BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

T.R.O.U.B.L.E

1679111253

Comments

  • chapter4
    Damien’s :

    Kawaii sudah ‘terlelap’ di ruang bengkel jurusan. Saatnya aku menyambangi kasurku yang nyaman.
    Masih memuntahkan beberapa bir tapi sekarang aku baik-baik saja. Aku bersumpah akan membalas si Sialan Matt itu suatu hari. Akan kusuruh ia memuntahkan makan siangnya.

    “JANGAN KURANG AJAR!!!”

    Aku menoleh. Suara ini… lengkingan ini. Demi Tuhan, aku kagum pada diriku sendiri bahwa bisa menebaknya.
    Si Cowok Lemah Cantik.

    Aku mencari-cari suaranya, dan aku sendiri bingung kenapa aku harus peduli, dan menemukannya. Menerjang beberapa gerombolan Orlando dan membuat mereka roboh.
    Yah, tampaknya dia nggak perlu bantuanku, kan?

    Hmm tapi tidak juga. Mereka mengeroyoknya seperti kawanan anjing yang menangkap mangsa. Mereka benar-benar membuat pemandangan tidak menyenangkan. Aku malas sekali terlibat dengan urusan seperti ini. Mending kubiarkan saja deh mereka bermain-main dengan anak itu. Salahnya sendiri bertemu gerombolan bodoh itu. Kasur… Aku rindu kasur.

    “Mau mencoba punyaku?”

    Eh, Apa? Orlando bilang apa?
    Aku tidak percaya si Brengsek itu mempunyai kelakuan yang cukup membuatku tercengang juga. Otaknya yang bermasalah itu membuat kelakuannya bermasalah juga rupanya.Aku rasa cowok cantik itu menerima hadiah yang istimewa malam ini ya? Dan aku rasa sudah saatnya aku pergi. Aku hanya ingin mengistirahatkan diri.

    “Kau gila apa?!!” suara lengkingan, lagi.
    Loh hadiahnya ditolak ternyata. Rasanya aku ingin menertawakan Orlando tepat di depan wajahnya. Hmm… melihat sebentar saja. Aku ingin tahu bagaimana reaksi si Brengsek itu ditolak mentah-mentah. Aku bersandar pada tiang, tampaknya tidak ada yang menyadari keberadaanku. Baguslah.

    Cowok Cantik Lemah itu dijambak ke belakang sebagai bentuk penolakannya.

    Dan Astaga… Demi Tuhan…

    Pasti karena aku masih setengah mabuk, mengantuk atau apapun itu… Aku malah ingin sekali akulah yang melakukan hal itu kepada cowok lemah itu. Ada sensasi seperti tersengat listrik statis. Sudah cukup, aku pergi tidur saja.

    Tapi kenapa aku malah ingin sekali menghajar Orlando. Oh shit, please… Aku cuma mau tidur.
    Sudahlah, tidak setiap hari aku berbuat baik.

    “Aku mau lihat seberapa besar punyamu.”
    Semua kerumunan konyol itu menoleh. Memandangku seakan aku ini baru saja bangkit dari kubur atau aku ini Obama yang meminta mereka mempraktekan tari perut.
    Orlando terbelalak tapi kemudian memandang licik “kenapa? Tertarik threesome?”
    “Tidak.” ujarku dingin.
    “Lalu? Kau mau denganku? Atau menikmati bocah setelah diriku?”
    “Aku tidak tahu kau menyimpang. Hanya saja aku penasaran, seberapa besar punyamu sampai-sampai kau putus asa meminta seorang gay untuk mencicipinya.”
    “Brengsek kau, Damien.” Orlando mendesis lalu berdiri menghampiriku. Berhadapan, aku tahu kami sama-sama mabuk.
    “Apa? Apa kukatakan saja kepada Barbara kau tidak suka lagi kepada perempuan? Atau kepada Emily, Ruth, Georgia?”

    “BRENGSEK!!!”
    Hampir saja. Kepalan Orlando hampir mengenai wajah. Bersyukur sekali dalam keadaan pusing seperti ini reflekku bagus. Orlando terhuyung ke depan dan aku menggunakannya untuk menendangnya. Orlando terjelembab. Lalu bangkit dan berteriak. Mulai menyerang bertubi-tubi dan aku sudah nggak mau melayaninya.

    Ini membosankan. Jujur saja.

