BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

WANT ME LIKE YOU DO

WMLYD-PROLOG

MATAKU menatapnya, dengan kuku yang di cat biru muda dan rambut panjang yang ia biarkan tergerai, aku merasa miris melihatnya seperti gambaran diriku ada padanya. Lihatlah bagaimana ia meraba seolah kehilangan pegangan dalam hidupnya, begitu juga diriku yang baru saja kehilangan seseorang yang begitu berarti buatku dalam hidupku yang menyedihkan ini. Kehilangannya seolah kehilangan seseorang tempatku bersandar dan itu sangat memuakkan buatku.

Mata coklatku lagi-lagi menatap kearah jalan raya, dimana seorang gadis sedang meraba tak tentu arah, tentu aku tahu apa yang sedang ia coba cari, orang-orang yang berlalu lalang juga sangat tahu itu. Kenapa orang-orang tak mencoba menolongnya? Itu yang ku pertanyakan di otakku tapi dengan jelas aku juga tak menolong, malah diam diatas ducati kesayanganku dan hanya bisa menatapnya iba.

Aku bukan tak ingin menolong tapi hatiku juga sedang menjerit kesakitan, hatiku juga butuh pertolongan sekarang dan kuharap ada yang mau bersedia menolong walau itu memang akan mendapat jawaban nihil.

Gadis itu jelas menderita sesuatu yang beda denganku, penderitaannya terlihat dan mampu di baca. Sedangkan deritaku hanyalah sebuah derita yang hanya aku dan orang yang menorehkannya yang tahu.

Jelas aku tidak mungkin berteriak memberitahu semua orang akan deritaku, bukan karena aku terlalu takut di hujat tapi lebih kepada itu bukanlah hal yang mungkin untuk di lakukan mahasiswa sepertiku. Aku terpelajar walau nyatanya aku terpedaya akan cinta bodoh yang dengan naifnya ku kira akan ada kata selamanya.

Rambut hitam gadis itu terlihat menyapu jalan raya dan itu cukup mengganggu untuk di lihat. Apa orang-orang itu taidak mempunyai rasa belas kasih? Terus bagaimana denganku? Rasanya menghakimi orang lain yang nyatanya mempunyai kesalahan yang sama seperti kita, bukanlah hal yang bijak untuk di lakukan.

Bagaimana kalau aku datang menolong gadis itu, datang memberitahu kalau kacamata minus yang ia jatuhkan dari mata indahnya baru saja hancur berkeping-keping dan menyarankan dia membeli yang baru. Bukankah itu hal yang baik untuk di lakukan dan aku bisa dengan mudah menghakimi orang-orang yang tak mau menolongnya tersebut.

***

“Aku harus pergi.” Rasanya kata-kata itu masih saja betah terngiang di kepalaku. Seolah menjadi music pengantar tidurku yang akan berakhir dengan aku yang mimpi buruk dan membuat orang tuaku khawatir. Aku anak tak berguna, bagaimna bisa hanya karena satu lelaki aku menjadi tak waras seperti ini.

Aku bukan tak berusaha melupakannya tapi melupakannya bagaikan menghilangkan diriku setengah, yang kutahu dia memiliki separuh diriku dan aku akan mati total tanpa bagian utuhku. Seingatku aku bukanlah pemuja cinta atau penganut kata indah yang bernama `selamanya` terus apa yang terjadi hingga aku berakhir sedemikian rupa. Apa yang harus kulakukan untuk membuat dia tak menari di kepalaku karena aku benci melihat wujud tak nyatanya.

Aku menjadi lemah sejak kepergiannya, aku bagaikan manusia yang hidup tapi mati dalam waktu yang bersamaan.

Penyakit sialan itu juga berhasil menggerogfoti tubuhku dan iya, aku si pria sakit dengan kehidupan miris yang sangat mampu mendapat belas kasihan, seperti yang gadis cantik itu alami.

Aku melepaskan kepergiannya dengan sikap tegar tapi seolah ia tak mampu membaca hatiku yang meronta-ronta ingin ia membatalkan semua rencana yang sudah ia siapkan dengan keluarganya. Ia pergi dengan meninggalkan luka yang menganga begitu besar di dasar hatiku.

