It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Hahahhaha
So sweet,,
~ Jemmy Pov ~
Aku mematikan rokokku dengan menekannya di dinding saat empunya rumah kembali dari kerjanya.
"Ngindar seperti apa juga nggak bakalan bisa," sindirku.
Leo mengulum senyum sambil manggut-manggut.
"Udah lama?"
"Lumayan nunggu rokokku habis."
Dia berjalan melewatiku dan membuka pintu rumahnya.
"Sorry banyak kerjaan."
"Bukannya karena menghindariku?"
Aku mengikutinya masuk ke dalam rumah. Rapi seperti biasa.
"Kalau mau makan sama minum ambil aja sendiri. Tapi aku nggak masak tadi. Mungkin cuma ada mie instan."
Leo melempar jaketnya di atas sofa.
"Kamu ngomong apa ke Hanhan?"
"Aku ngomong apa emangnya?"
Sofa ini sepertinya baru. Aku tidak pernah melihatnya.
Nyut....nyut...
Empuk.
"Kamu ketemu sama dia kan? Terus kamu ngomong apa sama dia?!"
Leo menyalakan TV untukku. Kebiasaan lama saat aku datang ke tempatnya. Yang dia lakukan pasti menyalakan TV untukku.
"Nggak ngomong apa-apa."
Dengan santainya dia melepas semua pakaiannya di depanku. Aku melemparkan pandanganku ke arah lain sampai dia mengenakan celana olah raga.
Aku berusaha tenang. Orang ini...sengaja mau membuatku marah.
"Yakin?"
...
...
...
"Aku cuma mau mengambil kembali apa yang seharusnya jadi milikku," sahutnya sambil duduk tak jauh dari tempatku.
Aku menghela nafas.
"Maksudmu, aku?!"
Aku menatap tajam Leo yang menundukkan kepalanya.
"Yo, kita udah putus. Kita sudah tamat. Oke aku yang salah. Aku tertarik sama orang lain saat masih sama kamu. Dan aku mutusin kamu."
Leo terlihat memainkan kunci motornya. Mengetuk-ngetuk ujungnya di sisi sofa.
"Aku nggak mau kita tetap pacaran tapi yang aku pikirin orang lain."
"Apa dia mikirin kamu? Dia udah punya pacar. Cewek."
"Itu urusanku sama dia."
"Dia nggak mikirin kamu. Dia egois. Mentingin diri sendiri."
Tatapan Leo tajam mengarah padaku. Sorot matanya seakan memojokkanku.
"Jadi kamu maunya gimana? Kita balikan?"
Wajah Leo melunak. Dia menatap kembali layar TV.
"Kalau kita balikan. Aku yang egois. Pacaran sama kamu tapi mikirin orang lain."
Leo masih tidak melihatku.
"..."
"..."
"..."
"..."
"Aku sayang sama kamu. Aku cinta banget sama kamu Jem."
Aku menutup kedua mataku sesaat.
"Aku nggak mau liat kamu sakit hati. Aku nggak bisa."
"..."
"Ini nggak adil. Kamu juga pasti sadar kan?! Dia yang sering nyakitin kamu tapi mendapat rasa cintamu. Sedangkan aku??"
"Aku pernah mencintaimu. Tapi itu dulu. Sekarang berbeda."
Leo menghela nafas panjang berulang-ulang.
"Aku nggak bisa. Aku sudah berusaha merelakanmu. Aku sudah berusaha meyakinkan diriku kalau aku baik-baik saja saat kita putus. Tapi nyatanya aku nggak bisa. Aku nggak bisa. Aku nggak rela dan aku nggak baik-baik saja."
Air mata Leo menetes. Dia masih melihat layar TV yang menyuguhkan berita. Setiap hari selalu berita yang disiarkan.
Aku ingin berbicara sepatah dua patah kata tapi akhirnya aku urungkan. Leo tidak pernah mengeluh atau menangis. Baru kali ini. Dan orang yang membuatnya menangis adalah aku.
Dadaku sakit. Seperti diiris pisau secara perlahan.
"Tolong...jangan menangis," desisku.
