It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Setelah melalui proses yang tidak terlalu rumit akhirnya di sinilah aku, Ruang tunggu.
Tak lama aku melihatnya dengan tampang urakan yang selalu membuatku meringis dan detik itu juga ia akan menggaruk bagian belakang kepalanya dengan senyum yabg selalu tertampil lebar.
"Senang rasanya bisa kembali melihatmu" Ucap saat ia sudah mendaratkan bokongnya di depanku, aku mengangguk dengan kata yang ia lontarkan.
"Tak terlalu mengharapkan kedatanganku kan?" Arya mengacak rambut yang sudah ku tata serapi mungkin dan itu membuatku bersungut sebal.
"Aku sudah tak ada rasa dengan kekasih kakakmu itu dan juga denganmu. Rasanya memiliki kalian bagai mimpi yang tak akan pernah menjadi nyata" Dia mendongak seolah menerawang kisah pelik masalalu kami. Dia terlihat menderita.
"Ayolah jangan bersedih di depanku karena aku tidak akan kasihan" Coba menghiburnya dan itu mampu membuat sudut bibirnya kembali terangkat menjadi sebuah senyuman manis.
"Jadi bagaimana kabarmu?"
"Lumayan buruk" Jawabku asal dan itu sukses membuat kedua alisnha bertaut.
"Seburuk apa?"
"Seburuk saat kamu di paksa memakan sesuatu yang tak kamu sukai" Aku menunjukkan mimik meringis.
"Seburuk itukah?" Ada nada tak percaya di suaranya tapi aku dengan mantap mengangguk. "ceritakan!" pintanya.
Effan... Pelan ku rapal nama itu saat titik pandangku terarah ku matanya yang sangat ku sukai itu. Senyum hangatnya terkembang dan menyodorkan aku kunci mobil yang baru ku ambil setelah terdiam cukup lama.
"Jadi apa yang membawa seseorang sepertimu ada di sini?" Tanya mengedarkan tangannya keseluruh area kantor polisi.
"Hanya menjenguk teman" Ucapku menaruh tangan di saku celana jeansku, menyembunyikan tanganku yang gemetar dan berkeringat.
"Teman?" Dia mengangkat satu alisnya bersuara dengan nada tak percaya.
Aku menelan salivaku. "Mantan" Suaraku tertahan.
"Mantan teman?" dia bego apa memang aku yang salah memeberikan penjelasan.
"Mantan pacar" Aku berusaha bersikap santai tapi malah kegugupan yang melandaku, entah kenapa aku tidak pernah bersikapa biasa pada cowok yang satu ini.
Dia berdecak, antara kesal atau pura-pura kesal. "Sepertinya dia sangat spesial" Lontarnya dengan nada geram. Apa semudah itu cemburu melandanya.
"Hanya mencoba menjadi teman yang baik buatnya karena tak bisa menjadi kekasih yang baik"
Lagi-lagi aku mendengar suara decakannya yang mampebuat ritme jantungku berubah tak teratur. " Andai ini tidak di tempat umum mungkin aku akan melakukan sesuatu di luar dugaanmu Mr.Arlan"
Aku hanya mampu melongo entah terkejut karena kata-katanya yang tak tertebak atau karena dia mengetahui nama belakangku.
"Sepertinya aku harus kembali" Jawabku akhirnya karena ritme jantungku hampir membuat aku beku di sini.
"Kamu tidak ingin menemaniku sebentar?" Dia menawarkan dengan seringaian menyebelkan yang sungguh membuat aku semakin mendamba.
"Aku sedang terburu"
"Menemui calon pasangan hidupmu" Kali ini ia mampu membuatku tak dapat berkata apapun.
"Kamu kemana saja?" Tanyanya dengan nada amarah yang coba ia tahan.
"Mengunjungi teman" Jawabku sesantai mungkin.
"Papamu tentu sudah bilang pada anak kesayangannya kalau aku akan menjemputmu" Nada angkuh itu, sungguh membuat aku jijik. Andai bukan dia penyelamat kantor papa sudah ku pastikan bogemku akan mendarat di hidungnya yang menyebalkan itu.
