BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Bayang-Bayang Sepanjang Badan

123578

Comments

  • Merindinnngggg. Lanjuttttttt.....
  • Merindinnngggg. Lanjuttttttt.....
  • Mention dong bang? hehe^^
  • Menyimak.... Selalu



  • Di tengah malamnya, begitu sulit terasa untuk memejamkan mata. Kala hening begini, sosok Rizki kecil kembali hadir dalam fikiranku. Ngapain juga mbak Yuyun minta pulang ke Jogja ? misal ga pulang maka Rizki akan dapat perawatan yang baik di Jakarta ini. Dalam hal ini, panggilan daerah asal untuk istirahat yang panjang terjadi pada Rizki. Lalu apa maksud dari semua ini ? semisal, Rizki ke Jakarta untuk menyadarkan Tamam, itu ternyata tidak pernah membuat Tamam sadar.

    "cemeng amat elu" hinaan Wirya

    aku ga menjawab, dah semalam ini masih saja dia cari musuh

    "pake nangis segala ! syukuri saja, tugas anak kecil itu sudah habis ! maka sekarang dia kembali ke samping Allah SWT" kalimat arif dan bijak sana dari Wirya tapi penyampaiannya kurang pas, bikin emosi malah

    "ini dah malam, mau cari ribut ? anak sekecil itu memiliki tugas yang baik, sedangkan elu ga menjalankan tugas dengan baik" aku balik menyindir

    "ya santai aja ! makanya gue belon meninggal karena masih banyak tugas yang belon selesai" apa Wirya lagi kesambet

    "hmm serah elu lah, gue mau tidur" kataku sambil menghapus air mata

    "bagus, jadi cowok jangan cemeng-cemeng amat !" saran Wirya

    "gue kan setengah cowok, harusnya elu ngerti" kataku

    "iiiiiii..... manusia setengah-setengah serem, sana elu jauh-jauh" usir Wirya

    "sialan, harusnya elu sana, nyingkir dari kasur gue !" aku membalas

    "berhubung sudah malam, gue pura-pura ga dengar ah" kata Wirya dan ini kebiasaan Wirya menghindar dari masalah yang diciptakannya ...

    zzzzzzzzz rrggggg zzzzzzzz si Wirya sudah ngorok, kakinya menghajar pahaku, menyepak guling, dan lain-lain
    Aku bangkit dari kasur
    Aku masih ga bisa tidur, lalu ku tuntaskan tulisanku tentang sosok Rizki dan mbak Yuyun, dan aku print dua rangkap, ada intuisi yang menuntunku, padahal aku ga tahu siapa yang harus membaca tulisan ini.


    Keesokan siangnya, suasana istirahat sedikit berbeda dari hari-hari yang telah berlalu. Ada ajakan makan siang bareng, bersama anak-anak geng cibubur teman angkatan waktu kuliah termasuk kakak kelasku Wirya. Kesempatan ini, Wirya akan mengenalkan cewek barunya pada kami.
    Hanya ada dua teman cibubur yang datang, dan tentunya Wirya sudah senyum-senyum melihatku yang bersedia menyambut ajakan makan siang ini

    "selamat siang mbak, gue Toni teman kuliah Wirya" perkenalanku pada cewek baru si Wirya

    Cewek ini agak manis dan lugu. Wah banting stir nih si Wirya, dibandingin Anita yang cantik dan super putih, cewek baru ini lebih apa adanya. Type seperti ini kurang cocok untuk Wirya yang super dinamis, itu menurutku, tetapi yang menjalaninya tentu mereka berdua, dan merekalah sebenarnya yang harus paham

    "ayo dimakan, mumpung ada Wirya yang akan mentraktir kita" candaanku

    "waduh... kagak ! bayar sendiri-sendiri saja" penghindaran dari Wirya

    "parah... sama si mbak ini elu juga bayar sendiri-sendiri ?" tanya teman cibubur

    "iya" jawab Wirya dan ceweknya tersenyum mendengar jawaban Wirya ini.


