It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“ Dan sekarang ?? “ aku bertanya.
Ditempat tidur ada sepasang gunting, sejenis kotak yang menyerupai tempat makan yang berisi perban dan beberapa perban yang lepas. Dan disanalah seorang laki – laki muda, yang plontos sedang melepas perban di tangan kirinya.
dr. Frans telah membuat goresan yang lumayan cukup besar di lengan tangan kiri Arya, belum lagi luka bakar akibat radiasi.
“ Sayang aku minta tolong untuk potongkan perban ini, “ pinta Arya. Aku menggunting perban yang kira – kira lima sentimeter.
dokter Abidin sangat senang melihat perkembangan Arya yang sudah menjalankan empat kali kemoterapi. Bahkan dokter Abidin memberikan solusi untuk melakukan transplantasi sum – sum tulang belakang.
Transplantasi sum sum tulang belakang Arya dengan cara menggunakan sumsum tulang Arya sendiri yang masih sehat. Hal ini dalam dunia kedokteran disebut transplantasi sumsum tulang autologus. Dengan Transplantasi sumsum tulang harapan hidup Arya sekitar 70 - 80 %, tapi masih memungkinkan untuk kambuh lagi.
Arya memeriksa hasil pekerjaanku, “ Bagus, makasih “ ucap Arya. Aku menyeka keringat dari keningku. Meletakan sisa potongan perban ke dalam kotak. Lalu aku ke kamar mandi untuk membuang sampah ke keranjang. Saat kembali Arya sudah tertidur, mungkin efek obat yang diminumnya. Aku menatap jam dikamarku, sekarang baru pukul delapan tiga puluh malam. Aku juga tidur disamping Arya, namun hingga tengah malam aku belum bisa tidur. Dengan perlahan aku menuju Arya, mencium keningnya, “ Selamat tidur sayang, “ aku berbisik, Arya terus terlelap.
Didapur aku membuat secangkir kopi, sebenarnya aku menginginkan meminum bir, tapi ini dirumah, Arya tidak mengizinkan menyimpan bir di dalam rumah sejak pertama kali kami memutuskan hidup bersama. Aku duduk di meja makan sambil memeriksa pesan yang masuk ke HP, ada satu pesan dari Anggoro.
Anggoro adalah teman Chandra, aku mengenalnya dari Chandra. Perawakannya yang seperti binaragawan, ia selalu bangga dengan bentuk tubuhnya. Postur tubuh seperti itu memberikan kepercayaan diri bagi Anggoro. Kadang kala ia akan bersifat agresif bila sedang mabuk. Annggoro adalah pria yang senang dengan clubbing, hampir tempat clubbing di jakarta sudag didatanginya. Dan satu lagi Anggoro adalah bersifat omnivora dengan semua perempuan.
“ Apakah kita masih akan bisa pergi bersama ke kelab seperti dulu, ?? “
“ ,,, tentu saja “,,
Anggoro tidak membalas pesanku. Kemudian pesan dari Graha masuk, Graha menanyakan kabar Arya. Aku menuliskan jawabanya dan memberitahu Graha bahwa Arya telah tidur karena kelelahan dan aku sangat bosan disini. Namun sebelum membalas pesan graha, tulisan aku sangat bosan disini aku hapus.
Aku menyalakan laptop ku, dan membuka Outlook, aku membuka sebuah surat dari Kara yang menanyakan keadaan Arya, aku tidak menjawabnya biar Arya sendiri yang memberitahunya esok hari.
Doni menyurati Chandra, Anggoro dan aku untuk memberitahu bahwa dirinya akan ikut bersama kami ke Bali pada akhir pekan bulan Oktober. Sebuah jawaban dari Chandra , yang mengatakan kami seharusnya memesan hotel sesegera mungkin. Doni salah satu teman baikku, Ia seseorang yang sukses, ia memiliki motto “ Berpakainlah untuk membuat orang terkesan. “. Aku mengirimkan pesan kepada orang – orang bahwa aku tidak peduli menginap dimanapun, asalkan rencana kami jadi.
Malam ini aku melewatkan berita olahraga karena mamah menelepon menanyakan putranya. Jam menunjukan pukul dua belas kurang lima belas menit, dan aku semakin sulit tidur. Aku kembali ke layar laptop mengerjakan pekerjaan yang belum selesai, namun aku tidak fokus. Aku menuju kamar Karen, melihat dia tidur dengan nyeyak sekali. Disaat aku melangkah ke atas meja di kamar Karen, aku melihat laptop Arya belum dimatikan. Ketika aku hendak mematikan,, lagi – lagi aku melihat sebuah tulisan yang dibuat Arya.
KESADARAN KU PADA DETIK INI
Ketika semuanya dimulai, entah bagaimana aku berpikir bahwa aku akan melaluinya sebagai orang yang jauh lebih kuat. Aku tidak merasa bahwa aku memang menjadi begitu, aku Cuma bersyukur bahwa aku masih hidup. Tapi, aku tak dapat membiarkan persitiwa yang sangat membuat diriku kacau tanpa memberikan sebuah gagasan, inilah beberapa gagasan ku.
Menghayati satu hari rasanya akan jauh lebih lama daripada menengok kembali ke masa sembilan bulan yang lalu,, dan satu jam kemoterapi adalah ukuran waktu yang paling panjang yang ada.
Aku menertawaiku kepolosan niatku pada waktu itu, dan aku menghargainya. Hebatnya pengalaman – pengalaman dan perasaan – perasaan tertentu dapat duduga sebelumny, dan banyak hal dapat dicapai dengan hanya bertahan erat – erat.
Kanker bukan seperti kaus kaki di dalam perut, kanker adalah pertempuran besar yang mempengaruhi setiap bagian pribadi seseorang. Aku sama sekali tidak tahu bagaimana kanker membuat kita kewalahan.
Aku berusaha mengimbangi hilangnya kendali atas kehidupaku dengan menambah pengetahuan dan hal itu membantu. Kadang – kadang ketidaktahuan merupakan kebahagia.
Aku sayang pada rambutku, apalagi waktu kita menyisir rambut tidak ada yang rontok, Jauh lebih baik memberi daripada menerima dan itu jauh lebih muda !!!
Meskipun kadang-kadang ia membuatku marah sekali, aku bersyukur kepada ahli kanker ku karena niatnya yang sangat keras mengalahkan kanker ku. Aku memiliki kemauan yang agak keras. Mengapa aku satu – satunya orang yang heran akan kesadaran ini ?? dan apa yang kalian maksudkan aku seorang keras kepaka ??
Tawa, pelukan dan cokelat mengisi hidupku, sepertinya obat – obatan yang menyembuhkan tubuh, orang – orang yang bersedia mendengarkan juga menyembuhkan jiwaku. Aku masih gembira karena aku tak pernah memboroskan waktu dengan bertanya – tanya mengapa aku yang kena kanker atau betapa terkutuknya aku, hal itu terjadi begitu saja dan memang begitu.
Aku sangat jatuh hati pada keluarga orang – orang yang akan pergi berpiknik. Karen sangat mengagumkan !! Perjuangan ini betul – betul sulit bagi Verza, aku tahu ia bersedia mengalah demi diriku, aku tahu dia juga lelah seperti ku, dan aku tahu dia merasa bosan. Tetapi aku punya perasaan bahwa meskipun dengan luka – luka, Verza akan muncul sebagai orang yang lebih baik daripada sebelumnya.
Aku bukan orang kuat, tegar dan suci.
Aku orang yang bahagia, mudah dipeluk dan punya rambut,, hehehehe
Boleh – boleh saja mengeluh tentang kanker, sepanjang ada hal baik yang dapat diingat juga. Kadang – kadang, menang tidak seperti kelihatannya. Kadang – kadang pengetahuan yang diperoleh dari perjuangan tersebut jauh lebih berharga daripada segalanya. Dan kadang – kadang kemenangan yang diperoleh hanyalah cinta yang lebih dalam kepada orang – orang yang ikut serta dalam perjuangan itu.
Aku Berjuang, Aku tertawa, Aku Menangis dan Aku Menang
Arya Wirasena Putra Sasongko
Selesai membaca itu aku hanya bisa diam, ntah apa yang sekarang aku pikirkan. Aku matikan laptop Arya dan mencium kening Karen. Aku menyusul Arya dan kupeluk ia erat.
Arya hampir tidak mengenal Anggoro, mereka pernah bertemu beberapa kali dipesta – pesta yang diadakan Chandra dan saat kani sedang clubbing. Anggoro memang tidak pernah mampir ke rumah, kami selalu mengatur pertemuan di X2 Plaza Senayan. Di X2 kami membahas masa – masa dulu saat kami sering ke tempat seperti ini, kami juga membahas sedikit tentang pekerjaan. Mata kami tertuju pada sekelompok wanita yang sedang meminim koktail di bar, dan Anggoro mulai berbicara dengan salah satu wanita yang blus nya terlalu terbuka. Anggoro mulai mencumbu wanita itu, sementara aku masih mengobrol dengan salah satu temannya wanita itu, wanita itu mulai merangkulkan tangannya dileherku, ntah apa gerangan aku mulai mencium bibirnya dan mencumbunya. Aku, Anggoro dan pasangan yang baru aku kenal mulai bersenang – senang, saling memeluk dan berdansa.
Jam sudah menunjukan pukul dua dini hari. Aku melepas pakaianku di dapur dan memasukkan kedalam keranjang cuci. Setelah itu aku berjalan ke lantai atas sepelan mungkin, dengan perlahan aku merayap ke tempat tidur.
“ Malammu menyenangkan ?? “ Arya bertanya sambil mengantuk.
“ Yap,, Aku hanya sekedar mengobrol dengan Anggoro, sudah lama kami tidak berjumpa. “
“ Mmmmm, “ Arya berkata dengan suara yang hangat, “ Bagus kau memang pantas mendapatkan sedikit hiburan, walau aku tahu kau pasti minum “ ??
“ Hanya sedikit sayang.. “
“ Bau mulutmu itu mengatakan kalau kau minum terlalu banyak sayang, aku tidak mau perut mu gendut gara – gara minuman itu. “
Dalam kegelapan aku mengecup pipinya, sambil berkata “ maafkan aku sayang. “
“ Sayang bangun dulu, kita sholat shubuh. “ Arya membangunkanku, sebenarnya aku malas sholat bila sehabis minum, Aku pernah bilang kalau sehabis minum yang mengandung alkohol sholat ku pasti tidak diterima, dan dia hanya tersenyum lalu berkata “ memang kamu Tuhan tahu sholat kita diterima atau tidak. “
“ Mandi dulu sana,, air hangat sudah aku siapkan dikamar mandi. “ Ucap Arya,,
Pagi ini aku, Arya dan Karen akan menghabiskan satu minggu dengan berlibur ke Bogor, kami menginap di Hotel Novotel Bogor. Ada beberapa alasan kami berlibur kemari,
1. Masih sangat berisiko bagi Arya untuk pergi jauh, terutama dengan kemo yang masih ada di tubuhnya.
2. Karena Arya sekarang menggunakan kupluk untuk menutupi kepalanya, jadi perkiraan suhu udara diatas dua puluh lima derajat tidak kami perhitungkan.
3. Jenis liburan yang melakukan aktivitas berjalan – jalan dan bersenang – senang atau mengunjungi suatu tempat kami hindarkan kerena usia Karen dan kondisi Arya, sehingga kami memilih berlibur didalam hotel saja dengan pemandangan yang indah.
