?"



    "duh sakit perut bgt td, mungkin krn td sblm ksni kbnykn makan sambel ya ping!" jawabnya mantap.



    "trus gmn skrg udh enakan?" tanyaku lagi.



    "udah kok, udah sampe mana bahasannya?"



    "udah selesai semua sih teknisnya!"



    Tak lama Bryan kembali dan langsung bergabung.



    "duh sorry, tmn gw klo nelpon suka gak inget waktu, udh sampe mana bahasannya?"



    "udah kelar bahasannya!" kali ini Cindy yang menjawab.



    Akhirnya kita berempat pamit dan berpisah. Aku dan Ronald langsung balik ke apartemen untuk sekedar melepas lelah dan rindu berdua disana.
  • {Ronald POV}

    Gila. Benar-benar gila. Aku tak menyangka jika lirikan itu ternyata mengandung arti tersendiri. Aku memang pamit ke belakang untuk buang air kecil. Tapi tak lama, anak itu muncul dihadapanku dan dengan beraninya meminta sesuatu padaku. Sesuatu yang sangat membuatku terkejut. Awalnya ia hanya berujar bahwa ia menyukai bentuk badanku namun pujiannya merambat dan akhirnya ia meminta izin untuk merasakan kontolku. Ya, dia ingin menyepongku. Di toilet FX yang terkenal sepi itu antara berani atau tidak aku mengiyakan permintaannya. Memang sejak kemarin nafsuku sangat tinggi, bahkan saat kemarin telepon dengan pacarku, aku sempat menggodanya untuk melakukan hal yang biasa kita lakukan berdua di apartemen. Tapi sekarang fokusku terpusat pada lidah remaja ini. Dia sangat lihai dengan mulutnya, menjilat, menghisap, menyedot semuanya tanpa habis. Bahkan sempat terbersit di pikiranku untuk menggagahinya tapi kuurungkan niat karena keadaan tidak memungkinkan.

    Aku menyesal, selama dua tahun lebih aku menjalin hubungan dengan Calvin, baru kali ini aku melakukan tindakan tak benar dengan orang lain. Biasanya, aku selalu berhasil menahannya, tapi pertahananku jebol juga oleh mulut manis anak itu.

    Sampai di apartemen, badanku terasa sangat lelah, tidak hanya karena seharian menghabiskan waktuku dibalik kemudi tapi juga karena kejadian di toilet FX barusan. Anak itu sangat lihai dengan lidahnya dan aku sangat terkesan dibuatnya. Aku bahkan mengakui jika pacarku tak bisa melakukan blow job sebaik dirinya. Namun aku merasa sangat bersalah dengan Calvin dan berharap semoga kejadian itu tak akan terulang kembali.

    "beb, km kok kliatan capek bgt?"

    "Iyanih ay, seharian nyetir di Jkt pegel jg, macet dmna mna!"

    "trus mlm ini kita gak jd dong?" aku tau apa arti pertanyaan itu. Sebuah kegiatan yang agaknya sekarang mulai terasa langka baginya dan bagiku. Apalagi ditengah kesibukan kita berdua.

    "besok pagi aja deh ay, save energy buat pertempuran besok pagi hehe.." aku mengecup pelan keningnya dan ia hanya tersenyum simpul.

    "haha.. Yauda km istirahat gih, gak bersih2 dlu?"

    "ntr deh ay, aku mau tidur2an dlu!"

    Tak lama setelah itu, Calvin masuk ke kamar mandi dan aku benar-benar terlelap tidur.

    Sabtu siang, saat aku dan Calvin sibuk mempersiapkan beberapa pesanan karena pesanan yang ada tidak hanya dari Bryan melainkan juga pesanan catering ulang tahun dan juga pesanan SotR lainnya, Bryan datang ke restoranku dan langsung disambut dengan baik oleh Calvin.

    "mau minum apa yan?" tanya Calvin.

    "gak usah repot2 kak, gw cuma bentar kok gak lama, mau liat resto kakak aja, lagian gw jg udh ada janji sebentar lg di dekat sini, sibuk bgt ya kak?"

    "iyanih ngerjain pesenan lo sama catering pesanan ulang tahun, gw kira bulan puasa malah omset turun, tp malah nambah, rejeki mah gak kemana ya!"

