BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

ALFI HASSAN ALATAS (SENYUM YANG HILANG) - UPDATE HAL.126

edited March 2015 in BoyzStories
Hai. Salam kenal.
Ini adalah cerita pertama saya. So, don’t be too harsh yah.. ^_^.
Jujur, ternyata nulis itu susah banget. Kalo disuruh pilih, Saya lebih suka disuruh bikin Draft kontrak perjanjian bertumpuk-tumpuk daripada nulis cerita. Tapi pas baca cerita-cerita disini entah kenapa saya merasa tergelitik untuk menulis. Yang mana merupakan tantangan yang luar biasa berat untuk saya. Karena apa? Karena daya imajinasi saya agak sedikit kaku.
But here i am, stand against all of my odds. Memberanikan diri memposting cerita. Hope you guys enjoy it. Like i do. In the process.^_^
****

ALFI HASSAN ALATAS (SENYUM YANG HILANG)

CHAPTER 1 THE OPENING
ALFI HASSAN ALATAS (UNSMILED BOY)
Bagaimana cara menerangkan tentang seorang Alfi Hassan Alatas? Terlalu sedikit jika hanya bilang autis. Terlalu klise jika hanya berkata pintar. Karena memang dia bukan penderita autis. Walaupun dia sangat pendiam cenderung autis itu tadi. Tapi dia memang pintar. Luar biasa pintar malah. Kategori Jenius dengan caps lock. JENIUS. IQ-nya 186. Alfi juga dingin. Cool. Baik dalam sikap sehari-hari ataupun dirumah. Keluarganya pun hanya bisa geleng-geleng kepala dengan tingkahnya. Ayah ibunya adalah seorang workaholic. Selalu bekerja dan bekerja. Jadi dirumah dia kadang hanya berdua ditemani kakak laki-lakinya (Ali Hassan Alatas) yang sudah kuliah semester 4. Dengan 1 orang pembantu. Bi imas namanya. Walau keluarganya sibuk bukan itu pula alasan seorang Alfi menjadi seperti sekarang. Karena dulu, dulu sekali, dia selalu tersenyum.

Aaahh, satu hal yang menarik tentang senyumnya. Dulu, senyum itu begitu mempesona. Keluarganya sangat rindu dengan senyuman mautnya. Tapi sekarang? Jangan tanya. Senyum itu langka. Lebih langka dari komodo ataupun harimau sumatera. Anggaplah dirimu beruntung, sangat beruntung jika melihat seorang Alfi Hassan Alatas tersenyum. Jika perlu abadikanlah momen itu. Karena itu langka. Amat sangat langka. Mungkin bisa kau lelang di e-bay atau tempat lelang manapun (#OkeIniLebay). Tapi ini benar. Tentang senyumnya, bukan lelangnya.

Ibunya pernah bercerita suatu hari ketika ada arisan di rumahnya. Teman arisan sang ibu satu ketika bertanya perihal senyum Alfi. Ibunya menjawab. Dulu, yang terasa lama sekali sampai sang ibu harus menerawang menggali ingatan-ingatan yang sangat ia rindukan. Ketika sudah menemukan keping-keping ingatannya, Si ibu bilang, senyum Alfi itu menentramkan karena setiap orang yang melihatnya akan merasa hatinya bahagia seketika. Tidak percaya? sama. Saya juga. Tapi ini fakta. Yang di amini oleh ayah, kakak bahkan keluarga besar Alfi.

Senyumnya itu juga menyenangkan. Ketika kita melihat senyumnya, segala perasaaan suntuk, lelah, kesal, sedih atau perasaan seperti itu lainnya seolah lenyap tak berbekas ketika melihat senyum terpasang diwajah Alfi. Bagaimana bisa senyum sampai seperti itu? mungkin itu pertanyaan anda? Itu juga pertanyaan saya. Yang awalnya saya selalu diliputi keraguan tentang itu. Tapi ini sedikit bocoran, CERITA ITU BENAR. Benar-benar betul sampai ke detail terkecil. Saya menyaksikannya sendiri. Ketika Alfi tersenyum lagi. Aaahh, tapi itu lain cerita. Akan saya bahas nanti. Bukan sekarang. Dan cerita itupun diakhiri dengan sedikit tangis lirih penuh rindu akan keceriaan anaknya dulu.

