It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
duuuh apaan tu isi flashdisknya Han²??
~ Jemmy Pov ~
Ada hal yang aku sesali sekarang ini. Kebodohanku. Yang namanya bodoh mungkin selamanya akan bodoh. Itulah aku. Terjebak diantara Hanhan dan Leo. Dulu ada yang bilang kalau marahnya orang sabar itu menakutkan. Nah ini, cemburunya orang yang selalu menerima atau pasrah itu jauh lebih menakutkan. Dan aku temukan di dalam diri Leo.
"Jem bolos aja kamu ini," Okki tau-tau sudah berjalan di sampingku.
"Hahahaha...males sih," sahutku.
"Nanti ada ulangan lo."
"Nyontek aja lah."
"Aku udah buat contekan."
"Bagus. Anak pinter," pujiku dengan tulus.
Saat aku berjalan mendekati kelas kedua kakiku langsung berputar arah dan masuk kedalam toilet. Panggilan Okki seperti angin lalu bagiku.
"Aduuuhh...Hanhan," racauku bingung.
Gimana ini? Aku nggak siap kalau ketemu sama dia sekarang.
"Ngapain?"
Rasanya jantungku seperti lepas dari tempatnya saat mendengar suara Hanhan di ambang pintu.
"Oh...Heeeiii...."
"..."
Hanhan menatapku aneh.
"Hei..." balasnya pelan, "kamu masih sakit?"
"Sedikit," sahutku tanpa berani menatap kedua matanya.
Aku hanya melihat pinggangnya sampai ke bawah. Dan kakinya berjalan ke arahku.
DEEGGG...
Aku bisa merasakan punggung tangannya menyentuh keningku.
"Nggak panas tuh."
"Aku itu mules. Sakit perut bukan panas."
Hanhan terkekeh.
"Oke...selamat beol," katanya sambil berlalu.
Aku menghela nafas.
"Ah iya Jem..."
Tau-tau dia balik lagi ke toilet.
"Hemm?" sahutku sambil sok sibuk cuci tangan di wastafel.
"Besok...besok mau ke pantai?"
"Besok?" aku masih belum berani menatapnya secara langsung.
Kenapa? Karena aku merasa seperti sudah mengkhianatinya. Ya biarpun kami tidak punya hubungan khusus tapi tetap saja aku merasa seperti itu.
"Iya. Ber....dua," Hanhan memainkan bandana hitam yang melingkar di dahinya.
"..."
"..."
"..."
"Sorry. Kayaknya nggak bisa deh," aku kembali membasahi tanganku, "aku mau kerumah bunda."
"Oh..." dari pantulan kaca aku bisa melihat Hanhan menarik bandananya sampai terlepas, "ya udah."
"Sorry ya. Kapan-kapan aja deh."
Hanhan mengangguk-angguk.
"Nggak masalah. Lagian bundamu pasti kangen sama kamu."
Aku terkekeh.
Kebohongan yang bisa membuat bunda sedih. Kalau bunda tahu aku memakainya sebagai alasan untuk berbohong pasti aku kena marah seharian penuh.
"Oh ya, makasih ya...pulsanya."
Obrolan kami terputus saat ada orang yang masuk ke dalam toilet.
"Haaaaa...." aku menghela nafas sambil mematikan kran.
Leo brengsek. Sialan. Dia sukses membuatku mati kutu.
Saat aku masih memaki-maki Leo dalam benakku, bayangan Leo yang menangis membuatku terdiam. Dia menangis. Saat itu dia menangis dan membeberkan semua perasaan dan sakit hatinya padaku. Sakit hati yang dia pendam selama itu.
Aku membasahi wajahku.
Apa aku terlalu egois?
Langkahku membawaku keluar dari toilet. Berjalan menuju kelasku. Dari kejauhan aku melihat Hanhan berbicara dengan Mega di depan kelasnya. Nampak serasi. Biarpun wajah Mega tidak terlalu cantik tapi punya tubuh yang bagus. Tinggi dan langsing. Dia mempunyai dada yang besar dan pantat yang wow. Hahan jangan ditanya. Sudah cakep. Tinggi. Mempesona. Hanhan lebih tinggi dariku. Mungkin karena dia bermain basket. Mereka kelihatan seperti sepasang kekasih. Dan kenyataannya memang benar. Jika aku yang ada di posisi Mega saat ini, kami pasti terlihat seperti teman biasa yang sedang mengobrol.
Hanhan sedikit membungkukkan badannya saat Mega berusaha mengikatkan lagi bandana hitam dikening Hanhan.
"Cih."
