It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sang ibu tertawa dan menjawab terus terang, “Tidak. Tapi, Ibu akan mengejar setiap nyamuk sepanjang malam supaya tidak sempat menggigit kamu atau keluarga kita.”
Mendengar jawaban itu, si anak tersenyum dan kembali meneruskan kegiatan bermainnya. Tak berapa lama kemudian, si anak kembali berpaling pada ibunya. Ternyata mendadak ia teringat sesuatu. “Terus Bu, aku waktu itu pernah dengar cerita ada ibu yang rela tidak makan supaya anak-anaknya bisa makan kenyang. Kalau ibu bagaimana?” Anak itu mengajukan pertanyaan yang hampir sama.
Kali ini sang Ibu menjawab dengan suara lebih tegas, “Ibu akan bekerja keras agar kita semua bisa makan sampai kenyang. Jadi, kamu tidak harus sulit menelan karena melihat ibumu menahan lapar.”
Si anak kembali tersenyum, dan lalu memeluk ibunya dengan penuh sayang. “Makasih, Ibu. Aku bisa selalu bersandar pada Ibu.”
Sembari mengusap-usap rambut anaknya, sang Ibu membalas, “Tidak, Nak! Tapi Ibu akan mendidikmu supaya bisa berdiri kokoh di atas kakimu sendiri, agar kamu nantinya tidak sampai jatuh tersungkur ketika Ibu sudah tidak ada lagi di sisimu. Karena tidak selamanya ibu bisa mendampingimu.”
Jadi, adalah bijak bila semua orangtua tidak hanya menjadikan dirinya tempat bersandar bagi buah hati mereka, melainkan juga membuat sandaran itu tidak lagi diperlukan di kemudian hari. Adalah bijak jika para orangtua membentuk anak-anaknya sebagai pribadi mandiri kelak di saat orangtua itu sendiri tidak bisa lagi mendampingi anak-anaknya di dunia.
Setelah mendengar diagnosis sang tabib, ibu muda itu merasa sangat lega seperti terlepas dari beban berat. Kemudian, ibu muda itu pun menceritakan semua masalahnya pada sang tabib. Tabib tua pun bertanya, “Bagaimana perasaan suami Anda terhadap Anda?”
Si ibu muda menjawab dengan tersenyum, “Sangat menyayangi saya.” Tabib tua bertanya lagi, “Apakah punya anak?” Dengan penuh ceria si ibu muda menjawab, “Ada, seorang putri, sangat pengertian….”
Selagi tadi bertanya, sang tabib pun menuliskan sesuatu. Setelahnya, ia memperlihatkan tulisannya di dua kertas pada si ibu muda itu. Lembar yang satu bertuliskan masalah si ibu muda, dan lembaran yang lain berisikan sukacita si ibu muda.
Kemudian, sang tabib berkata pada si ibu muda, “Kedua kertas ini adalah resep obat untuk penyakit Anda, Anda mencatat semua masalah yang Anda hadapi, dan melupakan sukacita di sekitar Anda.”
Sambil berkata begitu, sang tabib tua menyuruh muridnya membawakan sebaskom air dan tinta. Setelah itu, sang tabib meneteskan tinta hitam ke dalam air yang jernih. Terlihat warna hijau muda dari tetesan tinta yang mulai menyebar ke seluruh permukaan air.
Dan dalam sekejap, tinta itu tak terlihat lagi. Sang tabib berkata lagi, “Ketika tinta hitam masuk ke dalam air, warnanya akan memudar. Bukankah kehidupan kita juga begitu?”
Sering kali beban penderitaan yang begitu berat kita rasakan, lebih dikarenakan diri kita sendiri yang terlalu terpaku pada masalah-masalah yang ada dan melupakan sukacita yang ada di sekitar kita. Cobalah belajar untuk mencampurkan sedikit demi sedikit penderitaan pada air kehidupan yang jernih, luas, dan berisi sukacita kita. Dengan begitu, beban hidup kita akan terasa lebih ringan.
Suatu hari seorang pria berjumpa dengan Socrates dan berkata, “Tahukah anda apa yang baru saja saya dengar mengenai salah seorang teman anda?”
“Tunggu sebentar,” jawab Socrates. “Sebelum memberitahukan saya sesuatu, saya ingin anda melewati sebuah ujian kecil.
Ujian tersebut dinamakan Ujian Saringan Tiga Kali.”
“Saringan tiga kali?” tanya pria tersebut. “Betul,” lanjut Socrates.
