It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@callme_DIAZ
@ramadhani_rizky
@hananta
@mustaja84465148
@haha5
@waisamru
@caetsith
@angga_rafael2
@nakashima
@aries18
@san1204
@adam25
@bayumukti
@farizpratama7
@rizky_27
@fends
@eldurion
@Tsu_no_YanYan
@arieat
@YANS FILAN
@beepe
@MikeAurellio
@Shishunki
@3ll0
@agova
@Gabriel_Valiant
@leviostorm
@kimo_chie
@Dimz
@blackshappire
@Agova
@just_Pj
@Dhika_smg
@arieat
@boljugg
@siapacoba
@Edmun_shreek
@The_jack19
@WYATB
@bonanza
@Zazu_faghag
@4ndh0
@yo_sap89
@nand4s1m4
@d_cetya
@Ray_Ryo
@icha_fujo
@elul
@Zhar12
@Anju_V
@hehe_adadeh
@aicasukakonde
@amira_fujoshi
@anohito
@admmx01
@adam25
@touch
@meong_meong
@YSutrisno
@ardi_cukup
@angelsndemons
@Cowoq_Calm
@eswetod
@line
@kikyo
@Bintang96
@haha5
@hiruma
@Soni_Saja
@kikyo
@san1204
@andre_patiatama
@Dhika_smg
@dafaZartin
@MikeAurellio
@dimasalf
@Akukamukita
@Lenoil
@FransLeonardy_FL
@reenoreno
@zeva_21
@TigerGirlz
@alfa_centaury
@eizanki
@alvaredza
@ardi_cukup
@9gags
@Adityashidqi
@hananta
@Gabriel_Valiant
@abiDoANk
@Zhar12
@d_cetya
@sasadara
@boy_filippo
@3ll0
@Tsu_no_YanYan
@eizanki
@Fikh_r
@tarry
@4ndh0
@Just_PJ
@adamy
@GeryYaoibot95
@Fuumareicchi
@haha5
@doel7
@kikyo
@Ananda_Ades
@AkhmadZo
@Yohan_Pratama
@Dityadrew2
@diditwahyudicom1
@eka_januartan
@tarry
@EllaWiffe10
@Needu
@andi_andee
@cloudsquirrel
@Black_G
@Daviano
____Horee... Aku sudah SMU!____
Bogor, Juli 2001
(Kelas 1 SMU)
Upacara penyambutan yang dibawakan oleh Bapak Kepala Sekolah tidak berlangsung lama seperti saat masa orientasiku ketika masuk SLTPN 4 dulu. Bapak Drs. A. Rifai termasuk kategori kepala sekolah yang suka berbicara singkat, jelas, dan padat (sijedat). Begitu upacara selesai, acarapun diambil alih oleh para pengurus OSIS yang menjadi penyelenggara kegiatan MOS. Aku pikir awalnya mereka akan membagi kelas kami terlebih dahulu. Namun anehnya mereka malah menyuruh kami untuk mengeluarkan barang-barang bawaan kami di tengah lapangan terbuka.
"Ayo adek-adek, Teteh minta sekarang keluarin 'pisang kerusuhan'!" Teriak si Teteh nyentrik yang mengerjai kami di ruang logistik tadi.
Serentak para peserta MOS pun mengeluarkan buah pisang bawaan mereka.
"Angkat yang tinggi, Dek! Apa jawaban yang benar?" Teriak si Teteh lagi.
"Pisang ambon, Teteh!" Sahut kami serempak.
"Pinter!" Si Teteh mengacungkan jempolnya.
Kota Ambon di awal abad milenium ini memang rawan terjadi kerusuhan, maka tak heran bila pisang ambon mendadak populer sebagai pisang kerusuhan kala itu.
"Sekarang coba keluarin 'pusaka ayam yang diklaim oleh sapi'!" Gantian Teteh Rita yang berteriak di lapangan.
Para peserta MOS pun berlomba mengeluarkan barang bawaannya. Teteh Rita berkeliling mengamati setiap barisan di lapangan.
"Bagus, ini betul!" Tunjuk Teh Rita pada seorang anak yang berdiri di dekatnya.
"Kamu salah! Sana gabung sama yang lain!" Seorang anak berhasil ditariknya keluar dari barisan karena anak itu membawa susu sapi kemasan yang ditempelinya gambar Cap Ayam Jago. Benar-benar terbalik, itu sih pusaka sapi yang diklaim oleh ayam! Hahaha... Ada-ada saja tuh anak
"Jawaban yang betul adalah telur mata sapi ya adek-adek!" Kata Teteh Rita mengumumkan jawabannya.
"Horee!" Anak-anak yang merasa jawabannya benar bersorak girang.
"Selanjutnya tolong keluarin 'goreng sampah'!" Perintah seorang kakak panitia laki-laki yang tidak diketahui namanya.
Serempak sekali lagi semua peserta MOS berlomba-lomba mengeluarkan barang bawaannya yang diminta kakak panitia.
"Jawabannya apa adek-adek?" Teriak kakak tadi lantang.
"Bala-bala, Kang!" Sahut kami tidak kalah lantang olehnya.
"Pinter ya! Pada tahu aja kalau yang enak-enak, bakwan kan memang bala (berantakan) kaya sampah! Makanya goreng sampah itu goreng bala-bala," celetuk Teteh Rita mengamati bawaan para peserta MOS satu-persatu.
"Nah, untuk bawaan yang lainnya nanti akan kami cek lagi satu-persatu saat jam istirahat. Sekarang kami akan membagi kelas kalian berdasarkan susunan absen yang telah kami dapatkan dari staf Tata Usaha!" Lanjut Teteh Rita lagi.
