It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
adalah sekuntum bunga mawar segar. Berikut
percakapan mereka:
Keset: "Aku iri padamu. Setiap pagi kamu dipetik,
diberi air, kadang dicium oleh para wanita cantik
karena keharumanmu. Setiap orang mengagumi warna merahmu yang indah. Sedangkan aku? Aku
diinjak-injak setiap hari. Tak ada seorang pun yang
memandang, apalagi menghargaiku. Mereka hanya menggunakan aku untuk membersihkan alas sepatu mereka yang kotor."
Bunga Mawar: "Keset, kamu dan aku memang berbeda. Kamu memiliki fungsimu sendiri, demikian
juga dengan aku. Kalau aku dipilih untuk
mempercantik dan mengharumkan ruangan, maka
para manusia itu memilih kamu untuk tujuan lain."
Keset: "Aku tak melihat ada kegunaan baik dari
diriku. Lihat saja diriku! Penuh dengan kotoran lumpur dan debu. Aku bosan terus menerus begini."
Bunga Mawar: "Siapa bilang kamu tak berguna?
Coba sekarang kamu lihat ruangan sekelilingmu!
Debu maupun tanah yang biasanya melekat di dasar sepatu orang-orang itu tak sampai mengotori
ruangan. Dan semua itu karena siapa? Karena kamu. Karena jasamulah ruangan ini bisa tetap
bersih."
Keset: "Ii..iya sih, tapi lihat aku kan yang jadi
kotor..."
Bunga Mawar: "Keset yang kotor masih bisa dicuci
dan dibersihkan lagi. Selain itu, kamu juga selalu ada di ruangan ini sepanjang waktu karena kamu
memang dibutuhkan. Lain dengan aku. Aku tidak
bisa dicuci. Sekali layu, aku akan dibuang begitu
saja. Tidak setiap saat aku bisa berada dalam
ruangan ini. Aku hanyalah sebuah hiasan, bukan
kebutuhan."
Sejak mendengar penjelasan panjang lebar dari si
mawar, keset mulai menegakkan kepalanya dan
berbangga hati. Meski diinjak-injak setiap hari,
Pan sendiri merupakan satu-satunya polisi di pos
polisi Lanba, Guizhou untuk menjaga 3 desa
administratif dan 13 desa lainnya yang tersebar
sepanjang 38 kilometer dari stasiun kereta api Chi
Chong. Yang menarik adalah, meski Pan adalah
polisi yang memiliki keterbatasan fisik, selama lebih dari 10 tahun, tidak ada tindak kejahatan ataupun
tindak kriminal di wilayah yang ia jaga.
Hal ini tentu tidak terlepas dari peran istri Pan yang
juga turut membantu suami bekerja dan setia
mendampingi pria 43 tahun tersebut. Istri Pan yang
bernama Tao Hongying (46) adalah seorang anggota satuan keamanan di stasiun kereta api setempat. Tao inilah yang sehari-hari membantu Pan memeriksa keamanan di kota kecil mereka bertugas dan tinggal. Pasangan suami istri ini telah membuat suatu keajaiban dan membuat kenyamanan serta keamanan warga terjamin. Sejak kecil, Pan Tong telah memberanikan diri untuk melawan segala bentuk kejahatan. Meski saat ini ia bisa melihat lagi, ia merasa bahagia dan berharga telah menjadi seorang polisi yang bisa melindungi masyarakat
Pan mengatakan "Meski pangkat saya rendah, saya mencintai pekerjaan saya. Istri saya mengatakan bahwa saya adalah seseorang yang kecanduan bekerja. Walau saat ini saya tidak bisa melihat kereta api lagi, saya masih bisa mendengar
suaranya. Saya yakin, bekerja untuk melayani masyarakat akan memberikan arti kehidupan
tersendiri yang sesungguhnya bagi saya." Pan mengaku bahwa saat ia kehilangan penglihatannya, ia sempat frustasi dan kecewa.
Namun, saat ia menikah dengan istrinya tahun 2004 silam, ia merasakan menemukan semangat dan kebahagiaan baru. Baginya, sang istri adalah orang terhebat dalam hidupnya.
lalunya. Setiap orang punya jalan hidupnya sendiri.