4. Hotel Novotel Indonesia adalah rekan kerja kami, Novotel Bogor baru saja berdiri dan aku mengatakan kepada pihak hotel bahwa kami akan melakukan riset awal.
Selain itu dalam waktu satu bulan lagi aku akan pergi bersama teman – teman ke Bali, pastinya aku akan bertahan berlibur di bogor.
Liburan kali ini terasa buruk, Arya harus menelepon dr. Abidin dalam waktu tiga hari untuk mengetahui apakah Transplantasi sumsum tulang dapat dilakukan. dr Abidin, dr. Harry dan dr Frans bersama tim bedah sedang memikirkan bagaimana operasi Arya akan berjalan. Dalam waktu tiga hari. Pada hari kamis pagi, komisi dokter akan rapat bersama. Tidak hanya tim kedokteran , seluruh keluarga dan teman kami pun ikut berdiskusi. Semua berharap para dokter akan memberikan lampu hijau untuk melakukan Transplantasi sumsum tulang. Menurut kabar yang telah kudengar Arya akan segera dioperasi, sebelumnya tim dokter tidak mau mengambil risiko untuk melakukannya.
Arya memang menunggu kabar ini,Arya sangat lega bila operasi akan berjalan, hal ini karena harapan hidup Arya akan semakin besar setelah melakukan operasi. Selama ini bila rasa sakit itu muncul, aku menggunakan bantal agar membuat pinggangnya lebih tinggi dan membuat dirinya lebih nyaman. Aku juga merasa lega bila itu terjadi, karena aku sudah lama kehilangan Arya yang bertindak tanpa batasan, tanpa malu – malu, gairahnya yang vulgar. Semenjak ia kemoterapi pertama hingga hari ini, ia selalu merasa kurang menarik bagi diriku, meskipun dengan senantiasa aku berucap kalau Arya begitu mempesona. Dulu setelah kemoterapi kedua Arya pernah memintaku memotong rambut di sekitar alat kelaminnya dan aku juga mengatakan bahwa betapa jantan kemaluannya jika seperti itu. Setelah kemoterapi dan radiasi beberapa kali aku selalu mengatakan bahwa kau masih tampan dan menarik, setiap kali ia menatap ke cermin ia akan melihat bahwa dirinya bukan lagi Arya. Arya takut menjadi kurus dan botak, namun aku lebih takut kehilangan Arya yang kukenal selama ini. Kegelisahan sepi yang tidak berani aku bagi dengan siapa pun.
Aku dan Arya hampir tidak membicarakan soal operasi tersebut, kami berdua mengetahui apa yang kami pikirkan saat kami makan malam di hotel, saat kami berbaring di taman – taman hotel dengan pemadangan gunung yang indah, saat kami menonton di dalam kamar, setiap menit kami memikirkan operasi itu. Kami juga menyadari semua orang juga memikirkan operasi itu, dan tak ada seorang pun yang membicarakannya. Pada malam sebelum kami menelepon, kami berbaring di ranjang, aku mencium Arya dan membalikkan tubuh di sisi tempat tidur ku.
“ Haruskah aku mematikan lampunya ?? ‘
“ Ya, matikan saja sayang, “
“ Selamat malam, cintaku, “
“ selamat malam, hartaku yang paling berharga. “
Beberapa menit berlalu.
“ Verza !! “
“ Ya “
“ kau sudah tidur sayang ?? ‘
‘ Belum “
“ oh,, “
“ Ada apa ?? “
“ menurut mu apa yang akan mereka katakan besok ?? “
“ Aku tidak tahu sayang. “
“ Sayang, memang apa yang kau harapkan esok.”
“ Yah aku berharap yang terbaik buat mu Arya “
“ Tapi kau adalah seorang laki – laki pengagum bentuk tubuh yang ideal, dan tak lama lagi kau akan mempunyai pasangan hidup denga kepala botak, kurus di tambah bekas luka operasi yang membuatku menjadi aneh “
Aku membalikkan tubuh dan memeluknya erat – erat.
“ Aku berharap mereka mau mengambil resiko untuk mengoperasi sayang “ ucap Arya
“ Sungguh ?? “
“ Sangat Sungguh. ‘
Aku merasakan air mata menetes di pundakku
“ Kalau kau, apa yang kau harapkan esok sayang ?? “ tanya Arya kepada ku.
“ Aku berharap kau segera dioperasi dan kau akan sembuh “
“ Kalau begitu bagus, kita akan selalu saling bersama sayang “
“ Tapi operasi itu sangat mengerikan sayang ?? “ ucap Arya dengan suara sesenggukan.
“..........”
“ VERZA?? “
“ Yah, memang sangat menyakitkan dan mengerikan sayang, tapi aku lebih memilih dapat hidup denganmu bersama walaupun kondisimu tidak seperti dulu, kau tetap tampan Arya “
Hari berikutnya, kami berbaring ditaman hotel bersama tamu lainnya. Sesekali aku melirik Arya, tapi tidak berani bertanya apakah kami harus menelepon dr Abidin sebentar lagi.
“ Aku akan kembali ke kamar untuk menelepon dr Abidin, “ Arya berkata
“ Bukankah lebih baik melakukannya disini, ?? aku bertanya sambil memberikan ponselku kepadanya.
Arya menggelengkan kepala.
“ Lebih baik dikamar sayang, aku ingin mendengar dengan tepat apa yang dikatakan dr. Abidin, dan disini sangat berangin. “
Tentu saja Arya tidak ingin menelepon dari sini, dasar goblok, aku membatin. Duduk disini yang penuh orang dengan pemandangan indah dan mendengar bahwa kau memiliki pasangan hidup yang terkena kanker, sudah gay dan terkena kanker, ini pasti kutukan Tuhan.
“ Haruskah kita kembali ke kamar bersama – sama ?? “
“ Tidak, lebih baik aku sendirian, kau temanilah Karen bermain. “
“ Ia bangkit dan berjalan menjauhi taman bunga dihotel. Aku mengamatinya sampai Arya mencapai tepi hutan menuju hotel. Arya tidak kembali hingga empat puluh lima menit kemudian. Aku menarik perhatian Karen dengan mainannya. Rasanya seperti duduk di ruang tunggu dan didalam sedang dilakukan operasi besar.
“ Hai, “ tanpa terduga aku mendengar suara dibelakangku.
“ Hai, “ aku berkata dan berusaha membaca dari raut wajahnya apa yang mungkin telah dikatakan dr. Abidin.
“ Mereka belum dapat mengetahuinya. “
“ Mereka belum dapat mengetahuninya ?? “ tanya ku
“ Ya,, dr. Abidin bilang pakar bedah onkologi dr Samuel yang ingin melihat kondisiku terlebih dahulu sebelum ia memutuskan apakah mereka harus mengambil resiko untuk mengoperasinya, “
“ Ya Tuhan, “ aku menghela napas. “ kapan ia akan melakukannya ?? “
“ Minggu depan. Aku sudah membuat janji dengan dr Abidin dan dr Samuel pada haris senin. “
Empat hari merupakan waktu penangguhan.
“ Hmmm,, mengapa kau lama sekali ?? kau pergi selama empat puluh lima menit ?? “
“ dr Abidin, sedang istirahat makan siang, “
“ lalu itu apa dibaju mu ?? kau mimisan lagi ?? “
Arya hanya terdiam
“ Saatnya kita balik kekamar, kau sudah waktunya istirahat sayang “. Ucapku
Didalam kamar ketika aku masuk ke dalam kamar mandi, aku melihat tisu yang banyak darahnya, aku merasa sedih dengan hal itu. Jujur aku kadang kala tidak tahu apakah aku kuat bila itu terjadi pada diriku. Yah aku benar – benar percaya bahwa Arya adalah pribadi yang kuat. Arya tidur siang bersama Karen, aku lagi – lagi melhat sebuah tulisan Arya yang ditulisnya di kertas hotel.
MENGATASI KANKER
Rasa seperti baru kemarin,
Dokter memberitahuku aku mengidap kanker
Dan ketika aku bertanya
“ Berapa lama lagi aku bisa hidup ?? “
Ia tak punya jawaban
Bagiku waktu rasanya berhenti,
Dan ruangan terjungkir balik.
Hidup benar – benar berhenti, aku mentapnya,
Dan tak mendengar apa – apa.
Seribu tahun terlintas di mata,
Ketika aku memikirkan masa – masa yang telah kulewati,
Tawa, senyum dan orang orang yang kusayangi
Dan kecupan Karen dan Arya
Dan seketika aku menyadari
Waktu yang telah kuhamburkan
Semua yang tak pernah kulakukan
Dan kenikmatan hidup yang belum ku kecap.
Yang meramaikan hari – hari kami,
Seperti pertengkaran tak perlu yang terjadi lusa lalu
Atau tentang tagihan tagihan yang harus kami bayar.
Tapi aku tak pernah menyesal untuk hidup bersama dan mendampingi seorang Verza Mahawira Aditya
Tiga puluh tahun datang dan pergi
Dan aku masih menari – nari.
Kurasa Tuhan mengubah pikirannya
Dan memberiku peluang lain.
Dan pada hari ini aku mengucapkan nadar
Untuk melepaskan masa lalu,
Untuk menghayati kehidupanku dan menikmati setiap hari
Seoalh – olah hari ini merupakan hari terakhirku
Sebab hanya Tuhan yang mampu mengetahuinya
Harinya, jamnya dan saatnya
Namun hari ini aku masih hidup
Dan dunia milikku.
dr. Samuel Haryono, Sp.B.Onk adalah dokter yang hari ini akan ditemui oleh Arya, kantornya bersebelahan dengan dr. Abidin di unit Onkologi. Tidak jelek, menurut Arya yang menjilat bibir di belakang laki – laki itu dan mengedipkan mata ke arahku. “ Lumayan menarik ?? “ aku berbisik dengan pelan di telinga Arya. Ia mengangguk dengan antusias.
“ Jika ia menyentuh bagian paling sensitif di dirimu aku akan menghajarnya, “ bisikku. Arya tertawa.
dr. Samuel adalah dokter yang memiliki muka kekanak – kanakan dengan rambut tertata rapi, sudah mulai beruban dipelipisnya. Usia yang baru 42 tahun dapat membahayakan situasi, ia lebih baik dari dr. Abidin dan dr Harry yang usianya sudah lima puluh tahun lebih, tapi dr. Samuel tidak semenarik dr. Frans yang merupakan dr yang bertanggung jawab terhadap kemoterapi Arya. Dan yang perlu diketahui adalah dokter ini memiliki istri yang usianya 15 tahun lebih muda darinya.
Segera setelah ia membuka berkas Arya, ia menjeleskan dengan hati – hati, dan iya yakin akan mengoperasi apabila ia yakin betul dengan kondisi sum sum tulang Arya yang masih sehat.
“ Anda adalah pria tampan yang masih muda, dan setelah operasi semua akan berubah. “
“ Aku akan memeriksa Anda, “ lanjut dr. Samuel.
Arya sudah berbaring diatas tempat tidur. dr. Samuel mulai memeriksa Arya, Arya mengedip ke arahku, dan aku tersenyum.
“ Hmmm,, ‘ ia berkata setelah beberapa saat. “ Oke,, silakan kenakan pakaian Anda kembali , “ dr Samuel mencuci tangan
“ Kondisi Arya cukup baik tapi saya akan mengambil gambar sum – sum tulang belakang Arya terlebih dahulu. Mari ikut saya. “ dr Samuel berjalan dibuntuti oleh aku dan Arya.