Kemana senyum Alfi hilang? Bagaimana senyum Alfi bisa hilang? Siapa orang yang tega membuat senyum itu hilang? Dan banyak pertanyaan lainnya yang mungkin anda ingin tanyakan tentang senyum Alfi. Jawabannya, saya sendiripun tidak tahu. Karena itu saya menulis ini dan mulai menyelidiki, awal mula kenapa dan bagaimana senyum itu menjadi begitu langka.
Cerita yang saya ceritakan ini saya peroleh dari orang pertama, kedua, ketiga, keempat bahkan kelima yang pernah melihat langsung, mendengar langsung, ataupun mendengar dari orang pertama ataupun kedua. Atau mungkin juga telah diceritakan lagi oleh orang ketiga kepada orang keempat bahkan kelima. Dan juga dari seorang Alfi sendiri tentunya. Alfi bicara? Anda heran? Sama. Saya lebih dari heran. Tapi itu lain cerita lagi. Dan akan dibahas nanti pula. Jangan bebani diri anda tentang itu.

Sekarang, Apakah anda siap mendengar hmm sorry, membaca (karena ini cerpen) cerita yang akan saya tuturkan ini tentang senyum Alfi yang hilang? Jika iya. Siapkan diri anda. Jika tidak, Mohon tetap dibaca. Karena ini cerita pertama saya. Dan saya ingin anda semua ambil bagian dari hal bersejarah ini (HaLaH..).

Wait, wait wait.. Kenapa bahasa saya menjadi seperti cerita misteri? Maaf maaf.. Bukan bermaksud seperti itu. tapi memang ada beberapa misteri dalam cerita ini. Dan juga ada rahasia tentang rahasia yang amat sangat rahasia yang jika diceritakan bisa mengguncang dunia persilatan. RAHASIA APA? Hmm.. bisa ga, ga usah di capslock gitu nanya-nya? Yang pasti, saya kasih sedikit petunjuk. Jika rahasia ini terbongkar. Kehidupan anda tidak akan sama lagi. Anda akan selalu merasa was-was terhadap diri sendiri. Ataupun pasangan anda. Hmm.. mungkin kalimat terakhir ini agak sedikit berlebihan. Tapi sudahlah.. kita mulai saja ceritanya. WHAATT..??!! dari tadi mang bukan cerita?!!

Eeett daahh, sabar om-om, mas-mas, mba-mba, seus-seus.. ini juga baru mau dimulai ceritanya. Yang tadi itu baru prolog. Baru pembukaan agar kalian tahu bagaimana sosok Alfi Hassan Alatas itu. So.. here we go.. Open the curtain and let the drama begin..
******

CHAPTER 2
ALFI VS THE SHRINK

Seperti yang sudah diceritakan bahwa Alfi Hassan Alatas adalah seorang anak yang pendiam cenderung autis. Luar biasa pintar cenderung Jenius. Memang jenius kalau melihat skor IQ-nya yang 186. Berbakat hampir disemua mata pelajaran. Tapi dia tertutup. Sangat tertutup. Anak bungsu dari 2 bersaudara.

Orang tuanya pernah beberapa kali membawanya ke beberapa psikiater ketika Alfi berusia 12 tahun. Tapi bukannya sembuh dia malah membuat psikiater yang menanganinya stress berat dan sedikit depresi kecil. Lebih dari kecil sebenarnya. But hey.. They Shrink right..? they can get over it (i think..).

Pertama kali Alfi dibawa ke psikiater dia mengawali sesi pertamanya dengan diam. Benar-benar diam. Bahkan psikiaternya pun menjadi cenderung ikut-ikutan diam. Dalam hati sang psikiater, ini adalah sebuah tantangan yang dia cari.

“Jadi, Nama adik Alfi Hassan Alatas. Enaknya saya panggil adik ini apa?” Sang psikiater memulai dari membaca catatan data pasiennya. Kemudian melirik kearahnya.
Alfi hanya mengangguk dan mengangkat bahu.

“”Alfi atau Hassan?”

Alfi hanya menatapnya.

Sang psikiater tertantang. Agak sulit sepertinya memulai dengan anak ini pikirnya. Dia melihat Alfi masih menatapnya dan kemudian mengalihkan pandangan ke seluruh ruangan. Seperti menyelidiki pikirnya.

“So, Alfi.. Alfi saja ya..?” karena tidak ada protes dia melanjutkan “Ada yang ingin Alfi katakan sebelum kita memulai sesi tanya jawab?”

