tatapan itu, kenapa terasa menusuk hati ku. siapa dia? kenapa dia menatap ku seperti itu?
"hai, kamu arka? masih ingatkah dengan ku?" tanyanya dengan seulas senyum yg mmbuat ku hanya diam membeku. senyum itu bukankah hanya dia yg memilikinya, teman màsa kecil ku.
"dirga" lirih ku. dia lagi" tersenyum.
tahukah dia kalau aku tak pernah bisa melihat senyum nya. sungguh aku mencandu pada senyum itu.
" kau tampak baik-baik saja" tentu semua tak pernah baik sejak kepergiannya. aku begitu merindukannya, lautan rindu itu bersarang di tatapan ku. ingin rasanya ku peluk dia, tapi itu akan sangat memalukan untuk ku.
"kamu tak ingin bicara dengan ku, kamu masih marah padaku?" ucapañnya membuat aku berdehem, hanya untuk sekedar mengusir rasa gugup ku.
"tentu aku baik" suaraku terdengar tak normal, aku benci seperti ini. "masuklah, rumahku masih mau menerimamu" dia hanya tersenyum menanggapi lelucon ku. tapi dengan cepat dia melangkah masuk da duduk di ruang tamu.
"tak usah repot-repot kalau ingin membuatkan minuman untukku"
"aku juga tak berniat untuk melakukan itu" tawanya mengisi seluruh ruangan. "arka yang dulu tak pernah seketus ini, menurutku." ucapnya menatap kearah ku.
"semua bisa berubah"
"bagaimana dengan perasaan mu?" pertanyaanya membuat dada ku berdebar hebat...
***
hhe sorry cerita ga mutu, iseng" aja nyoba nulis........ ampun dah jlek
Comments
ts nya cw yaa?
Itu itu, perparagraf n perdialog kasih spasi/enter donk, jangan rapet gitu biar enak bacanya
Btw, penulisan nama huruf depannya harus dikapital ya^^
Lanjuuut^^/
Jangan lupa mention...
“kau ingin minum apa?” nyatanya aku hanya seorang pengecut.
Kulihat dia hanya tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dariku, jujur aku gugup sekarang. tak bertemu dengannya selama lima tahun, tentu saja membuat banyak perubahan. rambutnya yang dulu panjang kini ia potong pendek tapi itu tak mengurangi ketampanannya.
“dimana tante Nadia?”
“terlalu sore untuk menanyakan keberadaanya, haruskah ku ulang pertanyaanku?” masih dengan nada ketus ku.
“aku hanya ingin bertemu dengan mu, aku sedang tidak haus.” jawabnya, dia berdiri dan melangkah kearah pintu. aku hanya bisa menatap punggungnya. ada rasa hampa di hatiku saat ini.
“bagaimana keadaanmu, Arka?” pertanyaan itu lagi, ingin sekali ku teriakkan padanya kalau aku tak baik-baik saja setelah kepergiannya. tapi apa yang ku harapkan dengan mengatakan itu?
“kau bisa lihat sendiri Ga, tak usah kau Tanya lagi. bagaimana dengan keadaan mu sendiri? bagaimana kabar kekasihmu itu?” sakit rasanya mengingat masalalu itu, sungguh dadaku perih saat ini.
Dirga menatapku lagi, aku tak pernah bisa melawan tatapannya. aku hanya menunduk.
“kau sungguh bukan pembohong yang pintar, semua tak baik-baik saja kan Arka? kau merindukan ku?” aku hanya menggeleng dan bangkit dari duduk ku, aku berjalan kearah jendela, membelakanginya.
“lima tahun sudah cukup membuat ku sadar, kamu bukanlah milikku. aku tak ingin merusak mu dengan masuk kedunia ku.sadarkah kau Ga, aku sahabat yang payah.” kenapa rasanya sesakit ini? aku memegangi dada ku, mencoba menahan segala inginku.
“kau bukanlah sahabat yang payah.”
“juga bukan orang yang pantas kau cintai.” kurasakan bibirku bergetar.