    Malam harinya, kembali aku dapati Wirya lagi diceramahi mama sambil makan malam, hmmmm kenyang tuh si Wirya oleh nasi dan ceramah mama
    aku ikut menimpali sekedar ramah tamah, padahal tubuhku dah pengen sekali untuk dimandikan, lengket dan lepek

    "ayo dimakan Ton" canda Wirya

    "ogah gue 1/2 potong tempe bekas elu" protesku

    mama tertawa

    "Udah beli baju baru elu untuk resepsi Kurniawan ?" tanya Wirya padaku

    "sudah" jawabku

    "oh ya berangkat dari mana besok ?" tanya dia lagi

    "mama dan keluarga Anita berangkat dari Cikupa" jawabku

    "elu ?" tanya dia lagi dan lagi wkwkwk

    "gue jaga rumah lah ! paling gue sama anak-anak cibubur" jawabku

    "oh jangan, anak-anak cibubur ngumpul di tempat kosku" jawab Wirya

    "hmm tenyata elu ada kos ! makanya elu numpang-numpang gini" sindiranku

    "gue sih butuh naungan mama sebenarnya, makanya gue masih bela-belain kesini" alasan numpang gratis ala Wrya wkwkwk

    "bohong, bilang aja elu kangen sama penghuni rumah sebelah" kataku menunjuk rumah Tamam yang biasanya gelap gulita
    Tetapi sekarang rumah itu ada seberkas cahaya lampu.... duuugggg, Wirya kaget dan menghambur ke samping mama

    "loh... kemaren gelap, orangnya sudah mati, ini kok ada a lampu ?" tanya Wirya

    "ada orang yang biasa disuruh Tamam jaga rumah ! gitu aja takut" kata mama

    "hmmm gitu....... " kata Wirya


    Aku minta permisi untuk segera berlalu ke kamar mandi dan membersihkan badan
    Wirya kembali lahap makan dari menu yang masih tersisa dalam piringnya


    Keesokan sorenya di hari resepsi pernikahan Anita dan Kurniawan,
    aku bergegas ke kosan Wirya sesuai kesepakatan, kami bergerak dari sana

    Di dalam kosan itu sudah ada satu temanku dari cibubur yang lagi malas-malasan tidur sedangkan Wirya masih asik dengan stict games nya di depan monitor layar lebar
    sumpeeekkk sekali kosan ini

    "mana yang lain ? katanya kita rame-rame dari sini?" tanyaku

    "malam mereka langsung ke lokasi pesta jadinya" penjelasan teman cibubur itu

    "ya udah, sana---sana........ keluar ! .... gue mau bersihkan ruangan ini !" hardikku

    "hmmmm " jawab mereka lesu

    "keluar.... elu cepatan mandi Wirya!" perintahku


    teman cibuburku keluar menuju ruang tamu kosan itu entah berbincang denga siapa dia
    Segera Wirya juga masuk dalam kamar mandi untuk siap-siap ke acara itu
    Ku vacum semua debu di meja, dan lantai dalam kamar COWOK ini, hehe cowok huruf kapital lagi wkwkwkw
    ku satukan semua celana dan boxer yang bau dan bergelantungan lalu ku masukkan dalam mesin cuci
    Beres ......


    Ketika Wirya selesai mandi, teman cibubur yang satu itu kembali masuk kamar

    "waaahhhh dah bersih dan rapiii" serempak mereka berucap

    "ya sudah, sekarang elu yang mandi, cepat !" aku juga bersuara


    dia masuk kamar mandi dan Wirya mencari baju yang pas untuk pesta


    "pake yang mana nih Ton" tanya Wirya

    "tanya sama cewek elu lah, ngapain gue yang milih-milih baju untuk elu" jawabku

    "dia lagi monitoring luar kota, ayolah Ton, sombong amat elu" kata Wirya

    "ya santai aja Wir, apapun bajunya, darisononya elu dah cakep" kataku

    "asik .... elu bilang gue cakep ? emang gue cakep, ga perlu elu berkata begitu" sombongnya si Wirya wkwkwk

    "ya udah.... gue no comment sih" balasku

    "so... gue juga pilih warna kehitaman biar matching dengan baju elu"

    aku ga merespon, takut Wirya salah pengertian


    Jelang magrib, kami tiba di lokasi pesta
    kami disambut oleh bunyi-bunyian instrumen yang syahdu dalam sebuah ruangan yang tertutup
    ini Jala lagi latihan dan persiapan perform bersama Felix. Duh Felix yang dulu kecil, sekarang begitu mahir memainkan alat musik Keyboard
    Pengen melongok ruangan itu, tapi dah keburu disambut oleh mama dan keluarga Cikupa