Air mata yang keluar semakin banyak. Dan kini dia mulai terisak lirih.
Perlahan-lahan aku menggeser dudukku mendekatinya.
"Hei..." aku mengusap rambutnya.
Leo menghapus air matanya. Dan dia masih menatap lurus ke layar TV.
"Saat aku bilang mau jadi temenmu. Mendengar semua curhatanmu. Yang aku rasakan seperti di neraka. Aku seperti menghukum diriku sendiri. Tapi aku berusaha bertahan karena cuma itu yang aku bisa. Aku cuma mau terus ada disisimu. Tapi aku nggak menyangka kalau itu akan sangat menyakitkan."
"..."
"Mendengarmu menyebut namanya. Mendengarmu menyanjungnya. Mendengarmu memujinya. Itu...."
Aku ini bego kan?! Aku nggak sadar dan cuma mikirin diriku sendiri. Aku nggak mikirin perasaan Leo.
Leo kembali menghela nafas. Kini dia menatapku dengan senyuman dibibirnya.
"Aku nggak mungkin rela kehilangan kamu Jem."
"..."
"Aku...terlalu mencintaimu."
~ Whoami Pov ~
Makasih yg udah baca...tinggalkan jejak ya..ksh masukan. Ah...aq msh ngrasa kurang greget. Mngkin ada yg tw d mn kurangx??
~ Hanhan Pov ~
"Ron," panggilku pelan.
Si Ronni malah cuek bebek sambil nyanyi lagu Jepang yang aku nggak tahu artinya.
"Kaze ga zawameki kudaketa kimochi
misukashiteru you de furueta yo
michita tsuki no hi tooboe no inochi
mada oiteikanaide yo!"
Aku menghela nafas panjang. Sudah satu jam aku duduk di karpet sambil bersandar di tempat tidurnya. Sedangkan si Ronni malah asik mendengarkan musik sambil tengkurap di atas kasur.
"Rooonn..."
"Bokura torikaeseru ka na irotsuki no sora
hokori mamire no yume maiagete kobushi o nigitta nara."
"RONNIIIIII!!!!
Dia langsung melepas headsetnya.
"Nani? Eh...apa?? Hahaha..."
"Sialan. Aku kesini bukan mau dengerin kamu nyanyi tahu nggak?!"
Cowok itu menggaruk kepalanya sambil terkekeh.
"Sorry-sorry. Lagi enak sih. Musiknya keren. Dari anime Arslan Senki."
Aku manyun.
"Ita masih lama nggak sih?"
"Tadi kan aku sudah bilang kalau dia les."
Aku terdiam.
"Pulangnya kapan? Jam berapa?"
Rasanya aku sudah tidak sabar tapi aku juga merasa takut. Sangat takut sampai jari jemariku terasa sangat dingin.
"Aaaah...iya. Kayaknya sih dia nggak pulang. Dia mau nginep di rumah temennya kalau nggak salah. Bentar aku tanya dulu."
Ronni mengambil hp nya lalu mengetik sesuatu di sana.
...
...
"Naaah....iya dia nginep," katanya pelan.
Degdegdegdegdegdegdeg....
Tunggu...aku nggak siap.
Aku menelan ludah.
...
Sial...wajah Jemmy terbayang di saat yang tidak tepat.
"Ron..."
"Hem?"
"Bisa minta tolong nggak?"
Ronni menggeser tubuhnya sampai kepalanya nongol di sampingku.
"Minta tolong apa?"
"Pegang aku."
Tanpa pikir panjang Ronni memegang bahuku. Tangannya yang bebas nampak mengutak-atik hp.
...
...
...
"Bukan...maksudku. Ron..."
"Heem??"
Dia masih mengutak-atik hp.
"RON!!"
Kini dia menatapku.
Degdegdegdegdegdeg...
Sial. Jantungku...
"A....ayo. Ayo ki..kita ML."
"..."
Aku menelan ludah.
"..."
Aku menggigit bibir bawahku.
"Huh???" dia nampak kebingungan.
Aku mengangguk dengan cepat.
"ML??"
Aku kembali mengangguk lalu menggigit bibir bawahku. Sumpah rasanya nafasku seperti tercekat.