“stop Arka. jangan buat aku semakin merasa bersalah.” dia terdengar tersiksa, sungguh aku tak pernah berniat untuk menyakitinya
“jadi kau kembali hanya karena merasa bersalah?” tuduh ku.
“bukan itu maksud ku, aku..”
“pergilah, jangan buang waktumu disini”
“Arka,,” suaranya tercekat.
“tutup pintunya setelah kau keluar” aku meninggalkannya tanpa mau menoleh lagi kearahnya.
***
Ternyata nulis cerita thu nguras tenaga.. kritik dan sarannya yahh.. sorry penulis abal-abal…
Lanjut aja deh.
Hmmmm lagihhh...
Tapi tetep, masih rapet,
maaf ka lupa rengganginnya,, jangan bosan kasih kritikan ya ka...
dengan ucapan itu, gadis didepan ku ini akan
sangat mengerti apa yang ku maksud. tanpa aku
harus menjelaskan lebih jauh lagi.
"siapa yang kembali?" ternyata dugaan ku salah,
Alin bukanlah gadis yanh mudah tanggap atau
karena dia tak terlalu memperhatikan. aku hanya
mendesah, sekedar untuk mengusir sesak di
dadaku yang tiba-tiba terasa menghimpitku.
"Seseorang" baru kali ini aku merasa begitu susah
menyebut nama seseorang.
"Kakak sepupu mu yang kemaren meninggal." Aku
tahu dia bercanda, hanya sàja aku sedang tak
berniat menanggapi lelucon sahabat baik ku ini.
Alin masih sibuk berkutat dengan bakso
didepannya tanpa merasa perlu menoleh kearah ku.
"Arka, jangan bilang dugaan ku ben.."
"DIRGANTARA AFRIANSYAH" Potong ku, ucapanku
sukses membuat dia diam seketika. aku hanya
menatap datar kearahnya. dia menatap ku dengan
tatapan yang sulit kuartikan, tatapan kasihan kah
itu. jika benar, aku sungguh tak perlu di kasihani.
"Kapan kau bertemu dengannya"
"kemarin, Dia datang kerumah ku."
"Apa yang dia katakan? bukan, bukan itu yang
lebih dulu ingin kutanyakan tapi bagaimana
sikapmu kemarin padanya? bagaimana perasaan
mu?" Aku hanya meringis mendengar pertanyaan
Alin. Haruskah ku bohongi Alin juga? Tapi
bukankah seperti yang Dirga bilang, kalau aku
bukanlah pembohong yang pintar.
"Jangan bilang kau masih mencintai dia Arka?
Setelah semua yang dia lakukan padamu? Ingatkah
kau bagaimana dia menyakiti mu dulu?" Ada
penekanan disetiap kata yang diucapkan Alin.
"Aku tidak mungkin melupaknnya Lin, hanya saja.."
"Jangan bertingkah bodoh Arka, dia tidak pernah
mencintaimu. Dia tak pantas untuk mendapatkan
cintamu bahkan hanya untuk bisa bersahabat lagi
denganmu, dia sungguh tak pantas. jadi
enyahkanlah perasaan cintamu itu." Alin benar. tapi
bisakah Alin sedikit saja bisa mengerti perasaan ku
sekarang. Tahukah Alin kalau terkadang cinta itu
egois.
Aku tidak mungkin bisa melupakan Dirga, walau ia
menyakiti ku hampir lima tahun ini. semakin tak
mungkin saat Dirga sudah berada begitu dekat
denganku. biarkan aku meraih luka itu lagi.
" Aku menginginkannya Lin, sungguh walau sesakit
apapun itu. Aku memang bodoh." perasaan ku
menang, Aku menantang mata Alin. aku harap ia
bisa sedikit mengerti perasaan ku.
"Arka haruskah kuingatkan padamu kalau dia TAK
AKAN PERNAH mencintaimu. kau hanya sekedar
sahabat buatnya. Dia tak sama dengan mu, dia
bukan HOMO seperti mu. dia normal." ucapan Alin
terasa menusuk ku sekarang. ya aku melupakan
kenyataan itu. aku memang bodoh membuat diriku
mengharapkan hal yang sia-sia. "Berhenti
mengharapkan pria pengecut sepertinya Arka,
harapnmu hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Dia
hanya masalalu untuk mu. oke?" suara Alin tegas.
