GAME...!!
***
---CHIKO ARIA POV---
Memiliki paras yang cantik, mata yang bulat indah, bibir ranum merah bagai buah cerry, serta tubuh yang putih mulus adalah impian semua wanita di dunia ini. Tapi tidak untuk aku, aku yang terlahir sebagai seorang laki-laki yang dikaruniai semua hal diatas. Bagiku semua itu adalah bencana buatku. Tak jarang teman-temanku merendahkanku dengan sebutan 'banci' karena aku, CHIKO ARIA yang terlahir sebagai lelaki, tetapi memiliki paras dan tubuh yang melebihi seorang perempuan. Terlebih memang aku orang yang lemah. Tapi tingkah lakuku tidak seperti wanita, atau seperti banci-banci pada umumnya, yang bergaya lebay dan feminim. Mereka menyebutku banci atas dasar fisikku saja. Jika ada orang yang tak sengaja bertemu denganku dan dia belum mengenalku, pastilah orang itu akan menganggapku sebagai seorang perempuan. Jika saat aku dilahirkan dulu diberi sebuah pilihan, aku lebih memilih terlahir dengan kulit sawo matang, bibir tebal namun terkesan sexy, yang lebih terlihat manly layaknya laki-laki indonesia. Tapi itu semua cuma sebuah harapan yang tidak akan pernah terjadi.
***
Aku turun dari mobil tepat di depan gerbang sekolahku. Seketika aku jadi perhatian orang-orang yang ada disini. Beberapa pasang mata tak luput memandangku sambil tertawa, tersenyum sinis kearahku. Ya, inilah hal yang sebenarnya tidak aku sukai. Setiap berangkat maupun pulang sekolah selalu diantar jemput oleh sopir ayahku, yang membuatku dimata teman"ku adalah seseorang yang manja. Yang kemana-mana harus selalu diantar dan dilayani.
Aku adalah anak sulung sekaligus bungsu dari orang terkaya no. 3 di indonesia. Oleh sebab itu ayah dan ibuku selalu mengawasiku dengan proteck, memenuhi semua keinginan dan kebutuhanku, memberikan materi yang bahkan menurutku berlebihan. Mengingat aku anak satu-satunya yang mereka miliki dan sekaligus sebagai penerus di perusahaanya kelak.
Aku berjalan di koridor sekolah menuju ruang kelasku, XI IPA 2. Ketika aku sampai di depan kelas, kulihat sudah ada beberapa anak yang datang, ada yang ngobrol sama temannya, ada yang lagi maen hp, baca novel, bahkan ada yang sedang mencontek PR milik temannya. Ku segera melangkah masuk dalam kelas,
"eh, tuan putri sudah datang....!!" kata salah seorang temanku yang bernama indra.
"..." aku hanya diam tak menghiraukan ocehannya. Udah satu setengah tahun ini aku selalu mendengar kata" yang menusuk hati. Jadi aku sudah kebal terhadap kata-kata seperti itu.
"duh, sombongnya tuan puteri....!!" katanya lagi sambil tertawa
tetap tak kuhiraukan, aku terus melangkah menuju bangku ku yang berada di pojok belakang, tiba-tiba
"buuukkk....!!
Ada seseorang yang menjegal kakiku, Bibir tipis ini langsung bertemu dengan lantai keramik kelas. Sontak semua anak yang ada di dalam kelas langsung tertawa, seperti sedang menyaksikan acara komedi. Menertawaiku di saat aku menderita. Mereka sekarang tak hanya bermain kata-kata dalam mengerjaiku tapi sekarang sudah mulai bermain fisik. Hati ini sebenarnya selalu sakit jika mendengar oceha-ocehan itu, tapi aku tetap bertahan karena satu hal. Jika saja aku tak lemah mungkin akan ku bungkam mulut yang suka ngoceh itu dengan sepatu. sampai tiba-tiba...