    "iya dong kak, anyway kak onal mana ya, kok gak keliatan?"

    "ada sih td di dapur lg bantu2, bentar deh gw panggil dulu!"

    Aku keluar dari persembunyianku dan rasanya sangat malas bertemu anak ini.

    "hey yan, ada angin apa kesini?" ujarku basa basi.

    "cuma lg jln2 aja kok, kbtulan ada acara deket sini jd sekalian mampir!"

    "bentar deh gw ambilin minum dulu!" pacarku lantas ke dapur dan membuatkan minum.

    "Oh iya kak, lo dlu kan S1 Management Business di Aussie kan? Msi ada kumpulan text book nya gak?"

    "iya masih ada, buat apa?"

    "gw kan jg kuliah Bisnis Manajemen dsni, boleh minjem gak kak?"

    "boleh aja sih, tp bukunya dirumah semua, klo mau ambil aja!" tawaran itu langsung meluncur saja dari mulutku.

    "kpn kakak ada waktu?"

    "kpn aja bisa sih, lo tinggal ke alamat rumah gw trus bilang ke org rumah mau minjem buku2 gw, ntr diambilin kok!"

    "yah, gw maunya pas ada kakak dirumah!"

    Pernyataan itu lebih terasa seperti sebuah ajakan buatku. Ajakan untuk melakukan sesuatu hal yang bahkan aku sendiri tak bisa membayangkannya. Aku tak mengerti tujuan anak ini, tapi apapun itu aku merasa ada sesuatu yang akan direncanakan anak ini.

    "yaudah, minggu mlm gw dirumah kok, dtg aja!"

    Tak lama Calvin datang membawa tiga minuman dan aku dengan sigap membantunya.

    "gw balik dlu ke dapur ya, lanjut ngobrol ama Calvin aja!"

    Pacarku lantas kembali mengobrol dengannya dan tak lama kemudian anak itu pamit pulang.
  • edited July 2015
    Minggu malam, saat aku di kamar sedang asyik di belakang monitor, mama mengetuk pintu kamarku dan memberitahukan bahwa ada yang menungguku di ruang tamu. Aku baru teringat janjiku dengan Bryan dan bergegas menghampirinya. Bryan terlihat sangat santai, hanya mengenakan short chino dan polo shirt dengan snapback di kepalanya. Aku mengajaknya naik keatas ke kamarku dan menyuruhnya untuk memilih buku yang ingin dipinjam. Aku melanjutkan kerjaanku di depan komputer saat sebuah tangan mengelus pelan leherku dan tangan itu berusaha merangkulku. "lagi ngapain kak?"

    Aku yang kaget dengan perlakuan seperti itu berusaha menepis kedua tangannya dengan sopan. "udah dapet bukunya?" tanyaku mengalihkan topik.

    "udah kok, anyway enak gak?" tanyanya balik.

    "enak apa?"

    "blow job yg kmrn, klo kakak mau, skrg aku bisa kasih yg lebih dahsyat dr itu!" tawaran itu begitu menggiurkan namun aku hanya bisa terdiam. Bryan mengangkat wajahku dan berusaha menciumku. Aku langsung mendorong tubuhnya hingga menjauh beberapa kaki.

    "lo tau kan gw pacarnya Calvin, knp lo ngelakuin ini?"

    "trus apa masalahnya? Gw suka sama lo dan keknya lo jg suka sama gw jd Calvin gak perlu tau lah!"

    "gak bisa gt, gw gak bisa gini, Calvin pacar gw, dan gw gak mau sakitin dia, lo ngerti!"

    "okelah klo gt!" Tanpa kuduga ia melepas polo shirt dari tubuhnya sehingga sekarang Bryan shirtless dihadapanku.

    "mau ngapain lo? Cepet pake bajunya!" aku tak habis pikir dengan ulah anak ini. Dia begitu berani dan agresif.