Tiba-tiba 8 orang kakak panitia MOS berdiri di tengah lapangan, membacakan daftar absen kelas yang mereka pegang masing-masing. Para peserta MOS dibuat pusing karena mereka membacakan absen secara bersamaan dengan suara yang sama keras.
"Aduh Gih, asa rarieut sirah nya?" (Aduh Gih, rasa sakit kepala ya?) Indra pusing sendiri mendengarkan pengumuman yang dibacakan oleh para kakak panitia itu.
Setelah menunggu beberapa lama, aku berhasil menangkap suara kakak panitia yang menyebutkan namaku dan asal sekolahku.
"Aku duluan ya, Ndra!" Pamitku pada Indra yang sedang memijit-mijit keningnya.
Akupun segera berlari menghadap si kakak panitia yang menyebutkan namaku tadi dan mengikuti arah yang ditunjuknya, ruang kelasku. Kuperhatikan papan nama kelas yang terpalang di atas pintu. Kelas 1-7. Wow, ternyata angka 1 dan 7 menjadi angka keberuntunganku.
Kumasuki ruang kelasku. Suasana hangat menyapaku ramah dan familiar. Mereka adalah teman-teman SMP-ku.
"Ugie!" Sapa Ule.
"Eh, Ule. Bosen gue Le, sekelas terus sama lu!"
"Sama gue juga, 3 tahun sekelas terus sama elu!" Ule tak kalah sengit.
"Haha... Emang best friend kali ya kita!" Aku dan Ule pun bertos-ria.
"Wah, kita sekelas sekarang Gie! Entar kalo Intan kesulitan Matematika bisa minta tolong sama Ugie, ya?" Seru Intan yang juga teman SMP-ku.
Tetapi kami tidak pernah sekelas sebelumnya. Baru kali ini kami menjadi teman sekelas. Konon menurut isu yang beredar waktu SMP dulu, Intan ngefans berat kepada Novan. Hanya saja sayangnya Novan tidak pernah mengetahuinya. Maklumlah penggemar Novan kan lumayan banyak.
"Eh, iya Ntan. Baek-baek lu ya sama gue!" Kataku setengah bercanda.
"Tenang, Intan mah anak yang baek kok!" Intan mengedipkan sebelah matanya.
"Sugih!" Panggil seorang gadis berperawakan jangkung.
Kupicingkan mataku menatap gadis itu, "Siapa ya?"
"Gue Chairani! Keponakannya Tante Neneng, masak lupa?"
"Ya ampun, sorry sorry ya, Ran! Gue orangnya belum ngeh kalo baru sekali ketemu!" Dalihku pada si gadis jangkung itu.
"It's okay! Gak nyangka ya, kita bakal sekelas!" Chairani duduk di sebelah meja yang kupilih.
"Iya, gue juga nggak nyangka kalo kita bakal sekelas!" Responku padanya.
Tak lama Indra pun masuk ke dalam kelas. "Woy Gih, kita sekelas! Pusing aku nunggu pengumumannya! Tahunya namaku udah disebutin dari tadi."
"Syukur deh, Ndra!" Sahutku padanya. Tak lama Indra pun berbaur dengan teman-teman lainnya.
Di saat kakak pendamping kelas kami akan menutup pintu, seorang siswi terakhir berlari masuk ke dalam kelas. OMG! Setelah 3 tahun aku patah hati olehnya, kini dia menjadi teman sekelasku!
"Yasmine?" Intan bersorak girang.
"Hah, elu Ntan? Wah, kita sekelas sekarang ya?" Yasmine dan Intan berpelukan.
"Hey, kenalan dong! Namaku Harry, nama kamu Si Kucrut?" Seorang laki-laki di sebelahku menyenggol lenganku.
"Enak aja! Ini name tag julukan gue! Nama gue Sugih! Lu dari SMP mana?" Aku balik menegurnya.
"Aku dari Bengkulu!" Tukas Harry sangat sopan.
"Owh, kirain dari SMPN 6!" Gumamku pelan.
"SMU ini namanya seharusnya diganti aja jadi SMUN 46 ya?" Celetuk Harry sangat serius.
"Kok gitu?" Aku bingung.
"Dari tadi aku kenalan, rata-rata kebanyakan asal SMP-nya dari SMPN 4 kalo nggak dari SMPN 6!" Dalih Harry mengemukakan alasan pemikirannya.
"Haha... Lu benar juga ya!" Komentarku terkekeh.
Aku jadi teringat saat upacara penyambutan murid baru masa SMP-ku dulu. Aku merasa minder karena dari SDN Bubulak hanya aku seorang diri yang berhasil masuk ke SMPN 4. Sementara para siswa dari SD lain datang bergerombol seperti memindahkan sekolah mereka ke SMPN 4. Seperti beberapa di antaranya : SDN Polisi (I-V), SDN Pengadilan (I-V), SDN Panaragan (I-III), sampai SDN Semplak (I-III). Baru sekarang kurasakan bagaimana rasanya memindahkan SMPN 4 ke SMUN 5 saking banyaknya rombongan dari SMP-ku yang diterima di sekolah negeri terfavorit di kotaku ini.
"Tadi kata kepsek juga pas upacara sudah disebutkan kan, kalau sekolah ini sebanyak 40% pendaftarnya berasal dari SMPN 4, kemudian 40% dari SMPN 6, dan sisanya 20% dari sekolah lain baik negeri maupun swasta dalam dan luar kota!" Aku mengutip perkataan Bapak Kepala Sekolah.