Aku tahu, akan sangat indah melihat ia berkumpul dengan papa dan mamanya tapi aku jahat karena berharap itu tak pernah terjadi agar aku bisa dengan mudah mendapatkan ia kembali dalam pelukan hangatnya.

Mata hazelnya selalu mampu membuat aku tak berkedip, aku tidak suka wujud tak nyatanya tapi hanya itu yang ku miliki yang masih tersisa dalam pandangku.

Aku menutup mata, seolah besok semua akan baik-baik saja dan aku akan mendapat bahagiaku kembali. Seperti saat ia masih bersamaku dulu.

***

Love Me Like You Do 2
«13456720

Comments

  • sequel ato cerita lain?
  • edited May 2015
    wooow season 2 love me like u do sepertinya nathan pergi dr hidup ical soalnya ad petunjuk mata hazel...jgn sad ending ya mbak :( sediiih.jgn pisahkan mereka..mention q mbak :)
  • @3ll0 lanjutan LMLYD

  • season 2 ya ... memangnya sakit apa ... Ical kah itu ...
  • edited May 2015
    kenapa Nathan ninggalin Ical? :(
  • WMLYD- PART1

    -Duniaku berbeda-

    DENGAN nyalang mataku terbuka, menampakkan suasana yang gelap dan mencengkam, untuk beberapa saat aku lupa kalau aku sedang berada di kamarku. Iya kamarku sendiri dan aku sadari kerapuhan semakin menguasaiku bahkan aku masih bisa merasakan keringat tak bersahabat itu mengalir di tubuhku. Aku menyingkap selimut dengan kesal dan membangunkan tubuhku yang setengah telanjang. Bibir ranjang selalu menjadi saksi bisu saat lamunan memenuhi isi kepalaku. Entah untuk sebuah kesakitan macam apa yang akan ku terima di hari berikutnya mungkin tak akan mampu menandingi goresan luka yang sekarang.

    Desahan yang sama selalu keluar dari bibirku dan aku akan bangkit menuju jendela yang juga menjadi saksi bisu, tentang aku yang akan membukanya dan berdiri di sana berlama-lama sampai aku bosan memandang jendela yang tak berpenghuni di seberang.

    Aku mendudukkan pantatku di jendela dengan mata coklat bening yang terus menatap ke depan, harapan yang sama yang selalu aku panjatkan, berharap sang pemilik jendela yang sekarang sedang mendapatkan tatapan terlukaku mau membuka. Aku gila, bolehkah aku menyebutkan diriku seperti itu, kalau boleh maka aku akan dengan senang hati akan selalu sebut itu untuk diriku setiap harinya.

    Aku tersenggih, bahkan mungkin akan tertawa. Tertawa akan kebodohan yang selalu aku lakukan setiap malamnya. Aku memang bodoh itu nyatanya. Aku mengharapkan seseorang yang bahkan tak mau bersamaku walau memang itu bukan pilihan dirinya sendiri. Hanya saja aku harus menyalahkan seseorang untuk lukaku dan dialah yang salah.

    Pikiranku dengan lancang mengingat hal yang tak ingin ku ingat dan sudah terlambat untuk menyadarinya karena sekarang aku sudah berdiri dan berjalan ke meja belajarku, mengambil bingkai foto yang ada di lacinya dan dapat ku tangkap dua pemuda sedang berpose dengan raut bahagia, seakan masalah tak pernah mengiringinya. Dua pemuda yang jatuh cinta tapi harus berpisah dengan kekejaman takdir. Aku meraba permukaan bingai foto persegi tersebut dan kulihat retakannya masih sama saat aku melemparnya akibat rasa sakit yang tiba-tiba menghujamku.

    Lagi-lagi seringaian keluar dari bibirku dan mataku terpejam dengan sendirinya mengingat saat terakhir aku dapat menatap mata hazelnya secara langsung. Aku rasanya di permainkan oleh takdir itu sendiri. Tidak adakah cinta untuk kami?

