BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

WANT ME LIKE YOU DO

17810121320

Comments

  • yah ko dikit, tanggung, lagi dunk...
  • lg seru2 baca, lanjut lg kak
  • sama gak tu sifatnya kayak Daniel?
  • Ooowh daniel kembar ternyata dan dia tinggal di sebelah rumah ical...apa dia akan balas dendam?
    Jangan jangan yang bicara di luar jendela itu marcel lagi...hmmm antara dendam dan cinta ya? Kasian ical..
    Semakin seru...lanjut...
  • Maseh 1 lingkaran
  • Maseh 1 lingkaran
  • Wow ternyata max kembarannya daniel.
  • o oow apa yg terjadi ke depannya niiih?
  • Wah keknya bakalan seru ni cerita. Season1nya blom bca, ntar lah tak ubek ubek dulu mbah google. Ts mention ya lok up ;)
  • Aku melangkah dengan tergesa, seolah waktu sedang memburuku. Hal yang paling aku benci di dunia ini adalah merasa penasaran apalagi tentang keselamatan hidupku. Semua harus jelas sekarang. AKu sudah benci hidup dalam ketakutanku. ini.
    Lamgkahku terhenti saat Sandi berdiri di sana dengan tampang khasnya, mungkin ia juga merasa heran denganku yang masih keluyuran di kampus di jam sesore.
    Aku menatapnya seolah membaca apa yang sedang ia nilai dalam diriku.
    “Mau kemana lo?” Akhirnya keluar juga pertanyaan ajaibnya, aku hanya mendesah dengan berat. Mencoba meringanku beban di hatiku lewat desahkun yang tak berpengaruh sama sekali.
    “Lo habis darimana?” Aku tak menjawab malah ikut melontarkan tanya kearahnya dan kulihat dia hanya memutar bola matanya.
    “Gue habis makan sama Max dan dia tadi masih ada pelajaran. Sekarang lo yang jawab, gak biasanya masih keluyuran di kampus.” Aku ikut memutar bola mata, kali ini pura-pura jengkel.
    “Lo mau bantu gue gak?” Aku kembali bertanya tanpa mau menghiraukan pertanyaan yang sedari tadi dia tanyakan. Kulihat Sandi memasukkan tangannya kesaku jeansnya, alisnya mengerut seolah berpikir antara mau dan tidak.
    Aku melanjutkan langkahku tak ingin berlama-lama dengan sahabat yang cukup menjengkelkan seperti Sandi. Kusisir rambut dengan tanganku dan kembali berjalan dengan santai tapi cepat. Seperti kata Sandi tadi Max sedang ada kelas jadi sudah tentu aku akan dengan leluasa membongkar lokernya yang kutahu satu ruangan dengan loker Riki.
    “Lo ninggalin gue!” Sandi berucap dengan nada jengkel dan aku tak peduli sekarang. Aku kembali melangkah t5anpa mempedulikan Sandi dan kulihat dia masih asik mengikuti langkahku dalam diamnya.
    “Loker?” Sandi berucap seolah bertanya pada dirinya sendiri dan jika dia juga bertanya padaku. Aku tak akan menjawabnya.
    “Lo tahu gak dimana loker si Max?” Aku mulai mengelilingi ruang penyimpanan itu, ruang yang cukup luas dan juga hebatnya waktu sangat mendukung karena kesepiannya. Kulihat Sandi menggaruk bagian belakang kepalanya.
    “Gue rasa membobol loker seseorang dapat sansi yang berat deh Cal, lo gak takut? Dan juga ada apa dengan Max ini?” Aku menghembuskan nafas dengan kasar terlalu terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan Sandi.
    “Gue tadi nanya dulu kan ke lo kalau lo mau bantu apa gak jadi sekarang kalau memang lo cukup keberatan silahkan keluar!” Aku berucap dengan nada perintah. Aku terlalu kacau saat ini.