Tahan Zion, Tahan. " Maaf ini salahku" Ucapku mencoba mengalah dengan hati dan situasi. Ini malam minggu pasti kak Rion sedang bersama Erwin, ya tuhan kenapa aku malah terkurung dengan mahluk biadab ini.
"Jadi pergi sekarang?" Tanyaku menatap sebentar ke arahnya dan tanpa mengatakan apapun dia langsung menarik tanganku dengan kasar. Aku benci dia, aku benci.
Dia membawaku ke restaurant yang cukup mewah, membukakan aku pintu mobil tapi itu taklah membuat aku terkesan. Ku edarkan pandanganku kesluruh penjuru resto dan mendapati seseorang yang tengah membuat hati dan pikiranku bergejolak.
Effan... Lagi namanya mendesis di relung terdalam hatiku dan itu sungguh membuatku sesak. Kusadari seseorang mengenggam tanganku dengan erat dan melangkah menuju meja yang di duduki Effan bersama adiknya Argga.
Ini tidak akan baik.
"Kalian sudah pesan makan?" Tanya Argga saat dia sudah menmpati bangkunya.
"Sudah, sesuai dengan pesananmu kak" Dari ekor mataku dapat kulihat kalau Argga mengngguk, aku mengeluarkan gadgetku mencoba mengalihkan duniaku ketempàt lain dan satu-satunya yang terpikir olehku adalah Erwin. Sebodoh amat dengan gangguan yang tidak akan di sukai kakakku.
Aku mengirim Bbm ke Erwin menanyakan dia ada dimana, lama sampai di balas.
'Sedang main kucingan sama kakakmu ni' Aku menganga, tak habis pikir dengan mahluk mesum satu ini.
'kamu emang udah mirip kucing, jadi tidak perlu main kucingan'
'emang kamu nasib udah kayak siti nurbaya, kasian... sini peluk kamu sayangku pukpukpuk' Gila.. coba aja ni mahluk ada di dekatku sudah ku pastikan ia akan dapat bogemku telak di wajah rupawan setannya.
"Berhenti sibuk sendiri!"Suara dingin itu membuat aku mengangkat wajah, aku tidak sadar kalau makanan kami sudah datang, kulihat Effan sedang asik suap-suapan dengan gadis yang tengan memilin jari tangannya.
Rasanya perutku dililit oleh sesuatu yang sangat keras.. aku sakit hati dan tentunya cemburu.
"Makanlah!" lagi-lagi suara perintah itu membuat mataku menatap kearahnya.
"Seberapa cepat aku bisa pulang dari sini?" Aku memainkan sendok itu dan mengaduk-ngaduk makananku dengan tidak berminat.
"Secepat kamu menjelaskan apa yang membuatmu tak nyaman" Apa semudah itu dia menebakku.
"Aku tidak pernah suka kencan ganda, ada trauma di situ" Bohongku yang semoga saja dia percaya.
"Benarkah?" Suara tak percaya terdengar dari seberang dapat dapat ku pastikan kalau sekarang tatapnya mengunci kearahku. Aku tak ingin menantang matanya, tak ingin menyadarkan dua orang yang juga tengah menanti jawabku.
"Kencan ganda akan membuatmu bertukar pasangan jadi sebisa mungkin aku menghindari itu semua" aku terus mengacak makananku menekan seluruh saraf yang mencoba menyudutkan aku dengan telaknya. Aku harus bisa melawan saraf yang seolah menghianatiku.
"Jadi apa yang kamu takutkan? Menjadi pasanganku atau merebut kekasihu?" hatiku terasa ngilu sekarang, beginikah aslinya pria yang sudah menjamah hatiku. Kekasihku, kata-kata macam apa itu. Seolah wanita itu hanya miliknya. Aku kesal dan aku membenci.
"Sayang berhenti menyudutkannya." Suara kikikan dari wanita itu semakin membuat ulu hatiku terasa nyeri. apa yang harus aku lakukan sekarang, kenapa tuhan harus menjadikan aku orang baik-baik dalam cerita hidupku. Kenapa bukan aku saja yang menjadi pemeran antagonisnya.
