It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Semoga kalian suka, semoga kalian menikmati membacanya..^^
************************************
THE GAME SEASON
REI’S POV
PRIIITTT..
Break. Tim kami meminta waktu istirahat. Pertandingan basket antar sekolah telah dimulai. Sekarang sudah memasuki babak perdelapan final. Kami berhasil melewati babak penyisihan dengan gemilang hingga berhasil sampai kebabak ini. Tahun ini kak Farel bilang persaingan semakin ketat. Karena beberapa sekolah telah merekrut pemain-pemain baru berpotensi. Jadi tak heran jika babak perdelapan final ini saja kami sudah menemui rintangan pertama. Padahal kak Farel dan Robby telah main sejak babak pertama. Alfi sempat diturunkan beberapa kali. Sedang aku belum sekali pun mendapat giliran. Aku cukup menikmati peran sebagai pengamat bersama pelatih.
Lawan kami diperdelapan final ini sebenarnya memiliki level yang sama dengan kami, tetapi mereka mempunyai pemain kembar yang sedikit menyusahkan. Setiap menyerang mereka selalu berpasangan. Dengan trik mereka, juga perpindahan dribble diantara mereka yang sangat cepat. Ditambah kemiripan wajah dan postur juga seragam basket yang serupa, sehingga tim kami kesulitan melihat bola dipegang siapa. Ketika tersadar pun sudah terlambat. Karena mereka sudah berada di dekat ring. Aku yang mengamati dari bangku sedikit gemas melihatnya.
“Kembar brengsek. Nyusahin aja..” itu Robby tentu saja.
“Rei. Switch sama Rendy oke. Kamu juga Fi, ganti si Danny..” Yang lain menoleh ke arah kak Farel. Tim kami meminta time out pertama. Aku mengangguk. Robby tersenyum dan mengacak-acak rambutku. Alfi memandangku intens.
“Fake master kita akhirnya mulai main di pertandingan perdananya. Dari kemarin lo cuma di bangku cadangan. Gue mau liat lo bisa apain tuh si kembar. Dan lo juga autis, jagain si Rei” Robby lagi. Semangat sekali ini anak. Kesalnya yang tadi lenyap entah kemana. Aku memandang Alfi. Ingin mengutarakan pengamatanku.
“Rei.. Fi.. gimana lawan kita?” Akhirnya kak Farel bertanya juga.
Aku mengangguk dan melihat Alfi. Alfi mengangguk. Kami sudah membicarakan ini dibangku cadangan tadi. Alfi yang menemukan celah ini. Jadi aku tinggal melanjutkan penjelasan pada teman satu tim. “Triknya itu bukan cepatnya dribble mereka. Tapi muka mereka yang sama dan switching posisi yang mirip. Bikin kita bingung. Cuma aku liat satu celah kak. Tepatnya Alfi yang menemukan celah ini” Yang lain langsung menoleh pada Alfi.
“Sepatu..” Kata Alfi. Yang lain masih bingung.
Aku menyambar. “Yup. Sepatu. Kalian liat sepatu mereka beda. Memang agak susah kalo kita udah di lapangan. Tapi karena Alfi dan aku udah amatin dari tadi, kami rasa kami bisa ngatasin mereka. Jadi si kembar itu bagian kami berdua..” Yang lain mengangguk. Aku dan Alfi berpandangan. Kak Farel dan Robby tersenyum.
Pokk. Kak Farel menepuk keras kedua tangannya. “Bagus! Aku tahu keputusanku masukin kalian ga salah..”
“Jangan senang dulu kak. Kita belum tau benar ato ga pengamatan kami berdua..” aku sedikit gugup pada pertandingan pertamaku untuk tim ini. Biasanya tugas pelatih yang memberikan pengarahan. Tapi coach Timmy sedang ada urusan keluarga mendadak, anaknya masuk rumah sakit. Sehingga pada pertandingan ini dia absen sementara. Dan tugasnya sementara dialihkan pada aku dan Alfi. Walau keputusan akhir tetap ditangan kak Farel.
PRIIITTT
Peluit tanda dilanjutkannya pertandingan pun berbunyi. Aku dan Alfi bersiap masuk lapangan. Kami saling bertatapan mulai melangkah saling menguatkan tekad. Kak Farel menepuk punggungku, Robby mengacak rambutku (lagi).
Priitt. Peluit kedua telah berbunyi. Bola sekarang bergulir berpindah. Dari tim lawan langsung dicut oleh Robby dan mulai berpindah menjadi milik kami. Passing cepat antar pemain. Lalu bola diakhiri dengan operan Alfi yang disambut kak Farel dengan dunk andalannya. Poin untuk tim kami.
Lalu giliran tim lawan menyerang. “Rei. Fokus” aku mengangguk atas kata-kata Alfi. Ini saatnya si kembar yang tadi menyusahkan itu menyerang. Benar saja. Setiap bola dipegang oleh tim awan, mereka akan mengirimkannya pada si kembar ini. Karena persentasi keberhasilan kembar tadi memang tinggi sekali untuk memasukkan bola. Namun aku dan Alfi tidak boleh kalah. Aku harus fokus menahan laju bola yang mereka bawa.
“Rei. Lihat sepatunya dan pergerakan kaki” Lagi. Aku mengangguk. Kembar itu memang cepat dan twist perpindahan passing bola mereka berganti membingungkan mata. Seolah gerakan mereka dilakukan satu orang. Alfi mulai menghadang. Aku mengikuti. Kuturunkan bahuku serendah mungkin dan melebarkan jangkauan tangan seluas yang kubisa.
Ternyata jika kita melihat pergerakan kaki mereka, kecepatan mereka tidak begitu mengejutkan. Hanya badan mereka yang bergerak lincah dan kaki mereka hanya berpindah tumpuan saja. Nah itu dia. Itu gerakan maju ke depan. Pasti salah satu dari si kembar itu yang akan maju. Dia yang memakai sepatu air balance. Aku berhasil mencegahnya dan Alfi mencegah yang satunya agar mereka terpisah. Melihat itu, kak Robby ikut membantuku menahan si kembar yang tersudut denganku dan melakukan double team. Ketika kak Robby menjangkaukan tangan panjangnya ke dribble yang dilakukan lawan yang kujaga, dia mengelak dengan mengarahkan bola ke belakang yang langsung ku cut in (kupotong) dengan cepat dan membawa bola ke depan. Ku oper bola ke arah kak Farel yang sudah siap di bawah ring. Tentu saja bola itu tidak disia-siakan. Setiap bola yang dipegang oleh kak Farel selalu berhasil diantarkan ke dalam ring. Dia salah satu yang terhebat selain Alfi.
“Hebat dek..” kata kak Robby. Kak Farel pun memberikan jempolnya padaku. Dan Alfi ikut menepuk lenganku dengan keberhasilan kami.