    Aku meninju perutnya, meniru Matt, tepat di ulu hati. Orlando berjongkok memegangi perutnya. Mulai muntah-muntah sepertiku tadi. Teman-temannya melepaskan si cowok lemah dan mulai mengeroyokku. Aku hanya perlu menghindar, lalu melumpuhkan satu persatu. Ini gampang sekali. Lebih gampang dari cecunguk di film-film laga.

    Oh aku lupa, aku mantan anggota geng sungguhan.

    Beberapa memilih pergi menghindariku dan tidak ingin berkelahi lagi dan beberapa ditinggalkan terkapar oleh teman-temannya termasuk Orlando yang masih muntah-muntah. Aku segera menarik si Cowok Lemah berdiri, menyeretnya sehingga ia terpeleset berkali-kali.

    “Lepaskan aku!” dia meronta.
    “Terima kasih kembali.” ujarku dingin. Aku masih menyeretnya dan segera mendorongnya ke kelas kesenian yang kosong. Menutup pintunya.

    Oh Tuhan, aku sudah tidak tahan dengan anak ini.
    Aku melihat wajahnya ketakutan seketika. Berubah dari marah ke arah ngeri. Terbata-bata, berusaha mengeluarkan kalimat.

    “Ka… Kau mau apa?”
    Aku hanya memandangnya dingin.
    Jun’s :

    “Ka… Kau mau apa?”
    Aku ketakutan, sungguh. Damien Menyeretku seperti aku hewan buruan dan dicengkeram hingga tanganku sakit. Oke, aku bersyukur sekali karena ditolong olehnya. Tapi, apa yang dia lakukan ini? Mengunciku di ruang kesenian?

    Tidak, jangan katakan Damien ingin mencabuliku juga. Sama seperti si Brengsek Orlando.

    “A… aku akan berikan apa saja… Asal kau tidak…” aku memohon terbata-bata.
    “DEMI TUHAN! KAU INI LEMAH SEKALI!!!” teriaknya. Aku mengerjap terkejut.

    “Kau seharusnya tahu kau ini laki-laki! Aku tidak peduli kau gay sialan atau apapun itu, tapi tidak bisakah kau melawan? Sungguh aku ini kasihan sekaligus ingin menghajarmu!” hardiknya.
    Aku bingung. Kukira dia mau apa, ternyata cuma memberi ‘wejangan’.
    “Aku sudah biasa dihajar kok…” ujarku takut-takut. Iya, dihajar anak-anak tukang bully dan terutama ibuku.
    “Gees, tidak usah menjawab! Aku tidak peduli berapa kali kau dihajar! Tapi melawanlah! Secara fisik! Aku muak melihat orang lemah pasrah sepertimu!”
    “Kalau begitu jangan lihat dan berpura-puralah tidak tahu!” aku ganti berteriak.
    “Oh ya?” Damien tersenyum sinis “Lalu kau biarkan Orlando dan cecunguknya memperkosamu, begitu? Lihat wajahmu tadi! Sudah seperti mau dibuang ke Alcatraz!”
    Apa benar wajahku tadi minta pertolongan? Kurasa tadi aku hanya membatin saja.

    “Aku kembali ke asrama saja. Aku tidak butuh ini. Sudah cukup diperlakukan tidak senonoh tapi aku juga tidak perlu nasehat. But thank you anyway.” aku melewatinya, membuka pintu ruang kesenian. Aku lelah.

    “Mana harga dirimu sebagai laki-laki?” Damien berujar dingin.

    Aku tertegun. Apa-apaan ini. Rasanya setiap tubuhku kaku hanya dengan kalimat itu. Mana harga diriku? Astaga… Aku teringat Robert…

    Itu kalimat Robert…
    *****
    “Mana harga dirimu hah?” Robert meninjuku “membiarkan Si Tua Bangka itu menyentuhmu?! Kau ini sungguh keterlaluan! Lawanlah, Jun!”
    Aku hanya menangis. Untuk ukuran anak tingkat dua masa senior high school, aku ini memang payah.

    “Menangis seperti perempuan!” Robert mengacak-acak rambutnya. Dia akhirnya duduk sambil menjambak rambutnya. Aku tidak tahu kenapa dia sampai sefrustasi itu. Aku tahu kami memang bersahabat sejak kami duduk di bangku junior high school. Dia selalu menjagaku jika ada yang membully ku.