Aku langsung masuk kedalam kelas.
~ Hanhan Pov ~
Hari ini aku ada kencan dengan Mega. Dia mengajakku ke mall untuk berbelanja. Tidak seperti biasanya. Hari ini dia begitu manja sampai-sampai susah sekali untuk jauh darinya satu detik saja. Dia terus menggandeng tanganku. Dia mengajakku makan es cream. Dia pesan satu es cream besar untuk di makan berdua. Di foto dan di upload di media sosial. Dia juga mengajakku foto box. Sebenarnya aku tidak suka foto box. Aneh aja rasanya. Alay dan lebay. Foto aja dihp. Beres.
"Makasih ya Han udah nemenin jalan-jalan."
Aku tersenyum sambil mengusap pelan kepalanya.
"Ya udah masuk rumah sana. Udah malem."
"Oh ya, foto kita tadi biar aku yang simpan ya?!"
Aku mengangguk.
Mega masih menggandeng tanganku.
...
...
"Han..."
"Hm?"
"Aku mau ngomong sesuatu."
?
"Ya udah ngomong aja."
Cewek yang ada didepanku itu semakin mencengkeram erat tanganku.
"Apa sekarang kamu sudah bisa menyukaiku?"
...
...
Aku tersenyum.
"Kamu itu ngomong apa?! Dari dulu aku sudah sayang sama kamu. Kamu itu pacarku."
Mega menggeleng pelan.
"Aku tahu kamu nggak sayang aku. Mungkin iya kamu sayang aku, tapi bukan cinta kan? Aku tahu kamu cuma menganggapku temen. Bukan pacar."
Kali ini aku terdiam. Kata-katanya memang benar. Aku tidak bisa menyangkalnya lagi. Dia pasti sadar.
Mega menundukkan kepalanya.
"Han...lebih baik kita putus saja."
...
"Huh?" cuma itu yang keluar dari bibirku.
Aku kaget.
Kini Mega menatapku. Aku mencoba mencari kebenaran dari kedua bola matanya yang hitam. Tak ada keraguan disana. Dia tidak menagis tapi dia juga serius.
"Apa...apa kamu yakin?"
Mega tersenyum lalu mengangguk.
"Ayo kita putus. Kita akhiri saja sampai disini."
"..."
Mega terkekeh.
"Jangan berwajah seperti itu," Mega memegang pipiku.
Aku menggenggam tangannya yang masih menempel di pipiku.
"Maaf," desisku, "maaf. Maafin aku."
Mega langsung memelukku. Dan dia menangis.
~ whoami pov ~
Huuuuwwweeeeeeee putuuuuuusssss.... Q.Q
Hehehe
~ Jemmy Pov ~
"Kamu nggak pulang? Udah malem."
Cowok yang sedang asyik menulis judul lagu yang akan dibawakannya besok hanya melirikku sekilas sambil tersenyum.
"Bentar lagi."
Rambutnya yang sudah mulai panjang dia kuncir kuda. Beberapa helai rambut depannya tidak ikut terkuncir. Kalau diperhatikan dia sama seperti Hanhan. Rambutnya panjang. Suka memakai sesuatu di rambutnya. Kalau nggak karet ya bandana. Atau jepitan hitam yang ditata seperti bando yang melingkar di atas kepala.
Aku meletakkan air dingin untuknya.
Leo menatapku sambil tersenyum.
"Minum dulu. Daritadi kamu nggak minum kan?!"
"Thanks."
Kleteek...
Pensil yang dipakai menulis Leo terjatuh. Refleks aku membungkuk untuk mengambilnya.
DUUUGGG...
"Aauu..."
Kepalaku terbentur bawah meja.
"Jem..."
Leo langsung memegang kepalaku yang terbentur. Kemudian dia mengusapnya lalu menciumnya.
"Sakit?"
Dia kembali mengusap kepalaku.
Aku menggeleng.
Dia masih seperti dulu. Kalau aku sakit sedikit saja, dia akan mengusapnya lalu menciumnya. Dan tatapan matanya yang khawatir itu...tidak pernah berubah.
"Nggak usah lebay. Nggak sakit kok," kataku menyingkirkan tangannya dari kepalaku.
Tapi Leo tetap memaksaku untuk menunduk untuk melihat kepalaku.
"Gimana kalau di bawah meja ada pakunya? Gimana kalau kepalamu sampai berdarah?"
Aku terdiam. Membiarkan Leo mengecek kepalaku.
"Untung nggak apa-apa," desisnya sebelum mencium lagi kepalaku yang sakit.
"Aku kan sudah bilang tadi."
