It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku mencintai dia, ku akui itu tapi rasa cinta itu terkadang kalah oleh rasa takutku sendiri.
Aku tidak tahu seberapa dendam yang ia miliki untuk keluarga Wicaksono. Bagaimana jika untuk dendam itu ia rela menghilangkan aku.
Aku masih menatap Erwin yang hanya terdiam mendengar ceritaku, entahlah apa yang di pikirkan temanku yang satu ini hanya saja aku merasa ia perlu tahu apa yang sedang berguncang di hatiku sekarang.
"Kamu percaya kan sama dia?" Tanyanya akhirnya setelah dim cukup lama. Aku menatapnya sejenak dan mengangguk mantap berusaha mngusir ragu yang seringkali hinggap di ulu hatiku.
"Bagaimana kalau kita uji,"
"Menguji dia?" Tanyaku memastikan.
Dia menggeleng membuat dahiku berkerut. "Uji kepercayaanmu"
"Kenapa kepercayaanku yang hatus di uji?" Aku tidak mengerti maksud dari temanku ini.
"Ayolah Zi semua orang juga tahu kalau kamu meragukan dia, sangat jelas terlihat dari tatap matamu. Aku ragu kalau Effan tak tahu tentang keraguanmu itu" Aku menelan salivaku mencegah gelenjar aneh yang menghantam ulu hatiku. Semudah itukah terlihat.
"Bagaimana cara mengujinya?" Tanyaku akhirnya.
"Berpura-puralah mencintai Argga dan kita akan lihat seberapa hal itu akan kembuat pria asingmu hancur." Aku menatap tak percaya ke arah Erwin tapi usulannya cukup masuk akan. Takut itu menghinggapi kalau-kalau cara itu akan membuatku menyesal nantinya.
mungkin Zion cuman diperalat aja.
Langkahku terhenti saat ku dapati Argga sudah duduk di ruang tamu denga papa, Sialan aku lupa parasit yang satu ini.
Aku berpura-pura tak melihat dan memutar tubuhku untuk kembali kekamar.
"Zion!" Panggilan papa langsung menghentikan langkahku, yah nasib seorang boneka beginilah. Dengan enggan ku buat senyum palsu semanis mungkin dan kembali memutar tubuhku kearah sofa.
"Iya pa?" Ucapku masih berdiri di dekat papaku yang tengah sibuk membicarakan sesuatu yang tak penting.
"Ini Argga mau ngajak kamu jalan, jadi batalin aja pergi sama Erwinnya." Sial, darimana juga papa tahu kalau aku akab pergi dengan Erwin.
"Tapi pa, Aku mau kumpulin bahan buat kuliah. Harus hari ini pa" Aku mencoba merengek dan memelas.
"Pergi dengan Argga, tidak ada tapi-tapian" muktamat, boneka tidak bisa melawan lagi. Habislah aku..
"Kita hanya akan mengunjungi rumah, tidak lama kok dan aku akan langsung mengantarmu ke tempat temanmu itu" Tanpa bicara lebih panjang dan banyak lagi aku langsung berjalan meninggalkan mereka.. Peduli apa aku dengan sopan santun.
Langkahku terhenti saat ku dapati Argga sudah duduk di ruang tamu denga papa, Sialan aku lupa parasit yang satu ini.
Aku berpura-pura tak melihat dan memutar tubuhku untuk kembali kekamar.
"Zion!" Panggilan papa langsung menghentikan langkahku, yah nasib seorang boneka beginilah. Dengan enggan ku buat senyum palsu semanis mungkin dan kembali memutar tubuhku kearah sofa.
"Iya pa?" Ucapku masih berdiri di dekat papaku yang tengah sibuk membicarakan sesuatu yang tak penting.
"Ini Argga mau ngajak kamu jalan, jadi batalin aja pergi sama Erwinnya." Sial, darimana juga papa tahu kalau aku akab pergi dengan Erwin.
"Tapi pa, Aku mau kumpulin bahan buat kuliah. Harus hari ini pa" Aku mencoba merengek dan memelas.
"Pergi dengan Argga, tidak ada tapi-tapian" muktamat, boneka tidak bisa melawan lagi. Habislah aku..
"Kita hanya akan mengunjungi rumah, tidak lama kok dan aku akan langsung mengantarmu ke tempat temanmu itu" Tanpa bicara lebih panjang dan banyak lagi aku langsung berjalan meninggalkan mereka.. Peduli apa aku dengan sopan santun.
"Kamu munafik" Komentarku membuat dia melirikku di ujung matanya lalu ada kerutan di dahinya, jelas dia bingung dengan ucapanku.
"Maksudmu?" Tanyanya penuh dengan nada keheranan.
"Jika tidak suka kenapa mau, apa yang di janjikan oleh ayahmu sampai kamu mau-mau aja terlibat perjodohan gila ini?" Aku mulai menjelaskan dan ku lihat raut wajah yang ia tunjukkan tak terbaca.
"Karena aku menginginkannya" Kini aku yang bingung dengan penjelasannya, jelas aku tahu dia membenciku melihat dari caranya dulu menjadikanku teman hanya untuk mencari letak kelemahanku.
"kenapa kamu ingin?" Aku sudah sangat tak tahu harus meresfon seperti apa lagi.
"Apa semuanya kurang jelas?" Dia mengangkat alisnya dengan sikap arogan yang begitu terlihat keangkuhannya.
"Aku tidak mengerti"
"Karena Effan menginginkanmu dan aku tidak pernah suka dengan kekalahan, awalnya aku ingin membohongimu dengan mengatakan kalau aku mencintaimu tapi percuma saja. Toh aku akan tetap mendapatkanmu." Suaranya terdengar penuh tekanan, seperti ada hal yang dia sembunyikan dariku tapi Sial apa yang barusan ia katakan benar-benar sialan.
"Jadi kamu memanfaatkanku demi Effan?" Tanyaku dengan nada tak percaya.
"Jelas. Kekasih tersayangmu juga ikut terlibat. So mari kita mulai permainan ini." Aku menggenggam udara kosong dengan perasaan yang begitu menyesakkan. Rasa-rasanya aku ingin memukul seseorang saat ini.
"Lepasin!" dengan nada marah tapi Argga hanya tersenyum, aneh dia semakin merapatkan tubuhnya kearahku bahkan sekarang bibirnya sudah ada di telingaku. Apa-apaan bangsat ini?
"Diamlah! turuti aku kali ini saja" Suara bisikannya terdengar pelan dan mengancam. Aku hanya mampu terdiam dan tanpa sadat ternyata kami sudah ada di teras rumahnya.
"Wanda, Papa mana?" Tanya Argga pada adiknya yang masih sibuk memainkan tangannya di jemari Effan, kulihat Effan menatapku sekilas dan langsung membuang pandangannya seolah tak peduli.
"Tadi ada yang telpon dan papa keluar" Jawab Wanda tanpa menatap kearah kami, tidak sopan melihat dia seperti itu.
"Uhhh tadi dia memaksaku membawamu tapi sekarang dia malah pergi" Ucap Argga lebih kepada dirinya sendiri.
"Ya udah kakak tunggu aja, Zion mau minum?" Tawar Wanda padaku.
"Kami akan tunggu di kamarku, Ayo sayang sekalian aku buat minuman untukmu" Jawab Argga cepat dan berkedip nakal padaku. Aku hanya biasa mengangguk.
"Kalian jangan buat yang macam-macam, Papa bisa marah!" Aku mendengar teriakan Wanda yang di balas dengan tawa oleh Argga.