Alfi tetap diam. Hanya menatapnya dan menggeleng. Tak berapa lama sesipun berakhir tanpa satu ada suatu yang dihasilkan. Psikiater itu berkata belum bisa menyimpulkan dengan pasti hal yang mendasari sikap Alfi seperti itu. Dia mengatakan Alfi menderita Trauma atau bisa jadi sindrom boneka. Merujuk pada wajah tanpa ekspresinya. Entahlah sang psikiater juga tidak yakin. Tapi dia dibayar untuk melalukan diagnosa kan? Jadi dia jawab seadanya yang diada-adakan.
Esoknya, ketika Alfi datang lagi sang psikiater sudah menyiapkan beberapa pertanyaan yang kemarin disiapkannya. Tapi hanya dijawab dengan anggukan dan kebisuan saja oleh anak itu. ketika 15 menit menjelang sesi berakhir. Tiba-tiba Alfi bertanya

“Apa itu foto istri anda?” Alfi menunjuk foto dimeja psikiaternya.

Sang psikiater senang Alfi mulai memberikan respon. Memang kemarin Alfi meminta untuk melihat foto-foto yang ada dimejanya. Ada foto istrinya yang dia sandingkan dimeja.

“Iya. Itu istri saya” jawabnya sambil memegang dan memutar-mutar cincin nikahnya,
“Kalau foto yang kemarin ada disana itu, foto siapa?” tanya Alfi lagi.

“Foto yang mana?” tanyanya heran

Foto sahabatnya? Kemarin dia hanya sebentar melihatnya dan lupa menaruh lagi ke dalam laci.

“foto dengan pigura berwarna coklat tua dengan aksen ukiran batik dipinggir kanan atas. Yang diletakkan terbalik disana kemarin" Jelas Alfi sambil menunjuk.

Bagaimana dia bisa ingat? Bahkan dengan bentuk dan letak-letaknya pikir sang psikiater heran.

“Oh, itu.. Itu foto sahabat saya” jawabnya.

“Boleh saya lihat?”

Sang psikiater itu membuka laci dan menyerahkannya pada Alfi. Mau apa anak kecil ini pikirnya.

“Kenapa anda menikah?” tanya Alfi tiba-tiba.

Hah? Kenapa dengan anak ini pikirnya.

“Menurut Alfi kenapa orang-orang menikah?” sang psikiater tahu itu pertanyaan yang menjebak. Menjebak untuk pertanyaan baru. Karena itu dia membalasnya dengan pertanyaan juga.

“Orang-orang menikah untuk banyak alasan. Tapi untuk anda, saya yakin anda menikah hanya untuk status saja. Bahkan difoto itu terlihat sekali bedanya. Antara anda dan istri anda juga antara anda dan orang yang anda bilang ‘sahabat’ ini” jari Alfi membentuk tanda petik.

“Anda orang yang munafik. karena jelas-jelas anda mencintai sahabat anda tapi anda menikahi orang yang sekarang menjadi istri anda. Saya yakin anda tidak bahagia. Jawaban anda ketika menjawab itu istri anda sambil memegang cincin nikah tadi, itu menjelaskan segalanya. Jangan bohongi diri anda sendiri. Dan jangan bohongi istri anda. Jujurlah sebelum semua terlambat. Walau dunia mungkin menentang. Tapi di foto ini (Alfi menunjuk foto psikiater dengan sahabatnya) anda terlihat hidup, mata anda ini buktinya. Binar dimata anda disana tidak terlihat sekarang. Cinta tidak pernah salah. Walau sahabat anda.. well, seorang Pria.”

JJEEDDEEEERRRRRR. Kata-kata Alfi begitu telak memukulnya sampai membuatnya limbung ditempat. Bagaimana bisa seorang anak berumur 12 tahun membaca dirinya dengan jelas dan transparan seperti itu. Siapa sebenarnya Psikiater disini?! Dari mana anak itu tahu? Dari cara dia memutar cincin? Ilmu psikologi dari mana itu.. Sang psikiater tak habis pikir. Dia hanya tergugu dalam heran. Dan ingatan tentang ‘sahabatnya’ mengalir deras.

“Well, sesi saya telah berakhir. Saya permisi. Dan pikirkanlah kata-kata saya yang terakhir. Cinta tak pernah salah. Senang bertemu anda” Alfi pun keluar dari ruangan itu.