    "udahlah kak, sekali ini aja, Calvin jg gak akan tau kok!" tiba-tiba ia mendekatiku dan langsung jongkok tepat dihadapanku yang sedang berdiri mematung. Tanpa dikomando, Bryan melucuti celanaku dan adegan demi adegan persis seperti yang terjadi di toilet mal itu terulang kembali. Bahkan saat ini aku yang mengendalikan permainan, terbakar nafsu akupun lupa statusku dan kini aku menguasai Bryan secara penuh. Kulucuti seluruh pakaiannya begitupun diriku. Kini, aku sedang diatas kasur, telanjang sempurna dengan orang yang bukan pacarku. Desahan dan lenguhan Bryan membuatku kesetanan. Aku tak berfikir panjang. Kujilati leher dan seluruh tubuhnya. Nafsuku benar-benar tak tertahankan. Aku benar-benar dibuatnya tak berkutik. Dan dengan sigap kuambil kondom dalam laci dekat ranjangku dan memasangnya.

    "kakak mau fuck aku?" dia bertanya seolah tak percaya. Akupun mengangguk dan sejurus kemudian kulihat sebuah senyuman kemenangan tersungging di bibir tipisnya. Nafasku mulai tak beraturan, wajahku memerah menahan nafsu dan adegan demi adegan berikutnya akan menjadi awal mula dari semuanya.
  • {Calvin POV}

    Libur lebaran sudah selesai dan saatnya kembali pada aktivitas rutinku kembali, dikejar deadline. Aku melihat setumpuk files di meja kerjaku dan rasanya kepalaku ingin meledak dibuatnya. Laporan dan laporan yang harus kubuat semakin menumpuk akibat libur lebaran yang lumayan panjang. Hari ini dan beberapa hari kedepan akan menjadi hari yang begitu berat dan melelahkan buatku. Saat sedang istirahat kantor, aku mendapat chat message dari sahabatku, Melitha yang mengajak makan siang bersama.

    Melitha adalah sahabat terdekatku. Kita dekat sejak SMP hingga sekarang. Sejak SMP, SMA hingga kuliah kita selalu sekolah di tempat yang sama meskipun saat kita kuliah, aku dan dia berbeda fakultas meskipun masih satu universitas. Dan Melitha lah orang pertama yang mengetahui orientasi seksualku. Aku sudah menganggap Melitha lebih dari sekedar sahabat melainkan seorang saudara. Kantornya berbeda lantai denganku meskipun masih satu gedung. Dan aku justru lebih sering menghabiskan waktu makan siangku dan waktu luangku jika tak bersama Ronald dengannya. Melitha memiliki pacar yang bernama Nino. Yang kutahu, Nino berprofesi sebagai seorang chef di salah satu hotel berbintang di Jakarta. Nino juga merupakan pria pertama dalam hidupku yang tau tentang orientasi seksualku. Awal mula aku mengenalnya adalah ketika aku dan Melitha mengikuti sebuah cooking class di salah satu tempat di Jakarta. Aku yang memang hobi memasak sangat antusias sementara Melitha tidak begitu tertarik. Saat acara berlangsung mataku tertuju pada salah satu orang yang berada di barisan paling depan. Dia pria yang menarik dan rasanya ia juga memiliki orientasi yang sama denganku karena kupergoki dia telah berulang kali memandang kearahku. Aku berjanji pada diriku sendiri setidaknya setelah acara ini usai aku ingin berkenalan padanya. Yang baru kuketahui kemudian dia ternyata adalah secret guess star yang dipersiapkan. Aku semakin bersemangat untuk melihatnya. Setelah acara usai, aku datangi chef itu dan ternyata ia begitu ramah, tapi tidak denganku, melainkan ramah terhadap Melitha. Ternyata, lirikan intensif itu tadi adalah lirikan untuk Melitha, bukan untukku. Sejak saat itu, Melitha dan Nino rajin berkomunikasi dan pada akhirnya mereka menjalin hubungan serius. Sebelum menerima Nino, Melitha memberi syarat agar Nino bisa menerima keadaanku, bisa menerima jika calon pacarnya memiliki sahabat yang memiliki orientasi seksual berbeda agar nantinya siapapun yang menjadi kekasih Melitha tidak akan cemburu dan bertanya-tanya terhadap kedekatan Melitha denganku yang seperti tak terpisahkan satu sama lain. Nino sangat open minded dan ia bisa menerima keadaan tersebut. Sejak saat itu, Melitha terkesan berhutang budi padaku karena berkat aku mengajaknya ke acara cooking class, ia bisa mendapatkan kekasih. Aku tidak merasa Melitha berhutang budi padaku, aku hanya sangat senang dan bahagia jika melihat sahabatku bahagia, sesederhana itu.
  • edited July 2015
    Kembali kepada cerita sebelumnya. Sebulan ini aku luar biasa sibuk. Banyak laporan, pertemuan dan acara lainnya yang harus kutangani. Praktis, dalam sebulan ini intensitasku berkomunikasi dengan Ronald berkurang drastis atau malah tidak ada sama sekali. Waktuku sudah dihabiskan untuk mengejar deadline bahkan hingga pekerjaan itu kubawa sampai rumah. Aku sebenarnya bisa balik ke apartemen, tapi justru aku takut nanti Ronald bisa mengganggu konsenterasiku.