Dengan bola yang sudah bisa kami baca. Tim kami bisa menahan tim lawan dengan skor yang lumayan. Kontrobusiku hanya sebatas satu quarter saja pada pertandingan itu. Karena masih ada pertandingan berikutnya yang harus kami lalui. Kak Farel berkata sebenarnya dia ingin menyimpanku dan Alfi selama mungkin, tapi berhubung kami menemui rintangan lebih awal jadi dia terpaksa menurunkan kami lebih awal dari yang diniatkan. Tidak apalah. Toh pertandingan ini pun tidak memperlihatkan seluruh kemampuanku dan Alfi. Aku yakin Alfi pun masih memiliki keahlian yang belum diperlihatkannya. Alfi belum all-out sejauh ini. Aku jadi penasaran, bagaimana jika Alfi sudah serius nanti..
Pertandingan hari ini selesai dengan sedikit usaha yang lebih dari biasa. Kami harus sering berlatih untuk kombinasi serangan. Sejauh ini bola hanya bergulir diantara pemain laiinnya dengan tumpuan kak Farel dan Robby. Kali ini kami harus bisa menambah pola serangan dengan kombinasi antar pemain. Menurutku jika kak Farel, Robby dan Alfi bisa bersatu, permainan tim kami akan menyusahkan tim lawan. Hanya saja yang terjadi baru kombinasi antara kak Farel dengan Alfi. Sepertinya butuh keajaiban untuk menyatukan Alfi dengan Robby.
Kami pulang dengan hati riang. Seperti biasa, setelah pertandingan kak Farel akan mengajak kami makan di restoran favoritnya. Astaga. Pemborosan sekali dia. Walau aku senang-senang saja, karena bisa makan gratis setelah pertandingan yang melelahkan tadi.^^
{center]*[/center]
“Heh! Kutu loncat. Masih aja lo berani deket-deket sama si Alfi. Blom cukup yang kemarin-kemarin kita lakuin ke elo?!” ini gadis yang sama yang dulu memegangiku di UKS. Aku lupa namanya. Hanya ingat kekuatan amazonnya.
“Maaf kak. Itu bukan mau saya. Lagipula kami kan satu tim. Gimana kalo kakak yang bilang ke Alfi? Atau mau saya yang bilangin ke Alfi?” gadis amazon itu memucat.
Geng ‘princess’ Jessica mulai sering melancarkan serangannya padaku. Ketika Alfi sedang tidak ada didekatku mereka mulai mengerjaiku. Mengacak-acak lokerku. Mengunciku dikamar mandi. Merobek score book milikku. Dan surat ancaman seperti yang dulu itu pun masih sering mampir kepadaku. Tapi tindakan mereka kadang terhenti seperti sekarang ini ketika aku mengatakan akan bilang semua hal ini pada Alfi. Tapi tentu saja hal itu hanya sementara. Mereka tahu sifatku. Aku yang tidak akan mengadu pada siapa pun.
“Reeeiiii..” itu suara Robby. Ada apa dia memanggilku? Biasanya Alfi yang ke ruang musik ini.
“Ngapain lo disini?” sergah Robby keras ketika melihat gadis amazon itu.
“Awas lo berani ngadu ke Robby..” desis gadis itu pelan di dekatku.
“Ga ada apa-apa kok Rob.. Gue kesini cuma pengen nyampein maaf dari princess Jessica.. iya kan Rei.. ya udah gue balik dulu ya Rei. Yuk Rob..”
Ketika gadis amazon tadi sampai di depan pintu Robby berkata sedikit keras padanya dengan nada peringatan yang jelas sekali didengar. “Ann.. lo bilang sama Jessica, berani dia ganggu Rei lagi, gue bakal bikin perhitungan sama dia. Paham?” Gadis amazon yang dipanggil Ann tadi mengangguk takut-takut. Ternyata Robby memang menakutkan ya.. bahkan gadis amazon tadi tampak mengkerut.
“Rei, dipanggil si monyet tuh. Lo disuruh ikut rapat” si monyet itu panggilan Robby buat kak Farel. Aku mengangguk dan menutup piano. Lalu beranjak menghampiri Robby.
“Yuk kak..” baru jalan sebentar Robby memegang lenganku dan menghentikan langkahku.
“Sejak kapan si Anna ada disini tadi?” Ooh jadi nama gadis amazon itu Anna.
“Baru kok kak..” kupasang muka datar. Aku malas membahas ini. Aku akan terkesan lemah sekali jika mengadukan tindakan-tindakan yang dilakukan gerombolan kak Jessica padaku.
“Jangan bohong. Dek, abang udah bilang kan.. kalo ada apa-apa kasih tau abang..” Hah?! Apaan?
“Abang tukang bakso..”
*Pletak
“Aduuuhhh.. sakit ih kak.. jitaknya beneran.. aku mau ngambek ajak sama kakak.. huh..” Astaga. Ini kenapa aku mendadak manja?
“Ditanyain serius juga. Sejak kapan si Jessica and the gank berani gangguin lo lagi?” Nah kalo kayak gini tanyanya kan enak. Ga bikin merinding..
“Ga kok kak. Kakak cuma salah paham. Kan tadi si Anna itu udah bilang kalo kak Jessica mau minta maaf doang atas yang dulu itu..” Muka datar dan senyum menawan pun kupasang. Aku tidak suka berbohong. Tapi aku juga paling tidak suka mengadu dan terlihat lemah dihadapan siapa pun. Senyum Rei.. senyum..
Hufth.. Robby menghela nafas. “Percuma dek. Ga bakalan bisa bohongin abang. Senyum kamu itu palsu. Abang udah pengalaman. Haahh.. memang mirip ternyata..” Untuk kata yang terakhir aku nyaris tak mendengarnya.. Ini kali kedua senyumku tidak berhasil menyakinkan orang lain. Alfi yang pertama. Tapi.. tapi.. mirip? Siapa? Aku? Dengan adik yang bernama Tom itu?
“Kak.. ga usah dibahas ya? Aku masih bisa ngatasin kok..” Huuwwaaa.. keceplosan.. Gara-gara pikiranku terdistraksi dengan nama Tom tadi nih.. Kesal ih..
“Jadi benar.. Jessica.. udah gue peringatin dia sekali. Dipikir gue bercanda kali. Rei, kamu ke Hall basket sana. Si monyet udah nunggu dari tadi tuh. Abang ada urusan sebentar” Waduh. Runyam nih. Robby mukanya kok serem gitu ya..Dia mau ada urusan apa? Jangan bilang mau konfront ke kak Jessica? Rei bodoh, bodoh, bodoh. Kenapa bisa keceplosan..