"ada apa ini?"
sebuah suara yang kukenal, yang tanpa melihat wajahnyapun aku sudah pasti mengenalnya. Ya, dia adalah Rama, siswa terpintar disekolah ini dan juga seorang kapten tim basket. Orang yang selama ini aku kagumi, yang membuat aku bertahan terhadap hinaan-hinaan yang mampir ketelingaku.
"itu, si princess chiko lagi nyium ubin kelas, gimana rasanya, enak gak?" kata indra sambil memegangi perutnya karena tertawa.
"dasar kekanak-kanakan...!!" kata rama dingin dan segera duduk di bangkunya.
Aku segera bangkit dan mengelap bibirku yang kotor terkena lantai kelas, lalu duduk dibangku pojok belakang. Sengaja aku memilih bangku paling belakang agar aku bisa memandangi rama sepuasnya tanpa harus ketaguan. Kupandangi rama yang duduk di bangku paling depan. Hanya begini kerjaanku selama disekolah selain belajar, memandangi rama. Ya, hanya bisa memandanginya tanpa bisa ngobrol dengannya. Meskipun kita teman sekelas tapi kita tidak begitu akrab. Kadang sesekali cuma saling tegur saja. Disekolah ini aku tidak mempunyai satupun teman yang dekat denganku, tidak, tapi diluar sekolahpun aku juga tidak punya teman. Selain orang tuaku membatasiku dalam berteman, aku orangnya juga sukar bergaul. Makanya sampai sekarang aku tidak punya teman.
***
---RAMA POV---
Saat aku melangkah masuk kedalam kelas. Semua anak pada tertawa. Aku penasaran apa yang membuat mereka semua sampai tertawa serentak,
"ada apa ini....?" kataku dengan nada dingin
"itu, si princess chiko lagi nyium ubin kelas, gimana rasanya, enak gak?" kata indra sambil memegangi perutnya karena tertawa.
Dia lagi, batinku, kulihat dia jatuh tersungkur dilantai kelas. Bego amat sih dia jadi laki-laki, mau mau aja dikerjain tiap hari, apa dia ga bosen dikerjai terus. dasar lemah!!!, gumanku dalam hati
"dasar kekanak-kanakan...!!" kataku dingin pada indra dan semua anak dikelas.
Aku langsung duduk dibangku paling depan. Ya, aku memilih bangku paling depan agar aku dapat mempelajari dengan mudah apa yang guru terangkan. Makhlum, aku adalah siswa yang mengandalkan beasiswa untuk bisa sekolah disini. Jadi aku harus ekstra hati-hati mempertahankan beasiswaku.
***
---CHIKO ARIA POV---
Bel istirahat berbunyi. Semua anak-anak meninggalkan kelas menuju kantin. Jam weker diperutku juga sudah berdering, tapi aku enggan pergi kekantin, karena disana pasti aku sudah ditunggu untuk dikerjai. Tapi, ah masa bodo aku sudah lapar, aku segera menuju ke kantin. Beberapa pasang mata memperhatikanku dan tertawa sinis, aku tak peduli dan segera memesan makanan. Semangkok bakso dan segelas jus jeruk kubawa, lalu kucari tempat duduk yang kosong. Mata ini terpaku pada seseorang yang tengah tertawa dengan seorang perempuan. Ya, dia adalah Rama dan juga Rianty, anggota cherleader yang juga siswi populer di sekolah. Dada ini menjadi sesak, jantung seolah berhenti berdetak. Hati ini bagai tersayat silet, sakit...!! Saat melihat Rama dan Rianty tertawa bersama. Entah mengapa rasa tak suka melihat pemandangan itu muncul. Ingin rasanya aku yang berada disana menggantikan rianty. Karena aku berjalan tidak hati-hati karena memikirkan rama, aku tak sengaja menabrak seseorang dan jus jeruk yang kubawa tadi tumpah di seragamnya.
"hey, jalan liat-liat dong..!!" bentak orang itu yang bernama Fadly. Dia adalah siswa paling nakal disekolah.
"ma...maaf, aku tidak sengaja" kataku sambil mengelap seragamnya yang terkena tumpahan jus jeruk tadi.