Dan kita semua pasti pernah mengalami lompatan
perubahan yang besar dalam hidup kita. Nasir Sobhani, pria 26 tahun ini dulunya adalah seorang pecandu narkoba. Dilansir dari dailymail.co.uk, Nasir dulu tumbuh besar di Jepang kemudian pindah ke Kanada. Di Kanada itulah, ia mulai kecanduan narkoba. Kemudian, ia pun pindah ke Melbourne tempat kakaknya sedang mengejar gelar PhD. Di Melbourne inilah ia memulai hidup yang baru.
Pria yang dikenal dengan sebutan Streets Barber
(tukang cukur jalanan) ini melakukan sesuatu yang
luar biasa setiap seminggu sekali. Sebagai bagian
dari proyeknya Clen Cut Clean Start, Nasir akan
mencukur rambut para tunawisma seminggu sekali
di setiap hari liburnya. "Seorang tunawisma tak mendapat rasa hormat atau perhatian yang ia
butuhkan," papar pria yang sudah tiga tahun
belakangan ini lepas dari narkoba. Ia menambahkan kalau tujuannya memberi jasa cukur gratis ini adalah agar bisa membuat para tunawisma bahagia dan tahu kalau mereka pun punya hak untuk berinteraksi sosial seperti orang lain.
Sudah setahun ini, Nasir turun ke jalanan setiap
minggunya. Klien pertamanya adalah seorang pria
pecandu heroin yang biasa membersihkan kaca
jendela tempat Nasir bekerja sebagai tukang cukur
rambut. Suatu hari, pria tersebut bilang pada Nasir
kalau dirinya sudah berhenti pakai narkoba selama sebulan dan ingin potong rambut
Nasir pun dengan senang hati memotong rambutnya sambil saling bertukar cerita tentang masa lalu masing-masing. Setelah selesai potong rambut, pria tersebut puas sekali dengan hasilnya bahkan ibunya ikut datang dan mengambil foto dengan air mata bercucuran. Momen itu juga menjadi titik balik Nasir bahwa dengan melakukan sesuatu yang ia bisa (mencukur rambut), ia bisa membuat perubahan.
Dalam akun instagramnya (@thestreetsbarber),
Nasir mengabadikan sejumlah foto transformasi
para tunawisma sebelum dan sesudah potong
rambut. Setiap kali selesai mencukur rambut para
tunawisma, Nasir tak meminta imbalan apa-apa. Ia
sudah cukup bahagia bisa melakukan sesuatu untuk orang lain, khususnya kepada mereka yang baru memulai hidup baru dari masa lalu yang kelam.
Keringat menetes di sekujur tubuh setiap orang
yang berlalu lalang di jalanan kecil pasar
Kembangsari. Di pasar itulah ibuku berjualan
sembako dan pritilan-pritilan lain untuk keperluan sehari-hari. Di sebuah warung kecil dan sederhana. Oh bukan, amat sangat sederhana lebih tepatnya sebab tak ada ruang untuk sekedar meluruskan kaki ketika pegal. Bahkan lampunya tidak menyala di saat malam. Tapi tak apa. Warung kecil itu adalah sumber kehidupan keluarga kami.
Ketika itu, aku sedang libur sekolah. Sudah menjadi kebiasaan saat libur sekolah aku datang ke pasar untuk membeli sayur atau sekedar melihat aktivitas ibuku di warung. Sayangnya hari itu dagangan tidak terlalu laris, sedang sepi. Sedikit miris melihat ibuku duduk merenung menunggu hadirnya seorang pembeli. Saat aku lihat kotak kayu yang biasa dipakai untuk menyimpan uang hasil jualan, di sana hanya terdapat beberapa lembar uang sepuluh ribuan dan beberapa keping uang receh. Sesaat kemudian, datang seorang gadis belia seusiaku. Aku kira dia akan belanja di warung ibuku. Tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Dia datang ke warung ibuku untuk menawarkan barang dagangannya, berupa gelas kayu.
Melihat gadis itu bertubuh kurus dan basah kuyup oleh keringat, tanpa memikirkan jumlah uang yang
dimiliki, ibu langsung mengiyakan untuk membeli
satu dari gelas kayu yang dijualnya. Tentu saja aku
heran melihat itu.
“Buat apa bu gelasnya? Kan di rumah sudah ada
banyak,” tanyaku.