Begitulah Alfi. Jika dia ingin bicara, dia akan bicara. Walau mungkin tadi adalah kata-katanya yang terpanjang selama beberapa tahun terakhir ini dengan orang lain. Tapi itulah dia. Alfi hanya akan mengatakan hal yang ingin dikatakannya. Walau mungkin terdengar sinis, tapi Alfi selalu jujur dalam setiap katanya.

Satu hal lagi tentang Alfi. Dia memiliki ingatan fotografik. Artinya dia akan mengingat kembali hal, imej, bunyi atau objek terperinci apapun dalam sekali lihat dengan presisi ekstrim. Entah itu tata letak tulisan, benda, gerakan bahkan kata-kata yang sudah pernah diucapkan. Dia akan ingat detailnya sampai yang terkecil. Karena itulah dia Jenius dalam arti sebenarnya.
******
«134567133

Comments

  • kayak nya serru nich tp lom dapet feel nya
  • menarik!
    Pengen banget punya ingatan fotografis sjak baca komik DDS dulu.
    Lanjoott......!!! Jgn lupa mention ya....
  • menarik!
    Pengen banget punya ingatan fotografis sjak baca komik DDS dulu.
    Lanjoott......!!! Jgn lupa mention ya....
  • woww.... suka bgt ceritanya..
    apakah cinta akan mengembalikan senyum alfii, tunggu kisah selanjutnya. #apaan sih. ~^O^~..

    jng lupa mention q ya!
  • We O We, otaknya kaya gimana ya bisa sampe inget detail gitu.. Next, mention yahh
  • Jdi pnasaran knpa alfi bgtu? Mention ya bang!
  • Wah jadi mirip detektif conan y, mention
    Kl ada yg baru
  • Dilanjutkan dulu biar Asik, Mention bro
  • @bayumukti pasti dilanjut bro.
    @titit conan? mungkin lbh mirip detective Q masbro. temen Q yg cewek rambut pirang itu kan dia punya fotografik memory. :)
    @tarry iya baru permulaan ini. simak trus y.. jgn lupa kripik sm sarannya..
    @angelsndemons‌ DDS itu yg detective Q bkn y? lupa. udh lm ga baca komik.. :D
    @alvaredza thx udh mampir. mungkin. bisa jadi.
    @TigerGirlz‌ otaknya biasa. daya tangkap ya extraordinary kyknya.
    @Zazu_faghag‌ klo penasaran d tunggu cerita selanjutnya y..

  • Mention aku ea kak
  • Mention klo up ya
  • Di tnggu kok. Mention ya.
  • @All dari kmrn saya udh mau posting.. tp kok ga bisa y? mohon bantuan cara posting lanjutannya. agak bingung disini.. :-O
  • CHAPTER 3
    THE BOY WITH THE FOTOGRAFIC MEMORY
    Dapatkah Anda mengingat rincian sebagai berikut dalam waktu 3 detik atau kurang?
    • Di mana dompet dan kunci kontak Anda sekarang?
    • Nomor ponsel anda dan 5 teman terbaik Anda ?
    • Apa yang Anda lakukan kemarin, seminggu atau sebulan yang lalu?
    • Tanggal lahir Orang tua Anda dan ulang tahun pernikahannya, berikut kakak atau adik anda?
    • Batas waktu, tugas dan janji untuk semua proyek Anda dalam seminggu?
    • Nama-nama dari semua tetangga, kerabat dan teman-teman Anda berikut nama-nama anak-anak mereka?
    • Di mana letak bangku, vas bunga, foto-foto di dinding, atau bahkan sampah yang tidak sengaja tercecer ketika anda memasuki satu ruangan untuk pertama kalinya?
    • Ingatkah anda dengan semua percakapan yang anda lalui hari ini sampai kepada detail terkecilnya_iya hanya hari ini, ingatkah?

    Jika jawaban anda iya, mungkin anda perlu meneliti dan menantang diri anda karena ada kemungkinan jika anda memiliki kemampuan memori eidetik atau biasa dikenal dengan fotografik memori.

    Ingatan fotografik atau fotografik memori disebut juga sebagai Memori eidetik (/ aɪdɛtɪk /), sering disebut sebagai memori fotografi atau total recall, adalah kemampuan untuk mengingat gambar, suara atau obyek dalam memori dengan tepat, dan tidak diperoleh melalui mnemonik (dibantu alat pemacu ingatan).

