BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

WANT ME LIKE YOU DO

1568101120

Comments

  • hmm jika bener si pendatang baru itu yg coba bunuh ical bisa gawat, mana kakak iparnya di teror juga, ini nathannya kemana sih ?
  • syukurlah kalo nathan Maseh hidup. :)
    ada maksud n tujuankah marcel pindah kedepan rumah ical?
  • si Nathan kemana sihh?-_-penasaran nihh
    siapa Marcel? duh kesian si Ical :((
  • syuka banget mbacany......
    lanjut ya kak.
  • syuka banget mbacany......
    lanjut ya kak.
  • hmmm...tetangga baru yg misterius...
  • tetangga barunya si marcell? hmm misterius
    itu kakaknya diteror karena abang iparnya kan dulu ada hubungan sama daniel. iya kan?
  • tetangga barunya si marcell? hmm misterius
    itu kakaknya diteror karena abang iparnya kan dulu ada hubungan sama daniel. iya kan?
  • Siapakah marcel sebenarnya?
  • Siapakah marcel sebenarnya?
  • Setia menunggu...dan menunggu chapter selanjutnya
  • -Kabar baik dan kabar buruk-Apa yang akan kalian lakukan saat seseorang tiba-tiba menanyakan kabarmu? Oke mungkin itu hal biasa jika yang menanyakannya adalah orang yang biasa, bukan orang yang sudah meninggalakanmu dengan segala macam luka, bukan orang yang selalu membuatmu merindu dengan segala sembilu yang menghujam hatimu dengan kejam. Aku akan dengan senantiasa menjawab aku baik-baik saja kalau pertanyaan itu hanya dari teman lama yang sudah lama tak bertemu denganku. Tapi tidak, aku tak akan semudah itu menjawab aku baik-baik saja mengingat yang bertanya adalah sumber dari lukaku. Laki-laki pengecut yang melarikan diri dengan embel-embel demi kebaikanku. Aku benci mengakuinya kalau aku bahagia dia masih peduli denganku, sungguh aku benci hatiku sekarang yang seakan cengeng. Mataku kembali menelusuri sederet pesan dengan akhir `Jonathan` Aku benci nama ini. Aku ingin menghilangkan namanya agar aku tidak perlu canggung untuk membalas pesannya. Helaan nafas lagi-lagi lolos dari mulutku. Rasanya seolah ia sedang ada di hadapanku, aku merindu tapi juga membenci. Setelah sekian lama dia menggoreskan luka di hatiku, kenapa dia harus kembali dengan segala macam kepedihan yang telah ia tinggalkan padaku? Tuhan, rasanya sungguh tak adil membiarkan diriku menderita seorang diri sedang dia mungkin sedang bahagia di sana. Ku kantongi ponselku tanpa ada niat untuk mengubris pesan sialan yang baru saja masuk. Aku kembali melangkahkan kakiku menuju ruang kelasku. Kudapatai dua pasang mahluk sedang duduk dengan keromantisan yang terlalu kentara di antara mereka. Kadang aku iri dengan kisah cinta orang lain yang terlihat berjalan sesuai dengan ingin mereka sedang kisah cintaku malah seperti bom waktu yang telh meledak tanpa sisa. “Gue rasa ini bukan saatnya buat merhatiin kami dan lihatlah ada apa di wajah lo sampai di tekuk seperti itu? Apa lo tidak sadar betapa buruknya lo seperti itu?” Aku tersenyum, tersenyum miris lebih tepatnya. Kuhampiri dua orang itu yang tengah menatapku dengan heran, ku ambil kursi dan meletakkannya di antara mereka berdua. Aku sedang tak ingin melihat adegan romantic sekarang jadi memisahkan mereka adalah jalan satu-satunya dan kulihat mereka juga tidak protes. Tentu mereka akan baik-baik saja karena berpisah cuma beberapa menit dengan intesitas yang tak terlalu jauh. “Lo baikkan Cal? Apa lo sakit?” Yesa mengusap bahuku seolah menyalurkan kekuatan yang ia miliki untukku yang terlihat rapuh ini. Aku menatapnya dengan tatapan sendu dan menggeleng secepat yang ku bisa. Memberitahu mereka tentang kejadian pesan itu adalah hal terakhir yang ku inginkan sekarang. Aku lebih suka menyembunyikannya dan menunjukkan betapa tegarnya aku daripada harus meratap seperti orang bodoh. “Apa ini soal Marcel?” Mungkin aku bisa menyebut ini kebahagiaan karena Riki tak curiga tentang perubahanku. Ya, kami masih menyelidiki soal Marcel yang entah siapa itu tapi sungguh itu adalah daftar tersepuluh untuk di pikirkan. `Dan Jonathan adalah hal pertama?