Leo tersenyum.
"Boleh aku nginap disini malam ini?"
Dia menatap mataku lekat-lekat. Tangannya menggenggam tanganku.
Aku memejamkan mataku sesaat sambil menghela nafas.
"Terserah," sahutku.
Leo langsung mencium keningku.
Tepat saat itu hp ku bergetar. Saat aku melihat nama Hanhan yang tertera dilayar aku buru-buru mengangkatnya sambil keluar dari kamar kost.
"Han," sahutku, "ada apa?"
Aku bersandar di dinding.
'Jem....'
"..."
'...'
"..."
'...'
"Ya?"
'Aku baru putus...'
Dadaku seakan berdesir. Entah apa yang aku rasakan. Tapi dadaku seakan merespon kata-katanya.
Apa aku senang? Atau tidak? Aku tidak terlalu yakin.
"Kamu...sedih?"
'Entahlah. Tapi aku merasa kasihan padanya. Aku cowok brengsek kan?!'
"Tenanglah. Dia pasti baik-baik saja."
Disini aku yang brengsek. Aku bersalah sama cewek itu. Aku sudah menyakiti dua orang.
'Aku harap gitu.'
"..."
'Kamu sedang apa?'
"Aku...aku mau tidur."
'Oh ya udah. Met tidur ya. Sorry ganggu malem-malem.'
"Ah...nggak apa-apa kok. Nggak masalah."
'Oke...bye,'
...
...
...
"Bye."
Aku menghela nafas saat telfon itu terputus dan kembali masuk ke kamar.
Deg...
Leo.
Dia berdiri menatapku di sana. Aku menutup pintu dan menguncinya.
"Hanhan?"
...
...
Aku menelan ludah.
"Iya..." sahutku, "dia baru putus."
Wajah Leo berubah. Kesedihan itu kembali. Aku tidak berani menatapnya.
"Apa yang mau kamu lakuin setelah ini?"
Aku terdiam.
"Aku...nggak tau."
Leo berjalan mendekatiku lalu memelukku. Dia tidak bicara sepatah katapun. Dia hanya memelukku.
...
~ whoami pov ~
Hallo...makasih msh mw baca ya... ^^
~ Hanhan Pov ~
Mungkin cuma perasaanku, tapi Jemmy bertingkah aneh. Beberapa hari ini dia seperti menghindariku. Dia juga jadi jarang sms, bbm atau telpon.
"Monyet," dengusku sambil memukul boneka monyet yang ada di depanku.
"Jangan monyet. Jelek," kata Ronni yang ada di sampingku, "Ita nggak suka monyet."
"Terus sukanya apa?"
"Ini gimana?"
"Kenapa babi???"
Ronni melihat boneka yang baru di sodorkan kearahku.
"Lucu. Warnanya pink."
"Yeeee...kalau warna pink ada banyak. Ini juga pink."
Kali ini aku menyodorkan bantal love padanya. Dan seketika itu juga aku kembalikan ke tempatnya semula saat beberapa cewek menatap kami dengan penasaran.
"Bener-bener bukan ide yang bagus deh ke tempat boneka berduaan gini," desis Ronni.
"Salah sendiri nggak mau pergi sama Tiar."
"Aku nggak mau dirajam Vio."
Aku terkekeh.
"Makanya cari pacar," kataku sambil menepuk-nepuk kepala Ronni.
Dan lagi-lagi kami jadi pusat perhatian.
"Buruan!! Buruan!!" nampaknya Ronni sedikit risih jadi pusat perhatian
Dan itu membuatku ingin berbuat jahil. Ya nggak tahu kenapa kalau ada di dekat Ronni aku selalu ingin jahil.
Aku melingkarkan tanganku dilengannya sambil memeluk boneka beruang yang cukup besar yang lucu.
"Aku mau yang ini. Ini bagus," kataku dengan gaya sok imut.
Dan...aku kena sentil di keningku.
"Aseeemm...." aku langsung memegang keningku.
Ronni mengembalikan boneka beruang itu di tempatnya.
Saat aku dan Ronni masih sibuk memilih boneka untuk Ita yang ulang tahun, mataku menangkap sosok yang aku kenal di seberang sana.
"Jemmy."
Hampir saja aku menghampirinya saat sosok lain muncul mendekatinya.
DEG..
DEG..
DEG..
DEG..
DEG..
Jemmy terlihat tertawa saat melihat orang yang baru keluar dari kamar pas itu. Orang itu berputar-putar di depan Jemmy, memamerkan baju yang sedang dia coba. Kemudian aku melihat orang itu tersenyum hangat.
