It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Kamu mau minum apa?" Aku tahu ada sesuatu yang coba ia sembunyikan dariku oleh pria yang sekarang tengah duduk di depan kulkas mininya dan tengah mencari minuman untuk kami berdua. Rasanya dulu ia tak pernah sedingin ini, aku merasa pertemanan kami dulu bukan hanya sekedar main-main, aku selalu menemukan ketulusan di matanya jadi bolehkah aku merasa ragu sekarang tentang kenyataan kalau dia sedang berpura-pura jahat padaku?
Aku berjalan mendekatinya dan ikut duduk di dekatnya membiarkan kami terkena dinginnya kulkas yang sekarang ada di depan kami.
"Kamu ingin pilih sendiri minumannya?" Rasanya aku ingin terkekeh geli mendengar nada gugup di suaranya tapi sebisa mungkin aku harus menahannya.
Ku ulurkan tanganku meraih tangannya yang ia taruh di atas dengkulnya dan dapat kurasakan kalau sekarang dia tengah terkejut dengan apa yang aku lakukan.Aku menatapnya dengan tatapan bingung.
"Kamu orang asing buatku" Aku mencoba menyuarakan isi kepalaku dan dapat ku lihat dia sedikit heran dengan kata yang aku lontarkan.
"Sesuatu yang tak kamu kenal seutuhnya memang akan selalu terlihat asing dan aku berharap asingku bukan lah cara.."
"ssshh.."Aku menaruh telunjukku di kedua belah bibirnya, membuat ia serta merta menghentikan kata-katanya. "Bisakah kita menyingkirkan ego kita dan mari katakan apa yang sebenarnya terjadi antara kita?" Pintaku.
Gelengan yang ku dapatkan bukanlah sesuatu yang dapat menghentikanku. Aku memajukan wajahku membuat dia dapat merasakan hembusan nafasku yang tak teratur.
Hembusan nafas tak teratur itu terus menerpa kulit wajahku, terlalu kentara kalau orang yang tengah mengunci pandangannya di mataku tengah menanti apa yang akan kulakukan selanjutnya. Kalau aku tidak salah mungkinkah dia menginginkan lebih dariku. Tuhan gamang menyelimutiku dan bahkan sekarang tanpa sadar aku sudah merasakan tekstur kasar ujung bibirnya.
Suara teratur ketokan di pintu itu membuat aku sadar dari hal gila yang telah aku mulai, rasanya dadaku penuh dan sesak. Aku tidak pernah menyangka rasanya akan sesakit ini menghianati perasaanku sendiri.
Argga bangkit setelah menatapku yang hanya terdiam. Aku tidak tahu siapa yang datang mataku masih terlalu pokus pasa perasaan sakit yang menyelimutiku.
"Hmmm Zion! Wanda mengajak kita makan di luar. Kamu mau ikut?" Aku mendongak menatap Argga yang berdiri di dekatku.
"Sebaiknya aku pulang" Aku berucap dengan nada datar dan langsung bangkit dari dudukku berjalan dengan cepat tanpa peduli akan reaksi Argga yang terus memanggil namaku.
"Zion, tunggu dulu" Argga berhasil mencengkram tanganku setelah aku sampai di halaman rumahnya.
"Apalagi?" Aku menatapnya dengan tatapan garangku. Berusaha memberitahunya kalau aku sudah lelah dengan semua ini.
"Kamu kenapa si" Dia bingung dengan dahi berkerut.
"Sudah cukup sandiwaranya Ga, Cukup! Cukup bohongi perasaanmu!"Aku berteriak di depan wajahnya. Gelenjar kenyal itu melekat di bibirku dan menyesapnya dengan menuntut. Ciuman, ini sebuah ciuman dan rasanya sungguh tak dapat ku deskripsikan.....
"Aku kira rasanya tak akan sesakit ini mengingkari perasaanku padamu." Aku menatapnya masih dengan tatapan bingungku, otakku rasanya blank dalam sekejap bahkan aku tak sadar kalau sekarang aksi kami sedang menjadi pusat tontonan orang yang tengah berdiri di dekat mobil tersebut.