    Ronald sempat beberapa kali mengajakku makan siang bersama atau jalan di akhir pekan, tapi memang saat ini aku tidak punya waktu luang sama sekali. Pernah suatu saat ia memintaku menemaninya belanja sepatu dan kemeja dengan agak memaksa. Tapi justru aku sedikit berbicara keras padanya dan mengatakan aku tak bisa menemaninya untuk saat ini. Aku sangat menyesal atas perlakuanku itu karena sebagai pacar aku tak bisa menemaninya saat ia membutuhkanku. Tapi aku juga memiliki tanggung jawab besar pada pekerjaanku.

    {Ronald POV}

    Hari demi hari selama sebulan ini kulalui bagai aku tak punya kekasih. Sudah tiga kali akhir pekan dan kita tidak pernah sekalipun jalan berdua sejak libur lebaran kemarin. Sebenarnya aku sudah membuat itenary perjalananku dengannya ke Jepang untuk sekedar jalan bersama. Tapi entah bagaimana aku tak tahu kapan itu bisa dilaksanakan. Sekarang aku lebih banyak menghabiskan waktuku di Barbershop yang kukelola. Dalam sehari bisa lebih dari dua puluh orang yang datang kesini dan jika masuk akhir pekan, jumlah itu akan bertambah dua kali lipatnya.

    Akibat dari semakin jarangnya aku berinteraksi dengan Calvin, aku menjadi semakin dekat dengan Bryan. Seperti akhir pekan kemarin, dimana aku memintanya menemaniku berbelanja pakaian dan sepatu. Aku jadi semakin ketergantungan dengannya. Tak jarang kita nonton, makan dan melakukan kegiatan bersama dengannya. Ia seperti mengisi waktu, pikiran dan hatiku yang kosong. Bryan seperti menyirami hatiku kembali yang sudah mulai kering dari perhatian orang tersayang. Akibat dari kedekatan itu tidak hanya kita dekat secara emosional, melainkan juga fisik. Aku dan dia sudah tak ragu lagi berciuman bahkan berhubungan badan. Sudah tak terhitung berapa kali aku dan Bryan melakukan itu di apartemen yang seharusnya menjadi tempat intimku dengan Calvin. Aku seperti terhipnotis oleh semua kebahagiaan yang ia berikan. Hingga suatu saat muncullah pertanyaan itu.

    "kak onal, hubungan kita gak bisa gini terus, kakak harus tegas, kakak sayang aku kan?" aku tak bisa menjawab. Pilihan antara melepaskan dirinya dan kembali menghadapi Calvin yang entah sampai kapan bukan ide yang baik namun juga bukan pilihan yang bijak.

    "aku blm bisa jawab dek, aku masih sayang pacarku!"

    "kakak jangan egois dong, aku udah nemenin kakak selama ini, kakak minta ktmu tiap saat aku pasti bisa penuhi, kakak minta ml setiap hari aku selalu bisa kasih, sekarang hati ama tubuh aku udah kakak miliki, sekarang cuma status kita yg blm jelas, aku gak mau gini trus, aku mau ada kejelasan!"

    "trus km maunya apa skrg?" tanyaku langsung. Kurasa memang aku sudah jatuh cinta dengan anak ini karena di pikiranku hanya ada dia bukan Calvin.

    "aku mau kakak putusin Calvin dan jadi pacar aku, aku bosen kucing-kucingan trus!"

    "aku blm bisa kasih keputusan skrg!"