"Kira-kira berapa banyak murid dari sekolahmu yang masuk ke SMU ini?" Harry mulai antusias.
"Mungkin sekitar 180 orang!" Jawabku mengira-ngira.
"Busyet, banyak banget! Aku terjajah!" Harry bergidik.
"Apaan sih lu, caur banget!" Seringaiku padanya.
"Caur apaan sih?" Mulut Harry menganga.
"Masak lu gak tahu caur? Caur kan bahasa gaul artinya sayur!" Kataku memberinya penjelasan.
Harry manggut-manggut, "Eh, berarti katamu tadi itu artinya sayur banget. Maksudnya apaan sih? Bingung aku!"
Aku menggeleng-geleng kepala, "Maksudnya basi tahu! Aneh gitu lho!" Aku berusaha meluruskan penjelasanku.
"Oh, maklum aja deh. Aku dari kampung soalnya, gak terbiasa dengan bahasa gaul!" Sikap Harry sangat sederhana.
"Aku pikir Bengkulu maju. Gaul-gaul anaknya. Ngomong-ngomong kamu tinggal di mana?" Tanyaku mencoba mengakrabkan diri dengannya.
"Rumahku di Taman Yasmine sektor IV!" Jawabnya kalem.
"What? Lu orkay dong!" Aku benar-benar kaget mendengar pengakuannya.
"Orkay?" Lagi-lagi Harry bingung.
"Orang kaya, men!" Sahutku.
"Ah, enggak. Biasa aja!" Harry merendah.
"Biasa aja kata lu? Taman Yasmine itu perumahan elite di kota ini, Cuy!" Sambarku padanya.
"Masak sih?" Wah, sumpah benar-benar menggemaskan melihat kepolosan si Harry ini.
Tiga orang kakak pendamping mulai angkat bicara setelah melihat kelengkapan para peserta didiknya.
"Selamat pagi semuanya!" Sapa salah seorang dari mereka.
"Pagi Kang!" Sahut seisi kelas serempak.
"Sebelumnya perkenalkan, nama saya Triko, saya dari kelas 2-7. Kebetulan selama seminggu ini saya diminta dewan OSIS untuk mendampingi kelas kalian. Dan dulu juga saya asalnya dari kelas 1-7!"
Sumpah! Mataku tak berkedip memandang sosok ganteng yang sedang berbicara di depan kelas ini. Hatiku deg-degan melihat paras wajahnya. 'Burungku' sampai tegang di balik celana.
"Ingat Ary, Gie! Kamu punya Ary!" Tegasku dalam hati.
"Eh, gak apa-apalah ngecengin si akang cakep ini. Buat fantasi nanti malam juga lumayan!" Bisikan setan merasuki pikiranku.
Kalau seandainya aktor Ferly Putra sudah terkenal di zaman ini, rada mirip sedikit sih. Tapi body Kang Triko lebih mirip Ben Joshua. Cuma belum pada naik daun aja tuh Ferly Putra sama si BenJo. Terbukti para gadis di kelasku langsung klepek-klepek menatap kegantengan Kang Triko.
"Gie, akang Triko cakep banget ya?" Desis Chairani menutup bibirnya sebelah tangan berbicara ke arahku.
"Ho'oh!" Aku mengiyakan.
"Ada yang mau nanya?" Kang Triko beramah-tamah.
Chairani dengan semangatnya langsung mengangkat tangan.
"Kang!"
"Ya, silakan!" Kang Triko memberi kesempatan.
"Akang sudah punya pacar belum?" Tanya Chairani malu-malu.
"Huuuu..." Seisi kelas menyorakinya.
"Alasan tuh alasan! Bilang aja mau daftar!" Goda seisi kelas.
Ditanya demikian Kang Triko malah tersengih maluku (malu-malu kucing).
"Sst... Buat para ladies jangan kecewa ya, Kang Triko sudah ada yang punya!" Entah benar entah tidak kata-kata yang baru saja dilontarkan oleh Teteh Rita yang juga menjadi pendamping di kelasku.
"Haha... Kasihan!" Seisi kelas kembali mengolok-olok Chairani.
"Hiiih," Chairani cemberut.
"Coba sekarang, Akang minta name tag kalian dan kartu identitas asli kalian dikeluarkan! Akang akan memeriksanya supaya bisa diperbaiki kalau ada yang salah!" Perintah Kang Triko kepada kami.
Ia berjalan mengitari barisan kursi dalam kelas. Diamatinya setiap kartu identitas kami dengan sangat teliti.
"Ternyata setelah Akang perhatikan, name tag dan kartu identitas asli kalian terlalu rame. Kesannya jadi nggak kompak! Kalian gak mau kan dihukum sama Dewan Kehormatan OSIS kaya tadi pagi?"
"Tidak Kang!" Sahut seisi kelas serempak.
"Nah, maka dari itu usahakan kelas kita harus selalu kompak! Supaya Dewan Kehormatan OSIS segan memberikan hukuman kepada kita. Kalau di antara kalian banyak yang melakukan kesalahan, Akang juga dikenai hukuman oleh mereka!" Tandas Kang Triko memain-mainkan pulpen di tangannya.
"Nanti seumpama kalian melihat Kang Triko dihukum sama Dewan Kehormatan OSIS gara-gara kalian banyak melakukan kesalahan, kalian harus kompak ya belain Akangnya! Kalian jangan diem aja!" Teh Rita menambahkan.