“Ibu kasihan melihatnya. Lagipula, ibu juga kan
punya anak perempuan seusianya. Harapan ibu,
seandainya suatu saat kamu mengalami kesulitan di luar sana, akan ada orang yang membantu.”
Saat itu, aku masih heran dan bertanya-tanya
dengan semua itu. Aku hanya bisa mengamini harapan sederhana dan mulia di balik keputusan ibu membeli gelas kayu.
Keesokan harinya, aku berangkat sekolah seperti
biasanya. Seorang siswa kelas X salah satu SMK
negeri di Yogyakarta. Berangkat dan pulang naik
bus. Hari itu hari Senin, artinya pagi hari aku harus upacara dan dilanjutkan dengan praktek kejuruan
sampai sore hari. Semua berjalan seperti hari-hari
biasanya. Hanya saja, ada yang sedikit berbeda.
Mendadak, kami diharuskan membayar iuran
sebesar 15.000 untuk membeli bahan praktek
kejuruan. Untunglah, aku membawa uang dua puluh ribu. Masih tersisa lima ribu untuk naik bus pulang nanti. Kebetulan hari itu aku sedang puasa senin kamis sehingga tak memerlukan uang jajan.
Pukul 17.00 WIB jam pelajaran selesai. Lalu aku
pulang naik bus kota menuju terminal Giwangan
untuk transit menggunakan bus selanjutnya. Sesampainya di terminal, terdengar kumandang
adzan maghrib. Badanku sudah teramat lemas dan
letih. Bibir dan tenggorokanku telah kering. Ingin
sekali membeli sebotol air mineral sekedar untuk
berbuka. Namun apa daya, uang hanya tersisa tiga
ribu rupiah saja. Lalu aku mengambil air wudu di masjid terminal untuk menunaikan salat Maghrib
terlebih dahulu sembari menunggu bus selanjutnya
datang. Saat berkumur, air wudu itu aku telan
seteguk untuk membatalkan puasa. Segaaarrr
rasanya.
Tak sabar rasanya ingin segera sampai di rumah. Di dalam bus, duduklah seorang ibu separuh baya
memangku bakul berisi roti. Ia duduk tepat di
sebelahku. Tiba-tiba ia menawarkan roti itu padaku.
“Baru pulang ya Nak. Malam sekali. Ini roti sisa
jualan ibu hari ini. Kalau mau, ini buat kamu.
Makanlah sepuasnya. Daripada mubazir Nak.” Sapanya sambil menyodorkan bakul itu padaku.
Entah mengapa rasanya aku ingin menangis detik
itu. Terlintas bayangan ibu dalam benakku. Rupanya itulah buah dari benih yang ibuku tanam tempo hari. Terima kasih Ibu. Semoga aku adalah benih yang kau tanam dan dapat berbuah lebat untuk kau panen hari esok.
kaum hawa pada Hari Ibu. Dan ibu hebat itu adalah
Ma Zhiqiu. Perempuan asal Shenyang, China. Perjuangan Ma Zhiqiu tidaklah mudah. Selama 20
tahun lebih dia harus membesarkan dua anaknya
seorang diri. Dan kedua anaknya itu dalam kondisi
khusus, yaitu mengalami obesitas serta celebral
palsy dan autisme. Dikutip dari laman Shanghaiist, Minggu 17 Mei 2015, Ma Zhiqui melahirkan putra kembar, Zhang Hangjun dan Zhang Yuanjun, pada 23 Februari 1994. Kala itu usianya 26 tahun. Tak lama setelah dilahirkan, kedua putra kembar Ma
Zhiqui didiagnosa mengalami cerebral palsy dan
autisme karena komplikasi yang disebabkan
distosia –kesulitan dalam proses kelahiran– dan
lahir prematur.