    “Lo lagi dapet ternyata.” Dan itulah Sandi, apapun yang kami ucapkan tak pernah masuk ke dalam kepalanya. “Riki sepertinya tahu, kalau gue kan tempat lokernya beda”
    “Gue telpon dulu” Aku merogoh saku celanaku dan tangan Sandi menghentikannya, kutatap ia dengan heran.
    “gak usah lo telpon, itu anaknya” Sandi menunjuk dengan dagunya dan kulihat Riki sudah masuk kedalam ruangan. Kulihat tatapan Riki sedikit terkejut mendapati kami ada di sini, di tempat yang tak seharusnya. Riki menghampiri.
    “Lo pada mau curi apaan disini?” Sandi mencibir.
    “Loker Max yang mana?” Aku bertanya tanpa mau berbasa-basi.
    “Yang di sana” Riki menunjuk loker yang ada di dekat pintu dan bedanya Sandi dan riki adalah Riki tak pernah mau repot bertanya. Aku berjalan menghampiri loker itu dan kulihat harus memasukkan password.
    “Menurut kalian apa passwordnya?” Aku bertanya dengan mengelus daguku.
    “Kita tidak tahu tentang Max atau keluarganya, karena password biasanya pakai tanggal lahir orang yang lo sayang. Menurut lo gimana?” Riki bersuara dan aku mengangguk.
    “Bagaimana dengan ibunya?” Kulihat mereka berdua mengangguk. Aku mencoba password mama Nadia yang memang masih ku ingat saat dulu Nadia meminta bantuanku.
    “Lo tahu darimana itu tanggal lahir mamanya?” Sandi bertanya.
    “Itu tanggal lahir mamanya Nadia.”
    “Maksud lo?” Kali ini RIki tak dapat menyembunyikan rasa ingin tahunya dan aku juga tak berencana menutupi semuanya dari mereka.
    “Gue rasa Max adalah saudara kembar dari Daniel.”
    “Apa?” Suara serempak dari Sandi dan Riki membuat aku menatap mereka dengan tatapan memperingatkan.
    “darimana lo tahu?” Riki yang lebih cepat membuka pertanyaan.
    “Nadia yang menceritakan dan sialnya dia adalah Marcel.”
    “Sialan berarti dugaan kita selama ini benar, dia pasti mau balas dendam sama lo. Lihat saja bagaimana dia mendekati lo lewat kita-kita. Bahkan kelas sama dan semua sama. Gue dari awal curiga karena bagai melihat gambaran Daniel dalam dirinya.” Cerocos Sandi membuatku menatapnya, setuju dengan semua penuturannya.
    “Semua belum jelas juga, itu masih perasangkaku saja. Jadi ayo kita coba membuka loker ini” Aku kembali menarik pokus keduanya pada pintu loker yang tak cocok dengan tanggal lahir mamanya Nadia.
    “Coba tanggal lahir Daniel” Riki mengusulkan dan Sandi langsung mencoba tapi gagal.
    “Tanggal kematiannya!” Aku mengusulkan dan gagal lagi. Kami prustasi. Bahkan tanggal lahir Nadia juga gagal. Susah banget dapat memecahkan loker ini.
    “hari penting apa yang akan dia pakai kalau bukan tanggal lahir orang pentingnya.” Aku menatap Riki seolah mencari jawaban lewat tatapan temanku.
    “Bagimana dengan hari jadiannya dengan Aurel, ada yang mau mencobanya? Gue rasa dia akan pakai itu.” Aku mencoba mengusulkan.
    “Gue ragu kalau dia sungguh mencintai Aurel, apalagi sampai harus memakai hari jadian mereka sebagai passwordnya.”
    “Coba saja Rik.” Sandi menimpali.
    “Caranya?” Riki menatapku dan ku perlihatkan ponselku kearahnya, bermaksud menghubungi Aurel. “Alasannya? Tidak mungkin lo tanya secara blak-blakan bukan?” Riki benar juga.
    “Guys!!” Suara histeris Sandi membuat aku dan Riki melotot kearahnya dan sial loker itu terbuka.
    “Hebat lo kawan, salut gue. Pakai Password apa?” Riki menepuk pundak Sandi yang hanya bisa cengengesan mendapat pujian tapi beberapa saat kemudian Sandi terdiam seolah menyedari sesuatu yang salah.