"Maaf Kak, dari tadi Kakak belum memperkenalkan diri! Nama Kakak siapa? Kakak kelas berapa?" Sela Harry kepada Teh Rita.
Teh Rita mendekati bangku Harry, "Kalau manggil senior jangan manggil Kakak, ya! Untuk perempuan kamu panggil Teteh, untuk laki-laki kamu panggil Akang!"
Harry merendahkan posisi badannya, "Maaf Kak, saya tidak tahu!"
Kusikut lengan Harry, "Teteh!"
"Oh, iya. Maaf Teh!" Harry mengulangi perkataannya.
"Ya, buat anak-anak SMPN 4 udah pada nggak asing kan sama Teteh? Secara Teteh ini kan mantan seleb di sana!" Tutur Teh Rita narsis.
"Huuuu..." Seisi kelas menyorakinya.
"Baiklah, buat para fans-fansnya Teteh yang sudah tidak sabar lagi ingin mengenal Teteh lebih dekat, sudah saatnya buat Teteh memperkenalkan diri. Nama Teteh adalah Rita. Alamat Teteh di Pagentongan. Ada yang tinggal di Pagentongan?" Teh Rita pun memulai konsernya.
"Saya Teh!" Ule mengacungkan tangannya. "Nama lengkap Teteh, Rita Repulsa ya?" Celetuknya sok imut.
"Hahaha..." Sontak seisi kelas menertawakan.
"Ule, lu jadi power ranger-nya, ya!" Seloroh seisi kelas lagi.
Teh Rita mengernyitkan hidungnya tengsin diguraui Ule. Terang saja ia mendadak sebal karena Rita Repulsa bukanlah namanya, melainkan nama tokoh antagonis musuh bebuyutan Power Ranger yang tampangnya sama persis dengan Mak Lampir.
"Ule itu ranger biru dari Pagentongan! Kan julukannya waktu SMP adalah Pagentongan Boy!" Tutur Wahyu, teman SMP-ku juga.
"Udah-udah! Di sini yang lagi show giliran Teteh ya. Jadi buat yang lain harap tenang kalau nggak mau kena bantai sama Teteh!" Sengit Teh Rita setengah mengancam.
"Wooo..." Gempar seisi kelas.
"Sekarang kita menyusun organisasi kelas ya!" Ajak kakak pendamping ketiga yang enggan memperkenalkan dirinya.
"Ada yang bersedia menjadi ketua kelas di sini?" Tawarnya.
Seisi kelas saling melempar pandangan, akhirnya kami semua kompak menjawab, "Wahyu, Kang!"
Wahyu menggaruk-garuk kepala, "Kok gue?"
"Coba yang namanya Wahyu, tolong maju ke depan!" Perintah kakak pendamping ketiga tadi.
"Baik Kang!" Wahyu pun bangkit dari duduknya.
Tubuh Wahyu memang kelihatan paling besar di kelas. Wajahnya sangat berwibawa. Dari raut wajahnya nampak aura yang memancarkan kalau ia memiliki watak yang pengertian, rendah hati, dan tidak sombong.
"Ada lagi yang bersedia mencalonkan diri?" Kang Triko turut menawarkan.
Suasana mendadak hening. Setelah beberapa saat akhirnya Harry memberanikan diri untuk maju ke depan.
"Biar saya menjadi wakilnya, Kang!" Katanya mantap.
"Bagus! Kalau gitu sekarang kita pilih sekretarisnya ya! Kira-kira di antara kalian siapa yang waktu SMP-nya sering terpilih menjadi sekretaris?" Teh Rita mulai melirik-lirik para perempuan.
"Saya!" Seorang siswi dengan berani mengangkat tangannya dan maju ke depan kelas.
Indra begitu terkesima melihat paras gadis itu. Dia cantik sekali. Nampak benar kalau gadis itu memiliki darah keturunan bule. Pada kartu identitas yang tersemat di depan saku seragamnya tertulis namanya Dwie Putri. Terang saja cantik, namanya saja Putri. Kelihatannya Indra sedang jatuh cinta pada Dwie Putri, si gadis cantik itu.
"Wah, kalau gitu tinggal bendaharanya lagi!" Kang Triko mencari-cari siswa yang bersedia mengisi lowongan jabatan yang masih kosong.
Entah mengapa seisi kelas menoleh ke arahku.
"Sugih, Kang!" Seru mereka kompak.
"Nah, kamu tolong maju ke depan!"
TEP!
Tangan Kang Triko menepuk pundakku. Aku semakin berdebar-debar disentuh olehnya. Oh God, kumohon buat aku lebih dekat dengan lelaki handsome ini.
"I... Iya Kang!" Aku tergagap menimpalinya.
"Wah, cocok ya bendahara kelas kita namanya Sugih! Kamu tahu nggak sugih itu artinya apa?" Tanya Kang Triko.
"Artinya 'kaya' kan Kang?" Jawabku.
"Kamu orang Jawa?" Tanya Kang Triko lagi.
"Bukan Kang! Orang Sunda aja!" Balasku lagi.
"Ini sih bukan Sugih! Tapi Si Kucrut!" Celetuk Teh Rita membaca name tag julukanku.
"Hahahaha..." Semua orang di kelas tergelak.
"Eh Gie, kalau jadi bendahara jangan korupsi ya! Nanti kamu jadi SUGIH!" Gurau Teh Rita.
"Insya Allah, enggak!" Kataku penuh keyakinan.
"Tapi kalau mau korupsi, jangan lupa traktir Teteh ya!" Guraunya lagi setengah berbisik.
