It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Hozier - take me to cruch
My lover's got humour
Kekasihku punya selera humor yang unik
She's the giggle at a funeral
dia bahkan bisa menghadirkan tawa diliang
kubur
Knows everybody's disapproval
seakan-akan dia tahu penderitaan semua orang
I should've worshiped her sooner
seharusnya aku mempercayaiNya dulu
If the heavens ever did speak
jika langit bisa bicara
She's the last true mouthpiece
dia akan mengatakan yang sebenarnya
Every Sunday's getting more bleak
setiap mingguku menjadi hari yang suram
A fresh poison each week
Selalu ada racun doktrin baru setiap khotbah
dihari minggu(/color]
'We were born sick, ' you heard them say it
kita terlahirkan sakit, kamu mendengar mereka
mengatakan itu
My Church offers no absolutes.
Gerejaku tidak memberikan kenyataan sama
sekali
She tells me, 'Worship in the bedroom.
Lalu kekasihku berkata pada ku, "berdoa lah di
tempat tidur saja bersama ku"
The only heaven I'll be sent to
Hanya itu lah satu-satunya kenikmatan nyata
yang bisa aku berikan
Is when I'm alone with you
ketika aku sedang bersama mu
I was born sick,
Aku terlahir sakit,
But I love it
tapi aku menyukainnya
Command me to be well
perintahkan aku untuk menjadi baik dan normal
kembali
Amien. Amien. Amien. Amien.
[Chorus x2:]
Take me to church
Bawa aku ke gereja
I'll worship like a dog at the shrine of your
lies
Aku akan menyembah mu seperti anjing di kuil
kebohongan Mu
I'll tell you my sins and you can sharpen your
knife
Aku akan mengatakan dosaku padamu, dan
Kamu bisa mulai mengasah pisauMu
Offer me that deathless death Good God,
berikan aku kematian, ambilah nyawaku tuhan
yang baik
let me give you my life
ku persembahkan hidupku pada Mu
If I'm a pagan of the good times
Andai aku hidup di zaman dulu dan beragama
pagan
My lover's the sunlight
maka engkaulah dewi matahari ku
To keep the Goddess on my side
sinar terangmu lah yang akan selalu
menemaniku
She demands a sacrifice
menuntunku untuk melakukan apa yang Engkau
mau
Drain the whole sea
menguras lautan pun aku sanggup
Get something shiny
mencari sesuatu yang berkilaupun aku rela
Something meaty for the main course
bahkan mencarikan daging segar pun akan aku
lakukan
That's a fine looking high horse
Demi keyakinanku padamu, aku persembahkan
segalanya
What you got in the stable?
Apa yang Engkau inginkan?
We've a lot of starving faithful
Akan aku berikan semuannya
That looks tasty
Lihatlah sangat lezat
That looks plenty
terlihat sangat banyak
This is hungry work
Ini terlihat sangat lapar
[Chorus x2:]
Take me to church
Bawa aku ke gereja
I'll worship like a dog at the shrine of your
lies
Aku akan menyembah mu seperti anjing di kuil
kebohongan Mu
I'll tell you my sins and you can sharpen your
knife
Aku akan mengatakan dosaku padamu, dan
Kamu bisa mulai mengasah pisauMu
Offer me that deathless death Good God,
berikan aku kematian, ambilah nyawaku tuhan
yang baik
let me give you my life
ku persembahkan hidupku pada Mu
No Masters or Kings
Tidak ada guru ataupun raja
When the Ritual begins
Ketika Ritual dimulai
There is no sweeter innocence than our
gentle sin
Tidak ada rasa salah dari dosa manis kita
In the madness and soil of that sad earthly
scene
Dalam kegilaan adegan duniawi yang
menyedihkan ini
Only then I am Human
Hanya karena itu lah aku Manusia
Only then I am Clean
Hanya karena itu lah aku suci
Amien. Amien. Amien. Amien.