“Sebelum anda mengatakan kepada saya mengenai teman saya, mungkin merupakan ide yang bagus untuk menyediakan waktu sejenak dan menyaring apa yang akan anda katakan. Itulah kenapa saya sebut sebagai Ujian Saringan Tiga Kali.
Saringan yang pertama adalah KEBENARAN. Sudah pastikah anda bahwa apa yang anda akan katakan kepada saya adalah benar?” “Tidak,” kat a pria tersebut,”sesungguhnya saya baru saja mendengarnya dan ingin memberitahukannya kepada anda”. “Baiklah,” kata Socrates. ” Jadi anda sungguh tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak.”
Sekarang mari kita coba saringan kedua yaitu :KEBAIKAN Apakah yang akan anda katakan kepada saya mengenai teman saya adalah sesuatu yang baik?” “Tidak, sebaliknya, mengenai hal yang buruk”. “Jadi,” lanjut Socrates, “anda ingin mengatakan kepada saya sesuatu yang buruk mengenai dia, tetapi anda tidak yakin kalau itu benar.
Anda mungkin masih bisa lulus ujian selanjutnya,yaitu: KEGUNAAN
Apakah apa yang anda ingin beritahukan kepada saya tentang teman saya tersebut akan berguna buat saya?” “Tidak, sungguh tidak,” jawab pria tersebut. “Kalau begitu,” simpul Socrates,” jika apa yang anda ingin beritahukan kepada saya… tidak benar, tidak juga baik, bahkan tidak berguna untuk saya, kenapa ingin menceritakan kepada saya ?”
Sebuah panah yang telah melesat dari busurnya dan membunuh jiwa yang tak bersalah, dan kata- kata yang telah diucapkan yang menyakiti hati seseorang, keduanya tidak pernah bisa ditarik kembali.
Jadi sebelum berbicara, gunakanlah Saringan Tiga Kali.
Dokter gagal meyakinkan si ibu, hingga akhirnya memenuhi permintaannya. Saat itu, dengan tangan bergetar, si ibu mengambil sebuah kain bungkusan, lalu membukanya selapis demi selapis, kemudian mengambil dan menyerahkan uangnya kepada dokter sebagai uang muka, dan semingu kemudian akan kembali lagi untuk memasang gigi palsunya.
Setelah si ibu dan anaknya meninggalkan klinik, orang-orang yang ada di klinik mulai jengkel dan marah-marah terhadap anak berduit tersebut, berpakaian necis, rokonya pun cerutu kualitas tinggi, tetapi tidak rela mengeluarkan uang untuk sepasang gigi palsu yang bagus bagi ibunya.
Tepat di saat mereka masih memendam rasa jengkel dan amarah itulah, tak diduga anak berduit itu pun kembali ke klinik dan berkata : “Dok, tolong buatkan gigi porselen yang terbaik buat ibu saya, biayanya saya yang tanggung, tidak masalah berapa pun harganya. Tapi, saya minta anda jangan mengatakan hal yang sebenarnya kepada ibu saya, ibu saya orang yang sangat hemat, dan saya tidak ingin membuatnya sedih karena hal ini.”
Rasa malas membuat saya menelepon ibu, “Bu, jam alarm saya belum diganti dengan baterai baru, sementara besok pagi saya harus ke kantor untuk rapat, dan saya harus bangun pagi, jadi, besok jam 6 pagi, ibu bangunkan saya ya melalui telepon.”
Suara ibu di ujung sana terdengar agak serak, mungkin sudah tertidur, kemudian terdengar ucapanya, “Ya, baiklah”.
Saat telepon berdering, saya sedang bermimpi indah, langit di luar sana tampak gelap gulita. Sementara di seberang sana, ibu berkata, “Xiao-ju, ayo bangun, hari ini ada rapat.”
Aku melihat jam di pergelangan tanganku, baru jam lima pagi. Lalu dengan jengkel, aku berteriak, “Bukankah aku bilang jam enam pagi? Aku kan masih mau tidur beberapa saat lagi, tapi ibu ganggu!”
Tiba-tiba di seberang sana, ibu terdiam, dan aku pun menutup telepon.
Setelah bangun, aku pun merapikan diri, dan siap berangkat ke kantor. Dingin sekali cuacanya, tampak hamparan salju di mana-mana. Di halte bis, aku terus menginjak kakiku saking dinginnya. Di sekeliling tampak gelap gulita, sementara di sampingku berdiri dua orang tua yang sudah senja. Aku mendengar si kakek berkata pada nenek itu, “Coba lihat kau, semalaman tidak tidur dengan nyenyak, waktu masih pagi juga kau mulai mendesakku, dan coba lihat sekarang harus menunggu begitu lama di sini.”