"brengsek lo ya!" katanya sambil mengangkat kerah bajuku dengan tangan kirinya. Sedang tangan kanannya, 'buukkk' menghantam perut rataku.
Aku langsung tersungkur dengan tangan memegang perutku yang kena pukul tadi. Dia mengangkat kerah bajuku lagi sehingga otomatis membuatku berdiri kembali. Kurasakan hembusan nafasnya di wajahku. Wajahnya semakin mendekati wajahku hingga berjarak 2 cm. Dia pandangi wajahku dengan seksama. Entah mengapa jantung ini dag dig dug berdebar lebih kencang.
"sebenarnya lo itu cowok ato cewek sih, heran gwe, cowok kok cantik amat" katanya
"a...aku co..cowok kok" kataku gugup+takut
"masa? Gag percaya, jangan-jangan lo cewek yang nyamar jadi cowok lagi, kaya di film-film gitu" katanya menjauhkan wajahnya keposisi semula
"aku beneran cowok kok, kalo kamu gag percaya bsok saya bawakan akte kelahiranku" kataku polos
"haha, gag usah nunggu besok, sekarang aja" katanya mengerling nakal, kaya ada sesuatu yang aku tidak tahu, tapi yang pasti membuatku deg degan.
"buka celana lo!!"
deg..!! Jantung ini seraya berhenti berdetak mendengar apa yang barusan fadly katakan.
"cepet buka sekarang!" katanya menekan
"ta...ta...tapi" ucapku gugup
"buka..buka...buka...buka...buka" sontak anak anak yang ada dikantin teriak-teriak sambil tepok tangan. Kupandangi semua anak yang ada dikantin menyorakiku untuk segera membukanya, tapi tidak dengan orang yang satu itu, ya rama, dia sama sekali tidak menghiraukanku. Bahkan dia masih asyik ngobrol dengan rianty. Ya allah, apa yang harus aku lakukan, bagaimana ini, masa aku harus telanjang di depan umum. Gumanku dalam hati.
"buruan cepet...! Kelamaan" katanya sambil mengkode temannya untuk memegangiku.
Tanpa di suruh dua kalipun kedua teman fadly langsung mengunci kedua tanganku. Aku berontak tapi apalah dayaku yang lemah ini.
"buka...buka...buka..." terdengar kembali suara teman-temanku yang ada dikantin.
Lantas fadly berjongkok di depanku dengan senyum mengembang dibibirnya. Oh tuhan, tolonglah aku. Jangan sampai aku dipermalukan seperti ini. Tangan fadly segera membuka ikat pinggangku dengan pelan. Rasa takut campur malu telah melanda diriku. Mata ini juga sudah mulai berkaca.
"lets play...!!" katanya
kini ikat pinggangku sudah lepas dari celanaku. Senyum dibibirnya semakin mengembang. Kerlingan matanya yang nakal seolah menelanjangiku. Tidak, memang dia tengah berusaha menelanjangiku. Kini tangannya beralih pada kancing celanaku, lepas sudah. Aku menutup mataku, mata yang sudah sangat berawan yang sebentar lagi akan turun hujan. Perlahan tangan fadly sudah ada pada resleting celana abu-abuku dan.......
Comments
"Berhenti....!!!" sebuah suara yang sangat kukenal. Perlahan mata ini membuka dan betapa terkejutnya aku melihat Rama sudah ada di depanku sambil memegang dan menepis tangan fadly yang hendak membuka resletingku.