    Aku dan teman-temanku diperkenalkan pada keluarga besar Kurniawan, dah terbayang ramah-tamahnya seperti apa, kalau ada Felix lumayan asik karena aku tidak kan merasa asing.
    Dua puluh menit aku habiskan untuk beramah tamah serba kaku dan jaga sikap, huffff
    dan tak kusangka Felix terlihat berlarian keluar dari ruangan mengejar seseorang.
    Seseorang yang putih terpaku memilih aneka buah yang dihidangkan pada sebuah pondok.
    Duuuuugggg............................... Daya...... iya anak itu adalah Daya yang pernah kulihat waktu dia sakit
    Apa dia sudah tahu kematian Tamam ? Katanya dia Jerman ? kok sudah balik ?


    Tanpa dikomdoi aku bergerak menuju mereka dan Wirya mengikuti dari belakang


    "Felix" sapa ku

    "wah bang Toni, apa kabar ?" jawab Felix

    "baik, kabarmu gimana ?" kataku

    "baik juga bang, nah ini temanku Daya namanya ! dia lagi liburan Ramadhan di Indonesia" informasi dari Felix

    "gue Toni, salam kenal Daya" sapa ku

    "Iya bang" jawab Daya

    "ini temen elu atau saudara elu ? kok putih-putih juga?" tanya Daya

    "aku teman kokonya si Felix. Papaku chines Cikupa" jawabku dengan jujur pada Daya

    "oh siip bang" jawab Daya

    "Daya, bang Toni ini sepupunya Anita" info dari Felix

    "wahaha.... itu ternyata, siip deh.... ga dapat orangnya, maka sepupunyapun ok lah" candaan dari Daya

    Wirya mengerinyitkan kening dan berfikir

    "gue Wirya, teman Kurniawan juga" perkenalan yang kelihatan maksa dari Wirya

    "wooh... teman koko banyak amat ya ? iya bang gue Daya" kata Daya


    Felix tampak senyum-senyum tak terucap saja bahwa Wirya juga adalah kekasih Anita


    Aku lihat mata Daya, tak henti-hentinya menatap seorang mama yang mengendong anak perempuan yang cantik.
    Mama itu duduk dengan tenang diantara pasangan suami istri. Daya sebenarnya tidak fokus pada pembicaraan, sesekali matanya menyusuri sosok mama itu. Daya kadang terpaku menatap tumpukan buah tenyata bukan untuk dipilihnya, tetapi hanya untuk dipandangnya.

    "lihat siapa Daya ?" tanyaku dengan sangat hati-hati

    "bang, itu mamanya Jala dan yang duduk di samping beliau adalah orang tua Dika" info dari Felix dan Daya agak menahan nafas

    "Jala dan Dika, kasihan mereka" ikut belangsung kawanya diriku

    "Makasih ya bang" kata Felix

    "Aku dapat informasi dari koko waktu dia di Surabaya. Yang tabah selalu ya Daya" semangat ku tularkan pada Daya dengan harapan sanubari Daya akan hangat selalu untuk berfikir positif menggapai cita-cita

    Tak terasa mataku basah menyikapi suratan takdir mereka. Aku hanya bisa membaca cerita, Daya adalah tokohnya. Rasanya terlalu mudah bagiku berkata Yang Tabah Selalu ya Daya, realitanya tentu sulit bagi Daya untuk menjalani semua ini.

    "Ton... sudah ah" sergapan kalimat dari Wirya

    "ya... Felix baliklah ke dalam ruangan latihan, tentunya kamu akan kasih hal spesial untuk kokomu di hari pernikahannya ini" saranku

    Felix segera masuk ruang latihan kembali

    Aku dan Wirya mendampingi Daya

    Mewah sekali pesta ini, dari segala umur tumpah ruah
    ada keluarga besar, ada teman sekolah Felix, ada teman kampus Felix, ada teman-teman Kurniawan dan aku sewaktu kuliah dulu, ada juga undangan khusus berupa rekan bisnis Kurniawan


    Saat Daya dan Wirya sedang khusyuk menikmati hidangan aku menghampiri mama Jala sekedar ingiin berkenalan