Setelah selesai aku dan Arya menunggu hasilnya, selama satu jam kami pergi ke bangsal anak unit Kanker Rumah Sakit Dharmais. Aku dan Arya melihat dr. Frans dengan riang sedang menghibur pasien anak – anak.
“ Selamat pagi dok “ sapa Arya
“ Pagi Mas Arya dan Mas Verza,, “ kami berdua menjabat tangan dr. Frans.
“lagi asyiknya nie kayanya sama anak – anak “ ucap diriku ketus kepadanya.
“ iya mas, selama aku bekerja dan ditempatkan di unit onkologi, aku belajar bahwa mereka semua adalah guru guru terbaik yang pernah ku temui. “ ucap dr. Frans
“ Emang kenapa mas ?? ko disebut guru terbaik ?? “ lanjut Arya bertanya
“ Saya menemukan bahwa orang – orang disini, termasuk mas Arya adalah orang – orang yang tidak meninggal, ketika mereka harus meninggal, mereka semua yang telah mengajarkan saya tentang hidup, mereka tahu bahwa mereka bukan statistik, dan mereka pun tidak dikendalikan oleh statistik “ Jawab dr. Frans yang membuat kami berdua mengangguk.
Setelah berbicara dr. Frans meninggalkan kami, lalu kami bertemu dengan suster Fitri, Arya memeluk suster fitri sementara aku berjabat tangan dengannya. Yaah kami memang sudah menganggap semua perawat khususnya yang merawat Arya dari awal sebagai keluarga sendiri.
“ kamu sudah tahu, ibu lanny wafat tadi pagi, “ aku dan Arya terkejut medengar berita itu.
Ibu lanny adalah pasien pertama kanker yang mengajak ngobrol aku dan Arya waktu kemoterapi Arya yang pertama. Aku dan keluarga beliau menjadi dekat selama berada di rumah sakit ini.
“ Kenapa tidak ada yang memberitahu kami !! “ tanya Arya dengan mata berbinar.
“ Keluarganya sendiri yang tidak ingin memberitahu, semua pasien disini kehilangan bu Lanny, “
Ya aku percaya bila semua pasien di rumah sakit ini akan kehilangan Bu Lanny, ia orang yang selalu membuat kami dan pasien disini tertawa. Hari ini Arya tampak bersedih mendengar kabar duka itu. Ia menjadi pendiam secara tiba – tiba.
“ kalian terlihat semakin akrab dengan dr. Frans, “ suster Fitri menyelidik ke kami,, “ Dulu ada seorang mahasiswa kedokteran yang marah – marah disini, ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa kankernya tidak bisa sembuh, namun tujuh tahun kemudian dia lulus sebagai dokter serta bebas dari kanker dan dua tahun yang lalu baru saja berhasil menyelesaikan spesialis onkologi “
“ Siapa sus ?? jangan bilang dia adalah dr Frans ?? “ aku bertanya dengan raut muka cemberut.
“ benar sekali mas verza, dokter itu adalah dokter Frans “, jawab suster fitri
Aku dan Arya sama – sama terkejut, jadi selama ini dr, Frans pernah hidup dengan kanker, dan ia berhasil melawan penyakit itu.
“ Rasa salah, rasa malu dan perasaan dikutuk karena kanker itu tidak punya tempat dalam kehidupan baru kita. Bila kita kehilangan kunci mobil, itu terjadi bukan karena Tuhan sedang menghukum kita dan menghendaki agar kita berjalan kaki pulang ke rumah, dan bila kita kehilangan kesehatan kita pun bukan karena Tuhan sedang menghukum kita. Ingat kami termasuk Tuhan akan membantu mas Arya untuk menemukan kesehatan, sebagaimana kami akan menolong Mas Arya bila kehilangan kunci tanpa rasa salah atau terkutuk. “ Tiba – tiba suara dr Frans muncul dibelakang kami, aku benar – benar berpikir apa yang dikatakan oleh dr. Frans ada benarnya juga.
“ dr Samule telah menunggu Anda berdua di ruangannya,, “
“ terimakasih dokter atas sebuah kata – kata yang indah “ ucap Arya kepadanya.
Kami pamit kepada dr. Frans dan suster Fitri.
“ presentasi sum – sum tulang Anda yang sehat cukup baik “ dr. Samuel membuka pembicaran.
“ lalu... ?? “Arya tidak berani mengakhiri pertanyaannya.
“ Menurut saya, kita harus mengambil resiko dan ini juga untuk mengoptimalkan kesempatan Anda bertahan hidup dengan melakukan Transplantasi sumsum tulang “
Arya tidak menunjukan reaksi emosional, tapi aku bisa melihat bahwa itu merupakan hantaman keras. Dengan cepat dr. Samuel mengatakan “Transplantasi sumsum tulang belakang bisa dilakukan minggu ke-tiga bulan Oktober, ‘ ia berkata sambil melirik sebuah daftar yang tergantung di dinding. “ Nanti yang akan mengoperasi mu dr. harry, karena saya sedang libut pada saat itu. “
Penyebutan nama dr. Harry dalam operasi Arya cukup membuat Arya menangis
“ Lebih baik tidak, “ aku berkata dengan muram.
“ Mengapa tidak ?? “ tanya dr Samuel, aku bisa melihat dari ekspresi mukanya bahwa ia tidak tahu tentang sesuatu antara kami dan dr Harry. Si Kikuk itu, dr Harry dan dr Abidin benar – benar merahasikan hal itu.
“ satu tahun yang lalu, dr Harry membuat kesalahan saat mendiagnosa kondisi Arya. Itulah alasannya kami berada disini sekarang. Arya dan aku tidak mau orang itu dekat – dekat dengan tubuh kami sedikitpun. “
Sambil terisak Arya menatap lantai. dr Samuel dengan cepat kembali bersikap profesional.
“ Baiklah, kalau begitu saya yang akan mengoperasi Anda, minggu depan, ‘ ia berkata tanpa mengungkapkan pertanyaan lebih lanjut.
Arya mengangguk dan berbisik hampir tidak terdengar “ itu bagus,, terimakasih. “
“ Asisten saya dan dr Frans akan mengatur tanggal pastinya bagi Anda, saya dan dr Abidin yang akan bertanggung jawab dengan operasi ini “
Operasinya ditetapkan tanggal 31 Oktober.
Empat hari setelah Bali, tiba – tiba tanggal itu melesat masuk kedalam kepalaku. Jadi lebih baik aku melupakan hal itu. Kanker Sialan.
Dan pada hari ini, Tuhan menciptakan Seminyak Bali. Yeah, pastinya , dan aku disana!! Pantai seminyak, Bali.
Dalam perjalanan menuju hotel di seminyak, Anggoro, Doni. Chandra dan Aku tidak dapat memalingkan kepala cukup cepat untuk memandangi semua gadis dan laki – laki yang menawan di sekitar kami. Benar – benar menggiurkan , bahkan seorang Chandra menyepakati.
Arya sendirilah yang mengijinkan aku pergi bersama teman – temanku. “ Pergilah bersama teman - temanmu, mumpung kau bisa pergi, setelah kau pergi akan ada operasi, dan aku pasti akan membutuhkanmu. “ Arya berkata. Aku melompat tinggi ke udara, dan keesokan harinya aku membeli semua mawar. Arya merasa terkesan dengan bunga mawar yang ku berikan.
Kami bersepakat menginap dihotel Dhyana Pura, hotel ini sanagt strategis karena letkanya, kami hanya membutuhkan berjalan kaki untuk menuju bar, restoran atau club hiburan di sepanjang seminyak. Yang utama adalah pemandangan di belakang hotel berupa ombak pantai yang sungguh indah. Inilah alasan kami memilih hotel ini. Anggoro lagi lagi berulah dengan menggoda gadis – gadis yang ia temui. Bahkan ia berani menggoda resepsionis hotel yang berasal dari kota Bandung“ Tuhan, aku tidak pantas mendapatkan semua ini, ‘ ucap Anggoro dengan terbata – bata.” Resepsionis itu tertawa, memperlihatkan giginya dan menyerahkan kunci kepada kami.
Karena Anggoro dan aku memiliki kesamaan, maka Chandra menempatkan kami dalam satu kamar, sementara Chandra dan Doni berhadapan dengan kamar kami. Setelah satu jam kami beres – beres tubuh, kami berjanji bertemu di a la carte, restoran dihotel kami menginap. Chandra mengenakan jaket hitam bergaris – garis, dan dengan bangga menyebutkan mereknya. Doni mengenakan pakaian kemeja dengan sepatu yang membuatnya enak dilihat. Sementara Anggoro menggunakan T-Shirt ketat, dan aku cukup terlihat keren hari ini.
Selama makan malam, kami terlibat pembicaran saling mendalam, menebak – nebak tim yang menjuarai piala eropa. Kami membicarakan pekerjaan kami, berbicara apa saja tentang masa masa muda kita dulu. Dan sampai akhirnya Anggoro menanyakan apakah kami akan meminum pil ekstasi yang tadi dibeli olehnya.
“ Aku mau “, ucapku
“ Benarkah ?? Kupikir kau tidak mau “ tanya Anggoro kaget.
“ Jangan cerewat dan bagi aku sebutir. “
Doni tidak mau, sementara Chandra tentu saja tidak. Anggoro memberikan sebutir pil, jujur aku agak gugup. Sampai detik ini sepanjang hidupku aku hanya pernah mengonsumsi alkohol. Arya mengecam segala hal yang berkaitan dengan narkoba. Aku menelan pil tersebut dengan seteguk bir, Chandra menatapku dan menggelengkan kepala.
Kami pergi ke Potato Head Bali dengan berjalan kaki, ini merupakan salah satu tempat hiburan terbaik di Bali, begitu kata Chandra. Aku sudah paham bahwa Chandra selalu serba tahu tentang club atau tempat hiburan dewasa yang paling terbaik. Bagaimana Chandra mengetahuinya, ini masih merupakan misteri bagiku.
Kami akhirnya masuk, di toilet kami membenahi pakaian kami, mengecek tatanan rambut kami dari segala sisi, beradu tos sambil berseru “ Yo!!” dan “ kawanku!!” lalu kami melangkah dengan penuh semangat, melewati sebuah pintu besar berwarna hitam menuju ruangan utama. Doni mulai menggerutu, Anggoro mulai mengamati dua gadis yang duduk di bar, aku menari sendirian di lantai dansa dan Chandra berjalan dengan langkah berat kembali ke gadis yang berada digerai tiket. Lampu dikamar belum mati hingga pukul tujuh malam, Anggoro pergi bersama seorang gadis, aku berjalan basah kuyup oleh keringat ketika kembali ke hotel. Aku mengalami malam yang fantastis, aku bahkan belum berselingkuh. Aku meraih bir dari minibar di kamae, menghempaskan tubuh diatas ranjang, tempat aku mencoba untuk bermastrubasi. Gambaran diriku bersama Bagas, Rama dan Arya satu tahun yang lalu berkelebat bergantian. Setengah jalan aku tertidur dengan kemaluan setengah tegak di tangan dan sekalang penuh bir diatas meja di samping tempat tidur.
Satu setengah jam kemudian aku terbangun lagi. Terjaga penuh. Hari ini terasa bergerak cukup lambat bagiku, Anggoro belum tiba. Aku mengangkat telepon dan menekan nomor Kara dan Graha. Arya memilih menginap di rumah mereka selama akhir pekan ketimbang dirumah mamah.