[Chorus x2:]
Take me to church
Bawa aku ke gereja
I'll worship like a dog at the shrine of your
lies
Aku akan menyembah mu seperti anjing di kuil
kebohongan Mu
I'll tell you my sins and you can sharpen your
knife
Aku akan mengatakan dosaku padamu, dan
Kamu bisa mulai mengasah pisauMu
Offer me that deathless death Good God,
berikan aku kematian, ambilah nyawaku tuhan
yang baik
let me give you my life
ku persembahkan hidupku pada Mu
kemaren liat mv muse - starlight di breakout, wiih kangen juga ya sama lagu2nya muse
terus tadi pagi di temlen ada yg ngetuit album baru muse, w... ><
terus browsing lah
titel album barunya (album ke 7) Drones ada 12 lagu gitu
terus liat dua singlenya di youtube
psycho
sama dead inside
keren.... njir
Setelah 16 tahun dari perilisan album debut mereka, “Showbiz” (1999), Muse masih bertahan dan bahkan makin perkasa. Rangkaian album yang mereka rilis (dengan beberapa album terakhir secara konsisten dirilis per-3 tahun) menunjukkan pergerakan bermusik mereka yang tetap mengedepankan semangat progressive rock dengan balutan brit-rock, glam, metal atau musik klasik. Kabarnya dalam “Drones“, yang merupakan album ke-7 mereka, Matt Bellamy, Christopher Wolstenholme dan Dominic Howard akan kembali ke akar musik mereka.
Tapi akar musik mereka begitu beragam, sehingga mungkin pertanyaan tersebut menjadi sumir. Mungkin maksudnya kembali ke sound yang mereka usung di album-album awal, mengingat “The Resistance” (2009) dan “The 2nd Law (2012)”, album terakhir mereka, terdengar lebih ngepop, meski memasukkan sensasi eksperimental dari segi sound, serta tentunya tak terlupa dengan akar rock Muse itu sendiri.
Mendengarkan ‘Dead Inside’, track pembuka album, tentu saja rock alternative gloomy ala Muse masih kental mewarnai, hanya saja penggunaan synth memang cenderung membuat arsiran pop menjadi lebih tebal. Track ini masih belum indikasi akan kembalinya Muse ke akar.
Tapi jangan takut, karena “Drones” menyimpan itu di track berikutnya. Dengan ‘Psycho’ dipastikan penggemar Muse akan terpuaskan karena menampilkan kekuatan rock moody dan glam ala Muse dengan cukup prima. Dan meski ia adalah ebuah lagu rock gahar, namun masih sangat mudah dicerna dan memiliki melodi dan struktur yang cukup sederhana.
Rock-rock organis dengan cabikan gitar elektrik dan ketukan drum prima menjadi andalan dalam track seperti ‘Reapers’, ‘The Handlers’ atau track yang Queen-esque, ‘Defector’, menjadikan Muse sebagai pengusung metal yang meriah dan riuh, siap untuk memanaskan arena.
Muse juga tidak senantiasa gahar, karena mereka juga mengusung semangat brit-rock yang manis dalam track ‘Mercy’ dan ‘Revolt’, yang secara efektif akan mengembalikan kenangan akan Muse di awal karirnya, jika itu yang memang kita inginkan.
Secara tematis “Drones” berbicara tentang deep ecology, the empathy gap, dan World War III, seperti yang dikatakan oleh Bellamy dalam sebuah wawancara. Terdengar agak distopian memang, sehingga nuansa fiksi ilmiah terdengar mengurai kuat dalam beberapa lagu.
Contoh paling kuat akan aspek tematis ini mungkin terdapat dalam track paling ambisius di album ini, ‘The Globalist’. Berdurasi sekitar 10 menit, lagu dibuka dengan instumental atmosferik yang terdengar seperti lagu tema film western. Kemudian masuklah vokal Bellamy, yang bernyanyi dengan berlarat, seolah merasakan sensasi sedih yang akut, sampai kemudian enerji mengeskalasi dengan riff gitar yang merobek-robek sedang choir di latar memberi kesan menghantui. Dramatis. Sensasional. Sesuatu yang memang bisa kita harapkan dari Muse.