Effan... Hatiku merapal nama yang membuat dadaku berdebar hebat. Aku tidak pernah tahu hidupku akan serumit ini. Bahkan lebih rumit daripada mencintai diam-diam. Lebih rumit daripada cinta masalaluku pada Erwin.
Sial.. apa yang harus kulakukan sekarang saat melihat tatapan kelam, sekelam malam itu menatap dengan tatapan sakit yang sungguh membuat aku ikut merasakan sakitnya.
"Hei.. tatap aku berhenti menatap ke arahnya. Aku lebih mencintaimu di banding dia" Aku kembali menatap ke arah Argga dan ku dapati hidupku tak akan seperti biasa lagi..
"Ga, aku mau pulang" Aku berucap lirih seolah tak boleh ada yang mendengarku bersuara.
"Baiklah sebaiknya ku antar kau" Ucap Argga membantuku bangkit.
"Aku pulang sendiri Ga" Sebelum Argga kembali menyahut aku sudah lebih dulu mengisyaratkan untuk diam dan dia mematuhi. Ku pacu langkahku secepat yang ku bisa.
*'
Ku hempaskan tubuhku keatas ranjang membuat pemiliknya hanya melongo mendapatiku yang sudah ada di ranjang. Aku menatapnya dengan tatapan datar, melihat ia hanya mengenakan handuk putih yang di lilitnya di pinggang rampingnya. Kulihat dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri, mungkin karena keberadaanku yang tiba-tiba di hadapannya.
"Kamu mau tetap di sana dengan badan toples, apa kamu sedang mencoba menggodaku?" Aku beucap dengan alis kananku yang terangkat, mencoba mendramatisir keadaan.
"Sialan" umpatnya dengan handuk kecil yang mendarat di wajahku akibat lemparannya. Aku hanya bisa tertawa melihat wajah kesalnya.
"Mau kerumah papa, aku malas sendiri di rumab jadi mau ngabisin waktu sama Lucy" Ucapnya dengan tubuh yang sudah menghadap kearahku, dapat kulihat wajahnya yang begitu memepesona. Andai tak ada Effan di hatiku sudah ku pastikan kalau aku akan jatuh lagi dalam pesonanya.
Effan... Ya tuhan tanpa sadar aku kembali merapal nama yang bagai mantra itu. Dadaku tiba-tiba di selubungi dengan rasa sesak yang begitu menyiksa.
"Aku tahu ada yang tidak beres, katakan!"
"huh?" Aku sampai tak fokus dengan ucapan yang di lontarkan Erwin, dapat kulihat sahabatku itu menghela nafas lelah, Aku tidak tahu lelah karena apa.
"Ceritakan padaku apa yang terjadi?" Dan itu adalah kata yanv tidak bisa di ingkari lagi untuk di bohongi.
Aku menceritakan semua padanya tanpa terkecuali..
"Mau kerumah papa, aku malas sendiri di rumab jadi mau ngabisin waktu sama Lucy" Ucapnya dengan tubuh yang sudah menghadap kearahku, dapat kulihat wajahnya yang begitu memepesona. Andai tak ada Effan di hatiku sudah ku pastikan kalau aku akan jatuh lagi dalam pesonanya.
Effan... Ya tuhan tanpa sadar aku kembali merapal nama yang bagai mantra itu. Dadaku tiba-tiba di selubungi dengan rasa sesak yang begitu menyiksa.
"Aku tahu ada yang tidak beres, katakan!"
"huh?" Aku sampai tak fokus dengan ucapan yang di lontarkan Erwin, dapat kulihat sahabatku itu menghela nafas lelah, Aku tidak tahu lelah karena apa.
"Ceritakan padaku apa yang terjadi?" Dan itu adalah kata yanv tidak bisa di ingkari lagi untuk di bohongi.
Aku menceritakan semua padanya tanpa terkecuali..