“ Hai, ini kara. “
“ Hai, Kara, aku Verza!! “ aku berseru dengan antusias.
“ Oh, Hai, Za. Akan kupanggilkan Aryauntuk mu, “ kata Kara, agak kurang antusias. Apakah aku sudah membangunkannya ?? Tidak Arya sudah bangun dari tadi Shubuh.
“ Hai, “ kata Arya, aku merasakan sebuah jarak diantara kami, tapi bertingkah seolah – olah aku tidak menyadari apa pun dan berkata bahwa hotelnya benar – benar gila dan ada house music yang diputar disini sepanjang waktu, bahkan di toilet. Sambil tertawa, aku memberitahunya mengenai makan malam kami dan tentang acara bersenang – senangnya, dan aku berkata aku kelelahan saat ini. Arya hampir tidak bereaksi. Aku menanyakan apa yang dilakukannya bersama Graha dan Kara. Dengan nada datar yang tidak kuketahui ia memberitahuku bahwa mereka duduk di rumah, rasanya menyenangkan dan mereka berbincang – bincang serius. Selama beberapa saat aku bertanya apakah salah aku menekan nomor Kara.
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi, dan bertanya kepadanya ada apa, dan apakah ia dapat menggunakan telepon dikamarnya sejenak. Ada jeda panjang, kemudian aku mendengar bunyi klik dan ia kembali.
“ Aku merasa sangat menyedihkan Sayang. “ ia berkata, meniup hidungnya.
“ Aku merasa jauh lebih berat dari yang kusangka, saat aku mengizinkanmu dengan para pria atau dengan wanita bersenang – senang disana aku hanya duduk disini dengan kepala botak dan bagian tubuh yang terbakar akibat kemo dan radiasi... “
Aku berkata aku tidak tahu harus berkata apa, dan aku belum meniduri satu laki – laki atau wanita satu pun.
“ Verza,, apa yang kau katakan tadi seolah – olah itu adalah sebuah pencapaian besar “ bentaknya. Aku mendengar helaan nafas. Kemudian dalam suara yang agak ramah ia berkata
“ Biarkan aku sendiri dulu, semuanya akan baik – baik saja. Bersenang – senanglah di sana dan sampaikan salam sayangku kepada Chandra “ Ia berusaha membuatnya terdengar setulus mungkin. Aku berkata aku mencintainya dan sampaikan salam kepada Graha dan Kara. Arya dia selama sesaat.
“ Aku tidak tahu apakah itu ide bagus sayang, “ katanya sebelum mengakhiri pembicaran.
Dilantai bawah aku melihat Doni dan Chandra duduk dalam balutan celana renang, menyantap sarapan diteras, aku bergabung bersama mereka. Kami makan bersama dan kemudian pergi ke pantai, disana kami berpapasan dengan Anggoro dan tubuh atletisnya yang mengganggu ku. Dengan cengiran lebar ia memberitahu kami bahwa ia sudah meniduri wanita yang dibawanya sepanjang malam dan sepanjang pagi, Anggoro mengaku belum tidur semenit pun.
Dipantai Chandra membaca sebuah majalah yang belum pernah aku lihat. Anggoro, Doni dan aku membicarakan hal-hal penting dalam hidup. Tentang basket, sepakbola, berapa persen seorang wanita yang suka mengulum dan membandingkannya dengan pria yang suka mengulum, berapa persen pasangan yang selingkuh dan lainnya. Aku menyampaikan pendapatku berapi – api dengan lantang mengungkapkan teori ala Verzasatu demi satu. Kemudian Anggoro mengangkat subyek mengenai seberapa sering kami berhubungan dengan seks dengan istri atau pasangan hidup kami. Doni mengatakan empat kali seminggu, Anggoro enam kali, (Dony berkata “ tidak mungkin enam, berapa dengan orang – orang yang kau kenal di bar atau di tempat lain “ }. Tepat sebelum giliranku tiba, aku berkata harus buang air kecil dan mencemburkan diri ke laut.
“ Verza, apa kau mau ikut minum ?? “ Chandra bertanya saat kami kembali ke dalam hotel. Dony dan Anggoro memilih untuk tidur. Chandra memesan dua margarita dari pelayan. “ kau tidak bertingkah seperti dirimu sendiri. “
Aku memandangi tangan kekar pelayan ketika ia menundukkan badan meletakan margarita kami. “ Aku tidak bermaksud pergi sejauh ini ke bali hanya untuk membicarakan kanker. “
“ Aku mengerti. Apakah kau sudah menelepon Arya sejak tiba disini ?? “
“ pagi ini, “ aku menghela napas. “ Ia tidak senang, dan begitu juga kara, “
“ Aku tidak terkejut, “ Chandra menjawab, “ Kara menganggap kepergianmu ke bali seolah tidak ada sesuatu pun yang terjadi pada keluarga kalian, begitu juga dengan Graha, ia tidak bisa memahamimu kenapa kau tidak terganggu dengan keadaan Arya, dan kau justru baik baik saja, “
“ DEMI TUHANNNNNNN “ aku berteriak. “ Aku disini tidak baik – baik saja, aku tidak pernah sama sekali untuk memikirkan Arya “
Chandra meletakkan satu tangan diatas bahuku. “ kau tidak perlu menjelaskan hal itu kepadaku. “
Dalam sekejap, aku memuntahkan segalanya. Aku memberitahu Chandra betapa tak tertahankannya diriku. Aku dan Arya tidak pergi keluar untuk bersenang – senang. Bahkan keluar bertiga dengan Karen untuk sekedar makan malam bersama, dan tidak pernah berhubungan seks lagi. Chandra mengangguk.
“ Dapatkah kau bayangkan apa yang akan terjadi setelah Arya selesai operasinya Chan ?? “ aku melanjutkan. “ Bahkan setelah kankernya nanti hilang, Arya tidak akan pernah menjadi orang yang sama, dan aku berpikir hubungan kami akan hancur berantakan. “
Chandra meremas tanganku, kami saling memandang. Aku dapat melihat air mata Chandra menggenang, kami tidak mengatakan satu patah kata pun. Saat ini adalah momen indah di seminyak. Kami mendentingkan gelas masing – masing dan meminum margarita kedua kami, yang baru saja diletakkan pelayan favorit ku tanpa kami meminta.
“ Pelayan itu benar – benar menarik, tapi Arya memiliki badan yang lebih ideal, walaupun pelayan itu ideal.
Margarita Chandra tumpah ke seluruh meja.
Malam harinya, kami berhasil mendapat meja di Potato Head, setelah makan malam Potato Head menjadi tempat yang sungguh luar biasa ramai. DJ-nya adalah Roger Sanches, Dony mengumumkannya dengan sukaria, Chandra sama antusiasnya. Sementara aku tidak tahu sama sekali, namun harus kuakui makanan di Potato Head sungguh fantastis, begitu juga dengan DJ nya serta jangan lupakan wanita dan pria yang ada di dalam Potato Head sungguh menggiurkan. Dan lagi aku meminta pil kepada Anggoro, kali ini pil itu segalanya, aku menjadi lebih rileks daripada yang kurasakan kemarin. Aku memberitahu kawan – kawanku betapa brilian liburan kami ini, dan kami harus melakukannya setiap tahun, dan tahun depan kami bisa pergi ke Phuket, Sydney atau lainnya. Kemudian kami berkata kami saling menyayangi dan tidak akan meninggalkan yang dalam kesusahan. Setelah itu Anggoro berkata bahwa ia akan berkencan dengan wanita yang kemarin, dan sekarang ia langsung pergi. Chandra menghunjamkan tatapan setajam belati kearahnya. Aku melihat pelayan yang tadi siang, setelah tiga kali bertukaran tatapan riang dengan pria itu, aku pun berdiri. Ia memakai kaos yang justru membuat aku terpesona.
“ Hai, siapa namamu ?? “ aku berkata, seorisinil mungkin.
“ Aku Sura , dan kau ?? “
“ Verza, “ aku menjawab, tiba – tiba tersadar bahwa aku sama sekali tidak punya bahan pembicaran lagi dengannya. Aku tidak dapat membayangkan jenis pertanyaan yang seharusnya kuutarakan kepada pemuda dihadapaku ini. “
“ kalian kayanya bersahabat cukup baik, dari manakah asal kalian ?? “ ia bertanya. Oh yeah, pertanyaan seperti itu,
“ jakarta “
Kami akhirnya mengobrol dengan akrab, Sura adalah pemuda berumur 22 tahun, ia masih berkuliah disini. Dan yang aku kaget adalah ia telah mengikutiku hari ini, aku kaget ketika ia merengkuh leherku dan memagut bibirku.
Oh yeah, itu sebabnya aku disini, sekarang aku ingat. Aku merengkuhnya erat ke tubuhku. Aku merasakan bahwa ia memiliki tubuh yang ideal, walaupun tidak se-ideal Arya. Temannya mengedipkan mata ke arahnya dengan kagum.aku tidak mau terlihat oleh Chandra dan Dony, jadi dengan cepat aku mendorong dirinya ke sebuah sudut tempat ini. Pada saat itu aku baru melihat bahwa lelaki ini memiliki bokong yang indah. Begitu kami tidak terlihat dari pandangan dua temanku, kami langsung berciuman, tanganku merayap ke dada Sura, ia menjauh dari pandanganku selama sesaat, dan dengan malu – malu ia berkata suka kepadaku, aku mencubit bokongnya, ia tertawa. Kemudian aku meraih tangannya, meletakkan telapaknya di mulutku lalu mulai menjilatnya. Kemudian ketika menyadari apa yang kuinginkan , ia mulai cekikikan.
“ Kau nakal, “ ia berkata sambil menggelengkan kepala.
“ Trims, “ aku berkata. Waktunya untuk pergi.
“ Apakah kau sudah menikah atau kau memiliki kekasih ?? “ ia bertanya saat kami berjalan menuju hotel.
“ Tidak, “ aku berkata, meletakkan tanganku yang bercincin seperti cincin kawin antara aku dan Arya di belakang punggung Arya, setelahnya aku mencium bibirnya dan mempermaikan lidahku dengannya, aku mekakukan ini agar tidak kehilangan momentum seksual. Disaat Sura sedang lengah, dengan cepat aku melepas cincin dan memasukan ke saku celana.
Di dalam lift aku, tanganku memainkan tanganku di dada,perut dan pentil Sura. Aku benar – benar menyukainya. Terengah-engah, Sura memerosotkan celanaku dan berlutut. Tepat saat ia memasukan kemaluanku di mulutnya, pintu lift terbuka dan aku sangat kaget ketika mataku menatap lurus Chandra. Tatapan Chandra jatuh ke kepala Sura yang sedang bergerak naik turun. Sura yang menyadari kebekuanku segera mendongak dengan kaget dan merona. Dengan terburu – buru aku menarik celanaku.
“ Sura, Chandra, Sura, Chandra “
“ Hai, Sura. “ kata Chandra, sambil bangkit dari jongkoknya.
“ Jadi sudah cukup mengobrolnya, “ aku berkata cepat kepada Chandra, “ sampai besok, Chan !! “
Chandra mengangguk.
“ Dah, Chandra, “ kata Sura.
“ Dah, ah... ‘
Aku berjalan menyusuri koridor sambil bergandengan tangan dengan Sura, aku merasakan tatapan Chandra di belakang kami. Aku mengambil kunci dan memberikan Sura seks terbaik sepanjang masa.