"apaan sih lo, ikut campur aja" kata fadly yang langsung berdiri
"lo yang apaan, ini tempat umum, dikantin, ganggu selera orang makan aja" kata rama dingin
"lo tu ya!!" kata fadly geram, mengepalkan kedua tangannya
"apa..??" kata rama menaikkan nada suaranya
fadly hanya geram dan jengkel di hatinya. Tapi dia tidak mau menghajar Rama, dia tidak mau menanggung malu untuk kedua kalinya. Karena kemaren fadly dan rama sudah pernah berkelahi dan hasilnya fadly kalah telak dari rama. Lalu fadly meninggalkan kantin bersama dua orang temannya, lebih tepatnya kacungnya. Akupun merasa lega karena apa yang aku takutkan tidak terjadi. Air mata ini tetap menetes, tapi yang keluar sekarang bukan air mata ketakutan dan kesedihan melainkan air mata bahagia karena Rama, orang yang selama ini kukagumi, eh mungkin orang yang kusakai telah menjadi pahlawanku hari ini, malaikat penyelamatku. Saat hendak bibir ini berucap terima kasih, Rama pergi meninggalkanku dan menghapiri Rianty lalu mereka berduapun pergi meninggalkan kantin. Mata ini masih lekat memandanginya yang semakin menjauh dan menjauh. Ya, seperti kebiasaanku, hanya memandang dan memandang. Kurasakan ada yang mengalir di atas bibirku. Kukira itu adalah air mataku, lalu ku usap dengan tanganku, kulihat ada darah ditanganku. Kuusap lagi, ada darah lagi. Aku tersenyum lemah. 'Sebentar lagi' pikirku.
***
---RAMA POV---
Ketika bel jam istirahat berbunyi aku segera keluar kelas. Karena tadi pagi sudah janji sama riyanti mau makan bareng dia di kantin. Saat aku keluar dia sudah menungguku di depan kelas.
"cepet amat sudah sampe sini" kataku terkejut
"cepet dong, kan barusan naek pesawat, hehe" katanya melucu
"hehe, nggak lucu..!"
"kalo nggak lucu kok kamu tertawa hehe"
"jadi kekantin gak?"
"enggak ke kuburan, la jadi lah"
riyanti adalah temanku sejak kecil. Rumah kamipun berdekatan. Yah, meski dia orang kaya tapi dia tetep mau jadi temanku yang orang miskin ini. Sifatnya yang selalu humoris yang selalu menghiburku saat aku sedih.
Kami langsung melangkah menuju kantin. Sesampainya dikantin kita langsung pesan makanan dan duduk dibangku yang kosong. Kami ngobrol bercanda ria seperti biasa. Tiba-tiba saja kudengar suara agak ribut dikantin ini, kucari sumber keributannya, dia lagi, hehhh, bosan aku liat dia selalu dikerjai. Apa dia tidak sakit hati selalu dikerjai seperti itu. Apa dia tidak punya perasaan. Dasar laki-laki lemah.
"heh, kasian juga ya si chiko, tiap hari pasti dikerjai anak-anak" kata riyanti
"ngapain kamu ngurusin dia, udah makan, keburu bel"
"eh, kamu kan temen sekelasnya, apa kamu tidak kasian"
"dianya aja yang lemah, mau-maunya dikerjai seperti itu"
"eh ram...!"
"heemm!!"
"cantikan mana aku sama chiko?" pertanyaan riyanti itu sukses membuatku tersedak
"huk..huk...huk, gila lu ya" ktaku tertawa sama pertanyaan riyanti tadi
"buka...buka...buka...buka...buka" suara anak-anak yang ada dikantin membuatku menoleh apa yg sekarang terjadi lagi. Mataku terbelalak melihat fadly tengah berjongkok didepan chiko yg hendak menelanjanginya. Bego amat tu chiko, knapa dia gak nglawan sih, kok mau-maunya di telanjangi di depan umum. Dasar bego. Reflek aku segera melangkah mendekati mereka dan menepis tangan fadly yang hendak membuka resleting celana chiko
"berhenti...!!" kataku menghentikan keusilan fadly
"apaan sih lo, ikut campur aja..!! Kata fadly
"lo yang apaan, ini tempat umum, dikantin, ganggu selera orang makan aja" kataku
"lo tu ya!" katanya sedikit emosi
"apa!" kataku agak sedikit menekan suaraku. Aku yakin dia tidak akan berani macam" lagi padaku setelah kemarin dia kupermalukan. Benar saja setelah itu dia pergi. Aku hanya tersenyum simpul. Kulihat chiko, ada air mata di pipinya, dasar cengeng. Segera ku balik dan mengajak rianti untuk meninggalkan kantin karena bel masuk sudah berbunyi.