“Kak Robby hmm.. mau kemana?” Pura-pura bodoh. Sebisa mungkin mengulur waktu. Kenapa jam istirahat di sekolah ini terasa lama sekali..
Kak Robby diam. Tidak menjawab pertanyaanku. Dia malah memandangku tajam. Ish, tatapannya lebih serem dari Alfi. Kalau Alfi terasa dingin, Robby terkesan seram. Luar biasa seram.
“...” Sesaat hanya ada keheningan diantara kami. Antara aku dan Robby masih belum ada yang beranjak.
Kruyuuukkk..
Hebat. Sangat hebat. Sungguh luar biasa. Keheningan yang ada dipecahkan oleh suara perutku yang berdemo karena lapar. Wajar. Aku lupa membawa bekal dari rumah tadi, ditambah lupa sarapan pagi. Mau jajan dikantin pun malas rasanya.
Hwahahaha.. tentu saja. Silakan tertawa.. Hwahahaha.. Oke teruskan saja tawanya.. Hwahahaha.. Kok kesannya seperti menghina.. Hwahaha.. Oke fix. Tawa itu jelas mengejek.
“Rei.. Rei.. suara orkestra perut kamu kenceng banget dek.. Suara bel sekolahan kita juga kalah tuh kayaknya. Ada kepiting rebus nih sekarang.. Hahaha..” Oke.. itu ketawa bisa ga berhenti sebentar?
Aku manyun. Mukaku panas dari tadi. “Tolong itu ketawanya bisa dikantongin dulu ga kak?”
“Maaf.. maaf.. Sorry dek. Habis kamu lucu. Yuk ikut..” Dengan itu tanganku ditariknya. Dan aku berlari-lari kecil mengikuti langkahnya. Aku tak percaya. Robby yang sangar bisa berubah dalam hitungan detik hanya karena suara perutku? Ck ck ck.. hebat ya aku.. huhuhu..
“Kak.. Kak.. tapi kan kak Farel udah nungguin kita buat rapat”
Kata-kataku diabaikan begitu saja. Dia malah merogoh sakunya dan mengeluarkan handphone layar tabok miliknya.
“Nyet, gue lagi dikantin. Ini si kurcaci kelaperan. Kasian rakyat jelata kalo ga ditemenin, nanti malah ngutang, kan malu-maluin tim basket. Rapat pindah ke kantin aja gimana nyet?” Ih ih ih.. udah dibilang kurcaci sama rakyat jelata belum cukup ternyata. Masih harus ditambah ngutang pula.. Mukaku pasti sudah merah sekarang. Panasnya kurasa bisa menggoreng telor setengah matang.
“So, begitu guys. Kita harus nambah porsi latihan mulai sekarang. Belajar dari pertandingan kemarin. Ternyata banyak tim-tim yang punya pemain baru yang hebat. Jadi kita harus bisa bikin kombinasi serangan baru. Coach Timmy juga setuju sama usul ini. Ada usul lain ga?” Itu kak Farel. Sesuai kata-kata kak Robby (kayaknya dia udah pantes dipanggil kakak) ditelpon tadi, akhirnya rapat dipindahkan ke kantin sekolah.
Ketika sampai di kantin, Robby langsung mengusir anak-anak yang mengambil bangku disudut yang katanya merupakan spot orang paling terkenal di sekolahan ini. Padahal semua bangku sama kan ya? Sama-sama buat duduk. Kecuali kalo duduk dibangku itu bisa gratis, ato boleh nambah sepuasnya aku mau tuh memperebutkan itu ‘spot terkenal’. Sayangnya itu hanya angan-anganku yang sedang kelaparan.
Sejak kak Farel ceramah, aku sibuk mengunyah. Bahkan ketika kak Farel selesai pun aku masih sibuk menyuapkan mie ayam bakso ke mulutku. Ini porsi keduaku. Kesempatan. Kapan lagi bisa makan gratis ditraktir kak Robby..
Anggota tim lainnya sibuk memikirkan ide. Aku mengunyah. Robby hanya tersenyum saja. kak Farel mengedarkan pandangan dan selalu berhenti di Alfi. Sedang Alfi sendiri sibuk memandangiku dari tadi. Akhirnya selesai juga.. Mie ayam baksonya kebanyakan nih.. jadi lama kan ngabisinnya..
Setelah minum, aku berdeham. “Kak aku ada usul. Soal kombinasi serangan, aku yakin pemain sekolah yang lain udah hapal pola serangan kak Robby sama kak Farel. Jadi kita harus mulai kombinasi serangan antara, kakak, kak Robby dan.. Alfi..” kak Robby dan Alfi saling pandang sekilas dan langsung membuang muka.
“Maksud lo Rei?” Kak Farel meminta penjelasan.
“Iya. Aku yakin kecepatan kakak, defence kak Robby dan akurasi tembakan Alfi pasti bisa jadi motor buat tim kita. Kalo diantara kalian bertiga bisa kompak dilapangan pasti lawan juga bakal kewalahan” yang lain mengangguk-angguk. Kak Farel pun ikut. Sesuai dugaanku, hanya Alfi dan kak Robby yang sepertinya keberatan dengan usulku ini.
“Gue ga setuju. Kalo sama Farel masih oke. Tapi sama si autis, no way..” Sergah kak Robby. Alfi mendengus mendengarnya. Aku hanya bisa tersenyum lalu manyun. Kak Robby melihat kearahku, pun begitu dengan Alfi.
“Kak.. Jangan gitu dong. Ini kan buat kebaikan tim kita juga. Dicoba dulu sih kak..” Aku menatap kak Robby dengan pandangan memelas. Kak Farel menggeleng-gelengkan kepalanya. Alfi ikut menatapku juga.
“Ish.. nyusahin lo kurcaci. Oke, tapi makanan yang tadi lo makan sama yang udah dipesen tim basket kita tadi, lo yang bayarin..” #GUBRAK. Aku menelan ludah. Meminta pertolongan pada sekeliling. Anggota tim basket yang lain tertawa puas. Kak Farel ikut terkikik, Alfi memandang kasihan padaku. Huuwwaaa.. bisa habis uang jajanku bulan ini.
Kutelan ludah lagi, sambil tertunduk lemas, aku mengangguk. Demi tim.. demi tim.. “Okee..” Jawabku lemah. Merasa kalah.
“Serius amat lo Rei. Gue ngerjain lo kali..” #GUBRAKpart2. Huuwwaaaaaaaa.. ih ih ih.. ga banget ih becandaannya.. aku mau ngambek ajah sama kak Robby.. aku buang muka dari kak Robby. Huh.
“Cup cup cup.. dedek Rei mau es krim..” mataku berbinar ke arah Rendy si kriwil yang dulu itu.