Anggoro yang memasuki kamar membuatku terbangun. Dengan gugup aku mengecek ke arah sampingku. Fiuh,, Sura sudah pergi. Sura sudah pergi. Anggoro menghempaskan tubuh di tempat tidur, tempat aku dan Sura baru saja saling bercinta. Aku rasa Anggoro terlalu lelah untuk merasakan kelembabpan di tempat tidur, buktinya ia langsung tertidur. Aku juga mencoba untuk tidur kembali, namun aku tidak bisa terpejam.
Aku bangkit mengambil celana dari lantai lalu meraba – raba saku celana sebelah kiriku. Mendadak saja aku tersengat aliran listrik, cincinku tidak ada disaku, saku sebelah kanan juga tidak ada. Aku mulai berkeringat. Saku belakang, juga tidak ada. Kemudian aku menelungkup dan melihat bagian bawah tempat tidur. Anggoro terbangun dan menanyakan apa yang sedang kulakukan. Aku bilang aku mencari dompetku. Ia tertidur lagi. Aku menggeledah saku – sakuku lagi, dan lagi tidak kutemukan cincin itu. Laci dimeja, dan disamping tempat tidur aku buka tetap tidak ada, kamar mandi juga tidak lepas dari tempat pencarianku, disana juga tidak terlihat cincinku. Tidak ada dimana – mana, berpikirlah VERZA,, berpikirlah. Dimana kemungkinan aku telah kehilangannya,,, Sura !! dia mencuri cincinku !! Oh,, Tuhanku!! Oh,, tidak Arya,, maafkan aku.
Aku menelungkup lagi dan mengamati seluruh permukaan lantai, kemudian aku kembali berbaring di tempat tidur. Benar – benar bencana nasional, akhir dari hubunganku dengan Arya. Aku berusaha untuk membunuh diriku sendiri, tapi aku rasa tidak perlu, karena Arya yang akan membunuhku terlebih dahulu. Cincin aku dan Arya sebagai tanda kami telah hidup bersama hilang, aku tak bisa mengarang – ngarang omong kosong untuk menyelamatkan diriku.
Dilantai bawah Doni dan Chandra telah memulai sarapan.
“ Begadang sampai malam za ?? “ tanya Dony. “ Tiba – tiba saja aku kehilangan kalian semua. “
Hal ini tidak dapat dibandingkan dengan apa yang telah hilang dariku, pikirku dalam hati.
“ Begitulah, “ aku berkata, lega karena jelas sekali Chandra mengatakan apa pun mengenai kejadian semalam di dalam lift. Chandra menatapku dengan pandangan aneh. Anggoro muncul ditempat kami sarapan dan menceritakan apa yang dilakukannya dengan teman kencannya tadi malam secara detail. Ada banyak tawa, aku ikut tertawa, tapi rasanya aku ingin menangis. Mana yang lebih buruk ??Anggoro yang mengkhianati teman – temannya karena menghilang selama setengah akhir pekan karena ia memilih untuk meniduri beberapa pelacur, atau aku yang mengkhianati Arya karena mencopot cincin kami, karena hanya takut kehilangan satu hubungan seks dengan pelacur yang lain ??
Siang ini kami akan kembali ke Jakarta, sehabis sarapan kami berjalan kepantai, kami berbaring disana. Anggoro dan Dony membahas mobil, Chandra sedang membaca majalah marketing keluaran perusahaan kami dan aku hanya memandangi lautan. Merasakan air mataku menetas sewaktu – waktu. Anggoro mengangguk, Dony terus berbicara dan Chandra tetap fokus dengan majalahnya. Aku benar – benar merasa aneh dengan sikap Chandra, mungkin ia jijik melihatku. Aku yakin dia sadar aku ada disini, tapi itu bukan masalah. Aku benar – benar tidak ingin mengobrol. Aku berjalan beberapa ratus meter dan melihat kebelakang untuk mengecek apakah mereka dapat melihatku. Aku duduk diatas pasir dan merasa seakan – akan aku adalah laki – laki kesepian paling menyedihkan sedunia. Tiga hari penuh tawa dengan teman – temanku hampir berakhir, alkohol dan ekstasi telah meninggalkan sistem tubuhku, seorang pemuda yang baru saja berteriak – teriak puasa telah merampokku, dan nanti aku akan dibunuh dirumah. Aku melihat air mataku menetes di permukaan pasir di antara kakiku.
Kami berpisah di Bandara Soekarno Hatta. Didalam taksi keringat dingin mulai membajiriku. Sekitar sepuluh menit lagi dan aku akan sampai dirumah. Apa yang harus kukatakan ?? bahwa aku mencopot cincin itu saat aku pergi kelaut, atau saat melewati detektor metal di bandara. Taksi sudah melewati Pondok Indah Mall, beberapa menit lagi. Untungnya lampu merah menyala di bunderan pondok indah. Atau aku dapat mengatakan bahwa....
Aku mendapat SMS, ponsel Chandra.
“ coba raba saku sebelah kiri jaketmu. “
Aku meraba dengan cepat. Tidak ada apapun . SMS lainnya
“ Maksudku saku sebelah kanan :} “
Buru – buru aku meraba sakuku yang lain. Aku merasakannya ,, Ya ini dia cincinku !!! CINCINKU !! Cincinku dengan Arya yang sungguh luar biasa.
Ada SMS lain yang masuk
“ Aku menemukannya di dalam lift di hotel za,,, dan berhentilah melakukannya,, Arya sudah tersakiti dengan penyakitnya,, jangan kau tambah beban itu,, semoga berhasil hari ini “
Aku tidak tahu apakah intuisi Arya begitu hebatnya, Arya bahkan tidak menanyakan apakah aku berbuat macam – macam selama di Bali. Sebaliknya, ia meminta maaf karena sudah bersikap kasar di telepon. Dulu aku pernah mengaku soal Bagas. Bagas adalah junior ku di Timnas Basket, ia benar – benar memalingkan diriku dari Arya, Bagas adalah seorang straight, namun dulu hubungan kami seperti adik dan kakak justru membuat kami keblabasan. Aku dulu sangat bodoh, karena menuliskan nomor tidak dikenal dan menaruhnya didalam dompet. Pada suatu malam saat aku ke rumah Arya, dompetku tertinggal, Arya telah menghubungi nomor yang ada didompetku keesokan harinya, mendengar kata “ Bagas disini “, ia langsung mematika telepon.
Saat itu tahun 2005, Aku dan Bagas sedang pelatnas basket mempersiapkan SEA Games Manila. Arya langsung menelepon teman – teman Baseballnya yang berada di hotel century untuk mencari tahu apakah Bagas masuk ke dalam Timnas Basket tahun ini. Dan hasilnya BINGO. Malam itu Arya datang ke hotel atlet cebtury tempat beberapa atlet menginap selama pelatnas berlangsung. Ia menemui ku dan menanyakan dimana Bagas, Aku berusaha menahan agar wajahku tidak merona dan berkata bahwa ia sedang tidak ada dikamar.
“ Wah benarkah ?? “ Arya berkata, memperlihatkan nomor telepon yang aku tulis dan tersimpan rapi di dompetku pada waktu itu. “ Makhluk yang luar biasa vulgar baru saja keluar dari kamar mandi, dan Kau Verza akan mengajaknya ke ranjang ?? “
Wajahku benar – benar merah, aku tidak suka berbohong kali ini. “ Emhh,, ya, “
“ Berapa kali kalian telah melakukan ?? “
“ Emhhh,,, sekali, “
Arya benar – benar berang, dan aku cukup naif karena merasa terkejut. Bukankah aku pernah mengatakan kepada Arya bahwa diriku suka berselingkuh secara teratur ?? oke, aku mungkin memberitahunya saat pertama kali kami berkencan dan aku tidak pernah menyebut – nyebut hal itu lagi, tapi tidakkah ia tahu orang macam apa aku ini ?? Chandra pernah berkata bahwa bentuk penalaran seperti itu tidak sepenuhnya dibenarkan, sebuah opini yang didukung oleh Rama. Namun mereka berdua tetap merahasiakan petualanganku dari Arya, termasuk perselingkuhan – perselingkuhanku setelah dengan Bagas.
Aku agak lebih berhati – hati dengan Graha selama beberapa tahun belakangan, bagaimanapun ia sama sekali tidak tahu mengenai kegiatan bercumbu yang ada di daftar ku. Apalagi tentang berhubungan seks secara reguler. Graha dan Kara tahu tentang hubunganku dengan Bagas, namun mereka hanya diam. Hingga akhirnya Arya tahu dan ia memilih meninggalkanku dan keluar dari rumah. Saat itu Arya kembali ke rumah mamah selama beberapa hari. Karena itu menjelang SEA Games aku memohon kepada dirinya untuk kembali kerumah.
Anggoro sendiri adalah seorang yang maniak terhadap seks, tapi tidak seperti diriku, aku menganggap waktu itu sebagai hobi, sementara Anggoro sudah lebih jauh dari hobi, dia sudah ketergantungan seperti pecandu Alkohol yang tidak mau nerima bahwa dirinya sudah kecanduan, tapi akan selalu menyimpan sebotol vodka didalam laci kantor agar dirinya dapat melalui harinya. Dan Anggoro selalu merahasiakannya kepada istrinya. Seperti Arya, istri Anggoro sama sekali tidak mempunyai petunjuk betapa serius masalah Suaminya.
Seseorang seperti aku dan Anggoro dapat dikatakan sebagai monofobik, kami kecanduan oleh sensasi yang didapatkanya dari perselingkuhan. Orang normal akan selalu ada penyesalan dan rasa bersalah ketika mereka berselingkuh yang berfungsi sebagai rem yang menjaga mereka, sementara pada monofobik hal itu dapat disingkirkan dengan mudah. Seorang monofobik akan meyakinkan diri sendiri bahwa dirinya tidak menyakiti pasangannya ketika berselingkuh tentu dengan alasan – alasan seperti “ asalkan pasanganku tidak mengetahuinya” atau “ cintaku terhadap dirinya tidak akan berkurang sedikitpun saat aku berhubungan seks dengan orang lain.” Ada juga alasan seperti ini “ aku dapat membedakan antara nafsu dan cinta.” Jauh dilubuk hati terdalam seorang monofobik sadar sepenuhnya bahwa itu adalah semacam kenistaan moral dan selalu bersikap bahwa dirinya sendiri adalah orang yang baik. Karena tak seorang pun dapat mempertahankan suatu gaya hidup yang dianggapnya sebagai hal yang hina, seorang monofobik tidak melihat dirinya sendiri sebagai orang yang buruk.
Dalam kasusku, hal itu mulai berubah. Urusan dengan cincin aku dan Arya yang merupakan cincin kawin kami membuatku jatuh terpuruk sangat rendah. Monofobiaku yang selalu kupandang sebagai suatu hal yang menyenangkan, tidak berdosa, penyimpangan yang terkendali, telah menjadi obsesi. Sensasi yang kudapatkan dari berhubungan seks telah menjadi semakin adiktif dari pada seks itu sendiri. Chandra sudah kuberitahu tentang petualanganku selama bertahun – tahun, dan belakangan ini aku jarang memberitahu Chandra. Itulah sebabnya aku lebih memilih bersenang – senang dengan Anggoro, bukan berartiia sahabat ku, tapi paling tidak Anggoro tidak pernah membuatku merasa malu.
