It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
itu sekolahnya adam cs kaann??..
awas aja tuh Yoga mesumin Rabu,Rabukan polos orangnya..#sambilngelirik TSnya..
okee...lanjuuutttt....
1. Pilih gue lanjutin MG dulu baru TIO
atau
2. Gue lanjutin TIO dulu baru MG?
"Ehmmm.. kamu barusan main, FourFiveSeconds kan?" Ucapku. Yoga lalu mengangguk anggukkan kepalanya. "Aku suka lagu itu. Keren" Yoga kemudian menarik sebuah kursi dan duduk tepat disampingku yang membuatku langsung teringat kepada kata kata kak Hazel. 'Lo jangan dekat dekat ama orang tadi. Gue cemburu'. Dan spontan aku langsung menggeser kursiku agak sedikit jauh darinya.
Tapi Yoga malah lagi lagi mendekatkan kursinya kepada kursiku. "Kenapa menjauh? Gue ga makan orang kali"
Aku ingin bilang ke Yoga kalau kak Hazel bisa cemburu, tapi.. itu kan bisa memberikan kesan pertama yang buruk ke orang yang baru kukenal. "Engga kenapa kenapa..." Kami terdiam. "Tadi katanya mau keliling keliling sekolah?"
"Ayo!"
***
"Sekolah gue ternyata benar benar ngga berubah!" Yoga sedikit memekik mengucapkan itu saat berjalan tepat disampingku di koridor sekolah. "Gue pikir setelah 6 tahun kelulusan gue, sekolah ini bakal banyak perubahan" Ucapnya sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.
"Oh ya? 6 tahun yang lalu?"
Yoga mengangguk. "Gue tamat waktu umur 17 tahun, dan gue masih ingat betul waktu itu perpisahannya hari Kamis tepat waktu ultah gue. Dan itu 6 tahun yang lalu"
Aku bergidik mendengarkan Yoga menyebutkan sesuatu yang sangat kusuka. "Hari Kamis? Kok kamu bisa ingat semendetail itu?"
Yoga menggigit bibir atasnya sambil mencoba coba mengingat sesuatu. "Engga begitu detail sih, soalnya gue lupa jam berapa"
"Tapi kamu kan tau hari apa! Itu keren loh" Sambungku dengan semangat. "Kebanyakan orang selalu melupakan hari hari penting yang menjadi saksi dalam semua peristiwa penting yang terjadi dalam hidupnya" Aku berkata dengan sangat panjang lebar dan komat kamit saking betul betul bersemangatnya. Yoga hanya terdiam mendengar penjelasanku.
"Gue engga berpikir sampai kesana sih. Tapi gue emang punya ketertarikan dengan hari hari penting yang terjadi di hidup gue"
"Aku juga! Kok kita bisa sama kayak gini ya? Haha" Tukasku kegirangan.
"Oh ya?"
"Iya! Jarang banget ada yang punya satu kesukaan kayak kita"
Aku dan Yoga berbicara banyak hal kemudian setelah tahu bahwa kami mempunyai kesukaan yang sama. Bukan hanya itu, Yoga juga mempunyai hobi yang sama denganku, mengkoleksi kalender di kamarnya, aku merasa benar benar tertarik dengannya hingga aku melontarkan begitu banyak pertanyaan. Yoga adalah sosok yang mengagumkan menurutku, dia dulunya adalah sosok yang menderita obesitas hingga tak satupun orang yang menyukainya. Dan pada suatu saat ia melihat suatu program diet di pusat kebugaran, ia bertekad akan menjadi kurus demi orang yang ia cintai dan ia dambakan, barulah kemudian ia memulai hobinya mengkoleksi kalender untuk menghitung hari yang ia habiskan di gym agar menjadi ideal. Aku benar benar mengagumi ceritanya hingga kemudian kami berpisah di depan gerbang sekolah karena ia harus kembali ke studio untuk latihan bersama teman temannya. Ia mengajakku, namun karena masih tersisa beberapa jam pelajaran lagi, aku memilih untuk tetap di sekolah.