    "klo kakak gak tegas, aku gak mau ktmu km lg!" Bryan membanting pintu apartemenku dan ia melangkah keluar meninggalkanku sendirian di dalam. Pilihan itu jelas sulit dan aku tak bisa memutuskannya dengan sembarangan.
  • bagus banget ceritanya kasihan calvin...tp di sisi lain ronald kesepian......
  • keren ceritanya ... kayak true story ...
  • coba si Ronald ini menyibukkan diri di barbershop aja gak usah kekijilan jalan2 mnta temanin beli spatu, beli online aja! kan ga selingkuh jdinya kalo sma2 sibuk..
  • {Calvin POV}

    Jumat siang aku mendapat SMS dari Ronald yang meminta bertemu pulang kantor karena ada hal penting yang harus ia bicarakan. Aku tak bisa menyanggupinya karena aku harus menemani bosku menghadiri sebuah acara malam harinya. Namun, ia tetap memaksa dan pada akhirnya kita sepakat untuk bertemu sabtu siang. Itupun hanya sebentar karena sorenya aku harus kembali hadir ke acara lain bersama bosku.

    Hari ini aku begitu bersemangat, bisa bertemu kembali dengan pacarku yang sudah satu bulan lebih tidak jalan bersama. Aku mematut diri didepan cermin sebelum akhirnya berangkat ke Sency karena disana kita akan bertemu. Aku sudah sampai disana dan memilih salah satu restoran yang ada. Aku masih menunggu Ronald dan tak lama ia datang dengan wajah yang bisa kubilang tanpa gairah.

    "kamu knp sayang kok mukanya gt? R U OK? Km lg sakit?"

    "gak kok, I'm totally good, aku mau ngomong serius sama km!"

    "yaudah, ngomong aja beb!"

    "aku bingung, udah sebulan ini aku rasanya kek gak pny pacar, jln kmna mna sndiri, km kesannya gak peduli!"

    "duh sampe brp kali sih aku bilang, aku emg lg super sibuk bgt beb, tp nnti klo udh agak longgar waktunya aku pasti bakalan sering sama km!"

    "kapan? Kpn km pny waktu longgar itu?"

    "Umm.., blm tau sih, krn tugas di kantor byk bgt!"

    "haha.. Aku selalu ngertiin km ya, tp km sndiri yg gbs ngertiin posisi aku!"

    "gak ngertiin km gmn, aku emg lg ngejar report di kantor, km kok jd kek anak kecil gini sih, egois!"

    "ooh., jd aku egois, report2 itu trus yg jd alasan, aku mau kita putus!"

    Aku sedikit tercekat mendengar kalimat terakhir yang diutarakannya. Dan berharap itu hanya luapan emosi sesaatnya. "hush., km jgn sembarangan ngomong ah, ngaco aja!"

    "aku serius, kita gak bisa gini trus!"

    "ta.. tapi apa masalahnya, km jgn lsg minta putus gini dong beb, ka.. kamu tau kan aku kerja kek gini buat masa depan kita jg nantinya!"

    "maaf ping, tapi keputusan aku udh bulat, kita emg udh gbs sama2 lg!"

    "ja.. jangan gt dong beb, aku gak mau putus sama km, klo emg aku salah aku minta maaf tp jgn putusin aku, aku sayang bgt sama km, kita masih bisa bicarain lg, selesain lg sama2!"

    "gak bisa!"

    "sa.. salah aku apa? Please aku gak mau pisah sama km, aku janji mulai dari sekarang akan luangin lebih byk waktu sama km tp please jgn putusin aku! Sebulan lagi 3rd anniv kita beb,"

    Ronald bangkit berdiri dan meninggalkanku sendiri yang sudah tak kuasa membendung airmata yang sudah tumpah sejak tadi. Aku masih tak menyangka atas kejadian tadi. Aku berharap Ronald hanya tak bisa menguasai emosinya. Kucoba menghubungi handphone nya berkali-kali namun tetap tak diangkat. Aku melangkah gontai dengan mata yang sembab dan pikiran yang tak fokus. Aku berharap semua kejadian hari ini hanya bagian dari mimpi buruk tidurku.