Kelebihan Muse lain adalah bisa menghantarkan subtilitas dalam lagu-lagunya dan “Drones” tak terlupa untuk menyertakan lagu sejenis. Hadirlah track yang menghanyutkan seperti ‘Drones’ dengan nuansa ethereal yang kaya atau kesedihan yang diusung dalam ‘Aftermath’.
Mendengarkan “Drones” kita menyadari jika Muse memang ingin back-to-basic. Sound-sound eksperimental dipinggirkan, dan mereka memilih untuk mendekati lagu-lagu yang mengedepankan melodi rock yang lebih tradisional, sebagaimana yang dulu mereka usung di awal karir.
Rasanya mereka tepat untuk menggandeng Robert John “Mutt” Lange sebagai mitra produser untuk “Drones”. Mutt sudah berpengalaman mengerjakan banyak album dari musisi rock kenamaan, seperti AC/DC atau Def Leppard misalnya, sehingga ia mengerti benar tone dan arah yang diinginkan oleh Muse dalam albumnya. Kerja kolektif merekalah yang membuat “Drones” bersinar begitu terang dan sulit untuk dihindari pesonanya.
“Drones” adalah bukti tegas bagaimana corak lama bukan berarti usang. Yang paling penting bagaimana mengolah atau memoles corak tersebut dengan ciri khas dan karakter yang membawakannya. Muse membuktikan jika mereka memang masih perkasa dan terkuat saat ini. “Drones” adalah pembuktiannnya. Sebuah album yang terkonsep dengan matang, dengan kualitas produksi papan atas, serta lagu-lagu yang memikat.
TRACKLIST
1. “Dead Inside” 4:24
2. “[Drill Sergeant]” 0:21
3. “Psycho” 5:28
4. “Mercy” 3:52
5. “Reapers” 5:59
6. “The Handler” 4:33
7. “[JFK]” 0:54
8. “Defector” 4:33
9. “Revolt” 4:05
10. “Aftermath” 5:48
11. “The Globalist” 10:07
12. “Drones” 2:51
Anton Zaslavski atau Zedd mungkin membuat namanya berkibar melalui album debutnya, “Clarity” (2012) dan menjadikan dirinya sebagai salah satu selebritas kenamaan saat ini. Tidak hanya memperkenalkan dirinya serta musikalitas yang ditawarkannya, album itu juga menarik banyak musisi lain untuk bekerjasama. Lady Gaga, Justin Bieber, atau Ariana Grande mungkin bisa disebut sebagai contoh sukses kerjasama tersebut.
Tiga tahun berlalu dan kini hadirlah album sophomorenya, “True Colors”. Kata orang jika album pertama adalah album untuk memperkenalkan diri maka album kedua adalah album pembuktian, apakah ia akan bertahan dan lanjut atau tersendat dan kemudian berhenti. Penentuan nasib seorang musisi pendatang baru tergantung pada kualitas album keduanya. Lantas bagaimana dengan Zedd. Apakanya produser dan DJ yang baru berusia 25 tahun ini bisa membuktikan jika ia pantas untuk tetap maju ke depan?
Ada alasan kenapa Zedd menamakan albumnya dengan “True Colors”, karena setiap lagu yang terdapat dalam albumnya diasosiasikan dengan sebuah warna. Setiap lagu hadir dengan warnanya sendiri. Setelah mendengarkan “True Colors” secara keseluruhan, sebenarnya agak sulit untuk menemukan warna yang tepat sebagaimana yang diinginkan oleh Zedd, tanpa terlebih dahulu melihat contekan perwakilan warna setiap lagu. Mengapa? Karena sebagian besar materi dalam “True Colors” justru kini terdengar lebih seragam, yaitu nomor pop yang familiar kalau tidak mau disebut formulatis.