Aku memasuki gerbang dan berhenti sebentar didepan ruang TU. Aku menemukan kak Hazel sedang duduk dimeja pak Sulaiman bersama seorang perempuan. Aku baru saja ingin kembali kekelas, tapi sesaat kemudian seorang guru magang memanggil namaku dari lorong kelas."Rabu!" Aku menoleh dan pada saat yang bersamaan kak Hazel juga menoleh padaku. "Bisa bantu ngangkatin meja yang didepan kelabor komputer?" Ucap guru itu sambil menunjuk sebuah meja berukuran cukup besar yang diletakkan didepan ruang kepala sekolah. Akupun kemudian mengangguk dan berjalan menuju meja itu lalu mengambil ancang ancang untuk mengangkatnya bersama guru itu.
"Satu.." Ucapnya. Aku mengenggam ujung meja dengan kedua tanganku. "Dua.."
"Rabu!!" Aku tersentak dan dengan cepat menoleh kebelakang. "Kamu ngapain? Sini gue bantu" kata Kak Hazel dengan cepat mendorongku dan langsung mengenggam ujung ujung meja.
Ibu guru tersebut"Yaudah kalian berdua aja ya. Ibu masih ada pekerjaan di piket" lalu ia meninggalkan kami. Aku masih melongo disampingnya dan kami saling berhadapan satu sama lain. Ia tersenyum, dan aku kikuk sendiri olehnya.
"Kamu mau bantuin gue angkat apa ngga? Gue bisa sih angkat sendiri"
Aku tersentak dari ke-melongo-anku dan langsung mengenggam sisi lain meja dan kemudian mengangkatnya berdua dengan kak Hazel. Setelah sampai di labor, aku dan kak Hazel lalu memposisikan meja yang kami bawa sejajar dengan meja lainnya. Aku berkeringat, karena memang mejanya cukup berat dan besar. Aku menyeka keringatku sendiri dan berniat untuk segera menuju kelas, tapi kak Hazel langsung meraih tanganku. "Kenapa kak?" Kak Hazel dengan cepat memelukku. Erat.
"Tetaplah begini, sebentar saja" Katanya sambil terus memelukku. Perlahan, tanganku membalas pelukannya. Nafas kak Hazel terasa sangat berat dipundakku. Ada apa?
***
"Uda.. limit yang kayak begini gimana caranya?" Aku menggaruk garuk kepalaku sendiri saat menghadapi limit Trigonometri yang sukar sekali bagiku untuk memecahkannya.
Uda Ari adalah sosok kakak bagiku di kosan. Dia saat ini adalah mahasiswa semester 5 jurusan Matematika di Universitas Harapan Bangsa. Uda selalu menolongku saat mengerjakan tugas tugas sekolah. Selain encer, dia juga adalah orang yang sangat pelit. Aku saja sering dimarahinya lantaran pernah dengan sengaja mengambil satu biji kacang tanah dari tumpukannya yang baru saja ia beli. Katanya, biar hanya sebiji tapi itu berguna.
Saat ini aku dan Uda berada di ruang tengah di lantai dua. Kosanku memang terdiri dari dua lantai. Disetiap lantai, ada satu ruang tengah yang terdapat beberapa sofa, sebuah meja kecil yang cukup panjang dan juga televisi. Jadi, kami tak akan buta informasi nantinya. Ibu kos kami memang baik, selain kikir tentunya.
Uda yang sedang nonton TV diatas sofa menundukkan kepalanya kepadaku yang sedang tiduran mengerjakan tugasku. "Siko bukunya. Biar aden lihat dulu" katanya. Aku langsung memberikan bukuku.