Karena kondisi kedua putranya itu, Ma Zhiqui keluar dari pekerjaan pada sebuah badan usaha milik negara. Dia mencurahkan hari-harinya untuk
merawat kedua buah hatinya itu. Bebannya semakin berat setelah bercerai dengan sang suami. Kini, berat putra pertamanya, Zhang Hangjun, mencapai 250 kilogram. Dia tidak bisa
meninggalkan ranjang. Hangjun juga tak bisa
berkomunikasi dengan orang lain. Oleh sebab itu,
Ma Zhiqui harus mendampinginya sepanjang waktu. Sementara, putra ke dua Ma Zhiqui, Zhang Yuanjun, masih bisa merawat diri. Tak memerlukan banyak bantuan Ma Zhiqui. Yuanjun bahkan kerap
membantu pekerjaan ibunya. Meski memiliki keterbatasan, sejak kecil Zhang Yuanjun memiliki bakat dalam bermusik. Sejak 2012, Ma Zhiqui selalu menemani Zhang Yuanjun les piano dan bernyanyi pada pusat pendidikan anak-anak yang berjarak 3 jam perjalanan dari rumah mereka.
Ma Zhiqui tak mampu memberikan piano kepada
putranya. Sehingga sang guru les, Luo Yang,
memberikan pianonya kepada Zhang Yuanjun.
Piano itulah yang dipakai oleh Yuanjun untuk
berlatih saat sang ibu sibuk mengurus kakaknya.
Tak hanya mahir bermain piano. Zhang Yuanjun
ternyata juga pandai bernyanyi dalam berbagai
bahasa, termasuk Italia dan Rusia. Sejumlah medali pun berhasil disabetnya dalam berbagai lomba. Kini, Ma Zhiqui berusaha mengajari Zhang Yuanjun untuk merawat sang kakak. “Saya tidak bisa tinggal dengan dia selamanya. Saya berharap dia bisabelajar banyak keahlian sehingga dia dapat makan sendiri dan merawat kakaknya di masa mendatang,” tutur Ma Zhiqui.
Meirna bertemu Yusuf saat ia bepergian di pagi hari menggunakan angkot Elang Gedebage, angkot yang dikemudikan Yusuf. Saat itu, ia melihat seseorang menghampiri angkot dan memasukkan air kemasan. Yusuf memasukkan air itu ke dashboard. Ia memilih untuk tidak menyentuh air itu. "Air ini enggak saya minum, Neng. Haram. Kenapa haram? karena bukan dari hasil jual beli atas kesepakatan, tapi pemaksaan. Filosopi jual beli adalah si pembeli membutuhkan, dan penjual memiliki barang yang kita butuhkan. Ini, saya tidak butuh, karena saya bawa minum dari rumah. Ini namanya jual paksa. Tapi, ya, bapak mah ikhlas aja, karena rejeki bapak sudah diatur oleh Allah. Tidak akan berkurang karena itu," kata Yusuf. Beberapa saat kemudian, angkot tersebut berhenti tidak jauh dari perempatan Pondok Kelapa. Seorang anak turun dari angkot itu dan memberikan beberapa keping uang. Yusuf menerima uang itu. Jumlah uang itu masih
kurang dari ongkos yang telah ditetapkan. Tapi
Yusuf tidak menagih sisa ongkos yang belum
dibayar. Hal itu membuat Meirna jengkel kepada si anak.
"Dasar anak-anak, dimaklumi ya pak," katanya
kepada Yusuf. Yusuf malah membalas dengan jawaban mengejutkan. Ia justru mengingatkan kesalahan itu tidak layak ditimpakan ke anak tadi. "Anak itu enggak salah, Neng. Namanya anak-anak, tergantung ajaran orang tuanya. Nggak apa-apa, kan rezeki bapak mah sudah diatur oleh Allah," kata dia.
Terlibat perbincangan antara Yusuf dengan Meirna. Wanita itu bertanya mengapa Yusuf masih mau mengemudikan angkot di usia senjanya. Yusuf kemudian menunjukkan identitasnya berupa
KTP dan kartu Pensiunan TNI Angkatan Darat. "Alhamdulillaah, selalu dikasih sehat oleh Allah,
namanya kerja ngeluarin tenaga pasti fisik mah
capek, tapi sepanjang kita ikhlas Insya Allah sehat
terus. Namanya ikhtiar kita harus sabar dan ikhlas.
Dan yang utamanya adalah harus yakin kepada
Allah. Kalau kita tidak yakin, percuma. Pasti yang kita dapat hanya capek, dan jangan lupa ngado'a,"
katanya, Selain itu, Yusuf memiliki alasan sendiri mengapa masih bekerja meski sebenarnya dia punya dana pensiunan. Baginya, meski mendapat uang pensiun, kewajibannya mencari nafkah tidak lantas hilang.