    Tapi kami sama-sama tahu bahwa tidak ada satupun dari kami yang bisa melawan Mr. Flint. Dia guru olahraga kami. Orangnya kekar, tipikal guru olahraga kebanyakan dan sangat manly. Hanya saja aku baru tahu dia ini pedofil.

    Dia sengaja menyentuhku di beberapa bagian. Bahkan aku disuruh menyentuhnya juga. Bukannya aku ingin, dia mengancamku. Mengancam akan memberitahu seluruh siswa bahwa aku gay dan mengintip dia mandi di shower sekolah. Yang benar saja! Aku tidak seperti itu. Maksudku, soal gay aku memang merasa begitu. Aku tidak tertarik dengan berjenis-jenis wanita. Tapi mengintipnya?

    Kurasa walaupun aku menyangkal, jika hal ini tersebar aku tidak akan dipercaya.
    Tidak ada yang tahu penderitaanku sampai Robert sendiri yang melihat Mr.Flint menyentuhku dibeberapa tempat. Robert memukul guru itu dari belakang hingga pingsan, lalu membawaku ke belakang sekolah.

    “Sejak kapan…” Robert mengambil nafas “sejak kapan si Tua Bangka itu melecehkanmu?“
    “Hampir dua minggu.” jawabku getir.
    “Oh sialan sekali…” Robert masih tampak frustasi. Aku tidak mau dia jadi ikut marah dengan masalahku.
    Aku menyukai Robert, itulah alasan kenapa aku yakin aku gay. Tapi aku hanya ingin menjadi sahabatnya. Aku tidak ingin dia menjauhiku atau jijik.
    “Jangan marah Rob… aku hanya tidak tahu harus bagaimana…”
    “Kau bisa bilang padaku!” teriaknya.
    “Jangan berteriak padaku! Dia mengancamku akan memberi tahu sekolah jika aku gay!” aku tidak tahan. Aku katakan saja.
    “Kau apa?” Robert menoleh tajam, tampak terkejut. Tidak heran dia bereaksi begitu.
    “Aku gay. Terserah kau mau marah, jijik, atau apa yang jelas kau sudah tahu. Itulah alasanku diam diperlakukan begitu. Aku hanya tidak ingin kau juga dipermalukan hanya karena berteman dengan gay.”
    “Astaga….” Robbert mengusap wajahnya “kau tidak mengatakannya padaku…”
    “Bagaimana bisa? Kau satu-satunya temanku. Aku hanya tidak ingin kau pergi hanya karena aku gay.” aku berujar getir “tapi sudahlah. Kau sudah tahu kan? Sekarang terserah kau mau meninggalkanku. Aku tahu kau punya kehidupan normal.”

    Robert terdiam. Ia menghela nafas berkali-kali. Aku diam. Dia diam. Dan halaman belakang juga tambah senyap.

    “Kau sudah punya kekasih? Maksudku, kekasih sesama jenis?” dia akhirnya memecah kesunyian. Aku tidak menyangka dia akan menanyakan hal itu.
    “Tidak…” aku tertawa getir “kau tahu kan selama ini aku hanya bersamamu.”

    “Apa kau menyukaiku?”

    Aku terbelalak. Astaga, dia menebaknya. Dengan tepat. Aku menelan ludah. Perutku sakit. Tidak mungkin aku jujur.
    Tapi sudah kepalang basah. Dia tahu aku gay, dan tahu aku menyukainya bukan sesuatu yang harus kutangisi. Biarkan dia tahu, biarkan dia pergi, dan aku akan patah hati. Tidak lama, aku janji.
    “Iya.”
    Lalu senyap lagi. Lama tidak ada yang bersuara, maka aku berdiri. Aku lebih baik mengurung diri saja seharian. Menangis kayak anak kecil. Patah hati sekaligus kehilangan sahabat.
    “Tunggu Jun,” Robert memanggilku. Aku berhenti, menoleh enggan. Robert berdiri dibelakangku. Lalu kemudian memelukku.
    “Rob….”
    “Terimakasih. Kalau begini aku tidak perlu menyembunyikan perasaanku lagi.”
    Saat itulah, walau masih syok, aku tahu bahwa Robert juga sama sepertiku. Ah tidak penting, yang jelas dia mencintaiku.
    Lalu seluruh sekolah menyadarinya, semua tahu. Kami berdua sering diejek tetapi tidak ada yang macam-macam karena kami berdua tidak peduli. Mr.Flint diancam oleh Robert bahwa dia punya bukti kelakuan pedo-nya. Dia memang kekar tetapi nyalinya seperti ayam.Kami berdua –aku dan Robert—adalah Romeo dan Juliet dalam versi yang berbeda. Dunia menentang tapi kami tidak peduli.