Tak sampai sepuluh detik, Uda menyuruhku duduk kesampingnya dan ia mengajariku dengan cepat. Dalam satu kali ajaran saja, aku dengan cepat mengerti. Bukan karena otakku cukup encer, tapi Uda Ari mempunyai cara jitu tersendiri untuk mengerjakan soal soal seperti itu. Hebatnya lagi, hanya dalam satu kali penjelasan aku dapat mengerjakan beberapa soal selanjutnya hanya bermodal penjelasan darinya.
Setelah selesai, aku langsung menutup bukuku dan meletakkannya kekamar lalu kembali lagi keruang tengah. Bergabung dengan Uda Ari yang masih fokus dengan acara kuis di TV.
Aku mencomot satu kripik kentangnya dari dalam bungkusan dan langsung merasakan tangan Uda menepis tanganku dengan cepat. Dia benar benar pelit.
Yang terjadi selanjutnya, aku hanya diam termenung menonton acara kuis Berpacu Dalam Melodi. Aku tak mempunyai ketertarikan khusus dengan musik, apalagi Uda Ari. Biasanya dia akan selalu menonton drama korea bersama pacarnya disini, tapi aku yakin pacarnya pasti sedang sibuk dengan sidang akhirnya. Yah, sepertinya Uda terlalu bosan dengan yang seumuran dengannya.
"Eh Rabu, waang udah bayar uang bulan ini?" Tanya Uda tiba tiba.
Aku menggeleng. "Ayah belum mengirimkan uang bulan ini"
Uda mencomot satu kripik dan dengan enaknya mengunyah itu disampingku. "Ya diminta lah. Waang iko , kalau nanti diminta samo ibu kos bagaimana?"
Enak saja dia mengunyah disampingku yang sedang kelaparan seperti ini. Aku berusaha memfokuskan pikiranku pada jalannya acara di layar. "Aku malu, Da. Aku terlalu segan untuk meminta ke Ayah. Pastilah Ayah terlalu sibuk saat ini. Biar aku mengambil kerja part-time lagi menjadi babysitter nya Ibu Kos" Jelasku panjang lebar.
"Waang tau sendiri kalau ibu kos itu pelit"
Aku terkekeh. Uda hanya belum tau saja kalau selama ini Ibu Hanny selalu membeda-bedakanku plus memanjakanku daripada penghuni kos yang lain.
"Mau?" Sambung Uda Ari lagi menyodorkan bungkusan Chittato nya padaku. Aku sumringah dan langsung memasukka tanganku dan berusaha menggenggam sebanyak mungkin yang kubisa. "Waang rakuih benar"
Cuma cengiran yang aku bisa berikan. Rakuih itu artinya rakus. Aku memang agak tidak terbiasa dengan cara Uda memasukkan berbagai kosakata minang yang tak kumengerti kedalam kalimat yang ia gunakan. Tapi lama kelamaan aku bisa mengerti.
Selang beberapa waktu, penghuni kos lainnya datang. Bang Sodiq, Hareem (namanya Kharim. Hidupnya selalu dikelilingi oleh wanita. Karena Taro adalah otaku sejati, dia dengan mudahnya mengganti nama Kharim menjadi Hareem) , dan Taro muncul dari undakan tangga terakhir. Lengkap sudah semua penghuni lantai 2.
Pasti kalian bertanya tanya kenapa hanya sedikit. Sebenarnya, dilantai paling atas ini ada 4 kamar. Masing masing kamar bisa menampung dua orang. Maksimal tiga. Hanya saja , selain aku dan Taro, tak ada yang mau dan sudi berbagi kamar. Aku juga tidak tahu kenapa. Parahnya lagi Bang Sodiq nekat melayangkan keris yang ia keramatkan di dinding kamarnya pada siapapun yang masuk tanpa izinnya kedalam kamar. Termasuk ibu kos sendiri. Tapi Hareem, dia cukup mentolerir keadaan darurat daripada Uda Ari dan Bang Sodiq. Ketiga orang itu lebih suka merogoh kocek lebih dalam hanya untuk mendapatkan kamar sendiri. Memang mahal sih, tapi fasilitasnya memang bagus.
