It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
hehehe.. @AbdulFoo muka polos,otak mesum kali ya..wkwkwk
Kelompokku terdiri dari aku sendiri, FabFab, Nino dan Ghandi. Karena FabFab yang menangkap katak, Nino yang mengambil alat alat dari lemari dan Ghandi bertugas mengamati nanti, maka bagianku adalah membedah bagian perut katak.
Aku lantas mengambil sebuah pisau kecil dan dengan pelan pelan menancapkan matanya ke bagian perut si katak. FabFab membantuku menahan binatang tersebut yang masih bergerak-gerak.
"Pelan pelan, Bu!" Sahut Nino saat aku mulai menggerakkan mata pisau keatas. Nino adalah pecinta hewan. Jadi jelas saja praktikum seperti ini begitu menyiksanya. "Eh kataknya kasihan! Pelan pelan sih,bu!"
"Iya No, aku lagi nyoba..." balasku. Semakin kutarik keatas, maka semakin banyak darah yang merembes keluar. Ghandi segera mengumpulkan sampel darah tersebut diatas kaca preparat dan melapisinya lagi dengan sebuah kaca tipis. Katak tersebut tak bergerak lagi, kulihat, mata Nino berkaca kaca. Aku kasihan padanya.
Saat kami sedang asyik memperhatikan secara bergantian dan mengisi questioner di buku praktikum, Reza kemudian menghampiri kami. "FabFab baby! Aku mintong tolong ding!"
Ghandi mencibir, aku bisa mengerti sih. Ghandi satu satunya cewek disini. Biarpun pemandangan seperti ini sudah umum, tapi melihat secara langsung dalam jarak dekat tetap saja terasa ganjil.
FabFab lalu merangkul pinggang Reza dan mendorongnya mendekati badannya. Melihat mereka, aku jadi teringat kak Hazel. Kemarin saat nonton di bioskop dia juga melakukan hal yang serupa. Aku senang. Rasanya pacaran (=baca: nyaman[kalo ngga ngerti baca dua part sebelumnya]) banget.
Nino mendengus sambil mencubit pinggang FabFab, "heh! Pacaran tuh diluar! Jangan di labor!"
"Siapa yang pacaran?!" Balas FabFab cepat. Aku juga tidak mengerti, Reza dan dia selalu pamer kemesraan dimanapun. Maksudku, mojok di sudut belakang kelas, terkadang FabFab main gitar buat Reza, dan aku juga sering nemuin Reza yang lagi bikinin tugasnya dia.
"Iya! Deutseu tinta boleh begindang! Mentong mentong kami pelukan, tinta berarti eike ama Beb FabFab pacaran!"
Nino hanya memutar bola mata, diikuti oleh Ghandi. Sementara aku masih terhanyut dengan kejadian malam tadi.
Aku dan Kak Hazel menghabiskan malam dengan menonton film komedi, 22 Jump Street. Kak Hazel bingung kenapa aku milih film itu, karena dia lebih milih buat nonton film About Time. Tapi pada akhirnya dia mengalah dan kami menonton film yang dibintangi Jonah Hill tersebut.
Suasana studio cukup sepi, hanya ada beberapa orang dan masih dalam keadaan terang. Kak Hazel mengajakku duduk di pojokan dan selanjutnya kami menghabiskan pop corn dan soda kami sambil berpagutan tangan.
Aku benar benar merasa bagai orang yang pacaran saat itu. Sungguh.
Bukan hanya itu, Kak Hazel mengajakku untuk menginap dirumahnya. Aku menolak karena sudah terlalu malam. Awalnya dia bersikukuh aku harus tidur seranjang dengannya. Namun lagi lagi aku berhasil membujuknya.
Namun meski aku malamnya tidur di kosan, saat aku baru bangun dan bersiap untuk pergi ke sekolah, aku melihat kak Hazel keluar dari dalam kamar Uda Ali masih dengan pakaian tadi malam. Saat kutanya kenapa, dia menjawab 'Kalau tidak bisa tidur seranjang, minimal tidur sebangunan bisa kan? Ayo cari makan!'
Dan disinilah aku berakhir setelah berpisah dengannya di depan labor sesaat praktikum akan dimulai.
Tapi, aku mulai merasakan sesuatu yang aneh.
Tadi pagi, saat Kak Hazel bangun, dia keluar dengan pakaian yang sama tetapi hanya pakai boxer. Tau maksudku? Ya, dia hanya memakai celana dalam yang kulihat berlogo 'CK' dibagian pinggang. Dia masih tidak sadar saat kupergoki dia keluar dalam keadaan bagian tengah basah dengan gundukan diatasnya.
Aku merasa, sesuatu juga memanas didalam tubuhku.