"Ma...makan malam?!"
"KENAPA BISA ML JADI MAKAN MALAM?? M...." Ronni langsung menutup bibirku.
Rasanya aku mau menangis saja. Sial...sial...sial...
"Ssttttt!!!" desisnya, "santaiiii...okeeee?!"
Ronni menatap mataku lekat-lekat. Jakunku naik turun menelan ludah.
...
...
Aku menggangguk pelan. Tubuhku lemas. Emosiku terkuras habis.
Ronni menjauhkan tangannya dari bibirku. Dia menghela nafas sambil beranjak dari posisi enaknya lalu duduk tepat disampingku.
"Jadi...apa saja yang sudah dilakukan Ita ke kamu?!"
"Huh??" aku menatap Ronni yang memegang kepalanya, "bukan Ita. Dia nggak tau apa-apa tentang ini."
Ronni menatapku.
"Serius? Nggak bohong??"
Aku mengangguk pelan.
"Terus yang tadi itu apa?" tanya Ronni, "kamu tahu nggak yang kamu minta dariku tadi itu apa?"
Aku kembali menelan ludah.
"Aku tahu," desisku sambil menundukkan kepala, "aku minta sesuatu yang mustahil."
"..."
"Tapi aku bener-bener butuh bantuanmu."
"Untuk ML?"
"..."
"Konyol."
"Sorry," desisku.
Dia marah.
Jelas saja Ronni nggak mau. Apa-apaan aku ini. Berfikir kalau dia sedikit aneh dan aku langsung minta bantuannya. Aku kira dia nggak marah dan mau menolongku.
Tiba-tiba saja Ronni terkekeh.
"Konyooooll," desisnya sambil tersenyum.
Dia menendang kakiku.
Oke dia memang aneh.
"Yaudah."
"Eh..." aku langsung menatapnya.
"Huh?! Bukan! Aku nggak mau ML sama kamu. Jangan salah paham. Oke!"
"Oh...terus?"
"Ya ceritain! Ceritain ada kejadian apa sampai kamu jadi konyol gini."
"..."
"Ayo..."
"Roooooooooooooonnnnn....."
"Iya-iya apa? Ada apa?!"
"Aku...kayaknya...aku...kayaknya aku biseks deh."
...
...
...
"Huh?"
"Iya aku biseks. Aku suka cewek tapi aku juga bisa suka ama cowok."
"Kenapa kamu bisa mikir gitu? Bukannya kamu pacaran sama Mega?"
"Aku suka sama Jemmy. Ron...aku suka sama Jemmy. Aku sayang sama dia."
"Terus Jemmynya gimana?"
"Jemmy...dia juga suka aku. Maksudku dia duluan yang suka sama aku."
"Oh..."
"Dan...beberapa hari yang lalu dia...dia menyentuhku. Rooooonnn...aku nggak siap. Aku takut. Jelas kalau di lihat dari situasinya aku yang jadi ceweknya. Jelas aku nggak siap. Aku takut."
...
"Siapa aja yang tahu masalah ini? Mega, apa dia tahu?"
Aku terdiam sesaat lalu menggeleng.
"Nggak ada yang tahu. Bahkan Tiar aja nggak tahu."
Aku sendiri heran kenapa aku bisa cerita blak-blak an ke Ronni. Padahal Tiar lebih lama bersamaku dan dia teman dekatku.
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
"Kamu pasti kaget kan?!"
"Iya," desisnya.
"Iyalah siapa yang nggak kaget kalau denger temennya bis..."
"Tunggu!! Bukan itu," katanya memotong kata-kataku sambil memegang kepalanya, "aku memang kaget tapi bukan karena kamu bilang kalau kamu biseks dan saat kamu minta ML sama aku, aku kaget karena aku nggak kaget. Seharusnya aku kaget. Tapi aku nggak kaget. Dan sekarang aku kaget karena aku nggak kaget."
Aku menghela nafas.
"Ron aku serius," aku menatap tajam Ronni.
"Aku juga serius. Seharusnya aku kaget," Ronni juga menatapku.
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
"Pfff..."