“Atau mau coklat ini aja Rei..” Mana mana mana.. mataku tambah berbinar. Senyumku terkembang. Itu si kuncir Danny.
“Tapi sayang cuma becandaaa..” #GUBRAKpart3. Mana kompak gitu jawabannya. Tawa pun meledak seketika. Mukaku panas sekali jadinya. Fix ini mah. Aku mau marah ajah sama semuanya. Eh eh.. ga semua deh.. kan si Alfi ga ketawa. Emang dia teman sejati. Tapi kan Alfi emang ga pernah keliatan ketawa ya.. Jadi ingat kata-kata kak Ali.. ‘sejak itu Alfi berhenti tersenyum’.. hmm.. kok bisa ya. Ada apa dengan Alfi?
“Rei nanti pulang bareng ya” nada itu, pernyataan bukan pertanyaan. Aku mengangguk. Aku senang Alfi sudah mulai banyak bicara. Walau itu hanya terbatas kepadaku saja. Seperti sekarang, dia berkata pelan padaku. Hingga hanya aku yang bisa mendengarnya.
Fiiiuuuuuhhhh.. Capeeeee..
Selesai juga latihan siang ini. Sejak musim pertandingan tiba, sekarang kami mulai latihan setiap pulang sekolah. Dan untuk kali ini kami melatih kombinasi serangan baru. Yang ketika istirahat tadi kami diskusikan. Kombinasi serangan ini memang hebat. Walau antara Alfi dan kak Robby masih sedikit menahan diri satu sama lain dan belum bermain lepas diantara mereka berdua. Tapi perkembangan ini sudah cukup menggembirakan.
Prookk Prookk Prookk
Suara tepuk tangan terdengar dari arah tembok dekat pintu masuk. Itu.. sosok itu bukannya kakaknya Alfi ya. Tapi ada sosok lain disebelah kak Ali. Aku kenal, dia senior disekolah ini. Kak Farel pernah memperkenalkannya pada kami. Dia Glenn mantan ketua tim basket sebelum kak Farel.
“Reeeii-chaaaannn..” Rei-chan? Kak Ali meneriakkan namaku kencang sekali dan langsung mendekat memeluk dan mencubit pipiku. Anggota tim basket yang lain terbengong-bengong melihat kelakuan kak Ali. Hanya kak Glenn yang sepertinya sudah terbiasa dengan kelakuan kak Ali.
“Eh eh eh.. Lho.. lho..” Alfi menarik kerah baju kak Ali seperti menarik kucing.. Aku hanya tersenyum-senyum melihatnya.
“Ternyata Rei-chan jago main basket juga ya..” Lagi. Pipiku dicubitnya. Aku tersenyum. Alfi berdeham. Kak Ali langsung terdiam. Anggota tim yang lain masih menatap kak Ali tidak percaya. kelakuannya memang ‘luar biasa’. Tapi aku suka sifat ceria kak Ali dan Uminya Alfi. Mereka bisa merubah Atmosfer tegang menjadi cair seketika.
Uhuk uhuk
Sekarang gilirang kak Glenn yang mengeluarkan batuk isyarat.
“Rel.. Guys.. Ini bang Ali.. Dia mantan kapten tim basket sekolah kita. Karena dia sekolah kita bisa meraih juara 3 tahun berturut-turut.. Kalian harus banyak belajar dari dia..” Kak Ali berdiri serius sekarang. Alfi mengamatinya lekat. Takut kak Ali berubah sikap. Anggota tim lain langsung tersadar. Aku pun terperangah. Hebaaattt.. Jadi jago basket itu bisa turunan ya.. buktinya kak Ali dan Alfi sama-sama jago..
“Kamu ketuanya? Kamu harus latih kaki kamu yang sepertinya pernah cedera itu. Dan kamu” kak Ali menghadap kak Robby. “Kamu harus melatih kesabaran kamu. Dan kamu, kamu dan kamu semua” kak Ali mengedarkan pandang kepada anggota tim lainnya. “Kalian harus latihan fokus. Jangan mudah terbawa irama permainan lawan. Dan kamu Rei-chan, sini..” Aku mendekati kak Ali. Alfi mengawasi.
“Kamu.. Hebaaaattt bangeeettt Rei-chaaannn..” Lagi-lagi pipiku jadi incaran. Ketika kak Ali ingin memelukku Alfi memegang kerahnya lagi. Aku hanya bisa tersenyum-senyum melihat itu.
“Ehem.. maaf. Tapi Rei-chan stamina kamu kurang dan tolong periksa kaki kirimu itu ke dokter. Sepertinya kamu pernah cedera tapi ga dirasa” Alfi dan kak Robby memandangku tersentak. Sepertinya mereka kaget mendengar kaki kiriku bermasalah. Kenapa reaksi mereka berdua aneh begitu?
“Haaahh.. Kangen juga sama hall basket sekolah ini.. boleh minta bolanya?” Kata kak Ali pada salah satu anggota basket.
Setelah bola ditangan, kak Ali melakukan dribble pelan, perlahan-lahan kecepatannya meningkat dan dribble kombinasi pun dilakukan olehnya. Ke depan, ke belakang, melalui sela-sela kaki. Lalu berlari cepat sambil membawa bola dan terbang.. iya. Terbang. Kak Ali lompat jauh dari ring dan melakukan air walk.. Sraakk.. sempurna. Bola masuk mulus dan ring bergetar. Kak Ali mendarat dengan mantap. Hebaaattt.. Air walk dari jarak sejauh itu.. Anggota tim lainnya pun terperangah.
“Fi, ayo pulang. Udah selesai kan?” dengan santainya kak Ali mengatakan itu setelah air walknya yang hebat tadi. Seolah itu hal yang biasa untuknya. Sementara yang lain masih menatap kagum. Kak Farel jelas sekali berbinar-binar. Sepertinya dia menemukan idola baru. Kak Robby pun menatap iri pada kak Ali.
Alfi mengangguk. “Kak udah boleh pulang kan?” Alfi bertanya pada kak Farel. Yang mengangguk atas pertanyaan Alfi.
“Bang sering-seringlah kesini. Bagi-bagi ilmu ke junior-juniornya..” ini kak Farel yang berkata kepada kak Ali.
Kak Ali hanya menjawab “Insya Allah..” setelah itu dia pamit. “Yuk semua.. Rei-chan ikut pulang bareng yaa..” dengan itu kak Ali merangkul leherku dan membawaku ikut dengannya. (Dia menyeretku.. hufth..). dipikir aku boneka apa..
“Kak. Mau ambil tas dulu diloker”
“Oke. Kak Ali tunggu di parkiran ya Rei-chan..” dipeluk lagiii..
Aawww..