` Hatiku seolah mengejekku. “Sebaiknnya cari topic yang lebih bagus untuk di bahas, badmood gue sedang menghampiri jadi kabar baik mungkin bisa sedikit menguranginya.” Ucapku dengan nada bercanda yang walaupun memang benar aku badmood tingkat akut. “Well,gue punya berita baik dan berita buruk. Mana yang mau kalian dengar lebih dulu?” Pokusku beralih pada gadis berjilbab yang sekarang sedang menatap kami dengan mata teduhnya. Kulihat Riki juga menatap intens ke arah kekasihnya jadi bisa di pastikan kalau ia juga belum di beritahu tentang hal yang baik dan buruk yang di katakan gadisnya. “Gue suka berita baik lebih dulu.” Riki mengomentari dengan nada penasarannya. Yesa menatapku seolah meminta pendapatku dalam diamnya. “Gue ikut aja, toh berita baik dan buruk sama aja.” Ucapku mengangkat bahu. “Oke, berita baiknya Aurel udah ngenalin gue sama pacarnya dan Wow dia so ganteng banget. Blasteran gitu dengan rambut coklat madunya dan mata hitam tajamnya, dia juga tinggi and sangat cool. Gue sampai heran apa yang ada di diri Aurel sampai itu cowok mau saja sama dia,,” “Berhenti muji cowok lain di depan aku Sweety, tidakkah itu sedikit menjijikkan?” Riki memutar bola matanya dengan bosan sedangkan Yesa hanya mampu cekikikan. “Berita buruknya Yes?” Interupsiku. Aku bahagia ternyata Yesa percaya juga kalau Aurel bukanlah perebut cowoknya dan semoga mereka tetap baik. Raut wajah Yesa berubah, tidakkah itu terlalu buruk. “Pagi ini gue nemenin teman satu jurusan gue ke mall dan kalian tahu gue ketemu sama tuh cowok di salon dan kulihat dia sedang nemenin ceweknya keramas rambut. Bahkan mereka terlihat sangat romantic dengan cewek itu yang selalu bergelayut manja di lengan tuh cowok.” Oke itu memang berita buruk tapi buat Aurel dan kami semua tentu juga ngerasainnya. “Mungkin mereka hanya temenan atau malah keluarga.” Riki mencoba mencari asumsi sendiri yang malah terdengar ragu. “Gue juga mikirnya kayak gitu, walau gue lihat juga cowok itu mencium kepala ceweknya yang hanya cekikikan.” “Jangan dulu beritahu Aurel, mungkin lo salah lihat atau asumsi Riki barusan benar adanya. Aku tidak mau dia malah nuduh kita tidak senang dengan kekasihnya.” Aku mulai mencari solusi yang terbaik buat sahabatku yang satu itu. Ah rasanya masalah Aurel bisa membuatku lupa sama pesan sampah yang masuk ke ponselku. “Berita buruknya tak sampai di situ Cal,” Yesa menggigit bibirnya. “Maksudnya?” Aku bertanya dengan raut heran. “Cewek itu.. Nadia” “What?” Riki lebih cepat menyuarakan keterkejutannya sedangkan aku hanya mampu dia mematung. Nadia, Lagi? “Gue yakin pengelihatan gue gak salah.” Yesa menyuarakan keyakinannya yang memang mau tak mau harus kami percayai. “Gila, bagimana kalau hal terburuknya adalah Aurel sangat mencintai cowok itu dengan intensitas yang sama dengan cinta yang di miliki Nadia. Tidakkah itu memberikan kita alasan buat ngebunuh tuh cowok?” Suara gemeratuk dari gigi Riki terdengar. Kami menyayangi dua gadis itu walau Nadia memang tak pernah lagi berkumpul