Maksudku, tiba tiba saja ada keinginan untuk merasakan yang lebih bersama kak Hazel hanya karena melihat gundukan itu. Aku juga tidak mengerti sesuatu yang lebih itu bagaimana. Kami sudah berpegangan tangan, berciuman di pipi, bahkan di bibir, berpelukan, bahkan berkencan. Tapi apa yang lebih?
Aku juga belum mengerti saat Kak Hazel berjalan kearahku sambil memasukkan tangannya kedalam dan menggaruk garuk bagian itu. Aku tahu dia masih belum sepenuhnya sadar, tapi.. anehnya bagian selangkanganku juga bereaksi.
Aku tidak merasa pacaran lagi saat itu. Tapi aku merasa malu.
**
"Huaaaa! Seneng banget hari ini pelajaran Pak Toso ngga adaa!!" Kata Handika dan menghempaskan badannya keatas sebuah sofa kecil yang telah kami susun untuk bunkasai besok. Kami akan membuka caffé kecil-kecilan dengan tema 'Japanese-Retro'. Jadi, Lulu yang orangtuanya bekerja dalam bidang furniture meminjamkan beberapa sofa dan mrja yang sudah tidak terpakai tetapi masih bagus. Dan kami hanya perlu menghias sedikit. Masalah masakan, itu akan ditugaskan kepada anak perempuan. Sedangkan lelaki, harus menjadi pramusaji.
Aku ikut duduk berhadapan dengan Handika. "Iya, aku juga rasanya lega banget"
Tak lama, Nino nyusul. "Huaaah.. cape!"
"Habis ngapain?" Tanya Handika.
Nino duduk sambil merentangkan tangannya dan merengkul bahuku, "Gue habis nguburin katak sama hewan hewan praktikum lainnya. Kasihan banget" jawabnya dengan mata berkaca kaca.
"Loh? Kok kamu kuburin sih, No?" Sergahku. "Tinggal dibuang aja ke sungai. Ntar kan juga diuraikan"
"Nggak bisa gitu dong Bu! Hewan itu juga makhluk ciptaan Tuhan, jadi kita harus memperlakukannya sama seperti kita!" Katanya sambil menepuk nepuk dada. "Lagian, sebagai seorang pecinta binatang, gue ga akan biarin satupun binatang yang tersiksa!"
"Cuih. Banyakan gaya lu"
"Syirik aja deh lu, Dik!"
"Tadi kan kelompok elu sampai belah kata gitu?" Kejar Handika kemudian. "Mana buktinya yang mau ngga ngebiarin binatang tersiksa?"
Aku hanya melihati mereka berdua berdebat. "Yang penting kan udah gue kubur!"
"Sama aja kali. Pfft"Handika mencibir. "Semoga aja lu ketemu kodok cantik yang kalau dicium bakal berubah jadi cewek semok"
Nino juga balas mencibirnya. Handika adalah tipe orang yang paling cuek akan segala hal. Dia paling males perhatikan penampilan ke sekolah, dia suka jarang masukin baju kedalam celana dan ditegur guru, pokoknya semuanya yang kotor ada di Handika. Tapi lebih dari semua itu, dia adalah contoh murid yang paling disayangi guru karena kerajinannya. Meski ngga pernah juara, dia selalu berusaha mengerjakan semua tugas. Selain itu, dia juga kritis akan hal hal yang menurutnya ngga logis dan 'nggak-banget'.
Aku baru akan membalas sebuah SMS dari Kak Hazel sebelum salah seorang teman yang sedang menghias bagian luar kelas memanggilku dari luar. "Rabu! Dicariin tuh!"
Siapa yah? Kak Hazel? Tapi SMS yang ku terima katanya dia sedang menyusun acara pentas seni besok dengan beberapa penampil dari sekolah dan band ML.
Aku kemudian berdiri dan berjalan keluar saat sosok cowok berkemeja biru tosca dan badan besar menyambutku diluar sambil melambai lambaikan tangan. "Hai!"
Senyumku mengembang. "Hai, Yoga"
Dia mendekat dan kemudian memelukku sebentar sambil kemudian mengajakku berkeliling setelah aku minta izin ke ketua kelas. "Jadi, kenapa kamh ngga ikut rapat ama teman teman kamu?" Kataku membuka obrolan.
"Gue laper. Heheh" katanya terkekeh. "Lagian gue udah lama ngga liat lo"
"Kita baru ketemuan kemarin siang, ga"
"Oh ya?" Yoga tertawa. Aku suka melihat bagaimana lesung pipi nya muncul saat dia tertawa. "Gue pikir kita udah ngga ketemu selama setahun"
"Kamu berlebihan" aku kemudian mencubit pinggangnya. "Oh iya, kamu nanti GR kan ama temen temen kamu?"