    Aku kembali meletakkan bingkai foto itu di tempatnya dan melangkahkan kaki jenjangku ke arah jendela yang sudah membiarkan udara dingin bersatu dengan dinginnya AC di kamarku dan dapat kurasakan hatiku juga ikut merasakan dinginnnya, sebelum aku mati beku dengan pelan ku tutup jendelaku dan menatap jendela itu untuk terakhir kalinya pada malam ini.

    Semoga mimpi tak menjamahku lagi sampai pagi menjelang.

    ***

    Aku memakai kaos tipis dengan kemeja yang tak ku kancing dan selalu sepatu converse putih kesayanganku, dengan langkah pelan tapi pasti ku bereskan bahan-bahan yang harus ku bawa ke kampusku dan melesat keluar dari kamar sebelum menyemprotkan tubuhku dengan farfum.

    Aku melihat papa dan mama sudah duduk dengan tenang di meja makan, dengan senyum ku hampiri mereka yang sedang sibuk mengolesi roti mereka.

    “Pagi pa, pagi ma.” Ucapku mencium kedua pipi papa dan mamaku dan kulihat mereka tersenyum cukup senang melihat perubahanku beberapa minggu ini dan kulakukan semua demi mereka.

    “Bagaimana tidurmu dek?” Tanya mama saat aku sudah duduk di kursi dekat dengan papa. Aku tak langsung menjawab karena perhatianku masih tertuju kearah nasi goreng omelet kesukaanku.

    “Lebih baik dari kemaren-kemaren.” Jawabku seadanya dan dapat kurasakan mamaku yang masih memperhatikanku, cukup risih juga setiap hari harus mendapat tatapan perihatin dari mamaku yang dulu suka ngomel-ngomel saat aku tak membersihkan kamarku tapi sekarang dia akan marah kalau aku sendiri yang membersihkan kamarku sendiri. Aku benci akan perubahan hidup yang seolah di kasihani oleh banyak orang.

    “Tidak mimipi buruk lagi kan dek?” Papa ikut menimpali dan aku ingin berdecak kesal untuk itu, tapi mereka orang tuaku dan aku cukup mengerti dengan ke khawatiran mereka. Aku menyendok nasi gorengku.

    “Ical gak bangunin papa sama mama lagi kan? Mimipi buruknya udah hilang dan Ical mau papa sama mama gak khawatir lagi sama Ical, Bisa?” Aku berkata dengan sopan tapi tegas dan kulihat papa tersenyum mengacak rambutku yang semakin terlihat berantakan.

    “Nanti sore ikut sama mama ke rumah sakit ya?” Aku menatap mama dengan tatapan yang selalu sama saat dia menyebut tempat yang tak pernah suka aku dengar tapi mama tak cukup paham dengan tatapan anaknya yang selalu ia khawatirkan berlebihan tersebut.

    “Ma! Ical sehat, Ical tidak suka rumah sakit. Ical mau mama ngerti. Berhenti maksa Ical kerumah sakit itu lagi.” Aku mulai geram dan mama tahu itu karena obrolan akan selalu berakhir sama kalau mama sudah bahas hal itu tapi heran juga sama mama kenapa dia tak pernah kapok untuk ngajak aku kerumah sakit yang aku sendiri merasa kalau aku baik-baik saja.

    “Dek, gak boleh gitu. Adek kan gak tahu bagaimana mama selalu khawatir sama adek tiap malamnya dan papa mau adek ikut kata mama untuk hari ini. Mama mau kenalin adek sama dokter baru di sana dan papa harap adek bisa dekat dengan dokter yang akan papa tugaskan untuk merawat adek. Adek ngerti?” Aku menatap mamaku dan detik itu juga aku merasa bersalah padanya. Aku bangkit dari dudukku dan menghampiri mama.

    “Maafin Ical ya ma?” Ucapku memeluk mamaku dari belakang dan kulihat tetesan bening itu kembali membasahi pipinya. Aku benci saat mama harus menangis karena aku sendiri.

    “Kamu harus kuat ya Dek, jangan buat mama khawatir lagi.” Mama memegang lembut tanganku yang ada di lehernya.