    Memiliki kemampuan fotografik memori ini mungkin membuat iri banyak orang. Bagaimana tidak? Sekali membaca dalam beberapa detik, dua halaman buku yang terbuka bisa diingat dengan presisi kebenaran yg hmm.. sempurna. Seperti memfotokopi buku yang disimpan langsung di otak. Dapat merekam suasana ruangan yang baru dimasuki dalam sekali pandang. Juga bisa mengulang percakapan yang sudah didengar dengan pengulangan kata per kata dengan nyaris tiada beda atau celah.

    Tapi tahukah kalian jika orang dengan kemampuan fotografik memori ini juga rentan untuk depresi? Bahkan banyak diantara mereka yang memang mengidap autis.

    Kenapa rentan depresi? Mungkin anda bertanya. Saya beri anda jawaban saya. Mereka dengan kemampuan ingatan fotografik ini jika mengalami hal yang traumatik agak sulit untuk dapat lepas atau keluar dari trauma itu. karena apa? Karena kemampuan mereka itulah mereka dapat menampilkan adegan traumatik yang dialami itu dengan detail yang tepat, berulang-ulang. CATAT, Berulang-Ulang. Seperti menonton horror didepan mata dengan presisi sempurna tanpa sempat berkedip pula.

    Hal inilah yang menjadikan mereka rentan untuk menyakiti diri sendiri. Terutama jika mereka memiliki pribadi yang tertutup. Seperti Dalam kasus Alfi, pribadi yang apatis tertutup tanpa celah. Alfi memang memiliki trauma masa lalu yang merenggut senyumnya yang selalu diputar diotaknya jika ada kata, perbuatan, ataupun tempat kejadian yang lewat didepan matanya. tidak tertutup kemungkinan ‘horror’ dimasa lalunya itulah yang membuat lenyap senyum indahnya.

    Hal itu diperparah dengan kecenderungan Alfi yang memiliki kepribadian tertutup. Sehingga tidak ada penyaluran untuk mengeluarkan ‘horror’ dimasa lalunya.

    Mengetahui hal ini, masihkah anda ingin memiliki kemampuan fotografik memori ini? Masih irikah anda dengan kejeniusan Alfi? Mungkin dalam hal jeniusnya iri, tapi dengan ‘horror’ yang siap menghantui? Siapkah anda? Karena memang orang dengan kemampuan itu, sekali mendapat trauma dia akan terus dihantui oleh trauma itu sendiri ditambah detail yang nyata dengan gambaran yang serupa dan rasa sakit yang ditimbulkan dulupun dapat selalu dirasa. Haaahh.. Sudahlah, membicarakan ini semakin membuat saya nelangsa.

    Mungkin ini terdengar mengada-ada, tapi ini nyata. Dan itulah yang memang terjadi pada Alfi. ‘horror’ masa lalunya selalu siap menghantuinya. Dengan presisi yang serupa seolah memutar film didepan mata. Masih inginkah anda seperti dia?
    Oiya, jika anda penasaran dengan Horror apa yang menghantui Alfi.. Sabar saja. Karena itu akan dibahas di chapter-chapter selanjutnya. Ketika Alfi siap, ketika Alfi memutuskan itulah saat yang tepat untuk menceritakannya.

    Jadi, tunggu saja..

    CHAPTER 4
    MEET THE BUDDY (REI)
    Disekolah, sikap Alfi tidak jauh berbeda. Tetap autis dan jenius. Pihak keluarga dan sekolah sudah menawarkannya untuk masuk kelas akselerasi karena kejeniusannya. Yang mana hal ini ditentang oleh Alfi. Entah apa yang salah dengan pikirannya. Bahkan ketika sekolah meminta mengikuti lomba-lomba cerdas cermat, olimpiade matematika, fisika, kimia dan lomba-lomba ilmu pengetahuan lainnya, dia selalu menolaknya. Akhirnya pihak sekolah hanya bisa mengurut dada dengan kelakuannya. Bakat yang sia-sia pikir mereka.
    Alfi punya satu orang teman. Hanya satu. Satu orang yang cukup berani dan tahan berada didekatnya walau dengan segala ‘kebisuan’ Alfi. Teman Alfi bernama Rei Putra Prakoso. Rei ini anak tunggal dari keluarga sederhana. Yang masuk sekolah ini dengan beasiswa. Selain Alfi dia adalah salah satu murid terpintar disekolah itu.