Alfi tiba-tiba ada di belakang kak Ali dan menginjak kakinya. “Yuk Rei ke loker” Alfi berlalu begitu saja. meninggalkan kak Ali yang terpuruk meratapi kakinya.
Dua bersaudara Alatas itu memang sosok-sosok yang menyenangkan sekaligus mengagumkan. Aku bangga bisa mengenal mereka..
CUUUUTTTT
Sampe disini dulu yaaa...
Nanti kusambung dengan side story tentang Jessica.
Oiya, buat SR (silent reader) tinggalin jejak kalo mau dimention. And buat yang udah ga mau dimention juga, tinggalin jejak juga biar aku bisa hapus dari daftar mention.
Happy Reading guys..^^
PUTERI ANGSA AND MUSICAL PRINCE
“Attention please.. Mari kita mulai. Posisi pertama, plie tentu. Berdiri tegak, pinggul ke belakang, perut dikempiskan, kepala tegak dan... and one. High. And two angkat dagu kalian.. Good. Now, pointe semua..”
Madame Belle memulai latihan di akademi tari balet miliknya. Namanya sebenarnya Annabelle, tapi lebih suka dipanggil Belle. Wanita mungil, penuh semangat tapi bertampang galak ini baru berumur 37. Meski begitu, dahinya terlihat berkerut mengkhawatirkan. Karena dahinya sering kali terlihat seperti sedang memusingkan segala sesuatu yang terjadi. Seolah segala hal salah dan dan membuat sebal dirinya. Tapi begitu melihat aku dan anak-anak lainnya menari, wajahnya langsung sumringah. Senyum terbit dibibirnya. Dengan tarian, madame Belle seolah lupa apa yang memusingkan dan membuatnya sebal.
“Jessica.. luruskan pergelangan tangan. Angkat kaki lebih tinggi.. Yak, bagus. Iya begitu. Lanjutkan..” Madame Belle berkeliling melihat latihan kami. Dia tegas dan galak tapi sebenarnya baik. Dia sangat berdedikasi tinggi pada tugasnya juga tarian balet itu sendiri.
“Bagus. Same time for Friday. Au revoir_Sampai ketemu lagi..” Aku pun melakukan reverance (gerakan hormat dalam balet untuk anak perempuan) dan salut pada anak laki-laki.
“Jessica, kesini sebentar” Aku mendekat ke madame Belle. “Sebentar lagi pertunjukkan. Tolong kamu latihan lagi bagian tari enchainement ya. Gerakan kamu masih sedikit kaku”
“Siap madame”
“Ya sudah. Silakan kamu pulang sekarang. Madame berharap banyak sama kamu Jess..” dan baru kali itu aku melihat madame Belle tersenyum. Aku mengangguk dan melakukan gerakan reverance lagi. Sambil senyum aku pamit.
*
“Jessica, where’s your manner? Duduk yang tegak honey. How many times i’ve told you kalau punggung tidak boleh menyentuh sandaran kursi. Dan kaki sayang..” nada suara Ny. Danusuwiryo a.k.a mamiku pelan tapi mendesis menakutkan. “Mami ini Sosialita sayang. Apa kata orang kalau tahu anak seorang sosialita bahkan tidak tahu etiket di meja makan? C'est une honte cher (itu memalukan sayang)..” bukannya berbicara di meja makan itu juga tidak diperbolehkan Mi? Balasku dalam hati.
Mami selalu seperti itu. Segala tindakanku sepertinya selalu salah di depan matanya. Cara jalanku, kurang elegan katanya. Cara bicaraku, kurang lugas protesnya. Pun cara dudukku, selalu salah di depan matanya. Mami selalu bisa menemukan sesuatu didiriku sebagai ajang protes untuk kepuasannya. Ketika aku mendapat peringkat 6 di kelas, mami mengeluh mengapa tidak 5 atau 3 atau juara sekalian.
“Mi, aku terpilih menjadi puteri angsa untuk pertunjukan kolaborasi anak berbakat nanti..” berharap mami senang dengan berita yang aku sampaikan
“Voir? Devenir une Princesse? Ce qui n’est pas mauvais? (Kamu? Menjadi seorang puteri? Apa tidak salah?” aku menggeleng. Apa mami harus sulit mempercayai hal itu? “Good then. Jangan bikin malu mama Jess. Vous avez de s’entrainer dur Jess (Kamu harus berlatih keras Jess).. Comprende? (Mengerti?)” aku mengangguk. Menghela nafas dalam hati.
Dulu, ketika umurku masih 6 tahun, mami sangat penyayang dan pengertian. Namun, semua hal itu berubah ketika papa terpilih menjadi anggota wakil rakyat di DPR. Mami segera masuk dalam pergaulan jetset. Apalagi bisnis butik mami juga semakin terkenal. Dengan klien-klien berkelas dan uang yang tak berseri. Tingkah mami pun berubah. Dengan cepat, mami berubah haluan ketika angin peradaban baru datang.
Mami langung saja menguasai bahasa Perancis yang selalu dipamerkannya didepan teman-temannya. Karena menurut mami, bahasa perancis itu bahasa yang menunjukkan kualitas dan derajat yang lebih tinggi. Entah dari mana ide mami itu.
“Don’t forget to wash up your face dear, sebelum tidur. Wajah ini..” Mami melambaikan jari-jari lentiknya disekitar wajahnya. “adalah modal buat kita. Comprende?”
Aku mengangguk “Oui..” dan segera pamit menuju kamar.
Satu hari lagi akhirnya terlewat. Mensyukuri bahwa hari ini mami tidak terlalu banyak mengkritikku. Entah apa yang salah denganku, tapi mami seolah tidak puas dengan semua hal yang kulakukan. Padahal aku sudah berusaha menjadi anak yang baik dan sesuai harapannya. Tapi itu tidak cukup untuk mami. Orang yang bilang bahwa anak bontot selalu disayang itu pasti seorang pendusta. Buktinya? Lihatlah aku sekarang.
Pikiranku penuh dengan mimpi-mimpi yang kubayangkan terjadi dikepalaku. Dengan pikiran-pikiran indah itu, aku tertidur. Aku seorang puteri, dengan mama yang selalu menyayangi dan papa yang selalu mencintai. Semua rakyatpun sayang padaku karena aku puteri yang mereka banggakan. Betapa menyenangkannya mimpi ini. Satu hari lagi kulewati hanya bisa berharap lewat mimpi.
*
Aku Jessica Danusuwiryo. Anak bungsu dari 3 (tiga) bersaudara. Dan perempuan satu-satunya di dalam keluarga. Ini adalah ingatanku ketika berumur 10 tahun. Waktu aku masih polos-polosnya, naif dan belum berdosa dan masih menjadi gadis berhati malaikat.