    "selamat malam mama, aku Toni, teman Felix dan Kurniawan" sapaku

    "oh selamat malam juga nak Toni, saya mamanya Jala. Jala juga teman Felix dan koko nya" kata mama Jala

    "Iya mama, karena Jala pernah satu sekolah dengan Felix" kataku

    "ga hanya itu nak, Jala pernah bekerja di tokonya Felix dan kokonya" kata mama, hmmmm benar ternyata info dari si koko, bahwa Jala pernah jadi karyawan mereka


    Mama dan papa Dika tampak tenang, mereka menyimak setiap kaliamat yang kami ucapkan, tetapi mereka diam ga menggubris, karena aku ga kenal mereka, dan ga ada momen untuk berkenalan tepatnya, karena aku teman dari pihak Felix seperti dalam fikiranku. Ternyata tidak, ada benang penghubung ternyata

    "saya juga rekan bisnis Kurniawan" kata mama sebelahnya, yaitu mama Dika

    "oh iya ? kita hadir untuk hari spesial bagi koko" aku sambut perkenalan dari mama Dika yang ramah. Ada do'a yang tulus dari dasar sanubariku, semoga Dika tenang selalu di alam kubur. Dika akan bahagia karena dekat dengan mama-papanya serta Jala di Surabaya sana.

    Tak disangka tak dikira, munculah penampilan yang sangat kutunggu, aku ingin melihat wajah Jala dan ingin mendengar dendangan Jala

    Jala.........................

    Teman-teman sekolahnya berhamburan termasuk Daya

    Musik yang diusung tiga orang itu sangat padu, ada irama padang pasir tapi moderen... keren...
    Aku ga tahu lagu apa ini, aku belum pernah dengar, tetapi undangan yang lain familiar dengan lagu ini. Aku memang ketinggalan kereta masalah musik
    Ya Allah....... meliuk-liuk menghentak-hentak tempo yang mereka usung
    dan munculah Jala................ lengkap dengan paket kalimat DRAMA dari FElix
    Jujur sekali aku katakan Jala yang paling ganteng malam ini, Kurniawan lewat deh heheh...
    Wajah bersahabat, sempurna sekali, tinggi, ga gemuk, ramah, dan tidak sombong
    semua itu ada dan berpadu dalam rintihan suara Jala yang cendrung tinggi dan penuh kesakitan .....
    do you believe.......oooohooo..... do you believe begitulah rintihan Jala
    Teman-teman Jala bersorak dan meraung
    si Koko yang menikah itu menangis memandang wajah Jala, pada mata si koko itu terlihat seribu sesal begitu jelas
    Sebagai orang luar, hari itu jujur aku sangat menjagokan hubungan Daya dengan Jala. Meski aku akrab dengan Felix, Daya ga cocok dengan Felix. Chemistry nya ada pada hubungan Daya dan Jala.
    Maaf sekali untuk Kurniawan, meski dia sahabatku, aku harus berkata bahwa dia telah salah untuk mengutus Dika menemui ajalnya.
    Sekarang kita lihat Daya tidak bahagia, Jala terluka oleh kebiadapan Tamam, dan Felix uring-uringan.


    Nyanyian indah dari Jala berakhir juga ...... bagus dan teramat bagus malah suara Jala. Range vokalnya aku suka sekali mengobati jiwa orang-orang yang resah, semisal tipe orang-orang yang suka riang-riang dan senang-senang, ku pastikan dia ga suka tipe vocal Jala, orang-orang semacam itu suka Jazz dan Techno seperti si Wirya ini.


    Alhamdulilah, ada sedikit kesempatan menghampiri Jala sekedar merasakan salaman pada tangannya yang hangat hmmmmmm sekali lagi Alhamdulilah ya Allah, dekaaattt sekali rasanya dengan Jala yang super ganteng malam ini, aku dapat rasakan aroma hangat dari tubuh Jala

    "Jala, selamat ya dek, suaramu bagus sekali. Aku Toni teman Kurniawan" perkenalanku dengan penuh strategi agar Jala ga kaget

    "Oh iya mas Toni, salam kenal juga, Aku Jala juga teman koko" jawab Jala dengan ramahnya....waahhh ya Tuhan .....
    Sebelum Jala berpamitan pulang ke Surabaya, aku kasihkan pada Jala sebuah print hasil tulisanku mengenai sosok Rizky dan mbak Yuyun yang selesai kutulis pada dua malam yang telah berlalu.
    Aku juga mengasihkan satu print yang lain untuk Daya

    Semoga mereka ada waktu untuk membacanya.
    Kemudian aku juga meninggalkan pesta pernikahan Kurniawan tersebut


    Bersambung ......
  • Busett pagi bener updatenya ... tetep semangat nulisnya :)
  • kayaknya seru..
  • So deeply dear..
    I try not to shed a tear here
  • Toni suka Jala ...?