Dia mengangguk. "Ya gitu deh, eh lu ntar dateng ya pas GR". Tak lama kemudian kami sudah sampai dikantin. Aku langsung menuju kios Mak Jarwo. Suasana agak sedikit sepi sih, tapi masih bisa dibilang ramai kok. "Wah, gue pikir orangnya yang jual bakso kesukaan gue bakal ganti"
Mak Jarwo terkaget kaget saat melihat kedatangan Yoga. Dia sumringah dan langsung berjalan dari depan gerobaknya lalu memeluk Yoga. "Yoga! Astaghfirullah! Udah lama kali kau ngga kesini naaak! Udah kangen Mak ama kau. Kau kemana aja? Mana Adam? Tri?" Sepertinya Yoga memang terkenal ya di sekolah ini.
"Adam udah di Amrik , Mak. Pindahannya baru bulan lalu" Balas Yoga lalu melepaskan pelukan Mak Jarwo. "Kalau Tri lagi didepan ngurus setlist nanti"
Kulihat, mata Mak Jarwo berkaca kaca. Seperti ada yang pernah dilakukan oleh Yoga dan teman temannya hingga begitu bisa membuatnya seperti ini. Padahal selama ini Mak Jarwo dikenal sebagai orang paling pelit dan cuek serta killer banget.
Kami lalu duduk di sebuah kursi di balkon yang langsung mrnghadap ke lapangan sekolah. Aku bisa melihat panggung di tengah tengah sana dan Kak Hazel yang sedang sibuk mengurus ini itu bersama teman teman yang lainnya.
"Ayo dimakan basonya! Gue yang traktir. Semoga rasanya masih kayak dulu ya" kata Yoga yang menyadarkanku dari lamunan. Aku kemudian mengambil sendok dan mencicipi basoku. "Wah! Ternyata masih seenak dulu!"
"Memang enak terus kok, Ga.."
Yoga kemudian meraih botol saus dan menuangkannya. "Percaya ngga? Dulu gue selalu dapet diskon ama temen temen kalo makan disini"
"Oh ya?"
Dia mengangguk dengan cepat. "Sebagai gantinya, kami harus perform buat bikin kantin ini rame dari kantin depan"
"Kami? Maksud kamu band kamu?"
Yoga mengangguk lagi. "Lu pikir Moccachiino Latte itu band kemaren sore?"
"Ya.. kali aja" kataku kemudian melahap baso selanjutnya. "Jadi, dari dulu formasinya udah kayak gini?"
"Ngga" kata Yoga. "Dulu ada orang lain yang ngisi bagian vokalis. Namanya Adam. Lo pernah denger?"
Aku menerka nerka sendiri. Nama Adam itu ada banyak. Apalagi di kota ini. Aku baru masuk saja kakak asuhku namanya Adam. Aku nonton TV saja, nama pembawa acara Adam. Aku sedang belanja di IndoMei saja, nama kasirnya Adam.
"Nah jadi si Adam itu dulu vokalis kita. Dia juga sohib gue dari SMP. Pokoknya paling paling deh tuh anak!" Dia kemudian melahap baso selanjutnya. "Tapi sayang, dia dikeluarkan hanya karena satu hal yang basi dan ngga penting banget dari band. Makanya sekarang yang gantiin Riffan"
Aku mangut mangut mendengar penjelasan dari Yoga. Tiba tiba, Yoga menarik tanganku dan menyuruhku mendekatkan telinga padanya.
"Jujur.. gue lebih suka Adam dibandingkan Riffan" bisiknya.
Tapi kemudian, pandanganku tiba tiba tertuju pada sesrorang didepan kantin.
Kak Hazel!
Aku langsung menarik tanganku dan dengan gugup mencoba mengalihkan pandanganku darinya. Entahlah, aku merasa seperti... ditangkap basah. Selain itu.. aku jadi mendadak teringat dengan kejadian tadi pagi.
"Loh, ada lu Zel. Mau join bareng?"
Kak Hazel ngga menggubris ajakan dari Yoga dan langsung menarikku.
Sesuatu dalam diriku menjalar memenuhi pikiran. Aku mendadak takut. Keringatku menetes satu persatu dari dahi. Genggaman tangan kak Hazel begitu kuat. Dia bahkan cuman menarik tanganku dan tak sedikitpun menoleh.
***
"BRAKKK!!!"
Kak Hazel menutup pintu itu dan mendorongku masuk kedalam. Nafasnya memburu, matanya memerah. Keringatku semakin deras mengujur saat badanku ternyata menyentuh dinding.
Aku terkejut saat kak Hazel tiba tiba membentakku sambil menghantamkan tangannya ke salah satu meja. "KAMU NGAPAIN SAMA YOGA!!?"
Aku takut. Aku benar benar takut. Aku belum pernah melihat kak Hazel marah sebelumnya.
"KAMU KENAPA BISA BERDUA DUAAN SAMA YOGA!? JAWAB!!!"