Aku cantik. Kulit putih mulus. Rambut hitam panjang tergerai halus lembut. Bulu mata lentik. Bibir merekah merah. Pipiku pun merah. Aku anak yang menawan sewaktu kecil dulu. Hanya mami yang selalu bisa mencari kesalahanku yang diada-adakan olehnya.
Sejak mami berubah, aku diikutkan keberbagai kursus olehnya. Kursus tari dan kursus privat bahasa inggris dan perancis. Padahal umurku belum genap 8 tahun ketika mami mengenalkan guru bahasa inggris dan perancis padaku. Sedangkan tari, mami sudah memasukkanku dalam kursus tari balet milik kenalannya sejak aku umur 6 tahun. Tadinya mami ingin aku ikut kursus musik, tapi begitu tahu aku tidak begitu berbakat disana mami ganti haluan. Jadilah balet pilihan terakhirnya.
Mami bilang, paling tidak balet merupakan tarian berkelas. Selalu itu patokan mami. Kelas, derajat dan martabat. Padahal dulu, sebelum papa duduk menjadi anggota dewan dan sebelum butik mami menjadi seterkenal sekarang, Mami adalah sosok yang hangat. Mami tidak pernah mencari-cari kesalahan yang memang tidak ada. Sosoknya sangat berubah sekarang. Aku rindu mami yang dulu.
*
Saat ini aku sedang melakukan latihan di barre (besi penyangga). Melemaskan otot-otot. Lalu berlanjut berlatih en pointe (menari di atas ujung jari kaki). Untuk gerakan ini, aku telah memperkuat sepatu pointe milikku dengan jahitan tambahan dan lapisan kain muslin yang dikanji pada bagian jari-jari kaki seperti sepatu penari balet lainnya.
Ketika latihan aku hanya memakai gaun bermodel decolettee artinya terbuka dibagian leher dan bahu. Dengan tatanan rambut belah tengah dan disanggul ketat kecil. Untuk rambut ini, mami memeriksa supaya tidak ada rambut yang menjuntai keluar. Itu adalah bentuk kerapihan katanya. Untung saja rambutku penurut dan selalu terlihat licin dan rapih.
“Mesdames, Messieurs, attention, s’il vous plait_mohon perhatikan. Sebentar lagi pertunjukkan. Ini adalah pertunjukkan seni untuk anak-anak berbakat yang akan digelar di gedung kesenian untuk para duta besar negara-negara sahabat. Saya sudah memilih beberapa diantara kalian untuk memerankan tarian balet dengan judul The Dying Swan. Dan Jessica..” Madame Belle menatapku. “Kamu yang terpilih sebagai puteri angsa” aku tersenyum sopan. Dalam hati aku melonjak kegirangan. “Besok kita akan berlatih dengan beberapa anak lain yang akan memainkan musik nanti. Hanya ada beberapa anak nanti yang akan memainkan piano dan biola untuk mengiringi tarian kita. Berusahalah dan jangan kecewakan Madame, oke? Comprende?” Lanjut Madame Belle.
“Oui Madame..” jawab kami semua serempak.
Itu.. adalah kata-kata Madame Belle kemarin. Berarti hari ini kami akan mulai latihan dengan anak-anak yang akan bermain musik. Kami masih menanti mereka datang. Madame Belle bilang jika rata-rata umur yang akan mengiringi kami seumuran denganku. Aku penasaran. Karena diumur yang demikian muda sudah bisa memainkan alat musik seperti piano atau biola. Itu hebat.
Lalu Madame Belle datang dengan seorang pria dewasa yang sepertinya berkebangsaan Jepang. Lalu dibelakang mereka muncullah 5 orang anak laki-laki mengikuti.
“Attention. Ini Sakurai-sensei. Beliau guru musik yang mengajari anak-anak berbakat ini” tangan madame Belle melakukan gerakan en presente kepada kelima anak laki-laki tadi. “Dan kalian akan berlatih bersama mereka. Ingat. berlatihlah sungguh-sungguh. Kami akan mengamati”
“Oui Madame..” Jawab kami serempak.
Dan para anak laki-laki tadi mengambil tempat masing-masing disudut ruangan. Dimana terletak piano yang biasa digunakan untuk mengiringi kami latihan. Hanya saja biasanya yang memainkan adalah Monsieur Pierre. Ternyata hanya tiga anak yang akan mengiringi kami. Yang dua ikut duduk bersama Sakurai-sensei tadi. Sementara satu anak segera menuju piano. Dan dua lainnya mulai membuka tas biola dan Flute milik mereka.
Kami_murid-murid madame Belle telah siap diposisi. Lalu terdengar aba-aba mulai dari madame Belle. Musik pun mengalun. Seperti biasanya, musik pengiring balet biasanya merupakan musik karya Tchaikovsky. Yang katanya telah diaransemen ulang oleh sakurai-sensei itu dan murid-murid berbakatnya.
Pertunjukkan nanti berjudul The Dying Swan ceritanya tentang..
Puteri bungsu dari kerajaan antah berantah.
Jatuh cinta pada pangeran negeri tetangga.
Mereka bertemu di pesta dansa.
Cinta hadir dalam pandang pertama ketika
Pangeran melihat sang puteri dalam balutan gaun sutera.
Malam itu mengukir perasaan hati mereka.
Sayang tak dinyana
Penyihir wanita jahat dari utara cemburu buta melihat itu semua.
Suatu ketika penyihir mendatangi kerajaan puteri di antah berantah.
Penyihir jahat itu membunuh ratu juga raja
Dan semua saudara sang puteri dikutuk menjadi angsa buruk rupa.
Sang puteripun tak lepas dari kutukan yang mengena.
Puteri menjadi angsa putih cantik juga indah.
Puteri bungsu dan saudara-saudaranya berhasil kabur dari istana.
Menyepi di hutan sunyi jauh dari manusia.
Sang putri meratap, siang dan malam tak jera memohon doa
Namun kutukan itu tak hilang jua.
Saudara-saudaranya pun sudah tidak tahu pergi kemana.
Pangeran sedih ketika puteri yang dicinta tak terdengar kabar berita.
Pangeran segera menyusul ke negeri antah berantah.
Ditengah jalan penyihir jahat menyamar menjadi nenek tua.
Penyihir itu mengisikinya dengan sebuah cerita tentang angsa.
Menurut kabar berita di hutan sebelah barat istana
Terdapat seekor angsa cantik yang bertuah.
Jantung sang angsa dapat mengobati segala penyakit bermacam rupa.
Pangeran yang terbujuk oleh kabar palsu penyihir segera menyiapkan panah
Bersiap memburu sang angsa cantik yang bertuah.
Pangeran teringat ayahanda yang sedang terbaring lemah.
Itulah kenapa Pangeran ingin menemui puteri dari kerajaan antah berantah.