    “Ya Ma.” Aku mengangguk dan berjanji kalau aku harus melawan keterpurukkan yang tengah melandaku.

    ***

    “Ical sini!” Aku mendengar suara teriakan dari gadis yang cukup ku kenal dan benar saja Aurel ada di sana, sedang duduk dengan Didi dan juga Sandi. Aku menghampiri mereka yang ku yakinkan sedang membahas sesuatu yang sangat tak penting.

    Aku duduk di antara Aurel dan Sandi yang kulihat Didi sedang sibuk dengan komiknya, Aku menatap sekeliling kampusku. Menatap anak-anak yang berlalu lalang. Aurel menyodorkan sesuatu membuat mataku mengalihkan tatapanku ke arah tangannya yang sudah ada di depanku. Sebuah tiket bioskop.

    “Film apa?” Tanyaku setelah aku berhasil mengambil tiket itu dari tangannya.

    “Baca sendiri.” jawabnya dan kembali pokus pada gadget pinknya yang ku yakin sedang berchat ria dengan kekasih misteriusnya yang tak pernah mau ia kenalkan pada kami dengan alasan `nanti kalian suka` Kata-kata yang cukup membuat perut sakit dengan tawa.

    “Gue benci film hantu.” Komentarku setelah membaca judul film di lembaran tiket.

    “Itu film hantu romantic, gue yang rekomendasikan. Nanti malam minggu dan gue mau kita berempat pergi nonton bareng. Lo pada tahu semua kan kalau kita gak pernah bisa jalan berempat. Dan gue gak mau lo pada nolak. Awas aja.” Sandi berucap panjang lebar dengan tatapan mengancam yang gagal total membuat kami merasa takut.

    “Mami gue pasti gak ngijinin kalau aku keluar malam.” Kami mendesah mendengar ucapan Didi yang sudah tentu selalu berucap dengan nada manjanya. Hidupnya seperti cewek bahkan mungkin melebihi cewek.

    “Lo mah gitu orangnya, pokoknya kalau lo nolak kita gak temenan lagi” Sandi kembali berucap dengan cepat membuat Didi mengkeret di tempatnya, aku sama Aurel hanya bisa senyum ke arah Didi yang ku yakin tak akan mampu menolak lagi.

    “Baiklah gue ikut tapi gak bareng kalian ya, soalnya gue harus ke rumah sakit dulu sama mama. Mama gue kali ini tidak mau di bantah dan gue terpaksa ikut aja.” Jawabku.

    “Gue juga setuju sama nyokap lo. Asma lo sering kambuh dan itu buat gue sama yang lain khawatir sama keadaan lo. Masak lo gak bisa capek dikit langsung sakit tuh dada. Bentar lagi lo ngalahin Didi, gue yakin” Sandi mengelus jakunya seolah berhasil memecahkan pemikirannya sendiri, aku mendelik kesal kearahnya dan dapat ku pastikan dia tahu, hanya saja dia sedang berpura-pura tak melihat.

    “Lo ngajak kita nonton emangnya gak jalan sama Juna?” Tanyaku mengalihkan pembicaraan yang tak selalu ku suka untuk menjadi pembahasan kami.

    “Juna ada janji sama ortunya dan itu cukup membuat malam minggu kami tak dapat berlangsung dengan baik.”

    “Gak bosen apa malam mingguan mulu sama satu cowok?” Aurel bertanya membuat Sandi menatapnya dengan tatapan kesal.

    “HEi! Gue bukan lo ya yang tiap minggu gonta ganti cowok.” Aurel terbahak membuat Sandi semakin geram dengan cewek bertubuh montok tersebut.

    “Lo sama Aurel emang beda, Lo cowok si Aurel cewek. Cuma sama-sama doyan pisang aja.” Kami akhirnya tertawa bersamaan mendengar ucapan jenaka yang keluar dari bibir Didi.

    ***

    “Rivaldi Mehendra.” Suara suster menyebut namaku, membuat aku dan mama mendongak dan dengan cepat menghampiri suster yang sedang berdiri di ambang pintu tersebut, dia tersenyum ramah ke arah kami yang juga kami balas dengan cukup ramah.