"Jemmy kan itu?" tanya Ronni, "sama siapa dia?"
"Mantannya," desisku.
Bisa aku lihat kalau mereka bersenang-senang. Jadi ini...yang membuat perasaanku nggak tenang belakangan ini. Jadi ini.
Aku menelan ludah.
Tiba-tiba Ronni mengacak-acak rambutku.
"Ayo pulang," ajaknya.
DEG...
Wajahku memanas saat Leo tanpa sengaja bertatapan mata denganku. Dan dia tersenyum. Aku cukup pintar untuk tau apa arti dari senyumannya itu.
Brengsek.
Aku mengantarkan Ronni pulang setelah dia mentraktirku makan nasi goreng langganannya.
Saat mau pulang hpku berbunyi. Dari nomor tak dikenal. Aku biarkan saja. Karena aku malas untuk mengangkat telpon dari nomor asing seperti itu.
"Han simpen dimana ya ini?" Ronni masih bingung mencari tempat menyimpan boneka yang dia beli tadi.
Boneka monyet yang katanya Ronni jelek tadi akhirnya jadi pilihannya karena dia pusing mau pilih yang mana. Apalagi setelah ada Jemmy dan Leo. Nafsuku untuk menemani Ronni memilih boneka jadi sirna.
"Sini aku bawa pulang dulu aja."
"Telfonnya angkat dulu lah!"
Aku melihat layar hpku lagi. Masih dari nomor yang sama.
"Hallo."
'...'
"..."
'...'
"Hallo siapa ini?"
'Hallo Han.'
Suara ini. Jangan-jangan...
"Leo?!" aku menatap Ronni yang ikut menapku.
Ronni bertanya siapa yang menelfonku dengan gerakan mulutnya tanpa suara.
Hpku langsung aku loudspeaker agar Ronni bisa mendengarnya.
'Ah...kamu ingat aku.'
"Darimana kamu tahu nomerku? Seingatku aku nggak pernah ngasih nomerku ke kamu."
Ronni langsung duduk di sampingku.
'Gampang kok. Aku cuma liat dari hp nya Jemmy.'
"..."
Nafasku rasanya jadi berat saat dia menyebut nama Jemmy.
"Terus ngapain kamu telfon aku?"
'Aku cuma mau ngasih tau kamu. Atau lebih tepatnya ngingetin kamu. Kalau kata-kataku dulu itu serius.'
Waktu kamu bilang mau membuat Jemmy kembali sama kamu?!
Aku tersenyum.
"Aku tau. Aku juga sudah liat sendiri tadi. Tapi kalau cuma itu sih..."
'Kami sudah tidur bersama. Dua kali.'
"..."
Aku menelan ludah lalu menggigit bibir bawahku. Seolah-olah tulangku lolos dari tubuhku.
'Kami tidur berdua. Berbagi kehangatan. Aku membuatnya merasakan kenikmatan.'
Ronni menatapku was-was. Dia terlihat sama kagetnya denganku.
Aku kembali menelan ludah sebelum memaksakan sebuah senyuman.
'Tubuh kami menyatu.'
"Omong kosong macam apa ini? Kamu menelfonku cuma untuk mengatakan itu?! Mengganggu sekali."
Leo tertawa.
Bagus...bagus sekali.
'Dia sangat terangsang.'
Aku menutup kedua mataku sesaat.
'Lubangnya sangat ketat.'
Aku langsung menutup telponnya.
Lama aku terdiam dan hanya menatap satu semut yang daritadi berjalan-jalan di karpet tempatku duduk. Otakku mencoba mencerna kata-katanya. Beberapa kali aku memejamkan mata. Otakku dipaksa untuk bekerja lebih keras dari biasanya. Ronni juga tidak mengatakan apapun. Aku tahu benar kalau dia juga pasti kaget dengan omong kosong Leo tadi.
"Ron..."
"Emm..."
"Jemmy uke."
"Iya."
"Ron..."
"Emmm??"
"Aku mau pulang."
"Oke. Hati-hati."
Aku beranjak dari dudukku dengan pikiran-pikiran yang mengganggu.
DUUAAAKKK...
"Aauu..aauu..." wajahku terbentur pintu kamar Ronni yang ternyata belum aku buka.
"Han...mau aku antar?"
Aku mengangguk.
~ whoami pov ~
Kok betah sih jadi silent reader?
Eh buat info aja...si hanhan blng uke, seme or bahasa jejapangan buat menyesuaikan diri ama ronni. Klo ama yg lain sih hanhan g prnh nyinggung soal jejepangan.