  • Tiga hari setelah acara resepsi pernikahan itu, Kurniawan memilih untuk tinggal sementara waktu dengan orang tua Anita, karena rumah kurniawan di kelapa gading itu begitu besar dan cendrung kosong yang membuat Anita seperti agak memaksakan agar dia tidak segera dan serta merta diboyong kerumah itu.
    Keadaan yang tentram tidaklah tercipta seketika seusai pesta itu, tidak pernah terfikirkan kondisi Felix, yang tentunya bertambah sepi tinggal seorang diri di rumah kelapa gading tersebut.
    Hari itu Felix mulai menuntut perhatian yang berlebihan dari diriku, kakaknya yang kawin ngapain aku yang terusik ? aneh !

    "bang toni, gue ga akan berbicara keras-keras ! tapi apa bang toni merasa puas sekarang ?" sergah Felix dari call yang kurasa sangat mengganggu jam istirahat siang

    "elu yang jelas ya, kalo bicara" hati kecilku ciut melihat anak yang tumbuh kok jadi seperti ini

    "abang kalo dah buang koko ke tong sampah, ya tanggung jawab kek, lihat-lihat dan uruslah rumah kelapa gading" hantaman dari Felix yang mengambil keputusan sepihak

    "eh Fel, jangan bilang anak orang tong sampah ! kedengaran orang tuanya ga baik loh untuk kakak elu. Semua kejadian ini adalah bentuk kompensasi moral dari koko ! ga ada hubungan dengan gue" jawabku

    "banyak alasan ! yang salah tetap saja jadi pengecut" hinaan yang entah dari mana Felix belajarnya

    "itu menurut elu ! , gue bisa juga dong berpendapat, sebesar apapun jebakan elu sama Daya tetap saja takdir Daya adalah untuk Jala, bukan elu, lihat deh suatu hari nanti" kalimatku datar sekali mengingat planning yang disiapkan oleh si Kurniawan

    "woi gue ga terima kata-kata JEBAKAN, bang toni mikir kalo ngomong" kata Felix

    "dah gue fikir 1000x, mulai sekarang elu berjalan tegap ! berbuat terbaik, dan jangan perdaya orang ! nanti kamu menyesal" aku ga mau berlama-lama dengan tindakan yang tidak ada benarnya seperti yang dicontohkan Tamam, pak Imam, dan Kurniawan

    "serah gue dong" jawab Felix

    "ga boleh gitu ! mumpung elu masih muda belia, jangan terlanjur seperti Tamam ! sebelum elu bisa memastikan apakah elu suka cewek atau tidak, akan gue halangin elu memerangkap Daya" ancamanku

    "siapa sih Tamam ? abang sok kenal betul dengan tuh orang ! nyesel gue nelpon ! katanya abang ! mana bukti baiknya" hinaan Felix

    "sekarang gue salah di mata elu ! ntar kalo kata-kata gue terbukti, gue ga akan mau lagi nolong elu" kalimatku di akhir call tersebut.


    Senja jelang malam itu, saat aku memacu motor menuju jalan pulang, fikiranku penuh oleh strategi yang tepat untuk menolong Felix biar ga menyakiti diri sendiri dan orang lain. Idealisme ini berkobar, saat teringat si Rezki kecil meregang nyawa. Si Rezki kecil yang tidak pernah tahu kasih sayang seorang Tamam dan bagaimana Tamam memutus kehidupan Dika sebagai anak berbakat. Aku paham perasaan Tamam yang mati konyol demi membela si penjahat cinta yaitu pak Imam. Sekarang si penjahat cinta itu happy-happy di Batam. Aku juga mengerti sekali yang dirasakan Kurniawan hingga dia bolak balik ke sana dengan alasan bisnis. Jika sesuatu yang buruk terjadi di Batam nanti, tentunya cerita ini akan terkubur. Siapa yang salah sebenarnya ? sungguh kompleks.
    Aku ga mau melihat Felix ataupun Daya diseret-seret oleh kasus ini, mereka masih muda, punya masa depan yang gemilang.