***
---CHIKO ARIA POV---
Bel pulang sekolah berbunyi. Aku segera melangkah keluar meninggalkan gedung sekolah. Seperti biasa, sopir ayahku sudah stanby di depan gerbang sekolah, menjemputku. Aku segera masuk kedalam mobil setelah sopir ayahku membukakanku pintu. Ku menghempaskan tubuhku di kursi belakang, ku setel mp3 musik di hapeku, lagu RINDU by Agnes monika mengalun merdu. Menentramkan perasaan hatiku. Mobil pun berjalan menuju rumahku. Mataku terpaku pada sesosok manusia yang tengah berdiri di halte bus sendirian.
"berhenti..!!" kataku pada sopir ayahku yang membuatnya mengerem mendadak
"mundur lagi" kataku. Mobilpun mundur lagi sampai didepan halte bis. Kubuka kaca jendela mobil dan ku longokkan kepalaku keluar
"butuh tumpangan, ayo aku antar!!" kata-kata itu tiba-tiba saja keluar dari mulutku
"..." dia kelihatan berpikir sebentar lalu akhirnya masuk.
Mobilpun berjalan kembali, namun keadaan di dalam mobil jadi hening, kita saling diam tak tau harus bicara apa. Hanya lantunan suara agnes monica yang menggema didalam mobil ini. Dadaku deg degan, tak pernah aku membayangkan duduk berdampingan dengannya sangat dekat. Orang yang selama ini aku kagumi sekarang duduk di dekat disebelahku. Tapi aku malah dilanda rasa gugup yang luar biasa hingga mulut ini rasanya sulit untuk bicara
"suka agnes ya?" katanya memecah keheningan
"heh....!!!" kataku kikuk
"iya, suka agnes kan" katanya lagi. Aku hanya mengangguk tak tau mau ngomong apa
"aku juga suka, suaranya sangat powerfull, energik pula, lagunya bagus-bagus" katanya mendeskripsikan pendapatnya tentang agnes monica. Aku cuma bisa tersenyum sambil menatapnya. Suasana jadi hening kembali untuk beberapa saat.
"terima kasih" akhirnya kata-kata itu bisa keluar dari mulutku
"untuk?" katanya bingung
"yang tadi, waktu di kantin"
"ooo... Gak papa, kita kan teman sekelas" mendengar dia bilang aku adalah temannya, eh teman sekelasnya perasaanku bahagianya bukan maen, setidaknya dia menganggap keberadaanku.
"berhenti di pertigaan depan aja pak!!" katanya
"heh" batinku kecewa, karena dia akan segera pergi. Rasanya baru tadi dia masuk dan duduk di dalam mobil ini dan sekarang dia mau keluar. Ketika sudah di pertigaan mobil berhenti dan dia segera turun dari mobil. Kubuka kaca mobil
"terima kasih" ucapnya, ku hanya tersenyum, matanya menatapku sekilas. Mata elangnya yang menbuat jantungku berdebar lebih kencang. Tatapannya seolah tembus sampai relung hatiku. Lantas dia berbalik dan pergi. Kupandangi punggungnya sampai dia hilang di sebuah gang kecil. Aku tersenyum kecil...
Cinta ini,
kadang-kadang tak ada logika,
ilusi semua hasrat dalam hati,
kuhanya ingin dapat memiliki,
dirimu hanya untuk sesaat,
lantunan lagu agnes monica menjadi backsound perasaanku saat ini. Mobil inipun kembali melaju lagi menuju rumahku.
***
---RAMA POV---
Rasanya bete sekali saat harus menunggu bis sendirian di halte. Tumben sekali bis yang selalu ku tumpangi datang terlambat biasanya selalu datang tepat waktu. Sebuah mobil berjalan mundur kearahku, siapa dia pikirku. Tak lama berselang yang punya mobil melongokkan kepalanya. Chiko.., ngapain dia,
"butuh tumpangan, ayo aku antar..!!" tawarnya, ada apa dengannya, tumben sekali. Tanpa pikir panjang aku segera masuk mobilnya, lumayan juga buat ngirit ongkos. Suasana hening didalam mobil. Aku diam, diapun juga diam. Saat kudengar lagunya agnes dari mp3nya kumulai memecah keheningan dengan bicara topik seputar agnes, kukatakan aku juga suka sama agnes monica, tapi dia hanya diam saja tak ada respon, cuma senyam-senyum tak jelas. Suasana hening kembali...