    “Anda saudara Rival?” Tanyanya menunjuk ke arahku dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya sibuk memegang berkas yang tak ku tahu apa.

    “Iya Sus.” Jawabku.

    “Silahkan Masuk.” aku masuk di ikuti sama mama dan dapat kulihat ruangan dokter yang cukup luas tersebut. Ada seorang pria yang sedang duduk membelakangi kami. Setelah ia berbalik aku sedikit terkejut mendapati dokter dengan usia yang cukup terbilang muda. Dia tersenyum mempersilahkan kami duduk.

    “Jadi Ibu Anggita, ini anak ibu yang kemarin ibu ceritakan saat bertemu saya di swalayan?” Ucap dokter muda membuka percakapan.

    Aku terkelut mendengar penuturan dokter muda tersebut. Dia bertemu mama di swalayan dan apa yang mama ceritakan tentang aku, semoga bukan hal yang akan membuat dokter bernama Will itu merasa kasihan padaku yang lemah.

    “Iya Dok. Saya harap Dokter bisa membantu anak saya.” Ucap ibu terdengar lesu.

    “Panggil saja saya Will, dan saya cukup senang untuk membantu anak ibu ini.” Doter muda itu menatap kearahku yang sedang tertunduk dengan pikiran tak tentu kemana.

    “Rival!” Doter muda menyapa.

    “Ical saja.” Ucapku tak suka dengan panggilannya yang hanya boleh di sebut hanya oleh satu orang yang sekarang menghilang dari kehidupanku.

    “Oke Ical, Sepertinya kita bisa berteman.” lanjutnya membuka kacamata yang bertengger di matanya dan dapat memperlihatkan mata teduh yang ia miliki dan entah kenapa hanya dengan menatapnya aku dapat percaya kalau ia memang bisa di andalkan. Aku mengangguk membalas tawarannya.

    Mama menghentikan mobilnya di depan rumah, aku turun membuka gerbang tanpa mau membunyikan klakson dan membuat pembantu kami yang keluar hanya untuk membuka gerbang. Mama tersenyum ke arahku setelah mama memasukan mobil dan turun dari mobilnya.

    Aku masuk ke bagasi dan mengambil helmku, sedangkan ducatiku memang sudah ada di luar sejak aku pulang dari kampus. Mama sedikit heran melihatku memakai helm, karena aku yang belum memberitahunya.

    “Mau kemana Cal?” Tanya mama membuka kembali mobil dan mengambil tasnya.

    “Mau nonton bareng Sandi sama Aurel dan Didi.” Ucapku menaiki Ducati hitamku.

    “Hati-hati dek.” Ucap mama lagi dan aku hanya mengangguk.

    Ku pakai helm dan melajukan ducatiku keluar dari pekarangan rumah, suasana menjelang malam tersebut cukup membuat menggigil dengan angin dinginnya.

    ***
  • ical sakit jgn sad ending y mbak..jgn2 pacar misterius si aurel nathan lg...mention q trs ya mbak
    @yeniariani
  • ical sakit jgn sad ending y mbak..jgn2 pacar misterius si aurel nathan lg...mention q trs ya mbak
    @yeniariani
  • Kenapa nathan menghilang mbak @yeniariani ? Apakah dokter will akan menggantikan posisi nathan?
  • Asyik-asyik ada season 2 nya...kalau tanya aku pasti aku jawab lanjutttt..plus tetap mention ya kalau dah up
  • Berarti Ical sama Nathan dah putus nih yang di Want Me Like You Do? Hikzzz...kasian Ical
  • @freeefujoushi pnyakit Ical bukan kanker atau aids kok.. hanya asma.. liat ntar aja sad or happy

    @Pradipta24 itu masalah terberatx, menghilangnya seorang Nathan, mungkin dokter will bisa mngganti :D

    @NanNan siip
  • @NanNan kalau di blg putus sih gak, soalx nathan atau ical gak ada yg ngucapin kata" itu.. hnya nathan yg pergi dan ical yg mnderita
Sign In or Register to comment.