Ya, bis pertama baru akan tiba lima menit lagi. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya bis yang ditunggu-tunggu itu pun datang, aku bergegas naik ke atas bis. Supir bis adalah seorang pemuda tanggung, sang supir segera tancap gas setelah menunggu aku naik ke dalam bis.
Aku berkata kepadanya, “Hei, sopir, di bawah sana masih ada dua orang tua, cuaca begitu dingin, mereka sudah lama menunggu di sana, mengapa kau langsung tancap gas tidak menunggu mereka ?”
Dengan bangga pemuda tanggung itu berkata, “Tidak apa-apa, mereka itu ayah ibu saya. Hari ini adalah hari pertama saya menarik (sebagai supir) bis umum, mereka datang hanya sekadar melihat saya.”
Tiba-tiba mataku berkaca-kaca dan meneteskan air mata, aku membaca pesan pendek dari ayah, “Nak, ibu bilang, ibu yang salah, ibu selalu tidak bisa tidur dengan nyenyak, sebenarnya sejak awal ibu sudah bangun, dan ibu khawatir kamu akan terlambat rapat.”
Tiba-tiba aku teringat sebuah pepatah Yahudi :
“Ketika ayah memberikan sesuatu untuk anaknya, sang anak pun tersenyum. Namun, ketika si anak memberikan sesuatu untuk ayahnya, sang ayah menangis.”
Rajawali akan terbang sampai ketinggian tertentu & menunggu angin itu datang.
Ketika pada saat badai itu muncul,
dia akan mengembangkan sayapnya,
sehingga angin akan mengangkatnya ke atas badai.
Ketika badai mengamuk di bawahnya,
rajawali membumbung tinggi di atasnya.
Rajawali TIDAK MELARIKAN DIRI DARI BADAI, tetapi rajawali MEMANFAATKAN BADAI UNTUK MENGANGKATNYA LEBIH TINGGI.
Rajawali mengendarai angin yg menimbulkan badai.
Ketika Badai Kehidupan menerpa & kita semua pasti akan mengalaminya, kita bisa naik di atasnya dengan CARA MENYETEL ALAM PIKIRAN & KEYAKINAN diri kita.
Kita bisa membumbung tinggi di atas badai…
BUKAN BEBAN YG MENYEBABKAN KITA JATUH, TAPI CARA KITA MENGATASI BEBAN ITULAH YG MENYEBABKANNYA !!!
Van Bernard, adalah anak usia 6 tahun yang ceria dan punya selera humor tinggi. Apakah keistimewaan Van Bernard hingga ia nongol di YouTube dan banyak orang menyemangatinya?
Van Bernard didiagnosa menderita spinal muscular atrophy tipe 2 sejak usianyamasih 10 bulan. Alhasil, sejak usia 18 bulan ia harus menghabiskan waktunya dengan duduk di kursi roda.
Penyakit yang dialaminya membuat Bernard tidak bisa berlari atau main lompa-lompatan seperti anak-anak seusianya. Namun, soal semangat, jangan sepelekan. Bernard masih sama cerianya seperti anak-anak lainnya.
Ia sempat menyanyikan lagu di YouTube berjudul Ho Hey dengan guru terapi musiknya, Tom Curry. Video tersebut diupload untuk membantunya memperoleh sumbangan dana yang digunakan untuk kepentingan penelitian penyakit yang serupa, serta membeli alat-alat yang memudahkan Bernard beraktivitas.
Jika anak seperti Bernard yang hidup dalam kekurangan fisiknya saja masih punya semangat sedemikian besar, bagaimana dengan Anda yang punya banyak kesempatan bergerak bebas ke sana kemari? Tanamkan semangat Bernard di dalam diri Anda dan buat hidup Anda lebih bahagia.
Van Bernard, adalah anak usia 6 tahun yang ceria dan punya selera humor tinggi. Apakah keistimewaan Van Bernard hingga ia nongol di YouTube dan banyak orang menyemangatinya?
Van Bernard didiagnosa menderita spinal muscular atrophy tipe 2 sejak usianyamasih 10 bulan. Alhasil, sejak usia 18 bulan ia harus menghabiskan waktunya dengan duduk di kursi roda.