Hareem duduk tepat disampingku sambil merebut satu kripik kentang dari tangan dan memakannya."Lagi nonton apaan nih?"
"Berpacu dalam melodi" jawabku.
"Kesukaan Bang Sodiq banget nih!" Susul Taro kemudian sambil melirik Bang Sodiq yang menendang pintu kamar lalu melempar tas dan bawaannya yang lain begitu saja kedalam lalu ikut bergabung dengan kami. "Iya dong!" Balasnya cepat.
Diantara kami, hanya bang Sodiq lah yang menyukai semua hal tentang seni. Mulai dari dekorasi seni, bangunan seni, pameran seni, hingga air seni. "Jadi, sekarang lagu apa?"
"Air dan api" tukas Uda cepat lalu melempar bungkusan kripik kentangnya (yang entah kapan sudah habis) kesembarang arah.
Aku cuman bisa mendesah lalu berdiri dan memunguti sampah milik Uda Ari. "Uda.. jangan buang sampah sembarangan dong"
"Biarin aja Bu" Sahut bang Sodiq. "Orang pelit mah emang gitu" Suara nya terdengar begitu sarkas.
"O oh.. ada perang dunia ke-100 nih kayaknya" Kata Hareem dan lalu menjauh memasuki kamarnya.
Aku mengerti. Artinya Bang Sodiq dan Uda Ari akan berantem lagi. Ugh, aku paling malas menghadapi mereka yang selalu beradu jotos hanya karena hal sepele.
Aku dan Taro dengan serentak berdiri dan berjalan kekamar. Tapi baru saja aku ingin masuk, Taro menghalangiku. "Ada orang yang nyari dibawah" katanya.
"Siapa?"
Dengan cueknya dia kembali masuk kedalam dan merebahkan dirinya meninggalkanku diluar dengan segala pemikiran tentang siapa yang datang malam malam begini. "Mana gue tau"
Aku berjalan menuju jendela kamarku dan melihat Kak Hazel sedang bersandar didepan pohonnya sambil memainkan ponsel.
Ada apa yah?
Beberapa menit setelahnya aku telah sampai dibawah. Aku sengaja meminjam hoodie milik Taro yang seukuran denganku. Diluar cukup dingin karena baru saja hujan. Aku tak mau kak Hazel kembali meminjamkan jaketnya padaku. Kami baru 4 hari pacaran dan sudah banyak hadiah serta perhatian yang dia berikan padaku. Aku tak akan mengambil resiko untuk membuatnya sakit.
Aku berjalan menghampirinya dan bisa melihat senyum di wajah kak Hazel yang membuat sesuatu di dalam diriku berdesir. Hanya itu yang kurasakan selama 4 hari ini. Tak ada yang lain. "Hai" Sapanya.
Aku tersenyum. "Hai kak. Kakak ngapain?"
"Engga ada" Wajahnya memerah. "Gue cuman kangen ama kamu" Baiklah, sekarang wajahku yang merona. "Kamu kangen ngga sama gue?"
Uhm.. aku harus jawab apa yah? Kangen? Aku tak pernah merasakan yang seperti itu sebelumnya. "Ngga" balasku singkat yang langsung membuat senyuman di wajahnya luntur.
"Kenapa?"
"Aku.. cuman berdesir saat bertemu dan melihat senyuman kakak"
Dia tertawa. Aku juga. Entah apa yang lucu, akupun tak tahu. Detik kemudian, dia mengenggam tanganku yang bergantung disisi kiriku.
"Rabu, tangan kamu dingin" katanya.
Cuaca memang sedikit dingin sih. "Disini memang habis hujan kak" entah kenapa aku baru merasa dingin sesaat setelahnya. Tiba tiba saja kak Hazel merengkuhku dalam pelukannya sehingga membuat aroma parfumnya memenuhi rongga hidungku.