Lepuhnya akibat radiasi di belakang tubuh Arya sudah mulai berkurang, Arya berdiri sambil melihat pantulan dirinya dicermin kamar tidur. Ia berputur dan melihat badan bagian belakang. Aku berbaring diranjang dan hanya mengamatinya. Luka bakar paling parah sudah sembuh, kulit disekitar luka bakar itu sudah kembali tumbuh. Ia memakai kembali koasnya lalu menyusulku ke tempat tidur. Besok ia akan ke Rumah Sakit Kanker Dharmais, kemudian Transpalasi sum – sum tulang akan dilakukan. Sekarang adalah malam terakhir sebelum ia operasi esok, tak seorang pun dari kami yang ingin membicarakan hal itu atau tidak. Bagaimanapun tak seorang dari kami nerasa terdorong untuk merayakan operasi ini dengan bermain cinta. Arya berbaring dengan kepala dibahuku. Beberapa saat kemudian ia memecahkan keheningan dengan terisak keras. Tak lama kemudian aku merasakan air matanya menetes dibahuku untuk kesejuta kalinya sejak kanker itu memasuki hidup kami. Aku menarik tubuhnya ke atas tubuhku, aku peluk Arya dengan erat tanpa mengatakan apa pun. Tak ada yang perlu dikatakan karena ini adalah cinta pada masa kanker.
Dibawah tatapan Karen yang waspada dan dengan bantuan Rama, aku mendekor ruang duduk dengan rantai kertas.
“ Za, bagaimana kemarin ?? “ Rama bertanya
“ Arya hanya terbaring kemarin, sesekali ia terbangun dari tidurnya untuk muntah, aku menahan kepalanya dengan salah satu kontainer kecil dibawahnya.”
Rama memelukku, “ Apakah Arya telah melihat bagaimana luka sehabis operasi ?? “
“ Belum, para dokter merekomendasikan agar kami melepas perban bersama – sama, tampaknya itu akan membantu dalam proses bertahan. “
“ Ya Tuhan,, aku melihat Arya dengan tidur telungkep seperti itu sudah merasa tidak tega, “
Aku mengangguk. “ Aku sangat khawatir diriku akan ketakutan saat melihat hasiln dari perban itu, dan Arya akan menyadarinya. “
Aku menatap Rama dari balik air mataku, ia memelukku erat – erat dan mengecup keningku. Aku meletakkan kepalaku dibahunya selama sesaat. Rama menggosok punggungku.
“ Verza, Verza, “ Arya berkata dengan pelan sekali, “ Kemarilah,,, Sayang,,, “ Setelah beberapa saat, aku menguasai diriku dan mencium bibir Arya pertama kalinya setelah ia operasi. Ia tertawa menepuk hidungku, Arya pura – pura marah dan menghapus air mata dari pipinya.
“ Aku pergi dulu, kau sama Rama ya sayang, aku mau mencari makan dengan Karen.” Aku meninggalkan Arya dengan Rama.
Sesampainya dikamar rumah sakit, aku melihat Rama sedang membantu Arya untuk duduk di tempat tidur. Pasti rasanya sangat sakit untuk berbalik badan yang tadinya telungkup. Aku baru melihat sebuah medali dibalik bantal Arya. Aku lihat itu bukan medali ku atau medali Arya. Setelah Arya bisa duduk aku menemani karen yang ingin tidur siang. Karen sudah tertidur, namun semua persedian bajuku sudah habis.
Sambil menunggu mamah datang, aku membuka laptop untuk mengirimkan kerjaan ku kepada Chandra, setelah terkirim aku kembali membuka email [email protected], kubuka inbox, dan banyak sekali ucapan dukungan dari keluarga kami untuk Arya. Setelah aku cek ada sebuah email dari [email protected],, Irfan fajar adalah laki –laki seumuran dengan Arya, dia adalah sahabat dekat Arya dari Arya Bayi, keduanya saat ini memiliki penyakit yang sama, namun Irfan sudah lima tahun bebas dari kanker, ia sekarang berada di Perancis bekerja sebagi diplomat.
Sahabat ku yang baik,
Sebenarnya aku juga telah mengirim surat ini keamrin, tapi aku juga akan email ke dirimu, setelah kemarin aku diberitahu abang mu alamat email ini.
Kalau kau membaca surat ini, saat itu adalah hari Ayah di perancis. Aku ingin menceritakan kepadamu sebuah kisah indah tentang Ayahmu. Ayahmu sangat pendiam dan aku khawatir jangan – jangan ia tak pernah menceritakannya sendiri padamu. Ini kisah yang perlu kamu ketahui dan barangkali pada suatu hari akan kamu ceritakan juga pada Karen anak mu.
Ayahmu dan Ayahku sudah bersahabat cukup lama, aku rasa kamu sudah tahu itu,, hehehehe,,Pada saat itu Ayah mu baru saja selesai menjadi pemimpin dalam pasukan Garuda di Kongo Afrika, Aku kerumahmu saat tahu Ayah mu sudah pulang. Kamu tahu aku sudah akrab sekali dengan keluarga mu, sayang kamu tidak ada dirumah sudah lebih satu tahun kamu di Jerman menuntut ilmu. Kamu tahu aku menderita kanker dan sedang memulai proses yang panjang untuk pencangkokan sumsum tulang belakang di Rumah Sakit yang saat ini kamu berada. Aku optimistis, tetapi pencangkokan sumsum tulang belakangmemang merupakan prosedur yang berbahaya. Kamu beruntung sumsum tulang kamu masih banyak yang sehat, sehingga tidak harus mencari donor seperti ku. Aku merasa mungkin tak pernah akan melihat Ayahmu lagi dan aku ingin mengucapkan selamat tinggal kepadanya, karena aku tahu Ayahmu akan dikirim kembali ke negara konflik sebagai pasukan perdamaian. Aku baru berumur 25 tahun ketika didiagnosa limfoma non-Hodgkin, kanker jenis langka untuk orang seusia ku. Yang lebih parah lagi satu – satunya pengobatan yang ada pada saat itu adalah kemoterapi seumur hidup, paling banter aku kemoterapi tinggal hitungan 2 s.d 3 tahun lagi.
Dokter – dokter di rumah sakit mu saat ini memutuskan bahwa aku memenuhi syarat untuk menjadi calon penerima pencangkokan sumsum tulang, ini merupakan kemungkinan penyembuhan, tetapi kankerku tidak cocok dengan terapi pengobatan baku. Setelah menjalani tes – tes yang tidak enak selama berjam – jam, melakukan negosiasi sulit, dan ditolaknya pertanggungan perusahaan asuransiku, aku masih berniat menjalani pencangkokan itu. Dengan segenap hati dan jiwaku, aku mencoba meyakinkan dokter-dokter di Rumah Sakit Dharmais bahwa aku bisa menjadi pasien yang baik. Pada akhirnya mereka sepakat, tetapi mereka harus menyusun protokol baru khusus untukku dan mengoperasiku di rumah sakit di Singapura. Ya aku akan menjalani cangkok sumsum tulang belakang.
Ayahmu sangat terkejut ketika melihat aku muncul untuk makan siang di rumah mu. Aku yang biasanya memiliki rambut kriting alami berwarna hitam, siang itu muncul dengan rambut plontos. Mamahmu menceritakan semua tentang penyakit ku. Ayah mu sangat tahu tentang diriku yang ingin menjadi TNI, mungkin Ayahku sudah menceritakannya. Seandainya Ayahmu masih ada aku yakin dia akan lebih terkejut melihat anaknya sendiri terkena kanker. Menghadapi kanker mengajariku untuk menempuh risiko dan hal – hal baru. Aku telah belajar bahwa hidup itu pendek dan bahwa aku harus mengikuti keinginan – keinginanku, kalau tidak mungkin sudah terlambat.
Selama makan kami hanya bertiga, Abang mu Andharu sedang bekerja, Abang Andri sedang pendidikan militer di Magelang, jadi hanya ada mamah dan papahmu serta aku. Kami bertiga menertawai kisah-kisah masa lalu dan berbincang tentang keadaanku sekarang yang mengerikan dan masa depanku yang tidak pasti. Bisa kamu bayangkan, mengucapkan selamat tinggal, itulah yang kutakuti. Waktu kami berdiri didepan rumah mu, ayahmu merogoh sakunya dan menyerahkan sebuah amplop kepadaku. Segera, kata – kata “ Medal Parade of United Nations Interim Forces in Kongo ‘ terlihat di amplop tersebut. Dan aku tidak tahu mengapa sebabnya Ayah mu memberika ini medali ini kepadaku. Ia berkata, “ ini untukmu, tetapi jangan membukanya samapi kamu ada dipesawat menuju Singapura,” Ayah mu mencium pipiku, diikuti mamahmu.
Dua hari kemudian, segera setelah tinggal landas, aku membuka amplop itu, memang betul isinya medali yang terbuat dari perak yang sangat istimewa, karena kalungan medali itu adalah tasbih bukan kain atau sejenisnya. Surat Ayahmu yang disertakan bersama medali itu berbunyi :
Irfan anakku
Meskipun Ayah mu ini bukan orang yang terbuka dan bisa mengungkapkan perasaanku, Ayah ingin kamu tahu bahwa kamu dan kakakmu sudah kuanggap seperti anakku sendiri sebelum Ayahmu meninggal saat kamu berumur lima tahun. Mamah sebenarnya telah bercerita tentang keadaanmu, Ayah sudah meminta mamah agar kau tinggal bersama kami dirumah ini, tapi Ayah pasti tahu kamu dan kakak mu akan menolak itu. Tasbih ini adalah pemberian Ayah mu dan Ibu mu saat pulang dari mekkah, kedua orang tua mu yakin bahwa tasbih ini akan membuat Ayah aman dan ternyata sangat aman ketika menggunakan ini. Ini Ayah modifikasi tasbih dengan piagam penghargaan yang Ayah raih dari PBB. Suatu hari nanti aku akan mewariskan kepada Arya anak bontot ku, karena dari 3 anak ayah dia yang berbeda. Tetapi saat ini tasbih dan medali memiliki tugas yang lebih penting. Pakailah dan Ayah akan jamin tasbih dan medali ini akan membuatmu aman. Percayalah bahwa segala sesuatu yang akan kamu jalani memang harus dijalani demi tujuan jangka panjang.
Salam Hangat,
Ayah Angkat Mu, Sasongko
Aku menangis , aku merasa takut, sangat takut, mungkin seperti ayahmu yang waktu itu harus berangkat ke daerah konflik perang saudara untuk menjaga perdamaian. Tetapi sekarang aku tahu bahwa aku akan selamat. Aku mengenakan kalung tasbih dengan medali perak sejak saat itu.
Operasi pencangkokan berjalan sangat sulit, aku mengalami efek sampingan yang sangat hebat. Radiasi yang kudapatkan konon setara dengan ledakan nuklir yang jaraknya dua kilometer, muncul jamur berbahaya yang tak mau hilang dari paru – paruku. Kemoterapi dosis tinggi menyebabkan luka – luka bakar tingkat dua di kedua tangan dan kakiku. Tubuhku sangat terpengaruh sehingga orang – orang tak pernah bias mengenaliku lagi, aku mirip monster.