Contohlah kolaborasinya dengan Selena Gomez, ‘I Want You To Know’, yang dengan tegas menampilkan Zedd dalam mode pop, dibandingkan hardcore EDM ala electro house. Agak mengingatkan akan ‘Break Free’-nya Ariana Grande. Tapi jika pop yang dikejar oleh Zedd, bolehlah, meski sayangnya Zedd akhirnya agak meminggirkan aransemen dan sound yang lebih canggih dan kompleks, sebagaimana yang biasa kita kenal darinya.
Inilah yang terjadi pada album “True Colors”. Terlepas dari track instrumental yang porsinya sangat minim, hanya satu tepatnya, yaitu ‘Bumble Bee’, sebuah electro yang merupakan hasil kerjasama Zedd dengan Botnek, semua lagu adalah nomor-nomor pop yang mengejar melankolisme dan drama. Mungkin agak pengecualian ada di nomor hibrida trap, dubstep, electro, dan pop, ‘Transmission’.
Selebihnya Zedd akan mengajak kita pada pahit manisnya romansa. Simak saja seperti ‘Beautiful Now’ yang menghadirkan vokal Jon Bellion. Tampaknya Zedd masih percaya pada EDM yang begaya progressive house bercampur pop sebagai singlenya. ‘Beautiful Now’ adalah sebuah pop manis yang dinyanyikan Bellion dengan sedikit melodramatis, meski beat yang bergerak dengan berderap tentunya dapat menjadi teman di lantai club. Hasilnya memang menjadi terdengar lebih melankolis.
Kita masih akan menemukan sensasi yang sama dalam track seperti ‘Done With Love’ atau ‘Straight to Fire’. Tapi jangan salah. Meski lagu-lagu ini memang terdengar nge-pop dan tipikal atau klise, tapi setidaknya Zedd mampu membangun emosi yang tepat, baik melalui lirik maupun notasi melodi. Lagunya terdengar manis sekaligus getir, dan rasa-rasanya itu cukup sulit untuk dilakukan, meski Zedd mampu untuk melakukannya.
Yang juga patut dicermati adalah ‘Papercut’, sebuah nomor moody dimana Zedd mengajak penyanyi muda Troye Sivan sebagai pengisi vokal. Juga track yang terdengar layaknya sebuah indie-pop, berjudul ‘Daisy’, dan menjadi pemberi “warna” kuat di album ini. Sebagai penutup, Zedd mengajak band remaja Echosmith untuk membantunya di track ‘Illusion’, dimana semangat indie-pop tadi kembali dibangun sebagai pengemas lagunya.
Baiklah. Mungkin Zedd memang tidak ingin mengeksplorasi kekuatannya sebagai seorang DJ dengan keluar dari ranah aman dan bereksperimen dengan sound dan gaya serta corak EDM. Ia hanya melanjutkan gaya pop yang sudah membesarkan namanya melalui album “Clarity”. Sebuah pilihan yang sebenarnya tidak bisa dihakimi juga, karena setiap musisi memiliki cara dan keyakinan tersendiri dalam pilihan karir mereka.
Dengan “True Colors” Zedd bisa membuktikan kalau ia seorang musisi EDM dengan pendekatan pop yang kuat. Membuktikan jika nomor pop generik juga masih bisa dinikmati dengan manis dan memikat. Lagipula, “True Colors” adalah album yang renyah untuk disimak. Relax and enjoy the so-called colors, tanpa harus banyak beban di benak.
So, is Zedd here to stay or what? Jawaban terbesar adalah “yes!”.
TRACKLIST
1. “Addicted to a Memory” (featuring Bahari) 5:03
2. “I Want You to Know” (featuring Selena Gomez) 3:59
3. “Beautiful Now” (featuring Jon Bellion) 3:38
4. “Transmission” (featuring Logic and X Ambassadors) 4:02
5. “Done with Love” 4:56
6. “True Colors” 3:48
7. “Straight Into the Fire” 3:41
8. “Papercut” (featuring Troye Sivan)7:23
9. “Bumble Bee” (with Botnek) 4:07
10. “Daisy” 2:54
11. “Illusion” (featuring Echosmith) 6:30
Zedd - True Colors (2015).zip
ZIP file, 101 MB