"Gue ingin memberikanmu kehangatan seperti ini. Selalu" Aku bisa merasakan debaran jantungnya. Aku juga merasakan hal yang sama. Kali ini, desiran itu berubah jadi gelitikan di sekujur tubuhku dan saat berikut, kak Hazel melepaskan pelukannya. "Ada film baru saat ini dan gue udah beli 2 tiket. Mau nonton?"
Aku melihat jam tanganku. Sudah jam 8 malam. "Enggak deh kak. Ini kan udah malam. Lagian besok kita juga sekolah"
"Besok ga akan ada guru yang masuk kelas" Ucapnya santai sambil kembali merengkuhku dalam pelukannya. Baru saja aku ingin melepaskan pelukannya dan meminta kepastian darinya, kak Hazel langsung menjawab. "Semuanya akan rapat dan mengatur Bunkasai bersama OSIS. Jadi kesimpulannya, ga akan ada yang masuk kelas"
"Bagaimana dengan walas? Kelas lain?" Tanyaku cepat masih dalam pelukannya.
Dia melepasku dan menatap mataku lekat lekat. "Walas akan mengurus kelasnya. Kau kenapa tidak tahu? Oh iya tadi siang gue juga mencarimu ke kelas dan mereka bilang kau sedang ke ruang OSIS. Ajaib sekali gue ngeliat kamu digerbang"
Aku mengerjapkan mataku. Ini kalimat terpanjang yang diberikan kak Hazel selama empat hari kami pacaran. Jika kalimatnya pada malam dia meyakinkanku itu tidak dihitung sih.
"Aku.. mengantarkan Yoga berkeliling sekolah"
"Yoga?"
Aku mengangguk. "Yoga yang kemarin bertemu denganku didepan gerbang"
Ekspresi kak Hazel sontak berubah. "Kamu ketemuan lagi ama dia?"
Uhm.. apakah kak Hazel cemburu sekarang kalau aku menjawab iya?
Tatapannya tampak aneh. Apalagi kilatannya. "Kalian ngapain aja? Ngomongin apa aja? Dia megang megang kamu? Kamu ngga diapa-apain kan?"
Aku menggeleng.
Sesaat kemudian aku mendengar kak Hazel menggerutu sendiri sambil menyebutkan kata kata yang tidak kumengerti. Seperti, Baper. Apa kak Hazel sedang ingin makan? Atau kata Posesif. Hingga akhirnya aku memutuskan sendiri untuk bertanya.
"Kak, kalau kakak baper, didalam masih ada rendang kiriman dari kampung. Oh iya, posesif itu apa? Yang di pelajaran genetika itu? Aku kok ga paham yah kak?"
Kak Hazel cuman berkedip kedip melongo dan sesaat kemudian terbahak memegangi perutnya. Apanya yang lucu?
"Rabu" katanya di sela sela tawa. "Aku ngga Laper. Yang tadi itu baper. Mereka ngga punya arti yang sama"
"Lalu? Posesif?"
"Posesif itu masa dimana seorang kekasih terlalu mencemaskan dan mengkhawatirkan keadaan pasangannya bila bersama orang lain. Maaf kalau barusan gue udah posesif" dia tersenyum. Aku tahu itu bukan senyum terbaiknya.
"Apa posesif itu salah kak?" Tanyaku.
Kak Hazel mengangguk cepat. "Kebanyakan posesif selalu membuat pasangan menjadi capek dan malas karena terlalu dikekang. Posesif adalah kebalikan dari kata nyaman"
Aku terdiam. Aku ngga merasa dikekang. Aku juga ngga merasa capek. Tapi aku memang merasa sedikit tidak nyaman sih.
"Yasudah kalau begitu ayo naik. Malam ini kamu nginap dirumah gue aja. Gue sendirian nih" Katanya lalu menghidupkan motor. Aku mengangguk dan duduk di jok belakang sebelum sebuah SMS membuat ponselku bergetar.
Aku segera memeriksanya. Dan ternyata itu dari Yoga. Aku jadi tersenyum senyum sendiri membaca pesannya. Kapan yah aku bisa bertemu lagi dengannya?