Tanda – tanda keberhasilan awal pengcangkokan itu menjadi berantakan saat aku sudah kembali ke Indonesia. Pencangkokan ku gagal , kegagalan pengcangkokan ini membuat aku harus kembali masuk rumah sakit di Dharmais dengan kategoti khusus. Dokter berkata yang terjadi pada diriku hanya terjadi pada satu persen pasien pencangkokan. Tak ada pilihan lain, selain menyelamatkan sel dasar, prosedur tidak pasti yang boleh jadi memasukkan kembali sel – sel kankerku sendiri. Aku diterbangkan lagi ke Singapura didampingi mamah mu saat itu, pencangkokan kedua akan dilakukan disana, aku tinggal di rumah sakit selama 54 hari, tiga bulan setelah itu suatu gumpalan darah, sisa pencangkokan menerobas lewat jantungku tetapi tidak membuatku sakit. Aku mengalami keajaiban – keajaiban. Aku beruntung tetap hidup.
Ketika aku menulis surat ini, telah hamper lima tahun berlalu dan aku masih bebas kanker. Ayahmu betul, tasbih dan medali inimelindungi aku.
Aku ingat ayah mu telah mengalami banyak pertempuran sebagai pemimpin sebuah pasukan perdamaian. Meskipun ia tak pernah menganggap dirinya pahlawan, ia meraih bintang perunggu karena keberaniannya dan sebuah bintang hati merah tua, Ayah mu sama dengan sahabat karibnya yaitu Ayah ku wafat dalam sebuah pertempuran di negeri orang untuk menjaga dunia. Ayahmu mengenakan tasbih dan medali perak ini karena percaya bahwa tasbih dan medali ini membuat aman. Bila tasbih dan medali ini menjadi milikmu pada suatu hari, aku harap kamu, Verza dan Karen atau anak – anak mu nanti akan mengenang kisahnya serta kisah – kisah keberanian dan persahabatan yang akan diceritakannya.
Aku yakin lebaran tahun depan aku pulang, kamu sudah terbebas dari kanker.
Salamku,
Irfan
Pukul setengah satu siang mamah datang kerumah sakit, aku pamit untuk pulang sebentar dan menitipkan Arya pada mamah. Badanku benar – benar terasa pegal hari ini, banyak hal yang membuatku berpikir sebelum Arya operasi, seperti apakah operasi itu akan berhasil ?? atau apakah Arya akan baik – baik saja ?? , bagaimana nanti kalau Arya meninggal saat operasi ?? pikiran – pikiran itu membuat aku lelah. Sampai dirumah aku merebahkan diriku diatas kasur yang beberapa hari ini kami tinggalkan, selama dirumah sakit Karen dirumah mamah, baru tadi pagi Karen diantar mbok meni ke rumah sakit.
Ketika pertama kali Leukimia menyerang Arya, terasa berat baginya dan juga bagi ku. Aku kadang – kadang bertanya pada diriku sendiri, siapakah yang sebenarnya terpukul ?? Aku pernah mendengar Arya ketika berbicara dengan Kara atau mamah “ Verza merasa lebih terpukul daripada aku “
Diatas tempat tidur ini aku merenungkan pertanyaan tersebut, setelah positif kanker aku berusaha merawat Arya semampuku. Karena aku hanya pria – pria biasa saja, aku gagal, karena aku selalu terus tidak bisa terima kenyataan kalau Arya terkena kanker. Aku berusaha menghiburnya, aku tahu bagaimana membantunya (intinya : jadilah pendengar yang baik). Jelas aku mengalami kepedihan dalam hati. Aku masih ingat malam – malam sesudah diagnosa itu, saat aku sudah tidur nyeyak dan tidak ingin bangun lagi karena jika aku bangun, artinya aku harus melompat kembali memasuki arena perang melawan kanker. Rasa takut kehilangan Arya, kekhawatiran tentang apakah kami sanggup bertahan dari segi ekonomi, karena pertama kali tahu betapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk berperang dengan kanker.
Mungkin aku bukan orang yang baik, setidaknya itu yang terlintas dari pikiran Kara dan Graha ketika mereka tahu aku ke bali bersenang – senang dan meninggalkan Arya. Aku tahu Arya memahami diriku yang merasa jenuh dan lelah menemani dirinya. Tapi sungguh aku menyesal ketika mengingat kembali aku dengan Sura yang bercinta di Bali, disaat Arya sedang ketakutan untuk menghadapi operasinya. Aku pergi ke Bali atas izin Arya, setidaknya aku bisa melarikan diri sejenak , dan hal itu sedikit meringankan kelelahan menghadapi kanker.
Namun bagaimana dengan Arya ??
Enam kali kemoterapi dan beberapa kali radiasi menyebabkan rambut Arya rontok dan membuatnya seperti baru naik dari roller coaster paling cepat didunia. Luka bakar akibat radiasi membuat Arya merasa kesakitan dan bahkan susah untuk tidur. Namun selama pengobatan berjalan Arya tetap bekerja membuat laporan penelitiannya. Pekerjaannya sebagai peneliti mengalihkan perhatiannya dari kanker, katanya. Arya selalu bangun terlebih dahulu dari pada aku, dan seperti biasa dia membangunkan diriku untuk sholat shubuh. Arya harus menghadapi kemungkinan bahwa umurnya tidak akan panjang, yang pastinya jauh lebih menakutkan daripada hal yang harus kuhadapi. Tidak seperti diriku Arya tidak selalu bisa menyembunyikan kecemasannya terhadap kanker.
Aku bisa bersimpati pada keadaannya. Tetapi, aku bahkan tidak sanggup membayangkan betapa besar keberanian yang diperlukan untuk menjalankan berbagai perawatan yang tampak tidak pernah berakhir dan selalu terasa sakit. Kurasa aku tidak akan bisa setegar Arya.
Jadi, apakah terasa lebih berat bagiku dari pada Arya ??
Arya tidak menyembunyikannya, Arya tahu bahwa berat bagiku menghadapi dirinya yang terkena kanker, tetapi Arya lah yang merasakannya lebih berat lagi dulu dan sekarang.
Arya adalah orang yang baik, tidak salah banyak dukungan yang mengalir kepada kami untuk melawan penyakit ini. Email irfan menyadarkanku bahwa seorang Irfan yang hidup jauh di negeri orang sangat memberikan perhatian untuk kesembuhan Arya, dan aku kembali merasa bersalah akibat peristiwa di bali dengan Sura.
Jam dikamar menunjukan pukul empat lewat sepuluh menit, itu berarti aku ketiduran selama kurang lebih dua jam. Aku bangun dan langsung mandi. Selesai menyiapkan pakaian ganti aku berangkat kembali menuju ke rumah sakit. Mamah, Mbok Meni dan Karen masih menemani Arya.
Aku mencium kening Arya, aku benar – benar mencintai laki – laki ini. Arya menanyakan keadaan rumah selama kami dirumah sakit.
Malam ini dr. samuel dan dr Abidin ke kamar dan mengatakan kondisi Arya sangat baik. Operasi ini berjalan lancar dan kemungkinan besar Arya dapat pulang ke rumah beberapa hari mendatang.
Sudah tiga hari setelah kepulangan Arya dari rumah sakit. Hari ini tepat tanggal 30 Desember, tanggal dimana sudah lima tahun kami hidup bersama. Setelah satu jam menonton video teletubbies bersama Karen, kupikir aku tidak akan bisa menontonnya lagi. Sebelum kau menyadarinya, kau akan berakhir dengan bicara seperti Tinky Winky.
Jam sudah menunjukan pukul setengah sepuluh pagi pada hari spesial dimana lima tahun yang lalu Aku dan Arya menempati rumah kami. Aku memandang ke arah kamar tidur, Arya masih tidur, setelah tadi pagi sholat shubuh Arya tidur kembali.
“ Karen , ayo kita mandi bareng papah !! “
“ Yeaaaahhhh !!”
Kami bermain dengan boneka – boneka Karen, anak iti menggunakan tulang keringku sebagai seluncuran sampai airnya dingin. Aku mengeringkan tubuh Karen dan diriku sendiri, dan memakaikan pakaian pesta untuk Karen.
Hari ini entah mengapa sangat menyenangkan, walaupun biasanya kami pasti akan bersenang – senang diluar setiap tanggal tiga puluh desember. Kami akan merayakannya di dalam rumah. Aku sudah membelikannya hadiah spesial buat Arya, sebuah jaket khusus yang aku pesan dari salah satu toko souvenir klub baseball New York Yankees langsung dari Bronx New York City. Karen memberinya sebuah DVD Film Laskar Pelangi, karena tahun ini kami tidak bisa menontonnya langsung karena berjibaku dengan Kanker. Aku menyisir rambut Karen dan mengikatnya denga karet elastis. Saat aku melirik ke kamar tidur kami, aku senang melihat Arya sudah tidak ada di ranjang.
“ Ayo kita turun, ke Vather!! “aku berkata antusias kepada Karen.
“ Hore!! Ke Vather, ke Vather!! “
“ Apakah kau sudah memegang kado untuk Vather dengan erat ?? “
“ Ya “, Karen berseru
“ Dan apakah kau ingat apa yang harus kau katakan saat Karen memberikan kado kepada Vather ?? “
“ Boleh ciup ?? “
“ hehehehe,, cium sayang, “ aku terkekeh dan menciumnya merasa tersentuh.
Dibawah, Arya tengah duduk di meja dapur dalam balutan kaos berwarna biru dan celana panjang batik sedang membaca surat kabar. Ia sekarang mulai terbiasa dengan kepalanya yang botak, Arya sudah jarang menggunakan Kupluk untuk menutupi kepalanya.
Ada sepiring puding karamel di hadapannya.
“ Apakah kau sudah makan duluan ?? “ aku bertanya terkejut
“ Memangnya ada acara apa ?? “ tanyanya setelah jeda sejenak, menggingit pudingnya.
“ Ya. Hari ini lima tahun kita bersama dirumah ini.... “ aku berkata, merasa malu.
Karen mengulurkan lengan mungilnya untuk menyerahkan DVD dan sebuah gambar lukisan kami bertiga kepada Vather. Aku memegang jaket baseball New York Yankees yang dubungkus dengan kertas kado bermotif batik.
Arya terkaget – kaget denga kejutan dari kami. “ Oh,,, aku belum membelikan apa pun untuk kalian berdua..... “
“ Itu bukan masalah, “ aku berbohong dengan lembut.
Karen membantunya membuka kado dari aku dan dirinya. Sementara aku duduk dan medengarkan pandangan ke sekeliling dapur. DI dapur tidak ada apapun, aku buka kulkas dan hanya ada beberapa sayuran dan daging cincang, telur. Aku keluarkan daging cindang, telur dan sayuran untuk membuat omlet. Sementara Arya sibuk membuka hadiah dariku, ia mengamati apa yang kulakukan.
“ Seharusnya aku sarapan di hari yang spesial ini bersama – sama ya ?? “ ia bertanya dengan takut – takut. “
Aku sudah tidak tahan lagi, Air mataku menetes saat menyiapkan makanan pagi.
“ Ya “ Aku menggumam kecewa “ Itu akan menyenangkan, benar .....”
“ Oh Allah,,,, Oh betapa bodohnya aku Sayang aku.... aku benar – benar lupa hari ini......betapa bodohnya aku,,, “Arya terbata – bata, sekarang benar – benar kalang kabut. “ Maafkan aku Verza, aku mebuat hari ini tidak sebaik tahun – tahun lalu,, maaf kan aku sayang.”
Aku merasa menyesal dengan sikapku hari ini kepada Arya, lalu meraih tangannya dan mengatakan bahwa keadaan tidak seburuk itu. Kami berpelukan dan saling menenangkan. Karen mengamati kami dengan riang.