Penyakit yang dialaminya membuat Bernard tidak bisa berlari atau main lompa-lompatan seperti anak-anak seusianya. Namun, soal semangat, jangan sepelekan. Bernard masih sama cerianya seperti anak-anak lainnya.
Ia sempat menyanyikan lagu di YouTube berjudul Ho Hey dengan guru terapi musiknya, Tom Curry. Video tersebut diupload untuk membantunya memperoleh sumbangan dana yang digunakan untuk kepentingan penelitian penyakit yang serupa, serta membeli alat-alat yang memudahkan Bernard beraktivitas.
Jika anak seperti Bernard yang hidup dalam kekurangan fisiknya saja masih punya semangat sedemikian besar, bagaimana dengan Anda yang punya banyak kesempatan bergerak bebas ke sana kemari? Tanamkan semangat Bernard di dalam diri Anda dan buat hidup Anda lebih bahagia.
Pengemis tidak pernah menyangka akan ada seorang gadis cantik yang memberikan bunga kepada dirinya, mungkin pengemis ini tidak pernah sungguh-sungguh mencintai dirinya sendiri, juga tidak pernah menerima cinta kasih dari orang lain…
Jadi dia membuat sebuah keputusan kalau pada hari itu tidak akan mengemis lagi dan segera pulang ke rumah…
Setibanya di rumah, dia mencari sebuah botol untuk menaruh bunga mawar di dalamnya dan menempatkannya di atas meja untuk dipandangi baik-baik…
Tiba-tiba dia merasakan adalah kurang pantas kalau bunga indah ini ditaruh dalam botol yang begitu kotor, dia lalu membersihkan botol sampai bersih sekali dan sekarang baru terasa layak sebagai wadah untuk mawar indah ini..!
Setelah itu, timbul perasaannya bagaimana bunga yang begitu indah dan botol yang begitu bersih boleh ditempatkan dalam ruangan yang begitu kotor?
Jadi dia lalu membersihkan seluruh ruangan dan merapikan semua barang di dalam ruangan…
Seketika seluruh ruangan terasa penuh dengan kehangatan dikarenakan adanya sekuntum bunga mawar ini…
Dia seperti lupa diri di mana berada pada saat ini, tapi selagi dia sedang terpesona oleh suasana ini, tiba-tiba dia menemukan cermin memantulkan bayangan seorang pria yang berwajah kotor dan rambut berantakan, tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa ternyata begitulah penampilannya, dia merasa orang seperti ini adalah tidak pantas untuk berada di samping mawar yang indah ini…
Jadi dia segera pergi untuk mandi untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun tidak pernah mandi, sehabis mandi dia mencari beberapa helai pakaian yang biar pun lama tapi agak bersih, juga mencukur janggut dan kumisnya,Lalu merapikan diri dari kepala sampai kakinya, kemudian melihat ke cermin, ternyata dia menemukan bayangan seorang pemuda tampan yang tidak pernah dibayangkannya…
Dia merasakan kalau penampilannya tidak jelek, mengapa harus menjadi pengemis?
Ini adalah untuk pertama kalinya dia bertanya pada diri sendiri sejak dirinya menjadi pengemis, batinnya seketika tersadarkan dan merasakan kalau sebetulnya dirinya tidak jelek, dia pun melihat pada segala sesuatu di dalam ruangan, lalu melihat pada sekuntum bunga mawar yang indah ini, seketika itu juga dia mengambil sebuah keputusan paling penting dalam hidupnya, mulai besok tidak akan mengemis lagi dan akan pergi mencari kerja yang layak…
Karena dia tidak takut kotor dan susah, maka dia dengan mudah mendapatkan pekerjaan, mungkin karena semangatnya terpacu oleh sekuntum bunga mawar mekar dalam hatinya, berkat kerja kerasnya, beberapa tahun kemudian pemuda ini berhasil menjadi seorang pengusaha sukses…
“Itu bukan hanya sekuntum bunga mawar, tetapi adalah Sebuah Harapan, sebuah Harapan indah terhadap Kehidupan, sebuah Harapan baru untuk Masa Depan yang lebih Baik!”
Sang suami memandangnya dengan sedih dan berkata: “Aku belum bisa memenuhi permintaanmu.. Bahkan untuk jam tanganku saja aku belum bisa membeli talinya.”
Istrinya tidak membantah, bahkan tampak senyum di wajahnya.