Al Shaikh, yang seumur dengannya. Dengan penuh keharuan, Amie melangsungkan pernikahan dengan pasangannya tersebut. Amie memutuskan menikah setelah dokter menyatakan Omar menderita leukimia. Hidupnya divonis hanya mampu bertahan hidup kurang dari sepekan.
Ditemani teman dan keluarga, Amie melangsungkan pernikahan di kamar inap Omar. Sebelumya, Omar melamar Amie di lantai dasar Rumah Sakit dengan sekuntum bunga dan cincin. Usai pernikahan, Amie masih tetap mengenakan
pakaian menikah dan setia menemani kekasihnya
hingga detik-detik terakhir napasnya. Tiga hari
setelah mereka menikah, Omar meninggal dunia. "Saya sangat sedih," kata Amie seperti dikutip Dream dari laman Metro.co.uk, Jumat, 26 Juni 2015. "Kami pernah berdiskusi untuk menikah
namun tak pernah membayangkan di usia 16 tahun. Kami berpikir tumbuh bersama hingga tua.
Pernikahan ini menyedihkan namun penuh cinta."
Omar didiagnosa mengidap leukimia akut setelah
pingsan saat pertandingan footbal tahun lalu. Ketika mulai berkencan dengan Amie, wanita yang
dikenalnya di Four Dwelling Academy di Birmingham Inggris delapan bulan lalu, kanker darah Omar dinyatakan berhenti. "Ketika dia mengatakan penyakit kambuh, itu sangat mengejutkan. Saya tahu saya ingin berada di
sampingnya melalui semua ini," ujar Amie. Sebetulnya Omar berharap mendapat donor untuk
membantu pemulihannya. Namun hal itu cukup sulit.
Omar merupakan keturunan Arab dan Rumania. Saat jaringan sel sudah tersedia, dokter justru
mengatakan penyakit Omar sudah semakin parah. "Saya bangga menyaksikan pernikahan Omar. Saya telah kehilangannya namun mendapatkan cucu menantu terbaik di dunia," ujar nenek Omar, Al Shaik.
dia memerankan seorang penjual kelapa di pinggir
jalan. Dalam adegan, seorang lelaki turun dari mobilnya dan menghampiri Varun. Dia bertanya berapa harga untuk segelas air kelapa muda. "30 Rupee. Sangat manis dan segar," jawab Varun. Si pembeli tidak terima dan lantas marah-marah.
Pembeli tadi menuduh Varun terlalu mahal menjual
air kelapanya. Varun berkilah. Dia menetapkan harga itu karena sudah berjualan dari pagi hingga siang hari di tengah terik matahari.
Beberapa saat kemudian pembeli itu datang
membawa air mineral yang dibelinya di supermarket. Harga mineral itu ternyata sama dengan harga air kelapa yang ditawarkan oleh Varun. Ternyata, dalam video itu Varun menyindir
kebiasaan orang-orang kaya yang suka menawar
kepada penjual kecil. Yang menurutnya turut
memperparah kemiskinan. Anehnya, bila orang kaya membeli barang di supermarket atau mall mewah, mereka segan dan malu menawar harga barang yang ditawarkan.
Dalam video itu, Varun mengingatkan orang kaya jika sebagian besar pedagang kecil tidak berjualan
untuk menjadi kaya. Tapi, mereka berjualan untuk
bertahan hidup. Dia juga mengajak masyarakat kaya mau berbagi rejeki. Varun Pruthi mengungggah video ini pada 24 Mei di laman YouTube. Pengguna media sosial Facebook, termasuk di Indonesia, banyak membagikan video ini untuk menjadi pengingat sesama.
Mahasiswa asal Sampit, Kalimantan Tengah ini,
lulus empat bulan lebih awal dan meraih gelar cum laude. Sebanyak 53 mata kuliah yang diikutinya semuanya memberikan hasil yang memuaskan,
semua nilainya A. Mahasiswa berprestasi penerima beasiswa Bidikmisi ini terlecut maju mencetak prestasi karena melihat kondisi keluarganya yang kurang mampu. Pekerjaan ayahnya cuma membersihkan semak belukar di perkebunan, lalu menyadap getah karet di Inhutani. Wendy sering sedih jika melihat sang ayah banting tulang demi menghidupi keluarga. Agar tak terus membebani keluarga, untuk biaya hidup selama kuliah, Wendy mencari penghasilan tambahan dengan menjadi pengajar privat mata pelajaran matematika bagi mahasiswa di Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB.