dengan kami tapi dia bukanlah orang lain lagi buat kami. “Gue lebih suka berpikir positif sekarang Rik, belum tentu ini separah itu?” bagaimana kalau memang lebih parah? “Aurel ngajak gue buat ketemu cowoknya entar sore soalnya papanya gak ijinin dia keluar jadi dia nyuruh gue buat pura-pura jemput dia. Kalian ada ide untuk entar sore?” “Kami ikut tapi pakai mobilnya pisah, kita pura-pura ketemu di tempat kamu nganterin Aurel, pura-pura saja ketemu di sana.” Riki mengusulkan solusi yang langsung kami sanggupi karena itu memang hal terbaik untuk sekarang. Aku penasaran bagaimana rupa cowok yang di katakan sangat tampan oleh Yesa tersebut. *** Kami bertiga turun dari mobil dan mulai berjalan dengan pelan menjaga jarak pada dua sosok cewek yang sedang berjalan dengan tawa yang santer akan kebahagiaan tersebut. Semudah itukah cowok itu mempengaruhi Aurel. Dia jelas terlihat sedang jatuh cinta. Yesa sudah memberitahu kami tentang mereka yang akan menonton bersama jadi tidak akan sulit untuk menemukan mereka. “Gue yakin pas kita ketemu nanti Aurel langsung tahu kalau ini memang rencana yang sudah di susun sangat matang.” Sandi bersuara, Sandi adalah salah satu yang paling penasaran dengan akhir kisah Aurel. Makanya dia bela-belain batal kencan dengan juna dan lebih memilih mengikuti kami ke tempat ini. “Peduli setan dengan respon Aurel, yang penting gue penasaran banget sama kecakepan tuh cowok sampai bisa menggaet dua cewek sekaligus.” Riki bersuara dengan pernyataan yang masih belum kuat benar dan salahnya. “Semoga gue gak jatuh cinta pas lihat dia nanti.” Celetuk Sandi membuat kami menatapnya dengan tatapan horror dan lihatlah dia hanya cengengesan tanpa dosa. Aku hanya bisa menggelang. “Berhenti, mereka di sana.” Aku menunjuk kearah pintu bioskop, kulihat Aurel langsung menggandeng lengan cowok yang berdiri di dekat pintu masuk bioskop. Dia membelakangi kami, membuat kami tak bisa melihat wajahnya. “Sial!” Riki mengumpat dan tanpa babibu lagi langsung mendatangi Yesa yang ternyata sedang di goda oleh teman dari kekasih Yesa mungkin. “Wah tanduknya muncul tuh, Cal samperin sekarang jangan sampai tu banteng ngamuk di sini. Berabe.” Aku mengikuti langkah Sandi. Kulihat Riki sudah meraih pergelangan Yesa dan menariknya dengan posesif. Aku berdecak kagum melihat sikap sahabatku satu itu yang mampu mempertahankan miliknya. Sial Ical, ini bukan saatnya mengingat luka itu. “Hai, Sorry ganggu kalian. Kami kebetulan lewat dan ngelihat kalian di sini. Boleh gabung gak nih?” Sandi mengeluarkan sisi supelnya membuat aku mau tak mau mengacungkan jempol untuk respon cepat dari sahabat plontosku. Sesuai dugaan, Aurel langsung mencium gelagat kesengajaan dan kulihat Aurel menatapku meminta penjelasan. Aku hanya bisa mengangkat bahu tanda tak mengerti. “Gabung aja, gue Max!” Kekasih Aurel bersuara dan untuk pertama kalinya kami saling menatap. Aku yang salah lihat atau memang iya kekasih Aurel yang bernama Max ini menatapku lebih lama dari teman-temanku yang lain. “Kita cari tempat makan aja yuk, Rame-rame ini.”Aurel langsung menarik lengan Max, oke dia kesal dengan kami tapi kulihat yang lain cuek-cuek aja. Jadi iku cuek juga tidak ada masalahkan? Kami menemukan tempat makan yang ada di luar mall dan terlihat cukup mewah untuk di tempati. Aku duduk dengan diam memperhatikan Max dan Aurel sedang ngobrol serius, Riki dan Yesa juga sedang mesra-mesraan. Satu-satunya orang yang aku harap bisa membantu membuang kebosanan malah sibuk