"terima kasih" tiba-tiba dia bicara
"untuk?" tanyaku tak jelas
"yang tadi, pas dikantin sekolah" katanya smbil tersenyum simpul
"ooo... Gak papa, kan kita teman sekelas" jawabku. Sebenarnya aku sendiri juga bingung kenapa tadi tiba-tiba saja aku menolongnya. Itu cuma reflek aja kali ya, mungkin aku cuma kasihan sama dia. Hush, kenapa aku jadi mikirin hal itu. Segera aku minta diberhentikan di pertigaan dekat rumah, aku turun. Saat dia buka jendelanya kutatap wajahnya dan kuucapkan terima kasih. Dia hanya tersenyum. Lalu aku segera melangkah pergi, saat kutatap wajahnya tadi aku jadi ingat sama pertanyaan rianty tadi waktu dikantin, saat dia tanya cantikan dia ato chiko, kuakui chiko memang cantik untuk ukuran laki-laki. Wajahnya mulus, bibirnya tipis.., kalo saja dia beneran cewek pasti nasibnya 180 derajat berbeda dgn sekarang. Pasti banyak cowok yang menyukainya. Lho aku kok mikirin dia, ah payah. Kuterus berjalan pulang, sampai dari kejauhan kulihat seorang wanita tua tersungkur di depan sebuah rumah. Dia kelihatan sangat menyedihkan, matanya berurai air mata. Barang-barang perabotan rumah berserakan di sekelilingnya..
"ibu..." panggilku seketika dan berlari menghampirinya
"ada apa ibu? Apa yang terjadi?" tanyaku padanya setelah aku sampai di dekatnya. Namun dia tak menjawab hanya tangis yang kudapat. Aku semakin miris melihat ibuku seperti ini. Seharusnya di usianya yang sekarang ini, dia mendapatkan ketenangan dan kebahagian, tapi apa yang dia dapat, dia malah menderita di usianya yang sudah renta ini. Dia harus kerja pontang panting untuk memberiku makan, dia rela jadi buruh cuci, jadi pembantu, bahkan dia rela memunguti sampah agar kami berdua bisa makan. Ya allah, anak macam apa aku ini, apa saja yang selama ini aku lakukan, aku cuma anak yang tak berguna, sungguh tak berguna. Kemudian kupeluk ibuku. Kurasakan air matanya masih menetes membasahi baju seragamku. Air mataku ikut mengalir merasakan apa yang sekarang ibu rasakan.
"sudah selesai acara tangisannya?"
Ku menoleh menuju sumber suara itu. Seorang bapak bapak berkumis memakai topi keluar dari rumah itu bersama dua orang laki-laki yang badannya kekar kekar.
"saya kasih waktu dua minggu untuk melunasi semua!!" kata bapak-bapak itu lagi. Lantas mereka semua pergi meninggalkanku, ibuku dan rumah tua ini. Keningku mengkerut, tidak mengerti apa maksud ucapan bapak tadi. Lunas! Apanya yang harus dilunasi? Lagi pula siapa bapak-bapak tadi? Apa yang sebenarnya terjadi? Kutatap wajah ibu dengan penuh tanda tanya, tetapi tatapannya hanya memancarkan kesedihan. Aku tidak tega untuk bertanya lebih lanjut.
