It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
*sori oot jadi ngebandingin*
Kujawab bang ya
1. Iya, kayaknya pedes banget komenanku bang. Sampe banyak banget yang lidahnya kepedesan. Untuk ke depannya aku memang harus lebih hati-hati lagi. Biar mereka gak kepedesan.
2. Isi kritikanku memang untuk cerita itu kok, terlalu panas mungkin. Makanya jadi kayak gitu.
3. Apa ya bang? Sejauh aku baca cerita itu aku masih belum nemu poin utamanya. Mungkin krna terlalu banyak ganti POV. Yg buat aku agak bingung. (Ini dalam kontek diriku sebagai pembaca cerita itu, lho ya.)
4. Yes, I will bang. Lebih baik cari aman memang, di forum seperti ini, apalagi isinya cowok semua dan hanya beberapa wanita, aku lebih harus berhati-hati.
5. Masalahnya bang, capek ngetiknya. Kalo aku komen panjang lebar itu. Ya udah, aku nyampeinnya sesingkat mungkin, dengan gaya kritikanku.
6. Iya, gak efektif banget. Pakek banget kuadrat dua bang. Karena mereka tetep nggak akan ngerti tujuanku nulis itu.
Aku nggak masalah kok bang kalo mereka mau ngomong sesuatu yang buruk tentang komenanku. Daridulu cara komenanku memang kayak gini, dari aku berlalang buana di kemudian.com pulaupenulis.com fanfiction.net dan goodreads.com . Tapi sekarang aku udah tau org BF kayak apa semua isinya, jadi kedepannya memang harus lebih teliti dan hati-hati lagi.
Komenanku kontroversial banget ya? Ckckckck -___-"
@inlove Itu pendapatmu, aku gak mungkin bilang salah. Jadi, kali ini aku mau jelasin sesuatu (mungkin antara opini nyampur argumen) tentu saja, bahannya dari komen kamu ya.
Tidak etis adalah tidak sesuai dengan etika.
Kalau soal mengkritik dengan cemoohan, sudah jelas memang melanggar etika. Tapi kalau soal seorang penulis mengkritik penulis lain, etika mana yang dilanggar?
Oke aku kasih analoginya ya.
Tahu Megawati-SBY?
Sebelumnya, aku udah kasih contoh tentang ‘gak perlu menjadi presiden untuk mengkritik presiden’ untuk menganalogikan ‘gak perlu jadi penulis untuk bisa mengkritik penulis’.
Jadi, kali ini aku kasih contoh Megawati-SBY untuk analogi penulis-penulis. Profesi sama, bidang sama, pengetahuan sama, beda pemikiran, beda orang, beda cara memimpin (dalam hal penulis, profesi sama, pengetahuan sama, beda ide, beda orang, beda karakter dan cara menulis)
Nah, pernah dengar Megawati mengkritik SBY? Beritanya banyak kok. Apa itu tidak etis? Tidak! Itu sah-sah aja. Apa megawati mengkritik asal-asalan? Tidak! Jelas harus ada dasarnya kalau tidak mau diolok dan diejek balik. Megawati mengkritik SBY, tidak melanggar etika apapun, bebas berpendapat (ada tuh di UUD).
Sama halnya, penulis mengkritik penulis lain, apa itu nglanggar suatu aturan atau etika sehingga disebut tidak etis? Setahuku, enggak. Kalaupun penulis mengkritik penulis, yang ada bukan masalah etis tidak etis, tapi sungkan atau tidak sungkan. Itu aja. Lagi, semua orang bebas berpendapat.
Aku baru aja googling dan nemuin sebuah artikel. Asik banget isinya. Tentang kenapa penulis sungkan mengkritik penulis lain. Alesannya:
1. Karena takut dianggap dengki pada karya orang lain. Biasanya si penulis itu cemas kalau-kalau ada yang memberi komentar: “Sirik tanda tak mampu.”
2. Karena beriman pada prinsip sesama bis kota dilarang saling mendahului. (tahu maksudnya?)
3. Karena ada perasaan tidak pantas menyerang karya sesama penulis.
4. Karena takut dimusuhi oleh orang-orang lain, terutama kelompok pemuja penulis tersebut.
5. Karena takut pada anggapan bahwa penulis yang mengkritik karya penulis lain diam-diam tengah mengunggulkan karyanya sendiri.
6. Karena orang merasa lebih nyaman memuji ketimbang mengkritik.
Artikel itu kemudian menyodorkan satu pertanyaan lain: Lantas, bagaimana cara membuat penulis-penulis yang sungkan itu menjadi lebih berani bersuara?
ini jawabannya:
1. Mereka perlu diberi tahu bahwa saling mengkritik itu bagus bagi pembaca.
2. Mereka perlu diberi tahu bahwa saling mengkritik itu bagus bagi peningkatan mutu karya masing-masing—kalau yang dikritik mau meningkatkan diri. Penulis yang matang tahu itu, penulis yang tidak matang akan menganggap kritik adalah serangan terhadap pribadi
3. Mereka perlu tahu bahwa pujian dari pengamat, atau komentar di sampul belakang buku, seringkali berkebalikan dengan komentar pembaca.
4. Mereka perlu diberi tahu, bagaimanapun, bahwa khalayak perlu juga membaca pendapat--tentang sebuah novel misalnya--dari perspektif orang lain yang menekuni wilayah penulisan yang sama.
5. Terakhir, orang-orang yang gemar merasa sungkan itu perlu diberi tahu bahwa penulis bukanlah bis kota. (joke, rite?)
Gampangnya, diskusi tentang reaksi kimia akan lebih nyambung dan berguna kalau bersama dengan orang yang tahu bidang kimia. Mereka bisa saling memberi masukan, mengingatkan kalau salah, dan saling mendukung. Kalau mereka berdiskusi dengan pedagang, ya gak bakal maju2. Ngeh?
seperti obat, kejujuran itu pahit, namun menyembuhkan. dan kadangkala memang harus ada yang terluka agar mata bisa terbuka.
nek menurutku, berpendapat jujur itu bagus2 aja kok. cuman mungkin cara mengutarakannya menyesuaikan kali ya.
jujur tidak selalu harus pedas.
*gigit juga nih
tambahan ralat. megawati-SBY yang diralat kebijakannya ya atau hasil dari kepemimpinannya (bahkan, sampai sikap memimpinnya)
komen elu dah bagus tapi ada blunder di ending nya gue ga sepenuhnya setuju sama bagian ini
Penggunaan bahasa nya biar "lembut" & biar berlapik (mudah mudahan yg dikritik tahu maknanya), selalu yg aku observe dengan teman teman aku, they said they are open person, an open minded kinda person tapi bila dikritik, darah timur mereka tetap ada...
Bagi aku, salah atau benar bukan point utama sebab lain orang lain penerimaan (subjektif). As a reader, kita juga perlu tahu menimpali jika ts nya dikritik dengan pedes, anger won't solve it anyway
brani, sini....
wkwkwk aneh ya bang @hati ? seperti biasa, Ending Failed. Bikin Ending itu emang susaaaaah bang.