"Bagaimana kalau dia mencintaiku sekarang?" ingin
saja ku tertawakan diriku karena berucap hal yang
sangat mustahil. kulihat Alin membuang
pandangannya dariku. aku tahu ia kecewa padaku.
"Maafkan aku, seperti yang kamu katakan aku
memang bodoh. tapi seandainya kau ada
diposisiku sekarang, aku yakin kau akan melakukan
hal yang sama." bela ku.
"Aku tak sebodoh dirimu, aku tak akan pernah
menunggu pria yang meninggalkan ku saat ku akui
perasaan ku padanya. aku tak akan menunggu pria
yang dengan sengaja berpacaran dengan wanita
lain saat dia tahu perasaan ku. aku tak akan
menunggu pria yang meninggalkan ku tanpa
kepastian yg jelas dan aku tak akan bodoh
menunggu pria yang tidak mencintaiku" ucapan
Alin menohok hatiku, Aku hanya bisa tersenyum
miris.
"Kau memang tak sebodoh diriku, tapi.."
"Berhenti menyakiti dirimu dengan harapan itu Arka,
pakailah logika mu. jangan turuti hatimu sekarang."
Alin menatap intens kearah ku.
" tidak biskah aku mencobanya sekali lagi? walau
sesakit apapun itu, aku akan trima." Suaraku
memelas, aku sungguh meminta satu kesempatan
itu ada.
"Jangan buat aku marah padamu Arka, ingatkah
kau sekarang kau tak lagi sendiri? ingatkah kau
dua hari yang lalu kau baru saja menerima orang
lain sebagai pengganti Dirgamu itu. jangan sakiti
dia Arka. Aron pria yang baik, Aku bahagia jika
melihat kau bersama Aron daripada Dirga yg hanya
bisa menyakitimu." kini tamatlah sudah, Aku
sungguh melupakan kejadian dua hari itu.
Apa yang bisa kulakukan sekarang? seegois
apapun aku, tapi untuk menyakiti orang lain
sungguh itu hal terahir yang akan kulakukan. Aku
tak mungkin berpaling begitu saja dari Aron saat
dulu dengan gigihnya ia memper juangkan cintanya
padaku.
Dirga, haruskah ku kubur dalam-dalam keinginan
ku. Dilema sungguh melandaku.
dengan ucapan itu, gadis didepan ku ini akan
sangat mengerti apa yang ku maksud. tanpa aku
harus menjelaskan lebih jauh lagi.
"siapa yang kembali?" ternyata dugaan ku salah,
Alin bukanlah gadis yanh mudah tanggap atau
karena dia tak terlalu memperhatikan. aku hanya
mendesah, sekedar untuk mengusir sesak di
dadaku yang tiba-tiba terasa menghimpitku.
"Seseorang" baru kali ini aku merasa begitu susah
menyebut nama seseorang.
"Kakak sepupu mu yang kemaren meninggal." Aku
tahu dia bercanda, hanya sàja aku sedang tak
berniat menanggapi lelucon sahabat baik ku ini.
Alin masih sibuk berkutat dengan bakso
didepannya tanpa merasa perlu menoleh kearah ku.
"Arka, jangan bilang dugaan ku ben.."
"DIRGANTARA AFRIANSYAH" Potong ku, ucapanku
sukses membuat dia diam seketika. aku hanya
menatap datar kearahnya. dia menatap ku dengan
tatapan yang sulit kuartikan, tatapan kasihan kah
itu. jika benar, aku sungguh tak perlu di kasihani.
"Kapan kau bertemu dengannya"
"kemarin, Dia datang kerumah ku."
"Apa yang dia katakan? bukan, bukan itu yang
lebih dulu ingin kutanyakan tapi bagaimana
sikapmu kemarin padanya? bagaimana perasaan
mu?" Aku hanya meringis mendengar pertanyaan
Alin. Haruskah ku bohongi Alin juga? Tapi
bukankah seperti yang Dirga bilang, kalau aku
bukanlah pembohong yang pintar.