    Berbeda dengan Alfi, Rei memiliki pribadi yang bertolak belakang. Rei itu ramah, senyum selalu terpasang diwajahnya, ceria, selalu memunculkan aura positif yang hangat dengan orang disekitarnya. Jika Alfi dijuluki Ice Prince. Karena kedinginannya. Maka Rei dijuluki sebagai Healing Smile.
    Rei-lah pilihan kedua setelah Alfi menolak semua lomba-lomba itu. satu hal yang Alfi suka tentang Rei yang selalu disembunyikan olehnya adalah kesukaan Rei pada piano. Ketika istirahat sekolah tiba, mereka tidak pernah terlihat dikantin. Jika ingin tahu mereka kemana, cari saja di ruang musik. Karena Rei akan mengajak Alfi untuk menilai permainan pianonya. Agak aneh sebenarnya, mengingat Rei tidak pernah punya piano karena ketidakmampuan keluarga untuk membeli.
    Perkenalan Rei dengan piano dimulai dulu sekali ketika dia berumur 10 tahun. Dulu dia mendengar permainan piano dari rumah tetangganya. Mulai dari denting piano pertama yang didengarnya. Hati Rei langsung terjerat dan terperangkap dalam setiap alunan dimainkan. Nada yang dimainkan begitu menyentuh perasaan. Ada keceriaan dalam setiap nada yang dihasilkan seolah setiap nada menceritakan perasaan yang memainkannya.

    Setiap hari Rei selalu menyempatkan dirinya untuk larut dalam permainan piano itu. Namun, setelah satu bulan Rei selalu mendengar nada yang menentramkan hati. Suatu ketika, nada dari bunyi yang dihasilkan tuts piano itu berubah. Nada itu menjeratnya tanpa celah untuk bernafas.

    Entah bagaimana menjelaskannya. Tapi setiap nada yang dimainkan serasa mengiris hatinya. Perih, pedih dan rasa sakit yang tak tertahankan mengalir deras dalam setiap dentingnya. Menjerat hati Rei tak terperi bagai jaring laba-laba neraka yang menenggelamkannya dalam selimut duka. Tanpa sadar Rei sudah bercucuran air mata. Tolong hentikan. Hentikan permainan ini. Hatiku sakit. Sakit sekali batin Rei.

    Rei tidak tega, tidak sampai hati membayangkan orang yang memainkan piano ini. Jika dia yang mendengar saja sampai bercucuran air mata, apalagi orang yang memainkannya. Kirimkanlah rasa sakitmu kepadaku pikir Rei. Seketika denting terakhir melepaskannya dari rasa sakit seperti terlemparkan tiba-tiba. Denting terakhir itu seperti ingin mengusir segalanya. Hati Rei sakit. Sakit karena tidak bisa berbuat apa-apa. Hari itu adalah hari bersejarah untuk Rei. Bukan karena dihari itu dia lupa untuk tersenyum. Well, itu juga ada benarnya. Tapi yang selalu diingat Rei adalah itu hari terakhir dia mendengar alunan piano dirumah itu. Tak berapa lama rumah mewah itu kosong tak berpenghuni. Penghuninya telah pindah.

    Sebenarnya, hari itu juga adalah hari terakhir Alfi tersenyum. Sebelum akhirnya dia menutup diri dengan dunia luar dan perasaannya. Dan apakah ada hubungan alunan piano yang didengar Rei itu dengan Alfi? Well, ini salah satu rahasia itu. saya beritahu hanya untuk kalian. Mohon simpan untuk diri sendiri untuk sementara. Paling tidak sampai Alfi kembali ceria. Setuju? Baiklah..

    Memang benar yang memainkan piano itu adalah Alfi diakhir keceriaannya. Piano itu tak hanya didengar oleh Rei, tapi juga oleh Ali kakak Alfi juga ayah ibu Alfi dan pembantunya bi imas. Mereka yang juga terjerat oleh permainan Alfi merasakan sakit seperti yang Rei rasakan. Mereka juga heran dengan perubahan permainan Alfi. Namun bahkan sejak dulu walaupun masih tersisa keceriaannya Alfi memang pribadi yang tertutup. Paling tidak tertutup dengan pikiran-pikirannya.