    “Tanggal lahir Ical” Deg,,Seakan ada godem yang menghantam dadaku tepat diatas jantungku. Sandi dan Riki juga menatapku dengan tatapan tak berbaca. Apa maksud semua ini.
    Tanpa mau pikir panjang lagi, aku langsung membuka dengan lebar pintu loker tersebut dan aku rasanya akan merosot kelantai. Foto-foto yang terpajang di dinding loker itu adalah foto yang dulu di koleksi oleh Daniel yang kulihat ada di ruang pribadi di kamar Daniel. Jadi semuanya benar, Max kembali hanya untuk membalaskan dendamnya padaku karena kematian Daniel dan lihatlah semua barang-barangnya. hanya berisi beberapa barang dan semuanya hanya di penuhi dengan potret diriku. Kenapa rasanya dadaku sesak, seolah aku beru saja di khianati. kenapa hatiku di hampiri dengan kesediahan. Sedih dalam hal yang tak bisa kuartikan.
    “Lo baik Cal?” Suara Riki menyadarkan aku kalau aku tak sendiri di tempat ini.
    “Apa yang kalian lakukan di sini?” Suara teriakan itu tak ku hiraukan sama sekali, peduli setan dengan hukuman akan di keluarkan. Yang ku pedulikan sekarang hanyalah hatiku yang terasa bernanah. Rasanya sama persisi saat Nathan pergi meninggalkanku.
    ***
    Kami berdiri di depan meja kepala dosen, bersiap menerima hukuman itu dan juga setelah lebih dulu mendapat wejangan-wejangan panas. Aku hanya merasa bersalah pada kedua temanku yang ikut terlibat dalam masalahku.
    “Gue tidak akan menyesal di keluarkan dari kampus ini karena semuanya terbayar dengan rasa penasaran gue” Suara Sandi membuat kami menoleh, kulihat ia tersenyum. Aku tahu dia sedang coba menghiburku.
    “Lagian juga lo harus pindah dari kampus ini, gue tidak yakin bangsat itu akan berhenti di sini.” Bisikan penuh kemarahan dari Riki membuat aku mempertanyakan diriku, kenapa aku tak memiliki kemarahan yang di miliki oleh Riki?
    “Selamat datang Max, silahkan duduk. Ada yang perlu saya bicarakan!” Kepala dosen itu mempersilahkan seorang pemuda yang masih saja bersikap tenang. Semua orang sudah pasti tahu apa yang membuatnya di panggil kemari dan sikap tenangnya semakin membuatku mengingat sosok seorang Daniel.
    “Apa hal penting yang membuat saya di panggil kemari?” Suaranya bagai sebuah hantaman, aku baru sadar seluruh Bagian Daniel ada dalam diri Max tapi dalam versi yang entahlah.
    “Anda sudah tahu pasti apa yang terjadi di sini.” Aku tak tahu apa yang dilakukan kepala dosen itu karena aku hanya bisa tertunduk tak ingin rasanya menatap Max yang kini tepat duduk di depanku yang sedang berdiri.
    “Sudah tentu aku tahu, dan rasanya keberatan sama sekali kalau aku menyuruh mereka membuka lokerku. Aku meminta tolong dan malah mereka di tuduh sesuatu yang tak pantas untuk di tuduhkan.” Nada menekan jelas terdengar di sana.
    “Maksud anda?”
    “Apa dalam ucapan saya ada yang belum jelas. Saya meminta tolong pada mereka untuk mengambil barang saya dan mereka malah di tuduh mencurinya. Rasanya tak pantas sama sekali saya menunjukkan wajah saya di depan mereka semua karena gara-gara saya nereka harus rela tercoreng nama baiknya.” Alasan yang sangat tepat dan tak jujur sama sekali. Dia mencoba melindungi kami. Buat apa melindungi kalau ujungnya dia sendiri yang akan menghancurkannya. Rasanya lebih baik aku hancur sekarang oleh perbuatan ku sendiri daripada harus mendapati kenyataan kalau dialah sang penghancurku.