    Kami benar-benar tidak peduli.
    ****
    “Apa maksudmu?” aku bertanya pada Damien.
    “Mana harga dirimu? Apa karena kamu suka laki-laki lantas kamu akan bertingkah seperti perempuan? Kenapa nggak sekalian operasi saja dirimu?”
    “Apa salahku jika aku terlahir cantik? Dengar Tuan Sok Tahu, mereka melecehkanku bukan karena aku gay! Tapi karena aku berwajah cantik! Mereka menganggapku mainan. Cantik dan Gay. Perpaduan yang menyenangkan untuk ditindas, bukan?” aku tersenyum sinis.
    Sarkasmeku muncul. Damien lalu bangkit dan mencengkeram kaosku yang sudah robek di beberapa tempat akibat dikeroyok tadi.
    “Dengar Keparat, jangan salahkan Tuhan karena itu! Tunjukan walau kau cantik kau juga punya kekuatan! Jangan manja!”

    “Lalu bagaimana caranya, hah?! Kau hanya omong besar Damien!”

    “Kau tahu namaku dan berani menyebutkannya. Kau tak pantas menyebut namaku sampai kau buktikan kau tidak akan kalah lagi atau mengiba bantuan saat Orlando mengganggumu. Datang besok pagi pukul empat! Sialan. Oh ya siapa namamu cowok lemah?”

    Aku menelan ludah. Apa maksudnya? “Jun Goldstein”

    “Oke Goldstein jika kau ingin merubah hidupmu yang menyedihkan itu, besok pukul empat,”

    Lalu dia pergi begitu saja meninggalkanku yang melongo di ruang kesenian.

    Damien, sebenarnya ada apa dengan dirinya???
    Procyon says : kok aku semakin lama bikinnya semakin klise ya.... :(( sudahlah mohon setia saja ya...semoga dapat ilham membuat alur yg nggak terlalu mainstream :D



  • Procyon says : kok aku semakin lama bikinnya semakin klise ya.... sudahlah mohon setia saja ya...semoga dapat ilham membuat alur yg nggak terlalu mainstream

    ada kalanya penulis menemui masa2 seoerti itu, but semangat, lo kan yg punya cerita jd pasti tau mau nulis apa...
    #ngomong apa gw??
  • naiz ehh
    :D
    hahahahah
  • Yuhuuuu, i like it..... Lanjutkan @Procyon
  • ane yang bacanya cepet, atau alurnya cepet? err..bukan alur sih, adegan kali ya..
    tapi good..
    ane lebih suka sama style tulisan kayak gini, tapi gak mengurangi sense "hollywood" nya.. :D

    Procyon wrote:
    “DEMI TUHAN! KAU INI LEMAH SEKALI!!!” teriaknya.
    Oh!! Arya wiguna alert!!
    Demi Tuu...haaaannnnnn....!!!
    :))
  • yeee... aku di mention jd gk ketinggalan crt lnjtn nya.... mkch... ;)
  • thanks @procyon.. lagi blank nihh.. nanti bacanya yahh.. :)
  • Asekk... Mulai deket nih Jun ma Damien.. Lanjoooot.
  • yuzz wrote: »
    ane yang bacanya cepet, atau alurnya cepet? err..bukan alur sih, adegan kali ya..
    tapi good..
    ane lebih suka sama style tulisan kayak gini, tapi gak mengurangi sense "hollywood" nya.. :D

    Procyon wrote:
    “DEMI TUHAN! KAU INI LEMAH SEKALI!!!” teriaknya.
    Oh!! Arya wiguna alert!!
    Demi Tuu...haaaannnnnn....!!!
    :))

    mau numpang ngakak dulu buat komen diatas *injek bumi 3x wakakakakak

    te es bingung ah mau komentar apa,, yang pasti aku nungguin lanjutannya dan usahain sampe tamat ya..
  • belum sempet baca, tapi mau ninggalin jejak dulu ya om @procyon :D
  • wah mo d ajarin brantem si jun, lanjoot...
  • Wah demen neh ma karakternye si damien, damiennye mirip damien perez ƍäª ya? :D
  • semangat 45 deh....
Sign In or Register to comment.