"Akan lebih menakutkan jadi kekasihmu, sungguh semua yang ada di dirimu adalah hal yang paling misterius. Di meja ini, di antara kita semua aku lebih memilih mereka dari pada kamu" Aku menatap tajam kearahnya dan dapat kulihat rahangnya yang mengeras. Kau tak berpikir aku selemah kelihatannya.
"Jangan bicara begitu, aku takut kamu malah menjilat ucapanmu sendiri.."
"Effan please.. kamu boleh berdebat dengan siapa saja tapi tidak dengannya. Sebaiknya kita pulang sekarang" Aku bangkit mengikuti langkah jenjang Argga.
"Maaf aku tidak tahu kalau dia juga akan mendebatmu" Ada nada bersalah di suaranya yang sungguh membuat aku ingin tertawa, jelas ini semua adalah kebodohanku bagaimana bisa dia yang menyalahkan dirinya.
"Apa memang begitu sifat iparmu?" Tanyaku mencoba bicara sebiasa mungkin pada Argga.
"Iya, sekarang semakin parah. Dia selalu ingin menang dalam segala hal. Apalagi merebut hati seseorang. Wanda dulu tak mencintainya dan malah membencinya tapi lihatlah sekarang adikku malah bertekuk lutut di hadapan bajingan itu. Aku tak pernah menyukainya." Jadi selama ini penilaianku pada mahluk asing itu salah total. Ohh sejauh mana kebodohanmu Zion, Sepertinya aku harus belajar menjadi jalang mulai sekarang dan aku tahu siapa guru yang tepat.
"Aku tidak apa-apa" Aku berucap lirih tapi mampu untuk ia dengat dan aku juga tak tahu bagaimana prosesnya hingga sekarang aku bisa merasakan deru nafasnya. gelenjar kenyal itu sukses menempel di bibirku. Dia melumat bibirku seolah ingin menelannya saat itu juga.
"Aku mencintaimu" Ucapnya masih dengan bibir basahnya yang ada di atas bibirku.
oke ditunggu yang itu.
Ahh sial, ciuman ini terlalu menuntut dan juga nyata.
Aku membuka mata dengan nyalang dan dapat di pastikan kalau aku sangat kaget bahkan setengah mati, melihat sesosok yang menciumku dengan sialannya.
Langsung ku nyalakan lampu di atas nakas dan kulihat di sana si pencium sialan itu berdiri.
"Effan!" Seruku kaget, dia terkekekh.
Dia menatapku dengan tatapan dingin yang seolah mampu membuatku beku saat ini juga. Aku takut sekarang.
"A..apa Yang kau lakukan di.. kamarku?" Oke aku benci suaraku yang terbata.
"Sudah ku bilang untuk tidak cemburu, kenapa masih juga kamu lakukan. Kamu tahu hanya kamu kartu mati aku. jika kamu cemburu maka aku kalah, jika kamu sakit hati maka aku mati"
Apa yang di katakannya barusan? bagimana bisa dia bicara seolah-olah aku tak memiliki hati. Sungguh manusia yang satu ini sangat sulit di mengerti melebihi dari Erwin.
"Jika kamu bicara semesra itu padanya bagaimana bisa aku tidak cemburu dan jika kamu berkata semenyakitkan itu lagi mana mungkin aku tidak terluka. Aku manusia biasa dan sudah sangat biasa akan merasakan dua hal tersebut" aku menegaskan ucapan di setiap kata yang aku lontarkan pada bedebah yang sedang beranjak menghampiriku dan memeluk kepalaku, membenamkannya di perutnya. Aku suka baunya membuatku tenang seketika.
"Maafkan aku tapi kita harus menangin ini."
"Jangan buat aku sakit lagi dan stop ikutin aku dalam permainanmu ini. aku tidak tahan" Aku berucap dengan nada langsam menyiratkan kesakitan di sana.
"tanpa sadar kamu memang sudah ikut dan aku tidak mau melihatmu menciumnya lagi. Itu yang pertama dan terakhir untuk kulihat."
"kamu melihatnya?" Tanyaku semakin mendekapnya erat tapi dia diam saja malah membelai lembut kepalaku.