"Wuuuuu..." Massa mengamuk sodara-sodara
Akhirnya terbentuk sudah struktur organisasi kelas kami. Aku diberi kepercayaan penuh menjadi bendahara. Semoga saja aku dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabku dengan baik. Amin.
Satu-persatu dewan guru senior masuk ke kelas kami untuk memberikan materi mulai dari P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), Wawasan Wiyata Mandala, Bimbingan Konseling, Pengenalan OSIS, dan pengenalan ekstrakurikuler sekolah.
"Yah, masak di sekolah ini ada lebih dari 20 organisasi ekskul tapi nggak ada ekskul Bahasa Inggris? Payah ah, gak seru!" Keluhku membolak-balik buku panduan MOS.
"Eh Gie, kenapa kamu gak usul aja sama guru pembina OSIS tadi buat bikin ekskul baru? Ekskul Bahasa Inggris, gitu!" Intan memberiku ide.
"Wah, ide yang bagus tuh! Gak ada salahnya kan dicoba?" Aku menjentikkan jari.
"Gue yakin pasti banyak peminatnya nanti!" Respon Intan tak lepas dari senyumannya.
"Benar Tan, thanks ya buat sarannya!" Aku bersemangat mencari guru pembina OSIS yang dibilang oleh Intan tadi mumpung sekarang sedang jam istirahat.
"Di mana ya beliau? Tadi kalau tidak salah waktu mengisi materi di kelas, beliau memperkenalkan dirinya namanya itu Bapak... Oh iya, Bapak Ruspita!" Pikiranku berkecamuk sambil mengingat-ingat.
Sayangnya mataku tidak menatap sekeliling lingkungan sekolah secara seksama. Alhasil...
DUG!
"Adaw..." Aku memekik kesakitan.
Bisa-bisanya aku jalan sampai menabrak dinding pembatas ruang BK.
"Hahaha... Mata sudah empat masih gak bisa lihat jelas ya, Dek?" Terdengar nada mengejek di belakangku.
"Huh, sialan! Siapa sih, berani meledekku? Mentang-mentang aku junior di sini!" Dengusku berbalik menoleh ke belakangku.
DEGH!
"Heuh si Gatot kece itu lagi!" Batinku sewot.
Laki-laki itu berdiri memainkan ponsel di tangannya. Sebelah tangannya dimasukkan ke dalam kantung celana. Cool sekali gayanya.
"Besok-besok kalau jalan pake helm ya, Dek!" Ledeknya lagi berlalu dari hadapanku sambil tertawa-tawa tidak jelas.
"Grrr... Awas saja nanti kalau MOS sudah usai, akan kubuat perhitungan denganmu!" Rutukku bersumpah.
"Cakep-cakep kok nyebelin sih!" Gerutuku uring-uringan sendiri.
Kulanjutkan langkahku menapaki koridor sekolahku melewati kelas demi kelas. Sempat kulihat Makbul memanggil-manggil namaku dari dalam kelasnya, Kelas 1-4. Kulambaikan tanganku padanya membalas panggilannya.
"Kelasmu di mana?" Tanyanya berlari menuju pintu guna menghampiriku.
"Tuh di 1-7!" Tunjukku ke arah yang bersilangan dengan kelasnya.
"Owh, nanti deh aku ke sana. Lagi sibuk nih!" Tutur Makbul sembari masuk kembali ke dalam kelasnya.
"Oke!" Aku memberi kode tanda setuju.
Pandanganku sempat terkejut saat kulihat di dalam sana terdapat sosok gadis yang sangat kukenal sejak SD.
"Dewi?" Panggilku dalam hati.
Ia tampak sibuk berdiskusi dengan teman-temannya. Aku yakin ia tidak sempat melihatku tadi. Entah pula apakah ia mendengar saat Makbul memanggil namaku tadi.
"Eh, itu Kang Triko. Coba tanya sama dia ah, di mana Pak Ruspita. Siapa tahu Kang Triko tahu!" Pikirku.
"Permisi Kang, Akang tahu tidak Pak Ruspita di mana?" Tanyaku sopan menegur si akang kasep.
"Tadi kalo nggak salah, ada di ruang guru lagi santai," timpalnya lembut. "Kamu tahu letak ruang guru, enggak? Nah, ruangannya yang ada di seberang kelas kita ya, Dek!"
"Aduh, memang deh, akang yang satu ini mah benar-benar bikin jatuh hati. Sikapnya aja pedulian orangnya. Gak kaya si Gatot kece tadi, huh bener-bener nyebelin dia mah!" Umpatku dalam hati.
"Makasih ya, Kang!" Pamitku berbalik meninggalkannya.
"Eh tunggu, nama kamu kalau gak salah Sugih kan?" Tegurnya menahan langkahku.
Kuanggukkan kepalaku membenarkan perkataannya.
"Nama kamu bagus. Akang doakan kamu benar-benar sugih!" Doanya tulus.
"Amin. Terima kasih banyak ya, Kang!" Kusunggingkan senyumanku untuknya. Senyuman yang teristimewa tentunya.
"Panggil saja Ugie, Kang! Supaya lebih akrab!" Kataku hangat bergelora.
"Ugie? Oke, Akang akan ingat itu!" Katanya lagi melayangkan tembakan dengan telunjuknya.
Benar-benar melting berada di dekat Kang Triko. Sepengamatanku tadi selama di kelas dia termasuk tipe yang sedikit jaim. Tapi tidak sampai kebangetan. Dia hanya akan bicara seperlunya saja selama mendampingi kami di kelas. Wah, tipe kesukaanku banget deh.
Tok! Tok!
"Permisi Pak!"