dengan teman Max membahas game online. Oke di kacangin rasanya tidak enak. “Cal,, Cal,,” “Hmm” Ucapku menanggapi panggilan Sandi dan kulihat semua mata kini tertuju ke arahku.Apa yang salah? “Lo budek? Ponsel lo bunyi dari tadi.” Ucap Sandi yang mulai menyadarkanku dari lamunan tak jelasku. Sial, apa aku benar-benar budek? Dengan tampang sok cuek aku merogoh ponsel di saku jeansku. Tertera nama Juna di sana, mau tak mau itu membuatku mengerutkan dahi. Tatapan kepo dari semua orang yang ada di meja masih saja menatapku, sementara ponselku terus bernyanyi dengan merdu. “Juna yang nelpon, ponsel lo mati ya?” Tanyaku menatap Sandi yang ada di sampingku. Sandi merogoh ponselnya. “Gak kok, angkat aja mungkin ada perlu sama lo.” Aku berdehem dan langsung menggeser layar ponselku. “Iya Jun.” “Cal, lo lagi sama Sandi?” Tanya Juna dengan nada datar. “Iya nih, lagi di samping gue.” Jawabku melirik Sandi yang terlihat penasaran. “Hem, Cal gue mau ngomong sama lo bolehkan?” “Eh.. lo kenal gue berapa hari sih, mau ngomong aja pakai ijin dulu.” Aku kembali melirik semua yang ada di meja dan Wow semua mempunya intensitas penasaran yang cukup tinggi termasuk Max yang tak tahu menahu soal kehidupanku. “Gue ada kabar baik dan buruk buat lo, mau dengar yang mana dulu?” Aku tersenyum masam, aku tak cukup punya pengalaman baik soal kabar baik dan buruk yang ada secara bersamaan. Toh kabar buruk selalu mendominasi. “Gue pernah dengar seseorang berkata, kabar baik lebih bagus untuk di katakan, walau nyatanya gue gak pernah percaya kalau kabar baik itu bisa menutupi kabar buruknya.” Helaan nafas Juna tgerdengar. “Nathan akan kembali ke Negara ini.” Deg.. Oke terlalu lebaykah jika ku katakan sekarang hatiku bagai di tabuh dengan duri. Nathan kembali? Apa yang sedang di pikirkan oleh si bodoh sialan itu? Mau datang menyakitiku lagi atau memang mau kembali membalut luka yang sudah kering. “Cal, lo masih denger gue kan?” “Ya Jun, gue masih hidup.” Jawabku dengan suara malas yang terlalu kentara. “Gue ngasih tahu lp lebih dulu karena gak mau lo kaget nantinya jadi kalau lo udah tahu dari awal lo bisa cepat antisipasi.” “Thanks Jun,” “Lo masih mau denger kabar buruknya?” “Bukankah yang tadi kabar baik plus buruknya. Adakah yang lebih buruk dari itu?” “Mungkin gue bakal ngasih tahu lo saat kita ketemu nanti, lo sungguh terdengar tak baik.” “Separah itu? Oke jun Bye.” Aku mematikan sambungan dan kembali mengantongi ponselku. Berusaha mengabaikan tatapan heran dari orang-orang di sekelilingku. Aku mencoba konsentrasi sama makanan yang sejak tadi sudah datang. Semua kembali sibuk dengan makanannya, tanpa ada yang bertannya. Mungkin mereka terlalu mengerti dengan tingkahku. Sial cukup rasanya pura-pura baik, aku sungguh tak baik sekarang. Kuletakkan sendokku dan kembali mendapat tatapan bermacam-macam dari temanku. “Gue balik duluan.” Aku bangun dan menggeser kembali kursiku. “Lo mau bawa mobil gue?” Tawar Sandi, aku tahu Juna sudah tentu memberitahunya sampai dia tak bertanya tentang perubahanku. “Gue gak yakin kalau bawa mobil bisa selamat sampai rumah San, thanks. Max, jaga Aurel buat gue ya?” Kulihat max hanya menatapku dalam diamnya. Aku melangkah dengan lesu, meninggalkan mereka. Dadaku rasanya penuh sampai sesak. Sejauh ini Nathan bisa menyakitiku. ***

    NB: ini yg buat males nglnjutin, tiap di edit gak ada jaraknya.. jdi sorry ya buat jarak yg hilangnya.. sorry mention buat yg udah lupa sama cerita aku
Sign In or Register to comment.