"..."
"Haha....hahahaha...hahahahahahahahahahahahahaha...." tau-tau aku sudah tertawa lepas.
Aku bisa melihat Ronni tersenyum.
"Ron...aku boleh meluk kamu nggak??"
Ronni yang duduk bersila langsung meluruskan kakinya. Tanpa ragu aku langsung duduk di pangkuannya dan langsung memeluk lehernya. Rasanya nyaman saat aku dekat dengan Ronni seperti ini. Padahal dia juga cowok, sama seperti Jemmy tapi aku sama sekali nggak merasa takut saat dekat dengannya. Sedangkan dengan Jemmy, aku merasa sedikit takut. Mungkin karena aku takut tidak bisa membalas perasaannya. Aku menyukainya tapi aku masih takut. Aku merasa aku belum siap. Dan aku bingung.
"Kamu itu nggak normal," bisikku yang masih memeluk lehernya.
"Huh? Kok gitu?"
"Harusnya kamu nolak saat aku minta peluk. Dan seharusnya kamu menjauhkan diri saat aku bilang aku biseks."
"Kenapa gitu?"
"Ya gimana ya. Harusnya sih emang gitu. Harusnya kamu bisa berekspresi jijik atau gimana gitu."
Aku melepaskan pelukanku dan menatap Ronni.
"Harus gitu ya?"
...
"Ya...ya nggak juga sih."
Ronni memejamkan matanya.
Aku terkekeh sambil menampol kepalanya.
"Apa yang kamu pikirin saat ini?" tanyaku, "aku benar-benar ingin tahu apa yang ada di otakmu saat ini."
Ronni menatapku.
"Eeeerrrr...nnggg.....uuummm...nggak ada. Aku nggak mikir apa-apa."
"Ha...hahaha...hahahahahahahahaha...."
Ini yang aku suka darinya. Dia lucu. Dia unik dan dia aneh.
Aku kembali memeluk Ronni.
"Ron..."
"Heemm??"
"Mau nyoba ciuman sama aku?"
"..."
~ Whoami Pov ~
Nah loh...bnran deh ya si Hanhan bakat playboyx alami.
ML = Minta Lanjut
~ Author Pov ~
"Mau nyoba ciuman sama aku?"
...
"Nggak ah."
"Kok nggak?"
"Soalnya kamu cuma mau tau apa yang aku pikirin setelah kita ciuman."
Hanhan tertawa. Dia beranjak dari pangkuan Ronni lalu menyambar salah satu snack yang masih utuh.
"Harusnya kamu nolak ciumanku karena memang nggak mau dicium cowok. Alasanmu tadi bikin aku ketawa aja."
"..."
Ronni beranjak dari duduknya lalu berjalan mendekati mejanya. Dia mengobok-obok laci meja sebelum menyalakan laptopnya.
"Sebaiknya kamu pikir baik-baik dulu. Jangan terbawa perasaan. Memangnya kamu bisa mutusin Mega terus jalan sama Jemmy?"
Pemuda yang sedang asyik makan itu hanya terdiam. Dia meletakkan snacknya begitu saja.
"Memangnya segampang itu? Dia cowok. Kamu juga cowok."
"Terus aku harus gimana?"
"..."
"Kamu itu sedang apa sih Ron?!"
"Ngopy bokepnya Ita."
Hanhan mengerutkan keningnya.
"Buat apa? Yaoi kan?!"
"Iya. Jadi kamu liat dulu bokep ini. Tenang aja, aku sudah milihin yang cakep-cakep."
"Buat apaan coba?? Nggak mau aaah..."
"Daripada ML sama aku mendingan kamu liat ini lah."
Ronni melempar flashdisk ke Hanhan.
"Lagian punyaku gedhe. Yakin tetep mau ML sama aku??"
Hanhan langsung menggeleng cepat dan membuat Ronni terkekeh.
"Bego," olok Ronni sambil menampol kepala Hanhan, "makanya kalau mau ngomong dipikir dulu."
"..."
Hanhan memperhatikan flashdisk yang ada di tangannya.
"Kalau kamu merasa baik-baik saja setelah lihat itu. Mungkin ya nggak masalah. Tapi kalau..."