Pangeran ingin segera menikah sebelum maut menjemput ajal sang ayah.
Ketika itulah sang puteri yang telah berubah menjadi angsa terlihat di angkasa
Puteri angsa yang sedang terbang dengan indah
Tidak menyadari panah pangeran yang dicinta tertuju ke arahnya.
Pangeran yang melepas anak panah membidik dengan sempurna.
Jantung sang puteri angsapun tertembus sedemikian dalamnya.
Puteri angsa jatuh menukik mengerikan dengan tak berdaya
Tidak menyangka panah menancap tepat dijantungnya.
Konon keajaiban bisa terjadi di saat terakhir hidup manusia.
Puteri angsa yang melihat orang yang telah memanahnya terperangah.
Tidak menyangka jika jantungnya dibidik sempurna oleh pangeran yang dicinta.
Disaat akhir itulah puteri angsa berubah menjadi manusia.
Puteri sekarat sekaligus masih ingin hidup menjemput cintanya.
Puteri tak menyalahkan pangeran yang memanahnya.
Puteri pun mengucap kata yang tak sempat diucapkannya
Setelah itu sang puteri menjemput ajalnya
Di dalam pelukan pangeran yang dicinta.
Pangeran merutuki kebodohannya.
Penyihir jahat tertawa sepuas-puasnya.
Musik yang dimainkan benar-benar menyentuh hati. Suara biola yang menyayat hati, nada-nada merdu yang mengalir keluar dari flute yang dimainkan pun menghadirkan nuansa mengharu biru. Tapi di atas itu semua, denting yang mengalun dari tuts piano yang dimainkan benar-benar terdengar indah sekaligus sedih, perih, menyiksa hati dan membuat pilu yang menyiksa. Benar-benar sesuai dengan kondisi angsa yang sekarat. Aku sampai terbawa oleh atmosfer musiknya. Anak laki yang bermain piano itu benar-benar hebat. Senyumnya pun memikat dan membuat mata dan hatiku terjerat.
“Exellente..” Kata madame Belle dan sakurai-sensei
Latihan kami berlangsung dengan lancar. Musik pengiring pun memainkan lagu tanpa kesalahan. Hanya beberapa gerakan penari yang perlu diperhatikan dan ditata ulang kata madame Belle. Berharap ketika hari pertunjukan tiba semua telah sempurna. Semoga saja.
*
Hari pertunjukan pun tiba. Mami telah berkali-kali mewanti-wanti diriku jika aku tidak boleh melakukan kesalahan dan membuatnya malu. Karena banyak nanti diantara yang hadir adalah kenalannya. Memang pertunjukan ini untuk duta-duta besar negara sahabat, tapi orang tua yang melakukan pertunjukan juga diberi jatah. Dan tak lupa beberapa pengusaha juga kaum berkelas ibukota. aucune marge d'erreur_No room for error kata mami tadi. Aku gugup bukan kepalang. Tubuhku kaku, gerakan-gerakan dikepala tiba-tiba hilang. Padahal waktu pertunjukan akan segera dijelang. Tolong buat aku lenyap sekarang..
Aku segera berlari menyembunyikan diri dari keramaian yang malah membuatku semakin panik. Aku tidak bisa. Sudah pasti tidak bisa. Aku akan membuat malu. Mami akan memarahiku. Semua orang akan membenciku. Pikiran-pikiran negatif itu terus saja menghinggapi otakku. Hingga dia datang. Menghilangkan semua gundah yang terpendam.
Dia dengan jas putihnya, juga dasi kupu-kupu hitamnya terlihat gagah. Dia melihatku yang sedang bersembunyi disudut ruang ganti busana. Aku si puteri angsa, dengan tutu putih yang terbuat dari berlapis-lapis kain tulle dan bulu angsa. Dia, si pemain piano itu. Umurnya kurasa tak lebih tua dariku. Mungkin sekitar 9 atau 10.
“Kamu gapapa?” tanyanya. Aku mengangguk. Sedikit tidak yakin.
“Tegang?” Lagi. Aku mengangguk. Aku memang tegang. Lebih tepatnya panik. Luar biasa panik. Ditambah semua warning dari mami yang ‘menenangkan’ agak ajaib aku belum pingsan.
Anak itu memegang tangan dinginku dan menatap lurus kedalam mataku. “Kamu cantik. Tarianmu sempurna. Jika kamu tidak percaya, musikku akan membantumu mewujudkan mimpi indahmu. Akan kubuat kau menjadi angsa yang mempesona dipertunjukan nanti. Percayalah..” kata-katanya membidik tepat ke dalam dada. Seperti pangeran dalam cerita puteri angsa. Dalam kata-katanya aku tergugah. Kutaruh semua mimpi indahku dalam tatapan mata juga senyum indahnya.
Aku seorang puteri angsa. Seorang puteri harus berani. Tidak boleh takut akan apa pun. Aku melangkah dengan kepercayaan diri seorang puteri dari kerajaan antah berantah.
Pertunjukan pun dimulai. Sesuai janjinya. Musik yang dimainkannya benar-benar indah. Membuat yang mendengar larut dalam setiap simfoni yang mengalun penuh rasa. Teman-temannya pun tak kalah. Suara menyayat biola berpadu indah dengan flute yang merdu mendayu-dayu. Seperti hembusan angin musim semi. Lalu piano anak itu melengkapi semuanya. Dalam musik itu aku larut dalam nuansa cerita.
Hingga bagian akhir musik itu menjaga mood-ku sedemikian rupa. Hingga setiap jalan cerita kuresapi sempurna dan setiap gerakan kulakukan tanpa cela. Aku telah sekarat sekarang. Panah sang pangeran telah menembus jantungku. Aku puteri angsa yang akan menemui ajal. Tapi aku masih ingin hidup. Aku pun memerangi maut yang menjemput. Tubuhku lemah, bebanku, juga gerak tubuhku pun melamban. Mengangkat sayap pun susah. Tapi sekalipun gerakan terasa sulit, aku tidak boleh menyerah. Musik nina bobo telah terdengar. Tapi aku belum ingin tidur sekarang. Aku belum menyampaikan kata itu. Tuhan tolong aku. Ajaib. Aku berubah. Tapi suaraku lemah, akhirnya gerakan terakhir aku-jatuh-cinta menjadi gerakan terakhirku untuk pangeran. Semoga dia tahu. Semoga dia paham. Aku jatuh cinta padanya.
Dengan kaki yang terlipat seperti burung, kutumpukan kepala diantara tulle dan bulu burung di rokku dan tidak bangkit lagi. Pangeran mengangkatku yang tak berdaya dengan gerakan langkah-langkah kesedihannya. Dan pertunjukan pun berakhir sempurna.