    “Maafkan kami saudara Max dan juga buat teman-teman anda, saya sungguh meminta maaf.” Entah apalagi yang mereka bicarakan karena tak lama setelah itu kami di persilahkan untuk keluar. Aku tak lega, sungguh tak lega sama sekali.
    “Boleh aku bicara berdua denganmu?” Aku menatapnya dengan tatapan penuh rasa kecewa. Kenapa seakan aku menderita di sini. Apa yang terjadi denganku, hatiku sungguh tak mau menghentikan detakannya. Sialan apa yang terjadi padaku?
    “Langkahi dulu kami!” Nada ancaman itu terdengar dari suara Riki yang sudah berdiri di dekatku dan Sandi.
    “Kalian tidak lihat mereka menatap kita? Kalian mau membuat masalah? Aku sudah biasa bermasalah jadi tak apa jika bermasalah sekali lagi.” Seringaian Max membuatku hanya bisa membeku. Aku pernah melihat seringaian itu.
    “Lo benar-benar brengsek. Gue bunuh lo.” Sandi ikut mengancam.
    “Jangan buat gue marah, karena keluarga lo bisa ikut terluka kalau gue sudah marah. Gue bukan Daniel, ingat itu. Gue bisa menghancurkan kalian hanya dalam kedipan mata.” Aku takut pada pria ini, sangat takut sekarang. Aku baru sadar siapa dia, namanya sungguh tak asing dalam dunia bisnis. Aku pernah mendengar namanya dalam percakapan ayah.
    “Sialan” Sandi memaki, mungkin juga mulai sadar, siapa yang kami hadapi.
    “Marcel, temen-temen gue tidak ikut dalam masalah kita. Mereka tidak ada hubungannya dengan kematian Daniel. Jadi ini hanya menyangkut gue. Ayo kita selesaikan semuanya.” Aku berucap pasrah, rasanya lebih baik kotor sendiri daripda ikut mengotori orang terdekatku.
    Tatapan terluka terpancar dari mata Max, entah apa yang membuatnya terluka. aku juga tak peduli. “Ikut aku!”
    “Lo gila Cal, jangan buat yang aneh-aneh” Riki memperingatkan tapi aku hanya memberikan sebuah senyuman untuknya.
    “Aku tidak apa-apa.” Aku melangkah mengikuti Max, tak kuhiraukan teriakan kedua sahabatku bahkan aku juga menutup mataku dari menatap semua mata yang penasaran apa yang terjadi pada kami.
    ***
    Apartemen, Disinilah aku barakhir, Aku membuka pintu mobil dan kembali melangkah mengikuti langkah Max yang sedari tadi hanya terdiam tanpa mau bersuara sedikitpun. Apa aku akan mati disini? Semoga saja arwahku tenang.
    Kami menaiki lift bersama beberapa orang, kenapa rasanya takut sekali menghadapi kematian. Aku melihat beberapa orang yang ada di dalam hanya cuek saja. Tanpa ada yang saling menyapa. Kehidupan orang-orang di sini sudah tentu sangat membosankan,
    kami turun di lantai 12, Max kembali berjalan tanpa mau mengatakan apapun padaku. Dan aku berhenti di sana, bukan takut lagi yang membuat aku berhenti tapi langkahku bagai di jerat dengan besi bergerigi. Hatiku berteriak menyuarakan kesakitannya. Hatiku tak lagi milikku, hatiku menjadi miliknya sendiri. Siapa peduli sekarang dengan kematian saat kamu dapat menyaksikan sendiri siksaan yang membunuhmu secara perlahan. Jonathan.
    “Bunuh aku sekarang”
  • siapa Jonathan ... ? jadi Max balas dendam sama siapa ...
  • Nathan kembali?? Apakah ia bekerjasama dengan Max??
    Aduhhh ceritanya makin seru..
    Ditunggu updatenya lagi ya mbak..:)
  • Kira2 apa ya yg bakal dilakuin max.
  • Kira2 apa ya yg bakal dilakuin max.
Sign In or Register to comment.