“ Aku punya ide, “ aku berkata. “ Aku akan menelepon Chandra untuk datang hari ini. Kemudian aku akan menjemputnya, dan pergi ke swalayan untuk membeli apapun, kita akan merayakannya “
Chandra tersenyum ketika aku tiba dirumahnya.
“ Selamat hari pernikahan ya!! “ ia berkata dengan riang.
“ Trims. Sama – sama, “ aku menjawab dengan datar
Chandra mengamatiku lekat – lekat. “ Tidak bagus ya ?? “
Aku menatap lantai, menggeleng. Tangisku meledak dibahunya.
Aku membeli mawar, membeli makanan dan minuman. Kami bernyanyi ketika kami memasuki ruang duduk.
Arya mengenakan celana putih dan kaos serta jaket yang kubelikan. Ia berjalan mendekat dan memelukku, “ Selamat hari spesial buat kita ya sayang, “ ia berkata, berseri – seri. “ Dan malam ini aku akan memberikan seks oral yang paling hebat yang pernah kau dapatkan “ bisiknya.
Kami merayakan tahun baru di rumah Graha dan Kara yang berada di pinggiran selatan kota Jakarta, Graha dan Kara sendirilah yang mengatur pesta tersebut. Graha tidak pernah menelepon diriku sejak aku dari Bali, sementara Kara selalu meneleponku untuk menanyakan kabar Arya. Untungnya dalam pesta ini Chandra dan Rama juga diundang sert teman – teman lama kami.
Saat jam menunjukan jam dua belas malam, Arya dan aku menjadi emosional, kami berpelukan selama beberapa menit. Kami tidak tahu pengharapan apa yang akan kami berikan kepada satu sama lain. Kemudian aku menghampiri Chandra dan memeluknya lama. Ia berharap aku menjalani tahun depan lebih baik daripada tahun ini. Rama mencium dan membelai pipiku, “ Aku bangga padamu tahun ini Verza, “ bisiknya.
Beberapa saat kemudian Graha menghampiriku. Ia menepuk bahuku, mengucapkan selamat tahun baru dan menanyakan keadaanku. Aku memberikan tatapan menyelidik. Apakah ia benar – benar tidak tahu ?? atau ia tidak mau tahu ?? aku bimbang selama sesaat. Haruskan aku memainkan petak umpet bersamanya, atau haruskah aku memberitahunya tanpa ragu – ragu bahwa aku benar – benar berang karena ia tidak meneleponku sejak kepulanganku dari Bali ?? Kami sudah mengenal selama tiga puluh tahun lebih dan aku harus menjelaskan bagaimana perasaanku kepadanya.
“ Tidak selalu brilian, Graha, “ aku memulai
“ Tidak, itulah hidup, kurasa........... Apakah kemarin menyenangkan ?? “
Aku mencoba lagi. “ Tidak, tidak fantastis, Kemarin benar – benar melukaiku, Arya lupa dengan hari itu kemarin dan... “
“ Yeah, banyak tugas – tugas yang kau kerjakan ?? “ dengan cepat Graha memotong perkataanku. “ Sama dengan aku, aku selalu merasa bosan kalau merayakan ulang tahun pernikahan ku dengan Kara akhir – akhir ini “
“ Yah, sebenarnya yang kumaksud bukan itu, “ aku berkata. Ayo kita ganti taktiknya. “ Hei, Chandra bilang kau berpikir seharusnya aku tidak pergi ke Bali karena Arya sedang membutuhkan ku ?? “
Ia tampak terkejut. Graha melemparkan pandangan dengan gugup ke sekeliling ruangan. “ Yah, dengar, itu ..... Oh, sial, aku harus mengangkat kue didapur, kalau tidak nanti hangus, dan kalau hangus kue itu akan sia – sia, hahahaha. Sorry za,, aku akan kembali,, sebentar lagi. “
Dan Graha pun pergi, aku mengamatinya dan mencengkeram gelas begitu kencangnya, hingga aku hampir memecahkannya. Arya tidak mengidap kasus seperti Flu yang kau tahu akan sembuh dalam waktu seminggu dan kemudian hidup akan berjalan seperti biasa, ia mengidap kanker, BAJINGAN !! K.A.N.K.E.R. Sakit parah, botak, Luka Bakar, Takut meninggal. Bagaimana mungkin kau berpikir keadaan dirumahku seperti itu, dasar bangsat idiot !!
Graha datang dengan donatnya, aku mengambil satu , meraih segelas softdrink dari meja lalu melarikan diri keluar. Aku melempar donat itu sekuat tenaga. Lewat jendela aku melihat Arya mengedarkan mangkuk dengan raut muka senang. Aku duduk disebuah bangku kayu. Sambil menatap bintang dilangit, aku memikirkan satu tahun kanker yang baru saja kami lalui.
“ Masih cinta padaku ?? “ Arya bertanya pada larut malam hari spesial kami kemarin, setelah memberiku kado kepadaku.
“ Tentu saja aku mencintaimu, sayang, “ aku menjawab sambil tersenyum.
Aku Berbohong, sejujurnya aku tidak terlalu yakin apakah aku mencintainya. Ya, aku merasa terluka saat melihat Arya menangis, saat ia muntah, kesakitan atau ketakutan. Tapi apakah itu “ mencintai “ ?? atau hanya belas kasih ?? dan aku tidak ingin membuatnya sedih. Tapi apakah itu cinta ?? atau sekedar kewajiban ?? Tapi kami tidak dapat berpisah, bahkan jika kami menginginkannya. Hanya aku dan bukan orang lain yang diinginkan Arya saat keadaannya buruk. Tak ada yang memahamiku seperti dirimu, katanya.
Didalam aku medengar bahwa pestanya telah usai. Aku selalu menjalani hidup berdasarkan prinsip dan jika aku tidak menyukai sesuatu dalam hidupku, aku mengubahnya. Pekerjaan, hubungan, atau segalanya. Dan sekarang dipermulaan tahu baru, aku sungguh – sungguh merasa tidak bahagia untuk pertama kalinya dalam hidupku. Dan benar – benar tidak ada apa pun yang dapat kulakukan untuk mengubahnya. Selamat tahun baru Verza.
Aku melangkah masuk kembali.
“ Arya, aku berpikir betapa luar biasanya caramu menghadapi semua ini, “ aku mendengar Rama berkata. “ Kau melakukan segalanya, kau sangat riang, kau masih berkutik dengan penelitianmu. “
Graha menganggukkan persetujuan.
“ Oh tentu saja kau dapat membiarkan kanker membuatmu sedih, tapi tidak akan membawa kebaikan, “ kata Arya, memberikan jawaban yang ingin didengar oleh mereka. “ Tidak ada yang benar – benar menggangguku saat ini, “
Jam sudah menunjukan pukul setengan satu malam.
“ kau sangat positif, benar – benar patut dikagumi, “ kata Graha. Chandra menatapku dan mengedipkan mata. Arya menambahkan sedikit lagi.
“ Apa lagi yang bisa kulakukan ?? semakin positif pandanganmu, semakin menyenangkan kehidupanmu.
Arya berjalan dengan tidak baik. Aku dapat melihatnya bahwa ia kelelahan di malam yang panjang.
“ sayang ayo kita pulang, “ ajakku.
Arya senang ia tidak perlu membuat alasan. Karen terus tertidur saat aku mengangkatnya dari tempat tidur dan membawanya ke dalam mobil dengan hati – hati. Chandra membantu membawakan barang – barang kami. “ Angkat kepalamu, sobat, “ bisiknya. “ Arya membutuhkanmu. “
“ Kenapa sih kau bersikap seolah dirimu baik – baik saja saat kau membicarakannya dengan orang – orang tentang itu ?? “ tanyaku kepada Arya dengan marah sebelum kami berbelok di tikungan. “ Mereka sekarang duduk disana, membicarakanmu dengan penuh kekaguman, betapa optimisnya dirimu, betapa dirimu tidak pernah mengeluh. Kau harus mengenal dirimu sendiri, dan pada akhirnya mereka adalah teman – teman kita, mereka berhak mengetahui bahwa selama satu tahun ini kau tidak sehat sama sekali, sial !! “
Arya tidak mengatakan apapun selama semenit. Aku baru hendak mencecar argumenku lebih lanjut saat bomnya meledak. Tiba – tiba Arya menangis histeris dan menghantam dasbor dengan kedua tangannya. Aku ketakutan setengah mati, buru – buru menepi di pom bensin yang baru saja kulewati, dan memarkirkan mobil. Aku mencoba untuk memeluknya, tapi Arya dengan liar menepisnya, aku melihat kebelakang ke arah Karen, takut ia terbangun, namun Karen masih tertidur pulas.
“ Tapi aku tidak ingin orang – orang berpikir bahwa aku baik – baik saja !! Keadaan ku sama sekali tidak baik. Aku benar – benar kacau !! sangat kacau !! Apakah mereka tidak bisa melihatnya ?? aku botak, muka pucat, dan aku sudah tidak bisa memberikan kamu seks yang sesuai dengan keinginanmu. Aku takut keadaanku tidak akan pernah membaik, dan aku akan terus kesakitan dan aku akan mati !! Aku benar – benar tidak mau mati !! pastinya mereka tahu hal itu ?? “ Arya meratap, terisak – isak lama.
“ Tenanglah sayang, tenanglah, “ aku berkata dengan lembut, sekarang Arya membiarkanku merengkuhnya.
“ Aku benar – benar tidak tahu apa – apa lagi, Verza, “ ia terisak, “ Apakah aku harus pergi ke suatu tempat sambil mengeluh terus – terusan ?? Itu akan baik kirannya... dan aku yakin tidak ada orang yang akan menanyakan keadaanku. “
“ Sayang, kau tidak perlu merasa sedih karena kau tidak selalu merasa baik bukan ?? kau tak dapat mengharapkan dukungan dari orang lain jika mereka tidak mengetahui keadaanmu yang sebenarnya,bagaimana perasaan mu sebenarnya. “
“ Hm... mungkin aku harus lebih jujur kepada setiap orang...” Arya menatapku . “ itu lebih baik bukan ?? “
Aku mengangguk, ia mencondongkan tubuhnya kearahku dan meletakkan kepala di bahuku. “ Aku hampir tidak berani mengatakannya, “ Arya berkata setelah beberapa saat, “ tapi,, tapi aku berpikir untuk meninggalkan LIPI. “
“ kau benar, “ aku berkata tanpa sekejap pun keraguan.
Arya langsung duduk dengan tegak dan memandangku dengan terkejut.
“ LIPI hanya sebuah tempat kau bekerja sayang, kau peneliti yang menurutku sudah profesional, kau bisa tetap meneliti tanpa harus bekerja di LIPI. “
“ Arya memandang dasbor , aku tahu ia sedang berpikir, “ Ya “ katanya dengan ketetapan hati yang tiba – tiba, “ dan kemudian aku bisa pergi ke gym, dan bersama Karen dirumah selama satu hari penuh, berbelanja dan membaca, hanya memikirkan diriku sendiri. “ ia mengetuk dasbor lagi, “ Ya !! aku akan berhenti. “
Aku tersenyum menyeringai dengan puas. Dan begitulah terjadinya, pada hari pertama di tahun 2009 ini Arya Wirasena Putra Sasongko (Tiga Puluh Tahun) berhenti bekerja.