***
---CHIKO ARIA POV---
Aku hempaskan tubuhku di atas kasur, Rasanya senang sekali. Hari ini, aku dan dia duduk berdekatan dalam satu mobil, dekat sekali. Orang yang biasanya hanya aku pandangi tadi bicara denganku, ya meskipun suasananya kaku tapi itu sukses membuatku bahagia setengah mati. Tatapan matanya yang seperti elang selalu membuatku berdebar-debar, bibir tebalnya yang padat dan kelihatan seksy. Aku tersenyum sendiri membayangkan itu. Namun tiba-tiba kepalaku jadi terasa berat, rasanya sakit sekali seolah tidak rela melihatku bahagia, kupegang kepalaku dengan kedua telapak tanganku, kuremas dan sedikit kujambaki rambutku. Berharap sakit itu akan hilang. Namun tidak, sakit itu datang lagi, menjalar kesemua saraf yang ada di otakku. Rasanya seperti tertusuk ribuan jarum, seperti terlindas kereta. Mataku mendelik, gigiku kurekatkan kuat-kuat menahan sakit, badan ini gemetar, sakit yang luar biasa. Ku mencoba berdiri, namun hilang keseimbangan hingga aku jatuh tersungkur disamping tempat tidur. Tangan ini berusaha menggapai sesuatu yang ada di laci meja, ku cari dan terus kucari akhirnya ketemu juga yang kucari. Sebuah tabung kecil putih transparan yang berisi butiran butiran obat. Butiran itu dalam sekejap sudah berpidah masuk kedalam lambungku. Perlahan rasa sakit itu sedikit berkurang. Huft, ku mengatur nafas perlahan, tarik keluarkan, tarik keluarkan, kulakukan itu berkali-kali hingga nafas ini teratur kembali. Ku sandarkan punggungku pada tepian tempat tidur. 'Sebentar lagi'.
***
---RAMA POV---
"apa? Lima juta? Darimana kita mendapat uang sebanyak itu dalam seminggu bu?" aku terkejut mendengarkan penjelasan ibu. Ibu hanya menangis sesenggukan.
"kenapa ibu tidak bilang sama rama kalau ayah punya hutang sebanyak itu?"
"ibu cuma tidak mau kamu terbebani nak, ibu pengen kamu fokus pada sekolahmu" kata ibu pelan
"tapi bu....!!" aku sudah tidak sanggup melanjutkan kata-kataku, lantas ku peluk ibuku. Aura kesedihan menyelimuti kami berdua.
***
---CHIKO ARIA POV---
Hari ini aku kembali duduk berdampingan dengan rama di dalam mobilku. Sudah beberapa hari ini Rama sering bareng sama aku saat pulang ataupun berangkat sekolah. Setiap berangkat maupun pulang sekolah aku selalu melihat rama berdiri sendirian di halte bis seolah dia menunggu seseorang, atau jangan-jangan dia memang menungguku. Ah ge-er banget aku, terlalu kepedean. Kalau memang benar dia menungguku betapa senangnya aku. Aku pasti akan loncat kegirangan, goyang gergaji ala DP, tidaaak..!!, ntar aku kena cekal lagi, hehe
"boleh aku kerumahmu?" deg!! Kalimat itu sukses membuatku terkejut, membuyarkan pikiranku yang entah kemana tadi. Aku diam seperti patung, mata ku melotot menatapnya seolah aku tak percaya dengan apa yang kudengar tadi.
"oh, tidak boleh ya?" katanya lagi ketika melihat ekspresi wajahku
"bu...bukan begitu" kataku sontak
"lantas?"
"boleh kok kamu main kerumahku" kataku setelah bisa menghandle rasa terkejutku.
Beberapa hari ini kita memang dekat, bahkan di kelaspun kita juga sering ngobrol walaupun cuma sebatas pelajaran. Tapi menurutku itu sudah cukup. Dan sekarang dia ingin kerumahku, bukankah itu sebuah anugerah buatku.
***
---FADLY POV---
Kuperhatikan beberapa hari ini dia sudah menjalankan aksinya. Tak ku sangka dia akan menerima kesepakatan itu. Permainan sudah dimulai. Hahaha, senyum licik tersungging di bibirku.