    Sesampainya di rumah dan selesai sholat Isya, aku ke runag tengah dan melihat tumpukan surat untukku di meja tamu.
    Aku menghidupkan laptop sambil melihat surat satu persatu, surat yang menarik ku buka dan rata-rata hanya promosi atau ajakan untuk proyek peliputan apa atau kompetisi apa, sehingga ku putuskan untuk fokus ke laptop saja.
    Saat itulah datang mama dan papa dari mesjid setelah menunaikan sholat Isya berjamaah
    mereka membuka pintu tengah,
    ngiuukkkkkkkkk

    aku makin terpaku pada monitor laptop berisi gambar-gambar Daya Felix dan Jala dari kamera phonecell ku dan kiriman dari Kurniawan saat di tragedi Surabaya dulu yang telah ku transfer ke lapotop tadi sore di kantor.

    "wahhhh asik amat hingga ga lihat kami masuk" kata papa

    "iyah papa mama, aku baru selesai mandi dan sholat" jawabku

    "sepi tambah sepi ga ada yuyun dan rizki" keluhan mama

    "iya ma, ini ulah Tamam, judul kumpulan foto dari kameraku dan kiriman Kurniawan" informasi dariku

    "boleh kami liat ?" permintaan papa dan mama

    "boleh" jawabku

    "aduh... mengerikan sekali tahuh dan wajah Tamam, ini kamu dapat dari siapa ?" tanya papa

    mamaku memendam rasa yang ga dapat ke terjemahkan ... apa itu

    "itu pa efek oleh ulah Tamam, dia juga memutus kehidupan anak baik ini Pa" aku melihatkan foto wajah Dika yang bermata sangat berwibawa

    "oh.... anak yang malang" wajah papa bergemuruh

    mama masih menahan rasa misterius

    "ini efek yang ke tiga pa, Tamam melukai anak yang lain" aku melihatkan foto Jala di RS yang terbujur dengan perawatan luka di punggung penuh dengan perban

    "oh...... papa udah ga sanggup melihatnya" papa tercekal

    "papa tahu siapa dia ?" tanyaku

    "ga" jawab cepat dari papa

    "dia Jala pa" kataku

    "Jala yang nyanyi untuk kita di pesta itu ? Tamam kok tega banget ya" kali ini papa kehilangan keseimbangan

    mamaku masih saja tenang diam tak bergeming, sayang sekali dia sama si keparat tamam

    "Ini yang terakhir pa, Rizki kecil yang tidak pernah tahu kasih sayang dari Tamam" air mataku tak terbendung melihat foto wajah Rizki yang malang. Anak kecil ini, seperti yang telah ku ceritakan ia datang secara misterius dalam kehidupan kami dan berpulang ke rahmatullah juga dengan cara yang tidak terduga.

    "aku ga terima pa, jika Tamam melakukan ini pada Rizki" kesabaranku hilang dalam luapan emosi

    Papa menyandar di kursi

    Sambil memegang kepala, papa menyeka air yang jatuh dari mata dan telah menggenangi hidungnya

    Mama menghela nafas, ketangguhan mama melemah ketika melihat foto wajah Rizki

    Akhirnya mama harus jujur, mama juga kangen sama Rizki, yang kalo sekarang dicari sudah tidak ada di dunia lagi

    "Rizki akan bahagia nak di samping Allah, dia utusan terbaik dari Allah" kata mama

    Kami diam.... masih kesel sama sikap mama yang selalu memenangkan Tamam

    mama melanjutkan terorinya yang terdengar aneh !

    "mama juga ga berharap kalian menghakimi Tamam, yang namanya anak buah pasti dia nurut kemauan majikan" teori mama yang baru malam itu kudengar kejujurannya

    huffffff kami bernafas, setuju ga protes juga ga sama teori mama

    "Tamam, mati demi membela keinginan majikan, dia telah berkorban" kali ini mama menjatuhkan air mata

    Tidak ada persetujuan sedikitpun untuk teori mama, hatiku terlalu asem rasanya mengapa rentetan kasus ini mengganggu banyak orang ? oleh kisah cinta pak Imam. Begitu sedih, kecewa juga, tetapi aku terlanjur berada di jalan percintaan seperti yang ditempuh pak Imam. Mengapa harus menutup mata ? ini yang membuatku sedih dan merasa tidak bisa berbuat sesuatu

    Jika iya Tamam membela keinginan pacarnya, ya jelas Tamam dalam hal ini berkorban

    Mengapa sang pacar menganggap anak adalah musuh ?