    Aku mengarahkan mobilku ke apartemen kita berdua dan berharap Ronald berada disana. Aku menghubungi bosku dan mengatakan padanya bahwa aku sakit dan tak bisa menemaninya. Aku terpaksa berbohong demi bisa seharian berada di kamar ini dan berharap Ronald akan segera kesini. Namun, hingga malam menjelang, tak ada seorangpun yang datang. Aku menghabiskan malamku sendirian di kamar yang penuh kenangan ini.
  • Paginya mataku sembab agak bengkak dan memerah. Seharusnya hari ini aku ngebut mengerjakan laporan kegiatan seminggu kemarin. Namun aku sangat tidak mood mengerjakannya. Kulirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Aku meraih handphone didekatku dan melihat apabila ada pesan dari Ronald, namun tak ada. Aku mencoba menelepon nomornya dan ternyata tidak aktif. Aku kembali menangis, tak menyangka bahwa hari ini datang juga. Hari dimana semua ketakutanku atas hubungan gay yang semu menjadi kenyataan. Aku melangkah ke kamar mandi dan menghabiskan hampir satu jam waktuku disana. Aku lantas mengambil laptop di mobil dan mengerjakan tugasku di coffee shop dalam apartemenku. Aku menghabiskan seharian waktuku disana, hanya minum kopi karena kepalaku terasa pusing dan sudah hampir sepuluh gelas aku minum kopi. Pikiranku sangat tidak fokus dan terpecah antara menyelesaikan pekerjaan dan nasib hubunganku dengan Ronald.

    Senin paginya aku menjalankan aktivitasku seperti biasa seolah tak ada kejadian apa-apa yang terjadi meskipun hatiku masihtak bisa menerima. Aku mengajak Melitha lunch sekaligus ingin bercerita semua kepadanya. Melitha tau dan mengenal Ronald dan ia tau Ronald dan aku telah hampir tiga tahun bersama. Setelah mendengar semua curhatanku, Melitha hanya bisa menguatkanku dan mendoakan yang terbaik untukku. Namun ia sempat bertanya tentang nasib hubungan bisnis kita berdua. Aku memang tak sampai memikirkan sejauh ini karena kurasa hubunganku masih bisa diperbaiki tapi jika memang sudah tak bisa dipertahankan agaknya memang harus mulai kupikirkan.

    Malam harinya, aku mendapat telepon dari Ronald untuk bertemu di coffee shop daerah Senayan. Aku langsung meluncur kesana dengan harapan agar semua yang dikatakannya kemarin adalah kekhilafan semata. Dan ia akan kembali padaku. Sampai disana kulihat wajahnya dingin tanpa senyum dan tanpa kehangatan.

    "km tau knp aku minta ktmu km lg?" aku menggeleng.

    "aku sadar, kita udh jalanin hubungan kita lumayan lama, dan ada berbagai hal yang susah untuk aku jelasin ke km soal alasan2nya!" lanjutnya.

    "tapi aku berhak tau nal, kita udh jln bareng hampir tiga thn, sebentar lg anniversary kita yg ketiga!"

    "aku tau, dan aku paham km pny hak untuk tau semuanya, aku gak mau bohong sama km, aku jatuh cinta sama seseorang! Dia jauh lebih bisa ngertiin aku dibanding km,"

    Penjelasan itu bagai sebuah muara dari semua permasalahan yang ada. Ada seseorang hadir di kehidupannya dan bahkan kebersamaanku dengannya selama hampir tiga tahun ini tidak berarti apa-apa lagi baginya.

    "aku tau km marah, aku tau km kecewa, aku bisa ngerti posisi km!"

    "so, who's that lucky guy then?"

    "km gak perlu tau, tapi dia nyuruh aku untuk gak jalanin lg bisnis restoran sama km!"

    "maksudnya? Km mau tutup restoran kita? Km mau hilangin satu2nya hasil kerja keras kita selama ini!"

    "bkn gt, aku bermaksud utk mengembalikan semua modal yg prnh km kasih utk bangun restoran itu, ini sbg bentuk tanggung jawabku, dan setelah itu restoran itu sepenuhnya milikku!"

    "tapi kita kan tetap bisa jalanin meski kita udh gak bareng lg nal!"

    "tp aku gbs, minggu dpn aku akan transfer ke rekening km, terima gak terima semoga km bisa ngerti, aku pamit dlu dan makasih buat semuanya!"

    Aku memandang tubuh belakang Ronald yang berjalan menjauhiku dan kemudian hilang dari pandangan.
Sign In or Register to comment.