"Ya, masuk!" Pak Ruspita menyahutku.
"Maaf, saya mau ada perlu dengan Bapak."
"Duduk!" Perintahnya lagi.
Kusalami tangan beliau santun, "Nama saya Sugih dari kelas 1-7. Begini Pak, saya mau mengusulkan ekstrakurikuler baru, boleh tidak?"
"Ekskul apa yang mau kamu usulkan?" Tanya beliau antusias.
"Saya perhatikan di sekolah kita belum ada ekskul Bahasa Inggris kan, Pak?"
"Ya, memang benar. Padahal dulu Bapak juga pernah meminta pada Bu Isti, guru Bahasa Inggris paling senior di sini. Tapi beliau waktu itu kelihatannya sedang sibuk, dan tidak sempat mengurusnya. Nanti Bapak akan coba untuk berkoordinasi dengan kakak-kakak kelas yang lain yang kira-kira jago Bahasa Inggris di sini supaya mereka bisa membuatkan proposalnya!"
"Wah, yang benar Pak? Saya sangat berharap lho Pak agar sekolah kita ada klub Bahasa Inggrisnya. Kebetulan saya juga aktif sebagai pengurus Radio English Club di RRI. Nanti saya akan buat program agar klub Bahasa Inggris di sini bisa berkoordinasi dengan Radio English Club di RRI!" Aku berdecak girang.
"Kalau kamu ditunjuk menjadi pengurusnya mau?" Tanya Pak Ruspita tanpa memandang ke arahku.
"Saya bersedia Pak, ditunjuk menjadi pengurusnya!" Kataku penuh semangat.
"Baiklah, nanti Bapak akan panggil si Adam anak kelas 3 IPA 5 untuk menyuruhnya melanjutkan proposal LIMIT yang dulu pernah dibuatnya!"
"LIMIT itu apa Pak?"
"LIMIT itu nama English Club di sekolah ini. Kalau tidak salah LIMIT itu singkatan dari Lima English Society!"
"Lima English Society?" Aku mengulangi perkataan Pak Ruspita.
"Ya, kamu tunggu saja kabar selanjutnya. Mudah-mudahan saja saat promo ekskul hari Sabtu nanti, organisasi LIMIT sudah terbentuk!"
"Baik Pak. Kalau begitu saya permisi mau kembali ke kelas. Terima kasih banyak Pak atas perhatiannya!" Pamitku mencium tangannya.
Ketika aku keluar dari ruang guru, kulihat Kang Triko masih berada di tempatnya tadi. Kelihatannya ia sedang asyik bersenda gurau bersama teman-temannya.
"Udah? Ada gak Pak Ruspita-nya?" Tegurnya padaku.
Kuanggukkan kepalaku padanya.
"Lancar urusannya?" Tanyanya.
"Alhamdulillah mulus, Kang!" Jawabku.
"Balik ke kelas, yuk!" Tiba-tiba saja kedua tangan Kang Triko sudah bertengger di belakang bahuku.
Ia mendorong tubuhku menuju ke kelas. Wah, hangatnya sentuhan Kang Triko. "Jangan dilepas ya, Kang! Peluk aja sekalian!" Jeritan hatiku tak henti-hentinya bereaksi.
Setibanya di kelas, suasana sangat ramai membicarakan kekompakan kelas.
"Nah, ini dia bendahara kita!" Tunjuk Wahyu yang baru saja dinobatkan menjadi ketua kelas.
"Ada apa?" Kuhampiri kerumunan teman-temanku.
"Gini Gih, tadi kita mendiskusikan soal konsumsi yang disuruh oleh Teteh Irene untuk bekal bawaan kita besok! Tadi kata Kang Triko kan kelas kita harus kompak, kompak dalam segala-galanya. Jadi kalau di antara kita salah satu, berarti salah semuanya!" Wahyu menceritakan diskusi yang sedang dibahasnya.
"Teteh Irene itu yang mana ya?" Aku mengernyitkan kening.
"Itu lho, yang nyuruh kita nyanyi tadi pagi di ruang logistik!" Tukas Indra menjelaskan.
"Oh, jadi perempuan tomboy tapi nyentrik itu namanya Teteh Irene?" Aku manggut-manggut mulai paham.
"Terus?" Tanyaku lagi.
"Biar konsumsi kita sama, kita mau pesan konsumsinya sama elu. Bisa kan? Dulu pas SMP kan lu sering jualan, enak-enak lagi makanannya," tandas Wahyu.
"Iya, Intan suka lho kroket sama pempek dagangannya Ugie! Sedap banget pokoknya!" Intan turut memuji.
"Boleh!" Aku menyetujui keinginan mereka.
"Kita iuran Rp5.000,00 cukup gak?" Sela Dwie Putri sang sekretaris.
"Rp10.000,00 aja!" Usul Harry.
"Itu sih kebanyakan!" Protes Chairani.
"Kan yang lima ribunya lagi buat bahan bikin kartu nama kita yang baru. Sekalian buat bikin papan nama yang ditaruh di meja!" Harry merincikan keperluan biaya kami.
"Nah, bener-bener. Bener banget tuh kata si Harry!" Tukas Ule membela sang wakil ketua kelas.
"Kalo gitu deal ya kita urunan Rp10.000,00 perorang!" Seru Wahyu mengakhiri perbincangan.
"Nah, tugas lu sekarang buat ngumpulin iurannya!" Titah Wahyu memberi tugas pertama untukku.
Segera kuambil buku catatan dalam tas dan mulai melaksanakan tugas yang diserahkan oleh Wahyu.