"Oke-oke aku paham."
Ronni kembali duduk bersila di depan Hanhan. Hanhan menatap Ronni dengan seksama.
"Kamu itu cakep lo Ron."
"Makasih."
"Aku serius."
"Makasihku juga serius."
Hanhan terkekeh.
"Kenapa nggak nyoba pacaran? Sama cewek asli. Bukan cewek anime atau apalah itu."
"Kayak kamu? Pacaran tapi nggak ada rasa cinta?"
Hanhan nyengir.
"Nggak deh. Makasih. Aku nggak tertarik. Belum tertarik."
"Di sekolah kamu banyak penggemar kan?!"
"Nggak tahu. Emangnya kamu tahu darimana?"
Hanhan memegang kedua lutut Ronni.
"Sekarang aku tanya, sudah berapa kali kamu ditembak?"
"...."
"Berapa?"
"Berapa ya? Nggak ngitung."
"Berarti banyak kan?!"
"Nggak banyak juga ah. Mungkin dua atau tiga orang."
"Serius?"
"..."
"Dari yang nembak kamu pasti ada yang cantik kan?"
"Aku nggak tertarik Han. Aku dulu gendut. Nggak ada yang suka sama orang gendut kayak aku. Sekarang aja body ku langsing. Jadi mereka deketin aku. Gimana kalau aku jadi gendut lagi? Langsung dijauhin kali aku."
Hanhan kembali bersandar pada sisi tempat tidur. Tangannya sudah menyambar snack yang tadi ditelantarkannya.
"Kalau aku jadi cewek. Aku mau kok pacaran sama kamu yang gendut."
Ronni langsung menepuk dahi Hanhan.
~ Jemmy Pov ~
...
...
...
Tiba-tiba aku terbangun begitu saja dari tidurku yang lelap. Tubuhku terasa dingin padahal selimut tebal sudah berusaha menghangatkanku.
"Sial..." dengusku, "kejadian juga..."
Aku menghela nafas saat melihat bajuku sudah terlipat rapi di atas meja. Sayup-sayup aku mendengar orang bernyanyi.
Dengan malas aku turun dari kasur. Memakai celanaku sebelum keluar dari kamar.
"Setidaknya bangunkan aku. Aku telat."
Orang yang sedang aku ajak bicara terlihat sedang menyiapkan makanan di atas meja.
"Nggak masalahkan bolos sehari?!"
"Hmmm..."
"Kalau mau mandi, handuknya ada dilemari. Pakai bajuku aja. Sikatnya ambil di tas kresek warna ungu."
Aku kembali melangkahkan kakiku ke kamar. Tubuhku ambruk di atas kasur. Jujur aku masih mengantuk dan aku capek.
"Jangan tidur lagi," tegur Leo yang ada di ambang pintu, "buruan mandi dan makan."
"Iya-iya."
Aku kembali memaksakan diriku untuk berjalan mengambil handuk, pakaian bersih dan sikat gigi.
Air yang membasahi wajahku membuatku segar. Dari kaca di wastafel aku bisa melihat beberapa tanda merah di dadaku.
Duuugg...
Aku memukul dinding.
"Sialan..."
Kemarin dia menciumku. Aku ingin menolaknya tapi saat melihat tatapan matanya aku tahu dia pasti akan sangat terluka. Dan aku tidak mau melihatnya terluka.
Aku menghela nafas panjang. Berputar-putar di dalam ruangan yang sempit.
Begoooo....begoooooo....
Kini keningku beradu dengan dinding.
Bagaimana bisa aku melihat Hanhan? Bagaimana aku bisa menghadapinya? Apa yang harus aku lakukan saat Hanhan tahu? Bagaimana....
"Jem..."
"Ah...iya sebentar lagi. Tunggu."
Aku buru-buru menggosok gigi lalu mandi dengan cepat.
Leo tersenyum saat melihatku keluar dari kamar mandi.
"Tunggu. Rambutmu masih basah."
Dia mengambil handuk yang bertengger dibahuku lalu meletakkannya di kepalaku. Dia mengusap kepalaku pelan.