"Jangan bilang kau masih mencintai dia Arka?
Setelah semua yang dia lakukan padamu? Ingatkah
kau bagaimana dia menyakiti mu dulu?" Ada
penekanan disetiap kata yang diucapkan Alin.
"Aku tidak mungkin melupaknnya Lin, hanya saja.."
"Jangan bertingkah bodoh Arka, dia tidak pernah
mencintaimu. Dia tak pantas untuk mendapatkan
cintamu bahkan hanya untuk bisa bersahabat lagi
denganmu, dia sungguh tak pantas. jadi
enyahkanlah perasaan cintamu itu." Alin benar. tapi
bisakah Alin sedikit saja bisa mengerti perasaan ku
sekarang. Tahukah Alin kalau terkadang cinta itu
egois.
Aku tidak mungkin bisa melupakan Dirga, walau ia
menyakiti ku hampir lima tahun ini. semakin tak
mungkin saat Dirga sudah berada begitu dekat
denganku. biarkan aku meraih luka itu lagi.
" Aku menginginkannya Lin, sungguh walau sesakit
apapun itu. Aku memang bodoh." perasaan ku
menang, Aku menantang mata Alin. aku harap ia
bisa sedikit mengerti perasaan ku.
"Arka haruskah kuingatkan padamu kalau dia TAK
AKAN PERNAH mencintaimu. kau hanya sekedar
sahabat buatnya. Dia tak sama dengan mu, dia
bukan HOMO seperti mu. dia normal." ucapan Alin
terasa menusuk ku sekarang. ya aku melupakan
kenyataan itu. aku memang bodoh membuat diriku
mengharapkan hal yang sia-sia. "Berhenti
mengharapkan pria pengecut sepertinya Arka,
harapnmu hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Dia
hanya masalalu untuk mu. oke?" suara Alin tegas.
"Bagaimana kalau dia mencintaiku sekarang?" ingin
saja ku tertawakan diriku karena berucap hal yang
sangat mustahil. kulihat Alin membuang
pandangannya dariku. aku tahu ia kecewa padaku.
"Maafkan aku, seperti yang kamu katakan aku
memang bodoh. tapi seandainya kau ada
diposisiku sekarang, aku yakin kau akan melakukan
hal yang sama." bela ku.
"Aku tak sebodoh dirimu, aku tak akan pernah
menunggu pria yang meninggalkan ku saat ku akui
perasaan ku padanya. aku tak akan menunggu pria
yang dengan sengaja berpacaran dengan wanita
lain saat dia tahu perasaan ku. aku tak akan
menunggu pria yang meninggalkan ku tanpa
kepastian yg jelas dan aku tak akan bodoh
menunggu pria yang tidak mencintaiku" ucapan
Alin menohok hatiku, Aku hanya bisa tersenyum
miris.
"Kau memang tak sebodoh diriku, tapi.."
"Berhenti menyakiti dirimu dengan harapan itu Arka,
pakailah logika mu. jangan turuti hatimu sekarang."
Alin menatap intens kearah ku.
" tidak biskah aku mencobanya sekali lagi? walau
sesakit apapun itu, aku akan trima." Suaraku
memelas, aku sungguh meminta satu kesempatan
itu ada.
"Jangan buat aku marah padamu Arka, ingatkah
kau sekarang kau tak lagi sendiri? ingatkah kau
dua hari yang lalu kau baru saja menerima orang
lain sebagai pengganti Dirgamu itu. jangan sakiti
dia Arka. Aron pria yang baik, Aku bahagia jika
melihat kau bersama Aron daripada Dirga yg hanya
bisa menyakitimu." kini tamatlah sudah, Aku
sungguh melupakan kejadian dua hari itu.
Apa yang bisa kulakukan sekarang? seegois
apapun aku, tapi untuk menyakiti orang lain
sungguh itu hal terahir yang akan kulakukan. Aku
tak mungkin berpaling begitu saja dari Aron saat
dulu dengan gigihnya ia memper juangkan cintanya
padaku.
Dirga, haruskah ku kubur dalam-dalam keinginan
ku. Dilema sungguh melandaku.