Dia lagi lagi memukul meja dengan tangannya dan membuatku terperanjat. Sekarang dia berdiri didepanku. Nafasnya kian terasa.
"JAWAB!! KAMU NGAPAIN!!!?"
Aku memejamkan kedua mataku. Aku benar benar merasa tidak nyaman. Apa Kak Hazel cemburu? Apa kak Hazel posesif? Terus kenapa reaksiku bisa seperti ini? Badanku panas dingin dan mulutku bahkan tak bisa bersuara setiap badannya terus menempel di badanku.
Aku akhirnya memaksakan mulutku untuk bergerak. "Kak.. aku.." aku mencoba menatap matanya, tapi kembali lagi menunduk kebawah karena matanya terlalu mengerikan untuk ditatap. "A.. aku.. aku cuman.. menemani dia makan aja. Katanya dia laper dan minta ditemani aku.. aku.."
"Kenapa harus ama kamu?" Suaranya melunak. "Kan masih ada orang lain. KENAPA HARUS KAMU!!?"
"A.. aku juga nggak tau.."
Sedetik kemudian, Kak Hazel melepaskan badannya dariku dan menggerutu sendiri didepan pintu. Melihatnya kacau seperti itu membuatku merasa kasihan.
Apa kak Hazel cemburu?
Apa kak Hazel sekarang merasa tidak nyaman?
Apa kak Hazel saat ini benar benar takut kehilanganku hanya karena dari sekian banyak orang, Yoga memilihku untuk menemaninya makan?
Meski takut, aku akhirnya melangkah dan mendekati kak Hazel. Dengan suara yang kupaksakan keluar, aku berbicara. "Kak Hazel.."
Dia masih membelakangiku.
"Apa kakak cemburu? Apa saat ini kakak posesif?" Tanyaku masih agak takut untuk menyentuh punggung kak Hazel.
Tapi dia masih tidak merespon. Aku yakin dia benar benar kacau saat ini. Aku harus meluruskan persoalan ini.
"Kak, aku nggak tahu kenapa Yoga bisamengajakku. Aku benar benar hanya bermaksud untuk menemaninya. Kalau kakak cemburu, aku minta maaf. Kalau kakak posesif, aku juga minta maaf. Aku mengaku salah kak. Aku cuman.. merasakan debaran sama kakak. Ngga sama orang lain.. jadi.. kakak ngga perlu takut kalau aku bakal suka sama orang lain.. karena..." perkataanku terhenti saat tiba tiba dia membalikkan badannya.
"Kamu janji?"
"Iya kak!" Balasku tegas. "Aku.. bahkan seperti merasa ingin sesuatu yang lebih saat melihat kakak keluar dari kamar Uda Ali tadi pagi.." Entah mebgapa wajahku menjadi panas saat mengatakan itu. Sesaat kemudian aku berpikir, apa aku salah ucapan? Apa aku salah waktu?
Kulihat Kak Haze tampak melongo didepan, wajahnya juga sama memerahnya denganku. "Apa.. itu sebuah ajakan?" Katanya yang membuatku semakin tidak mengerti.
Ajakan apa?
Apa kak Hazel akan mengajakku pulang setelah ini berakhir? Maksudku, aku harus segera membuat tugas kerajinan di kos karena harus dikumpul rabu depan. Jadi aku harus segera pulang secepatnya. "Iya kak.." jawabku.
Kak Hazel mendekat dan kemudian mendorong tubuhku pelan lalu mencium bibirku. Entah, aku merasa ada sesuatu yang aneh. Seharusnya aku sudah diantar pulang kan olehnya? Tapi dia mendesak lidahku agar keluar. Awalnya aku menolak, ya aku menolak.
Aku mencoba menutup mulutku erat. Aku harus pulang secepatnya. Tapi sedetik kemudian tangan kak Hazel sudah menggerayangi bagian bokongku dan meletakkannya disana. "Empuk" katanya kemudian meremasnya yang sontak membuatku sedikit berteriak dan akhirnya lidah kak Hazel berhasil bersatu dengan lidahku.
Aku merasa.. terbakar. Lidahnya bergerlya didalam mulutku. Entah kenapa aku juga hanyut kedalam permainannya. "Kamu yang.. hh.. meminta... jadi.. hh.. naga sudah bangun sekarang.." Aku tak mengerti perkataan kak hazel. Naga apa?
Sesaat kemudian, kak Kak Hazel menyelip diantara selangkanganku. Dan secara tak sengaja, tanganku menyentuh bagian pribadinya juga. Ada gundukan. Ya! Gundukan tadi pagi!
@Otho_WNata92 ngga juga sih. aku kan udah bilang diatas -Rabu
@harya_kei gue juga kangen ama elu kok, sweetheart -yoga