"Senang huh?!" tegurku saat melihat senyumnya yang tidak pernah hilang.
Leo menatapku. Kini handuk itu kembali melingkar di leherku. Dia menarik handuk itu sampai wajahku mendekat ke arahnya. Dan dia menciumku.
"Leooo..." aku memalingkan wajahku.
"Jem..."
Leo memegang pipiku sampai aku menatapnya.
"Jem liat aku. Liat aku. Aku ingin kamu melihatku. Aku ada disini. Aku ada didepanmu. Aku ada dan aku mencintaimu."
"Cukup," desisku sambil menurunkan tangan Leo, "ayo makan."
~ whoami pov ~
Kacau pcr g jd plng cz ada rpat. Aq kesal smpe maagq kambuh hahaha...
Btw...makasih yg udah ninggalin jejak. Muaaah...
~ Hanhan Pov ~
"Han...piket kan hari ini?" tanya Ratih saat aku mulai memasukkan bukuku ke dalam tas.
Aku menepuk dahiku.
"Aku lupa..." desisku sambil menatap Tiar yang sudah bersiap pulang.
"Kamu pulang aja duluan. Nanti aku susul."
"Eh...sekalian nanti beli cemilan ya. Aaaah...aku mau magnum."
"Kamu kan tuan rumahnya kenapa aku yang harus cari makanan?!" dengusku.
Tiar menjulurkan lidahnya sambil menepuk pelan pipiku.
"Bodo," desisnya.
Aku langsung mengayunkan tasku ke arahnya. Dia langsung menghindar sambil terkekeh.
Pikeeeet...aaahh malasnyaaaaaa.
Aku langsung mengambil sapu lalu mulai membersihkan kelas. Ratih terlihat menghapus papan tulis. Si Lia membalikkan kursi dan Rio nampak asik bermain hp dengan headset di telinganya.
"MONYEEEEEEEETT!!!" bentak Ratih sambil melempar sulak ke Rio.
"Ap...apaan sih ciiinnn...?! Biasa ajalah. Cuma piket aja! Hellooooowwwww."
Nah kan. Ini yang aku nggak suka. Ratih sama Rio pasti berantem.
"Udah ya. Aku balik. Bye," si Lia langsung kabur saja setelah selesai dengan kursinya.
Anggota piket di sekolah seperti pajangan saja. Yang lain selalu kabur. Yang bertahan biasanya anak-anak baik hati dan peduli tentang tugasnya dan kewajibannya. Kalau aku, aku tipe orang yang tidak bisa menolak.
Selesai.
Aku langsung menyambar tasku dan pergi tanpa pamit. Saat sampai di anak tangga terakhir aku baru sadar kalau pensilku tertinggal di laci. Aku terpaksa harus kembali untuk mengambilnya. Tapi saat mau masuk kedalam kelas aku langsung mengambil langkah mundur. Si Rio mencium pipi Ratna.
"Wow..." desisku tak percaya," wooooooww...."
Mau bagaimana lagi, aku memilih meninggalkan pensilku di sana.
"SERIIIUUUUSSSS??? Ratnaaaa???" Shintia nampak tak percaya.
"Rio yang itu??" kini Tiar yang melongo, "Riooo???"
Aku mengangguk.
Tugas kelompok ini menjengkelkan. Cuma aku yang bekerja. Shintia lebih memilih mengutak-atik rambutku dan Tiar....dia lebih memilih bermesraan dengan Vio.
"Kayaknya mereka jadian deh. Aku aja juga kaget tadi," kataku sambil menggunting berita di koran tentang penebangan liar.
"Rio itu siapa sih?" tanya Vio yang duduk di dekat Tiar.
"Temen sekelas. Dia itu gimana ya. Banci. Melambai. Aduh....gitulah pokoknya," Tiar mencoba menjelaskan.
"Pacarnya cewek?" tanya Vio lagi.
"Kayaknya," sahutku, "habis yang cewek nggak nolak atau marah."
"Jadi dia nggak banci dong atau pura-pura jadi banci?"
Aku melirik Vio.