“Bravo.. Bravo..” Tepuk tangan pun terdengar menggema di setiap sudut gedung pertunjukan ini. aku senang. Aku bahagia. Kulihat mami pun tersenyum bangga. Terima kasih pada anak lelaki pemain piano tadi. Musiknya benar-benar pengiring tari yang luar biasa. Anak lelaki itu benar-benar seorang musical prince sejati. Aku iri. Tapi jatuh hati.
Setelah menjawab curtain call, aku segera berlari ke belakang panggung untuk menemui anak itu. Si musical prince itu. Aku ingin mengucap terima kasihku padanya. Aahh, itu dia. Ketemu juga. Kuhampiri my musical prince.
“Hai. Aku mau terima kasih sama kamu. Karena kata-kata dan musik kamu, aku jadi bisa nari kayak tadi. Terima kasih ya..” anak itu tersenyum cerah.
“Sama-sama. Aku juga senang bisa ngeliat tarian kamu yang indah tadi.. Kamu luar biasa. Jangan pernah lupa ya..” aku mengangguk. Kata-katanya adalah kata-kata yang selama ini ingin kudengar. Bukan aku ingin selalu dipuji. Aku hanya ingin dihargai atas segala jerih payah ini. Dan anak itu, my musical prince melakukannya dengan tulus. Aku terbius.
“FII.. ALFIII..” Anak kecil yang waktu itu duduk bersama Sakurai-sensei mendatangi my musical prince. Jadi, nama pangeranku itu Alfi..
“Dicari Umi tuh.. yuk.. eh hai.. kamu tadi narinya bagus banget. Aku sukaaa..” Senyumnya indah. Wajahnya manis luar biasa. Sepertinya aku saja kalah. Aku tersenyum padanya.
“Oh oke. Ya udah, aku sama Tom duluan ya. Umi-ku udah nyari tuh. Sampe ketemu lagi.. Au revoir” Dari mana anak itu tahu aku bisa bahasa Perancis? Aku melambaikan tanganku sebagai jawabannya.
Itu, pertemuanku yang paling berkesan dengan sosok yang bernama Alfi dulu. Aku senang ketika tahu Alfi masuk ke sekolahku ketika SMP dulu. Karena itu ajakan dari cowok bernama Robby kuabaikan. Hatiku terlanjur terpanah oleh Alfi ketika dia mengiringi tarianku.
Namun sayang, Alfi sepertinya lupa akan diriku. Lagipula sosoknya sudah tidak seperti dulu. senyumnya tak nampak di wajah yang sekarang dingin itu. Mimpi indah yang kutitipkan pada senyum indahnya pun seolah ikut lenyap tak tersisa lagi untukku.
Aku pun telah berubah. Mami yang selalu tidak puas dan membanding-bandingkan aku dengan anak teman-temannya membuatku gerah. Mami tidak puas jika aku tidak pintar sekaligus populer disekolah. Karena itu segala cara kulakukan untuk menjadi populer. Aku menjadi sosok yang cantik memukau, sekaligus mengerikan. Membuat seisi sekolah iri dan dengki sekaligus benci denganku. Tapi biar begitu mereka ingin menjadi aku. Karena aku populer. Luar biasa populer. Aku telah menjadi seperti mamiku.
Dalam berteman aku jadi melihat kelas, derajat dan martabat. Padahal dulu aku membenci hal itu. Racun mami telah merasuk ke dalam nadiku.
Satu yang membuatku kesal kini, bukan kenyataan aku telah berubah. Atau pun sosok Alfi yang tak lagi sama. Tapi fakta bahwa orang yang berhasil mendekati my musical prince adalah rakyat jelata dan bukan aku. Padahal aku ingin bisa membantu Alfi, seperti dia dia dulu membantu diriku dulu. Aku kesal.
Bagaimana jika kepopuleran Alfi anjlok karena bergaul dengan murid beasiswa yang jelas dari kalangan jelata. Aku tidak ingin itu terjadi. Aku ingin menjaga citra Alfi. Dan si Rei kutu loncat itu tak juga menyingkir dari hadapan Alfi. Ditambah sekarang ada Robby sebagai pelindung pribadinya. Entah bagaimana si jelata Rei bisa mendekati kedua murid paling populer di sekolah. Aku tak suka. Harusnya aku yang paling memukau dan paling diingini oleh setiap murid disekolah yang bisa mendekati Alfi. Aku iri.
Pokoknya aku tak akan berhenti sebelum Rei menjauhi Alfi. Tapi sepertinya hal itu sulit terjadi. Ditambah Robby yang baru saja mengancam kedudukanku disekolah. Dia benar-benar serius sepertinya melindungi si Rei itu. Bahkan berani menantangku. Kedudukanku disekolah ini memang lebih tinggi dari dia. Tapi Robby mengancam akan memberitahukan Alfi dan Farel agar mereka menjatuhkan kedudukanku disekolah.
Bukan kedudukan yang kukhawatirkan, tapi Alfi yang akan memandang jelek diriku. Itu yang tidak kuinginkan. Sepertinya aku harus mengubah strategiku. Kalau tidak Alfi akan tahu semua sifat jelekku. Ah menyebalkan, kenapa aku tidak seperti dulu. Aku benci diriku yang seperti mami ini. Andai waktu bisa kuputar kembali..
[c]***[/c]
CUUUUUUTTTTT...
Oke update-an sampai sini dulu ya guys.. and girls..
Again, mungkin ini yang terakhir sebelum Puasa. Jadi pas puasa mau rehat total dulu. Yang Insya Allah dilanjut setelah lebaran..
Doa in aja mood nulis bagus terus, jadi lanjutan cerita ini bisa terus di update sebelum puasa (kayak yang sekarang)^^..
Happy Reading guys..^^
Hɑº°˚ ˚°ºHɑº°˚ ˚°ºHɑº°˚ ˚°º≍=))
hahaha
@nand4s1m4 yeeeyy.. sedikit lg kamu yg pertamax lhoo.. kasih kecup jg ah.. :-*
@HidingPrince hatur nuhun kang udh mampir..
kamera roll on...action...
@octavfelix #Eehh ternyata si Aa punya obsesi terpendam..
@danar23 oh noooo.. segitu kurang panjang? Eett daaahhh..
Rei kamu juga bisa balet? #bayangin Rei Nari balet [IMG]http://eemoticons.net/Upload/Cool Face 2/cute_smiley45.gif[/IMG]
1 lagi clue yg menyiratkan kalau Rei tu adalah.... [IMG]http://eemoticons.net/Upload/Cool Face 2/cute_smiley54.gif[/IMG]
@3ll0 terinspirasi film black swan tuh ello. sejak pertama nnton filn itu dulu, kepengen bgt bs nulis story ttg balet. eehh terealisasi di part jessica deh..