"Jadi ini konsumsinya mau minta dibuatkan apa?" Tanyaku pada seisi kelas.
"Kroket! Kroket!" Teriak Intan.
"Dadar gulung!" Seru Ule tak mau kalah.
"Cilok!" Kata Yasmine.
Aku sedikit terkejut mendengar seruan Yasmine. Baru sekali ini ia mau berbicara padaku setelah sekian lama aku menjadi secret admirernya. Tapi sekarang aku sudah tidak menaruh perasaan lagi padanya sejak ia jadian dengan Adeeb saat di kelas 1 SMP dulu. Dan lagi aku juga mulai terikat dengan Ary sejak aku di kelas 3 SMP.
"Bakso ada gak?" Chairani turut menimpali.
"Kalau mau bakso ke kantin aja, Ran!" Balasku meresponnya.
"Woy, kalo mau pesan konsumsi yang kira-kira dong! Tadi kan Teteh Irene bilang, konsumsi yang harus kita bawa besok itu mumi Indonesia, peluru pedas, sama kue isi hawa!" Seru Wiwin teman sebangku Intan yang bertubuh gempal.
"Ehem... Ehem... Tumben nih Wiwin angkat bicara!" Sindir Intan.
"Ntan, masih mending angkat bicara, coba kalo dia disuruh angkat besi. Bisa habis tuh badannya ketimpa besi barbel! Kurus deh akhirnya!" Ledek Ule membuat Wiwin geram meninju-ninju lengan Ule.
"Ampun Win! Ampun!" Ule mengaduh.
"Jadi teka-teki konsumsi dari Teteh Irene itu apa ya?" Harry mencoba berpikir.
"Mumi Indonesia itu pasti maksudnya pisang molen!" Tanggapku. "Soalnya mumi itu kan badannya dililit perban. Nah makanan yang dililit kan cuma pisang molen!"
"Eh bener tuh! Benar kata lu, Gie! Itu pasti pisang molen!" Seru Intan membelaku.
"Iya juga ya!" Wahyu turut bergumam.
"Terus peluru pedas itu apaan ya?" Gantian Indra yang kebingungan.
"Bakso isi cabe paling!" Tebak Chairani mengada-ada.
"Ah, itu sih elunya aja yang kepengen makan bakso!" Timpal Dwie Putri menyanggah pendapat Chairani.
"Terus apa dong?" Teman-teman yang lain mulai menyerah.
Hanya Harry yang mencoba berpikir keras. "Lemper? Buras?"
"Wah, bisa jadi tuh!" Kata teman-teman di sekeliling Harry.
"Tapi kan lemper sama buras enggak bulat kaya peluru!" Sanggah Chairani.
"Apa mungkin itu comro ya?" Tebakku sekenanya.
"Ya! Ya! Comro aja Gie!" Ule bersemangat.
Comro atau oncom di jero (oncom di dalam) memang cemilan kesukaan Ule semasa aku berjualan di SMP dulu.
"Iya Gie, comro aja!" Teman-teman lain mulai setuju.
"Ya udah, comro aja ya buat peluru pedasnya!" Wahyu memutuskan.
"Nah, tinggal kue isi hawa nih. Kira-kira itu apaan ya?" Seisi kelas kebingungan.
Entah mengapa menyebut kata 'hawa' membuatku tertawa tergelitik. Semua temanku tercengang memperhatikanku.
"Gie, lu kenapa ketawa sendirian kaya gitu? Udah gila lu, ya? Noh kamar di RSJ sebelah masih banyak yang kosong!" Sindir Wiwin setengah bergurau.
Sekolahku memang terletak di belakang RSJ Cilendek. Sudah barang tentu gurauan-gurauan tentang 'tetangga sebelah' akan membumbui percandaan di lingkungan sekolahku ini.
"Gue pikir kayanya kue isi hawa ini maksudnya pasti donat!" Kataku mantap.
"Hah? Kok donat Gie?" Teman-temanku kebingungan.
"Well, pemikiran gue di sini, hawa itu ada 2 arti. Yang pertama bisa berarti suhu udara. Dan yang kedua bisa berarti cewek! Jadi kalau ditelaah lebih jauh, kayanya maksud dari kue isi hawa itu berarti kue 'kepunyaan' cewek!" Uraiku menjelaskan.
"Ah, dasar ngeres lu Gih!" Cibir Dwie Putri.
"Eh, tapi ada benernya juga tuh omongannya Sugih. Gue yakin itu pasti emang donat!" Chairani membelaku.
"Ooh, iya juga ya! Donat kan emang sama kaya 'isinya' cewek!" Ujar Ule mulai menyadari pemikiranku.
"Huuuuu..." Koor para kaum hawa di kelasku.
"Otak lu jenius amat sih, Gie? Pindahin dong ke kepala gue! Kita tukeran yuk!" Ule mendekatiku.
"Ogah ah! Tukeran aja sana sama batu!" Timpalku melet-melet ke arahnya.
"Oke, jadi konsumsi kita buat besok antara lain : pisang molen, comro, dan donat ya!" Dwie Putri membacakan kesimpulan hasil diskusi kelas kami.
"Sekarang giliran kalian pada bayar ya!" Aku mulai beraksi menjalankan tugasku sebagai bendahara.
Sontak akupun dikerubuti teman-teman sekelasku.
"Ndra, jangan lupa untuk papan nama kita, kamu yang bikin! Bikin yang bagus ya, Ndra!" Seru Wahyu menepuk punggung Indra.