Semasa kuliah, sejumlah pretasi telah dicetaknya.
Mulai dari Juara 1 Gumatika Calculus Cup, Juara 2
Lomba Debat Nasionalisme Fateta se-IPB tahun
2012, Juara II Kompetisi Statistika Dasar Statistika
Ria tahun 2013, Mahasiswa Berprestasi Departemen Matematika IPB, Juara 2 Danone Young Socio Entrepreneur dan Juara 2 Kompetisi Essay Nasional Statistika Ria. Pemuda yang bermimpi menjadi birokrat dari kalangan profesional berharap ia bisa segera membantu perekonomian keluarga. Dan kini ia sudah mulainya, meraih prestasi membanggakan saat resmi memakai jaket kebesaran IPB.
menyandang pangkat di pundak, angota Unit
Reskrim Polres Klaten, Jawa Tengah, itu masih
punya keinginan lain: mendirikan pesantren. Mimpi itu mulai dirajut pada tahun 2001. Saat
Rusmieadi kerap berkunjung ke Masjid Golo di
Kecamatan Bayat. Pada saat itulah dia berkenalan
dengan seorang guru yang mengajarkan tentang arti hidup. “Saya waktu itu sedang dalam titik di mana hati saya bertanya, siapa sesungguhnya orang yang dianggap paling benar,” kata Rusmieadi
sebagaimana dikutip Dream dari Fanspage Facebook Divisi Humas Mabes Polri, Jumat 26 Juni 2015. “Kemudian dari seorang guru, saya diajarkan bahwa orang yang paling benar adalah orang yang merasa dirinya paling bersalah,” tambah dia. Pertemuan dengan seorang guru tersebut seolah
membuat Rusmieadi tersadar. Bahwa melakukan
perbaikan harus dimulai dari diri sendiri. Bukan dari
orang lain. “Jangan sibuk mencari siapa yang paling benar, namun perbaiki diri kita dulu. Dari situlah saya mencoba membangun mental saya terlebih dahulu,” ujar Rusmieadi. Kesadaran itu menyeret Rusmieadi pada keinginan untuk membangun sebuah pesantren. Sedikit demi
sedikit gaji bulanan dia sisihkan. Dan akhirnya,
pondok pesantren yang diidam-idamkan terwujud
pada 2006. Pondok pesantren milik pria 54 tahun itu terletak di Dusun Dukuh, Desa Dukuh, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Jalur menuju ponpes itu tidak mulus. Terjal berbatu, seperti kerasnya usaha mendirikan pesantren ini. Pendirian pesantren itu dimulai setelah gempa
Yogyakarta tahun 2006. Saat itu, Rusmieadi
menjadi salah satu warga yang mendapat bantuan.
Uang bantuan inilah yang digunakan Rusmieadi
untuk memperbaiki rumah dan membangun pondok kecil. Namun, usaha itu tidak mudah. Sebab, keluarga dan kerabat malah menjadi penentang utama keinginan itu. Rusmieadi sempat bertahan beberapa tahun. Tapi kemudian memutuskan memindah pesantren ke tengah sawah. Ke dekat petilasan Syekh Subakir, ulama terkemuka di Tanah Jawa tempo dulu. Dari sebuah gubuk kecil yang dipergunakan untuk musala, Rusmieadi kemudian membangun pondok pesantren yang baru secara bertahap. Selain dari
sebagian gaji bulanan, Rusmieadi juga mendapat
sumbangan dari sejumlah kawan yang berempati
atas perjuangannya.
apartemen. Pria tunawisma yang tinggal di tempat
penampungan Hearts for Homeless menemukan
dompet berisi uang tunai di bangku taman State
College, Pennsylvania. Rasa ragu mengembalikan
dompet itu sempat menghampiri pria 30 tahun ini
ketika mengetahui jumlah yang lumayan besar. Namun, tunawisma yang enggan disebutkan
namanya ini memilih menghubungi direktur tempat
penampungan, Ashton Munoz, dan memberitahu
telah menemukan dompet berisi uang. Bersama Munoz, pria itu mencari alamat pemilik dompet dan akhirnya menemukannya. Pemilik dompet itu ternyata seorang ibu berusia sekitar 20- an yang membesarkan anak tunggalnya sendirian dan tengah berjuang melawan kanker otak. "Dia mengatakan telah menemukan dompet di taman dan ada uangnya. Kami kemudian mencari alamat si pemilik dompet dan berhasil menemukannya," kata Munoz seperti dikutip laman Metro.co.uk, Kamis, 25 Juni 2015.