    Kembali kepada Rei dan Alfi diruang musik. Rei menunjukkan pada Alfi hasil latihannya. Dulu setelah hari bersejarah itu, Rei langsung menemukan kesukaannya pada piano. Hanya dia tak tahu bagaimana memulainya. Kesempatan terbuka ketika dia mendapat guru kesenian baru disekolahnya yang membawa keyboard untuk belajar seni musik. Rei pun meminta untuk diajarkan oleh gurunya itu. Karena Rei termasuk salah satu siswa berprestasi sang guru mengamini permintaan Rei. Dan dimulailah pelajaran Rei dengan Keyboard.

    Rei rajin sekali latihan. Setiap pulang sekolah dia sempatkan untuk berlatih keyboard. Tahun-tahun yang dia lewatkan terbayar. Dia semakin mahir memainkannya. Dan ketika dia diterima disekolah ini karena beasiswanya dikabulkan dia senang bukan kepalang. Bukan karena sekolah ini bertaraf internasional. Tetapi karena sekolah ini memiliki piano yang dia dambakan. Yang hanya bisa Ia impikan.

    Awal keakraban Rei dan Alfi pun dimulai dari sini. Suatu ketika di awal-awal Rei masuk sekolah, dia selalu menyempatkan diri ke ruang musik untuk berlatih piano. Yang Rei tidak tahu Alfi juga selalu ada di ruang itu untuk menyendiri. Ketika Rei selalu mengulang lagu yang sama selama berhari-hari. Alfi menjadi kesal karena ketenangannya terganggu. Dia keluar dari sudut persembunyiannya diruang musik dengan langkah tegas. Rei yang mendengar ada langkah ketak ketok dari sepatu sulit konsentrasi dan membuat kacau permainannya. Dia melihat asal suara itu.

    Rei melihat sosok yang menjadi perbincangan satu sekolah. Alfi memang telah sekolah di sekolah itu sejak kelas VII. Walau Rei baru di sekolah itu. tapi siapa yang tidak kenal Alfi. Popularitasnya sama pasti dengan sikap autisnya. Jadi dia cukup dikenal disitu. Rei memandangi Alfi dan senyum kepadanya ketika Alfi mendekat. Alfi hanya memandangnya dingin. Pandangannya seolah berkata ‘menyingkir dari piano itu’. Rei pun mengalah sambil tetap tersenyum garuk-garuk kepala. Mengatakan ‘maaf’ dengan pelan sekali.

    Kemudian sosok yang dijuluki Ice Prince itu duduk didepan piano dan menggemeretukkan (benar ga ya kata-katanya) jari-jarinya. Dia terlihat diam sesaat dan jarinya siap di tuts piano. Entah akan memainkan apa. Kemudian nada pertama dimulai. Jreeng.. Rei terkesima. Nada ini. Nada yang diulangi setiap harinya. Puppy of waltz milik Chopin.

    Dari nada pertama Rei sudah terjerat. Pikirannya terperangkap dalam himpitan nada yang dimainkan Alfi. Tapi nada ini. Permainan piano ini. Tidak mungkin pikir Rei. Bagaimana mungkin? Ini adalah permainan piano yang dia rindukan. Tidak mungkin salah. Tapi, kesedihan itu. bercampur dengan kebekuan. Menjadikan alunannya dingin dalam setiap nadanya. Seharusnya lagu ini menyenangkan. Tapi permainan Alfi, seolah-olah memiliki atmosfer yang berbeda. Indah. Tapi mematikan. Membekukan setiap syaraf. Menumpulkan hati. Ini adalah permainan bersejarah itu. Jreeng.

    Lagupun berakhir. Rei terdiam. Alfi berdiri setelah selesai memainkan lagu itu. dia melihat kearah Rei yang ternyata sudah banjir air mata. Alfi mengeluarkan sapu tangannya dan memberikan pada Rei tanpa kata. Rei hanya ternganga tak mengerti. Alfi menunjuk kearah wajahnya. Rei baru sadar dia menangis. Airmatanya masih saja mengalir. Alfi tidak sabar dengan kediaman Rei dan meraih tangan Rei dan memberikan sapu tangannya pada Rei. Kemudian meninggalkannya sendiri. Rei masih terdiam. Padahal begitu banyak yang ingin disampaikannya. Ditanyakannya. Pikiran Rei penuh. Penuh dengan permainan Alfi. Mungkinkah? Benarkah?

    Pertanyaan itu selalu melintas dipikiran Rei sampai ketika ada kejadian yang menjawab semua tanya yang meresahkan hatinya.
    **
Sign In or Register to comment.