    Strategi pak Imam untuk menjauhkan Tamam dari keluarganya adalah sudah benar, tetapi inilah kendala utamnya, yaitu profesi Tamam sebagai supir.
    Menjauh tidak sepenuhnya bisa menghilang,
    akhirnya juga bersentuhan dengan kehidupan keluarga pak Imam


    Setelah mengetahui prinsip yang mama junjung, aku mulai hati-hati berpendapat.
    Tidak baik menurut ku, belum tentu begitu bagi mama
    mama punya pengalaman sendiri bagaimana harus menilai orang


    Ya Allah, jika teori mama inipun benar, aku tidak akan pernah mengikuti teorinya
    Apapun itu, kebaikan adalah kebaikan !
    Membunuh dan mengusir orang yang berhak bahagia JELAS TIDAK ADA PEMBENARANNYA
    apapun itu dalihnya seperti :
    setia, loyal, dan taat perintah
    Satu yang paham, bahwa setia, loyal. dan taat perintah hanya untuk Yang Kuasa, bukan untuk majikan !!!!!


    Dalam gamang dikala tidak bisa memejamkan mata malam itu, aku mencari jawab mengapa mama tidak melatakkan rasa simpati pada Dika dan Jala ?
    Mungkin saja mama tidak kenal dengan Dika dan Jala
    kalau mama sudah kenal mereka, maka mama akan menyesal mengapa meletakkan pembelaan pada Tamam
    Hatiku kecil berkata, Daya Dika dan Jala lah yang dirugikan dalam kasus ini.
    Jika ada restu dari Allah, akan ku cari jalan agar Daya dan Jala kembali bersatu dan melanjutkan cita-cita Dika
    dan aku bisa akhiri tulisan cerita ini dengan indah dan damai, amiiiin ya Allah.


    Hari minggu yang cerah sehabis ngalor ngidul dengan Wirya di taman waduk yang baru direnovasi, aku begitu kehausan ketika memasuki Alfamart di depan komplek rumah.
    Ada seorang wajah sangar menghadang parkiran motor kami disana

    "Fel, gue ga mau dengar bacotmu, swear gue lagi haus" kataku

    "Iye sono, ambil jus buah, gue tunggu disini" wajah Felix begitu menghina

    "udah Wir, jangan diambil hati anak uring-uringan ini" kataku


    setelah meneguk jus itu, aku sudah siap dengan terkaman Felix

    "abang ngomong apa sama Jala ? mengapa Jala udah ga mau jawab SMS ku?" tanya Felix memanas

    "Ga ada pulasa kali Jala nya, curiga amat" aku menyabarkan Felix

    "bodo" balas Felix

    "gue hanya baru ketemu sekali Jala, ngomong apa ya ? fikir dong sendiri, orang baru kenal harus ngomong apa" aku sindor Felix dengan telak

    "abang suka ya sama Jala ? jujur aja" tanya dia

    "bukannya Daya yang suka Jala ? gue sih suka sama yang disamping gue ini" jawabku

    Wirya cengengesan

    "diaaammm.... abang banyak bacot amat !" hardik Felix ketika mendengar nama Daya

    "ya sudah, gue diam. sampein salam ke Daya ya " kataku

    "sampein aja sendiri ! dia lagi asik dengan si nyongnyong dan teman-teman UI nya dulu apa lagi nyambut Ramadhan gini" info dari Felix

    Tuuhhh kan dek ! orang seperti itu dikecengin ! hanya Jala yang bisa membuat dia diam
    aku bisa simpulkan cerita dari kokonya
    Felix ini saja yang memaksakan tapi ga pernah serius ! ketemu cewek diembat juga


    Tapi syukurlah, Ramadhan ini Daya punya kegiatan yang menyenangkan dan dia bisa melakukan hal yang bermanfaat selama liburan di Indonesia.