Kalau dia apa ya namanya? Wajahnya imut-imut. Kecil. Mungil. Kulitnya putih mulus. Bulu mata lentik. Bibirnya merah merona seperti memakai lipstik.
Aku tersenyum.
"Kayaknya emang sudah sifat dia gitu," sahutku.
"Shin kok diem?" tanyaku saat tidak merasakan pergerakan pada rambutku.
"YA AMPUUUUUNN HAAAAANN..." tiba-tiba saja dia memeluk leherku erat.
"Apaan sih Shin?! Aduuh...eh lepasin!"
"Oi!! Oi!! Jangan teriak-teriak oi!!" protes Tiar.
"Aduh gimana ini?! Rio pernah liat aku ganti baju. Bayangin!!! Dia liat aku waktu nyopot rok di kelas."
"Huh?" keningku berkerut, "ngapain kamu nyopot rok di kelas?"
Tiar ketawa ngakak nggak jelas.
"Nggak gitu Han. Waktu itu aku masih di panggil ke ruang guru. Balik-balik, kelas udah sepi. Ya udah aku ganti baju olah raga di kelas. Terus si Rio dateng. Ya aku kaget lah. Tapi karena mikir dia nggak doyan cewek ya udah aku lanjutin aja. Cuek bebek gitu."
"Ya kalau itu salahmu sendiri. Ganti baju di kelas," sahutku.
"Aku juga sering ganti baju di kelas. Tapi nggak masalah tuh."
Aku langsung melihat ekspresi Vio. Dan...yup. Dia melotot kaget.
"Mulai besok nggak boleh ganti baju dikelas. Ngapain pamer-pamer tubuh?!"
Dan akhirnya aku mendengarkan Tiar yang dimarain sama Vio. Sesekali Tiar mengangguk paham. Dia juga melirikku dan Shintia secara bergantian untuk meminta bantuan. Hahahaha....suami yang kena marah istri...eh kebalik ya?
Tanganku merogoh kantung celana saat hpku bergetar.
"Ya Ga?"
"..."
"Aku? Aku dirumahnya Tiar."
"..."
"Oke. Bsk kan?"
"..."
"Iya. Aku jemput."
"Cieeeeeeeee..cie..cie..cieeeeeeee."
"Apaan sih Shin."
"Yang dapet telpon dari pacar. Aku juga mau dong punya pacar."
Ah benar juga.
Aku langsung menulis sms singkat. Maklum kuotaku habis. Terpaksa sms. Hari ini aku sama sekali tidak melihat penampakan Jemmy. Dia tidak ada dimana-mana. Kata temannya sih dia tidak masuk sekolah. Aku penasaran. Apa dia sakit atau kenapa.
Me: skt?
send
...
...
Jemmy: g enk bdn. Aq bbm km tp centang
Me: kuota sekarat males ngisi
...
...
...
M-Tronik: Isi Rp.100.000 Regular dr SENTOSA PONSEL SUKSES pd 27/02 14:20.Ref:444727xxx.
"Huuuhh??"
...
...
Aku memegang bibirku. Menahan senyumku.
Hahahaha...perhatian sekali dia. Aku sampai kaget. Ini memang bukan yang pertama aku mendapat perhatiannya. Tapi baru kali ini aku benar-benar merasa senang karena perhatiannya.
"Han pinjem flasdisk."
"Eh...huh...apa??!"
Tiar sudah mengambil flashdisk yang ada di tasku dan siap mencoloknya dilaptop.
"HAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH...TUNGGU!! TUNGGU-TUNGGUUUU!!! JANGAN YANG ITUUUU!!"
Braaakk...brrruukk..
"Aduuuhhh Han!!!
Aku langsung mencabut flasdisk ku setelah menabrak kaki meja dan menindih Vio.
Aku menghela nafas saat Tiar dan Shintia melongo menatapku.
Kini aku memeluk Vio yang teriak-teriak memakiku.
A
M
A
N
~ Whoami pov ~
Hehehehehe...makasih yg udah mw baca. Tinggalin jejak ya biar aq semangat... Aq sedang semangat. Nulis tiap hr haha..klo sedang g semangat bisa sebulan skali br update.