Keesokan harinya, setelah selesai dari pekerjaannya, sang suami pergi ke pasar dan menjual jam tangannya, yang tanpa tali itu, dengan harga murah. Kemudian membeli sisir permintaan istrinya.
Ketika sampai di rumah sore hari sambil membawa sisir yang dibelinya itu, dia melihat rambut istrinya sudah sangat pendek sekali dan dilihat tangan istrinya memegang tali jam tangan (rupanya sang istri memotong rambutnya dan menjualnya untuk membeli tali jam tangan). Lalu keduanya saling memandang dengan air mata yang bercucuran.
Bukan karena apa yang dilakukan sia-sia ! Tetapi karena keduanya merasa saling mencintai. Keduanya sama-sama ingin memenuhi apa yang diinginkan satu sama lain.
Ingatlah selalu…
Bahwa mencintai/dicintai seseorang itu harus berusaha membahagiakannya dengan banyak cara, bahkan jika hal itu berharga mahal.. Karena cinta sejati bukanlah pada kata-kata tetapi pada perbuatan.
Sang guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya lalu berkata, “Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi terlebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?”
Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu. “Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.”
“Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil.”
Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zun-Nun dan melapor, “Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak.”
Zun-Nun sambil tetap tersenyum arif berkata, “Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian.”
Pemuda itu bergegas pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor, “Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar.”
Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih, “Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya ‘para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar’ yang menilai demikian. Namun tidak bagi ‘pedagang emas’.”
“Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas.”
George melihat 2 buah soal pada papan tulis itu, ia berpikir bahwa itu pasti adalah PR yang baru diberikan oleh Profesornya, sehingga dia mencatat pada bukunya dan membawanya ke rumah.
Berhari-hari dia mencoba untuk menyelesaikan PR tersebut, berbagai cara ia coba.
Mungkin ia berpikir
“Tidak biasanya dosen memberi tugas demikian sulitnya, tapi pasti ada jawabannya, pasti ada….”
Pada akhirnya, ia berhasil mengerjakan soal nomor 1.
Ia mengira itu adalah PR sehingga ia mengumpulkan tugas tersebut pada profesornya dan meletakkan di ruang kerja profesor tersebut.
Ketika siang hari, dia di cari oleh sang profesor tersebut, sang profesor bertanya bagaimana dia bisa menyelesaikan soal tersebut.
George menjelaskan bahwa ketika itu dia terlambat mengikuti mata kuliahnya dan dia hanya melihat 2 soal itu di papan tulis dan menganggap bahwa itu (mungkin) adalah PR.
Anda tahu apa jawaban dari sang profesor tersebut?
Soal itu ditulis sang profesor ketika sedang menjelaskan tentang 2 buah soal tersulit di muka bumi ini dan hingga pada saat itu tdk ada yang bisa memecahkannya!
Berarti, kalau saja saat itu George mengikuti mata kuliah tersebut, mungkin saat itu ia berpikir bahwa itu memang soal tersulit & berpikir bahwa memang tak seorang pun dapat menyelesaikannya. Mungkin saja ia bisa teracuni oleh kata² profesornya tentang sulitnya soal itu.
Saat ini ia menjadi profesor terkenal di Stanford University, dialah pemecah soal tersulit, & dia memecahkannya ketika dia memang tak tahu bahwa yg dikerjakannya adalah soal tersulit yg pernah ada.
Sesuatu akan terasa sulit apabila kita menganggap sulit, maka alangkah baiknya kita memulai sesuatu tanpa anggapan sulit karena sesungguhnya hal sulit hanyalah sebuah anggapan
Namun sangatlah disayangkan saudagar itu tidak diberkahi oleh keturunan seorangpun. Menjelang usianya memasuki tahun ke-80, saudagar tersebut hendak menyerahkan restorannya kepada orang yang dipercayanya mampu mengelola restoran tersebut dengan baik. Tapi sebagai syaratnya mereka harus menyumbangkan setengah dari pendapatan restoran itu untuk kaum papa.
Setelah itu diundanglah seluruh pedagang di daerah tersebut untuk datang ke jamuan makan malam yang diselenggarakannya. Terdapat dua puluh meja bundar yang diatasnya sudah terhidang bermacam sayuran yang sangat menarik. Tiap meja ada 4 buah kursi dan 4 buah peralatan makan berupa sumpit. Namun anehnya ke – 4 sumpit tersebut mempunyai panjang sama dengan lebar mejanya
Duduklah ke – 80 pedagang tersebut dengan air liur yang mulai menetes mencium aroma masakan yang selangit tersebut. Sesaat sebelum makan saudagar tersebut memberikan kata sambutan yang isinya kurang lebih menyatakan bahwa dia akan memilih 4 dari ke – 80 pedagang tersebut sebagai penerus restorannya setelah jamuan berakhir.