    Alangkah kagetnya ketika sampe di rumah, barang utama kebutuhan Felix sudah ada di rumahku
    Dia pindah rumah ????


    "oiihh ngapain elu penuh-penuhi rumah gue ?" hardikku

    "diam elu ! mama yang nyuruh gue kesini" jawab Felix


    Wirya merenung !

    ?????

    tinggal disini, otomatis tertutup kesempatan Wirya untuk menyisihkan waktu dan berkujung kesini
    Bukan berarti mamaku ga sanggup, bukan, mama juga sayang sama Wirya
    Emang Wirya jadi ga respect sama keluarga Kurniawan termasuk Felix
    gitu aja .....


    "gimana ini Wir ?" tanyaku

    "Ga apa kok, kalo anak ini lagi ke kampus giliran gue yang mengunjungi mama" jawab Wirya dengan bijak sana

    "PD amat elu ! gue usir juga elu" hardik Felix

    "siapa elu ngusir-ngusir gue ?" tantangan dari Felix

    "adik ipar ..... dengar adik ipar .... status gue lebih mantap dari elu hanya tamu" sombongnya Felix

    "hahah... sudah-sudah.... ayo mandi sana ! bau !!!!!!!" kata mama melerai kekonyolan mereka berdua

    baru saja mau mandi ada call ke HP mama
    dan mama bersuara
    "Apa kabar Yuyun ? aduhh kami kangen kamu nak ! segeralah datang ke rumahmu ga ada yang nunggu" kata mama menggelegar


    haaaa ??? mbak Yuyun ?
    mama Rezki ? kata mereka berdua

    "Elu kenal mbak Yuyun ? sok kenal !" hina Wirya sambil menyepak kaki Felix

    "kenal dong dodol ! kami pernah lama bercakap-cakap di rumah sakit waktu Daya dirawat" kata Felix

    "cieeee.... Daya, mana mau dia sama Kamu" kata Wirya

    "sudah--sudah Wir...." aku mendamaikan mereka


    kami berlarian ke arah mama, mau tahu kabar mbak Yuyun, kangen sekangennya

    "ma, gimana kabar di kali urang ?" tanyaku

    "yuyun ga dibolehkan lagi ke jakarta, udah ah.... udah gue usir sono mandi... kalian bau... tau ga ?" info dari mama

    "duh padahal gue kangen ma mbak yuyun, mau minta maaf telah menghardik Rizki saat memegang mainan pesawat-pesawatku" kata Felix dengan rasa salah yang dalam

    "ape elu bilang ? elu hardik Rizki ?berapa haraga mainan itu ? sini gue ganti" mama sangat emosi

    Wirya juga mengepal genggaman tangannya

    "iya, padahal si Kurniawan yang gendong Rizki dan ditunjukin mainan itu" kataku yang juga kesal kalo ingat sikap Felix

    "elu yah sama anak sebaik Rizki seperti itu, elu belum kenal dia sih" Protes Wirya

    "emang leu kenal ?" tanya Felix menghina sambung-menyambung

    "ya kenalah, tanyain mama noh ! kami bahagia pernah bersama anak baik itu" kata Wirya

    "ya kan tadi gue minta maaf ! kok jadi gini sih ? nyesel gue cerita ini" kata Felix

    "sudaaahhh... elu ya ! awas elu sini banyak anak kecil ! jaga sikap" nasehat mama


    Rusak rasanya hariku oleh ulah Felix, di depan alfamart, pindah barang, dan apa lagi ingat yang terakhir ini dulu Rizki meringkuk menahan tangis di bahu Kurniawan karena takut di hardik si Felix ini.
    Namun yang pasti, saat ini Rizki sudah tenang di samping Allah, tidak akan ada lagi orang yang bisa menyia-nyiakan anak yang tidak beruntung ini dan Rizki juga telah menyelesaikan tugasnya dengan baik di dunia ini.
    Ketika Felix sedang mandi, Wirya mohon pamit pulang ke kosannya.


    Bersambung ....






  • Hmmm ... Ton gw uda baca sebelum lu mention neh :P eps kali ini lom ada gereget mnrt gw, msh datar2 aja :D ... but nice lah ...
  • lagi... lagiii... lagiii......
  • Felix ternyata lebih childis ye (⌣_⌣) ƗƗɑɑϑϑɐɐůůƗƗƗƗ°
Sign In or Register to comment.