Munoz menerangkan wanita itu pergi ke taman
untuk bersantai dengan anaknya. Ketika pulang,
dompetnya tertinggal di bangku taman. Beberapa jam kemudian dia balik ke taman untuk
mengambil dompetnya, tapi sudah hilang. Wanita
itu, kata Munoz, sangat terpukul dompetnya telah
hilang. Sementara itu, kepada WJAC-TV 6, wanita tersebut mengatakan uang yang ada dalam dompet itu adalah harapan seluruh hidupnya. Tetapi dia bersyukur dompetnya akhirnya kembali tanpa kurang suatu apa pun. Baik tunawisma dan wanita itu menolak untuk diidentifikasikan namanya.
mengembalikan iPad penumpang yang tertinggal
membawanya ke Tanah Suci. Kejutan yang diperoleh Safdirzon ini bermula ketika dirinya mengantarkan dua orang penumpang.
Terburu-buru cek in mengejar pesawat di Bandara
Halim Perdanakusuma, sebuah iPad tertinggal
dalam taksinya. Kedua penumpang ini ternyata Direktur Utama Hannien Tour, Farid Rosyidin dan Direktur Humas, Arief Munandar. Keduanya tengah menumpang taksi Safdirzon dari Cibinong menuju Bandara Halim Perdanakusuma. "Safdirzon mungkin hanya menjalankan SOP yang
ada di perusahaannya dan panggilan jiwanya untuk
selalu bertindak jujur," kata Arief Munandar dalam
keterangan tertulis yang diperoleh Dream, Selasa, 16 Juni 2015. Menyadari ada barang penumpang yang tertinggal, Safdirzon segera kembali memutar taksinya ke Bandara Halim Perdanakusuma.
Dengan tergesar dia mencoba menghubungi petugas bandara agar bisa masuk ke ruang cek in guna memberitahukan adanya barang yang tertinggal. "Singkat cerita Safdirzon berhasil mengembalikan iPad Dirut Hannien Tour yang tertinggal di mobilnya," katanya Arief. Dia menambahkan, aksi Safdirzon bagi perusahaan
travel umrah di Cibonong Bogor ini terbilang luar
biasa. “Kejujuran adalah kesederhanaan yang mewah saat ini. Kami berharap Piagam Kejujuran dan hadiah umrah ini akan membuka mata kita dan para pemimpin negeri ini, bahwa budaya kejujuran ini masih hidup di tengah masyarakat kita.” ungkap
Arief
Dalam akun Facebooknya, Debbi menjelaskan jika
dia bersama suaminya memang kerap makan di
kafe tersebut. Bahkan mereka kerap mengajak
putrinya. Ketika berkunjung ke restoran tersebut pekan lalu, Kayle secara alami menanyakan keberadaan putri yang kerap dibawanya. Kala itulah, pasangan suami istri ini harus menceritakan kisah sedih karena telah kehilangan anaknya yang meninggal empat pekan sebelumnya. Usia putrinya kala itu masih 9 pekan. "Ketika waktunya membayar tagihan, Kayle membawa kami tagihan. Dia bahkan tak mau kami memberikan tip karena perusahaan sudah memberinya tip cukup layak," kata Debbie seperti dikutip Dream dari laman Metro.co.uk, Rabu, 10 Juni 2015. Namun beberapa saat kemudian, Debbie baru menyadari jika tagihan makanannya dibayar sendiri oleh Kayle. Bahkan pelayan ini dikabarkan seringkali melakukan kebaikan, di antaranya membayar tagihan petugas sosial, polisi, dan pemadam kebakaran. "Saya merasa saya bisa memberikan itu," kata Kayle kepada CBS.