"Yoi, tenang aja! Ane kan dibantu sama Mr. Sugih!" Indra bergaya.
What? Tugasnya dilimpahkan padaku? Oh no!
"Kamu mau kan bantuin aku buatin papan nama teman-teman sekelas?" Indra membujukku. "Please ya Gih, tulisan ente kan bagus!"
"Jumlah murid sekelas kan 48, Ndra! Itu banyak banget lho!" Tubuhku mendadak lesu.
"Ayolah, ente kan sohib ane!" Bujuk Indra lagi sok kearab-araban.
Huft! Mau tidak mau aku harus lembur dengan Indra malam ini. Belum lagi aku juga harus membantu mama membuat konsumsi untuk teman-teman sekelas.
Hari sudah sore saat MOS hari pertama dibubarkan. Jam di pergelangan tanganku telah menunjukkan pukul 05.15. Itu artinya sebentar lagi akan memasuki waktu maghrib. Tadi aku sempat menelepon ke rumah via telepon umum yang terdapat di sekolah, guna memberi kabar kepada mama kalau kami mendapat orderan makanan dari teman-teman sekelasku. Alhasil mama menyuruhku untuk menyempatkan berbelanja membeli bahan yang kami perlukan di pasar. Seperti beberapa di antaranya : tepung terigu, telur, gula pasir, fermipan, pisang, dan lain-lain. Sekalian mengantar Indra ke toko buku 88 guna membeli karton tebal untuk membuat kartu identitas, name tag julukan, dan papan nama teman-teman sekelas. Malam ini benar-benar kerja lembur buat kami berdua. Untung saja malam ini bukan giliran waktuku siaran di RRI.
"Eh Gie, balik ke mana?" Tegur Kang Triko yang sedang berdiri di trotoar jalan raya.
Kelihatannya ia akan menyeberang. Terlihat juga di sebelahnya berdiri seorang gadis bertampang biasa-biasa saja.
"Eh, Akang. Saya pulang ke Cimanggu, Kang!" Kataku seraya menghampirinya.
"Ke Cimanggu kok lewat sini? Bukannya lewat Lanbau?" Sergah Kang Triko sedikit bingung.
"Kami mau mampir ke toko buku 88 dulu Kang, ada yang mau dibeli!" Jawabku lagi.
Iih, dekat-dekat dengan Kang Triko benar-benar membuatku nervous dan salah tingkah.
"Kalo selama MOS lu nggak apa-apa manggil gue Akang, tapi kalo MOS dah beres atau di luar kegiatan MOS, kita manggil elu-gue aja ya, biar akrab!" Katanya tiba-tiba.
DEGH!
"Omigot! Seriuskah apa yang diucapkannya barusan? Dia ingin menganggapku kawan akrab!" Hatiku benar-benar geer.
"Oh, eh, iya deh Kang!" Kataku canggung.
"Santai aja pake gue-elu! Panggil aja Triko!" Katanya mengulangi perintahnya.
"Oh, iya deh. Ngomong-ngomong elu balik ke mana?" Tanyaku sedikit grogi.
"Rumah gue di Taman Yasmine sektor III! Main ya ke rumah gue kalo ada waktu!" Lantas ia pamit menyeberang jalan.
Kulambaikan tanganku padanya sekejap. Kemudian kuikuti langkah Indra yang menaiki angkot di depanku.
"Cewek yang sama Kang Triko tadi pacarnya bukan ya?" Tanyaku pada Indra.
"Palingan!" Respon Indra kurang begitu antusias.
"Hadeuh! Kenapa sih malam ini aku harus lembur bantuin si Indra? Padahal aku kepengen banget mimpiin Kang Triko malam ini. Mana si Ujang di balik celanaku sudah tegang terus sejak tadi siang gara-gara kesengsem sama Kang Triko yang membuat pikiranku terlena mabuk kepayang. Ingin sekali aku memimpikan bercinta dengannya malam ini! Oh, Kang Triko apakah dirimu sama sepertiku?" Pikiranku melayang-layang tidak karuan.
"Ary... Ke manakah Ary gerangan? Mengapa ia hilang dari pikiranku? Kembalilah Ary! Jangan biarkan aku tergoda oleh pesona laki-laki lain!" Sisi hatiku yang lain memberontak.
Terima kasih teman-teman sudah sering mampir di lapakku ini. Semoga terhibur dengan kisahku ya
Jangan lupa tinggalkan komentar dan klik suka bila kisahku ini menarik!
Salam hangat selalu,
HidingPrince
hehehe
jiahh ada kak Triko~
Mas @mustaja84465148 enggak cuma Triko aja keles, ada Pak Ruspita juga tuh. Secara kan para tokoh di Namamu Kupinjam itu nama mereka memang saya pinjam dari kehidupan pribadi saya. Oya Mas, ramalin saya sama Ary dong. Sebetulnya hubungan kami seperti apa?
lo tau gak bang? gw sampe ikut2an nebak loh bang itu makanan, dan beberapa ada yang bener. gw dulu soalnya dikasih tugas kayak gitu pas mos. susu perawan sama sayur sabun, tau gak?
jangan2 si adam itu gatot lagi ye bang?
@TigerGirlz hehe.. nabrak tembok soalnya jalan gak lihat ke depan, nunduk sambil mikir, nabrak deh. Mirip iklan Close Up zaman dulu, ada cewek yg nabrak plang jalan gara2 terpesona melihat senyuman close up seorang cowok ganteng.
@zeva_21 tapi aku gak kegenitan ngegodain mereka lho, cuma mengagumi dalam hati aja. Jaim gitu deh pokoknya.