Maka dimulailah jamuan makan tersebut. Masing – masing pedagang tersebut telah memegang sumpit* mereka dan menjepit sayuran yang diinginkannya. Sementara sang saudagar tersebut berjalan mengelilingi meja-meja tersebut. Muka sang saudagar tersebut terlihat sangat sedih setelah melewati meja ke – 12 dan belum ada satupun pedagang yang mampu memasukkan sayuran yang dijepit sumpit* tersebut ke dalam mulut. Masing – masing pedagang tersebut mencoba cara – cara aneh agar mampu memasukkan makanan yang dijepit sumpit* masing – masing ke dalam mulut masing – masing dan tentu saja itu tidak akan berhasil karena panjang sumpit* tersebut selebar meja. Saat sang saudagar melewati meja ke – 19 dia mulai kehilangan harapannya untuk mendapatkan penerus restorannya karena yang dia lihat hanyalah sekumpulan orang – orang serakah yang hanya mementingkan keinginan masing – masing.
Saat menuju meja ke – 20 tersenyumlah saudagar tersebut seraya berkata pada dirinya sendiri bahwa ke – 4 orang inilah yang akan meneruskan restorannya. Rupanya ke – 4 orang yang berada di meja ke – 20 saling menyuapi lawan di seberangnya karena panjang sumpit* tersebut memang cukup untuk sampai ke seberang mejanya. Akhirnya saat jamuan makan selesai hanya ke – 4 orang inilah yang kenyang perutnya sedang yang lain sibuk menggerutu karena tidak ada secuilpun makanan yang masuk dalam mulut mereka. Sang saudagar pergi meninggalkan restorannya dengan hati gembira karena tahu bahwa restorannya akan dikelola oleh 4 orang yang bijaksana.
Pesan moral dari cerita ini adalah agar jadi orang jangan terlalu serakah, karena dengan tidak mau berbagi keuntungan dengan orang lain maka orang lain juga tidak akan mau berbagi dengan Anda. Bila tiap orang hanya memikirkan dirinya masing – masing maka tidak akan pernah mencapai kemajuan team. Bukankah ada pepatah yang mengatakan bahwa 4 kaki akan lebih baik daripada 2 kaki ; atau bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Pepatah – pepatah yang dibuat orang – orang bijak jaman dahulu kala bukanlah sekadar penghias omong kosong, mereka mampu membuat pepatah tersebut karena sudah ada kejadiannya dan hasilnya.
Sang Pemuda kemudian berpikir, “Ah Malangnya kakek itu, dia harus berjalan ditengah badai salju seperti ini. Baiklah aku akan mendoakan dia saja agar dapat tempat berteduh.” Pemuda itu lalu berdoa kepada Tuhan : “Tuhan bantulah agar orang tua di depan rumahku ini mendapatkan tempat untuk berteduh. Kasihan Tuhan dia kedinginan.”
Ketika si pemuda mengakhiri doanya dilihatnya sang kakek berjalan mendekati rumahnya dan diapun sempat mendengar suara rintihan sang kakek yang kedinginan ketika sang kakek bersandar di dekat jendela rumahnya. Mendengar itu sang pemuda berdoa lagi kepada Tuhan. “ Tuhan lihatlah sang kakek di luar rumah itu. Kasihan sekali dia Tuhan, biarlah engkau membantunya agar dia tidak kedinginan lagi.bantulah agar dia mendapatkan tempat berteduh yang hangat.” Setelah itu si pemuda pun tidur lelap.
Keesokan harinya si pemuda terbangun karena suara gaduh masyarakat sekitarnya. Dia pun keluar rumah dan menemukan sang kakek telah meninggal bersandar di dekat jendela rumahnya.
Si pemuda kemudian berdoa lagi kepada Tuhan. “Tuhan mengapa engkau membiarkan kakek itu meninggal kedinginan padahal aku sudah mendoakannya agar dia selamat.”
Tuhan pun menjawab doa si pemuda itu lewat suara di dalam hati pemuda itu. “Aku mendengar doamu hai pemuda. Aku sudah membimbing kakek itu agar mendekati rumahmu. Akan tetapi engkau tak menghiraukannya bahkan ketika kakek itu merintih di depan jendela rumahmu.”.