***
---CHIKO ARIA POV---
Aku turun dari mobil begitupun juga dengan rama. Aku masih tidak percaya kalau rama hari ini mau kerumahku. Ku ajak rama masuk kedalam rumah dan diapun mengikutiku. Sampai diruang tamu, dia pandangi seluruh isi rumah
"besar ya rumahmu!" komentarnya
kuhanya tersenyum, lantas ku ajak dia menuju kamarku yang berada dilantai atas. Kubuka pintu kamarku dan kupersilahkan dia masuk,
"kamarmu bagus, rapi, bahkan lebih besar dari rumahku" komentarnya lagi
lagi-lagi aku hanya tersenyum, entah kenapa sulit sekali bibir ini mau berucap. Mungkin aku masih tidak percaya bahwa sekarang dia ada dirumahku, bahkan di dalam kamarku.
Ku taruh tasku diatas meja lalu aku duduk dikursi dan melepas sepatuku. Dia duduk di tepian kasurku lantas dia berbaring. Wajahnya sekilas tampak sayu seperti ada masalah, tapi aku tidak tau masalah apa itu. Aku tidak mau mencampuri urusannya lebih lanjut. Aku takut dia akan marah. Sudah mau main kerumahku saja aku bersyukur. Aku tidak mau merusak momen indah yang selama ini hanya terbesit di otakku. Aku lantas membuka lemari dan mengambil baju ganti,
"ram, aku ganti baju dulu ya?" kataku
"heeemm" jawabnya tanpa menoleh kearahku.
Aku masuk kekamar mandi yang ada di dalam kamarku. Aku malu kalau harus ganti baju di depan Rama, jadi aku ganti bajunya di kamar mandi.
***
---RAMA POV---
Aku terbaring di atas tempat tidurnya chiko rasanya begitu empuk dan nyaman. Rumahnya bagus, besar dan mewah. Kamarnya chiko juga, semua tertata rapi dan bernuansa putih. Kulihat di dinding kamarnya terpasang beberapa poster Agnes monica. Begitu juga cd cd yang tersusun di rak meja dekat dvd playernya, semua cd nya agnes monica. Tanpa sengaja mata ini tertuju pada bingkai foto yang ada di meja kecil dekat tempat tidurnya. Ku hampiri meja itu dan kuambil bingkai foto itu, kuamati foto yang ada didalamnya. Foto dua orang anak kecil sedang membawa sebuah piala, lucu dan sangat menggemaskan. Pasti ini foto chiko masa kecil. Benar-benar cantik. Tapi siapa anak satunya ini, kok aku seperti pernah lihat. Kudengar sebuah pintu terbuka, Chiko keluar dari kamar mandi dengan memakai kaos oblong berwarna biru dan celana pendek selutut yang menampakkan kaki jenjangnya yang putih dan bersih.
"orang tuamu kemana?" tanyaku menghampirinya yang sekarang duduk di tepi tempat tidur
"oh, biasa orang sibuk, tidak pernah ada di rumah" jawabnya
sekilas ku perhatikan wajahnya tampak muram setelah menjawab pertanyaanku tadi, aku jadi merasa tidak enak. Maka segera ku ganti topik pembicaraan,
"kamu beneran fans fanatiknya agnes monica ya sampai poster dan cd mu semuanya agnes monica" tanyaku
"he-eh" dia mengangguk dan tersenyum
lantas kami melanjutkan perbincangan kami tentang agnes monica karena kulihat dia sangat antusias. Dia bercerita mulai dari kenapa dia suka agnes monika, berita-berita terbarunya, bahkan dia hafal semua lagunya dari album pertama masa kecilnya 'si meong' sampai album terakhirnya 'agnez is my name'.
"hoahh" aku menguap karena mendengarkan cerita chiko yang tidak ada habisnya. Melihatku menguap dia langsung diam seketika, berhenti mengoceh.
"eh, kamu bosan ya? Apa aku menjemukan?" katanya
"oh, tidak kok, aku haus" jawabku santai
"aish, aku lupa belum membuatkanmu minum, malah keasikan ngobrol, tunggu sebentar ya!" katanya polos, lantas dia lari keluar kamar dan menuju dapur. Aku hanya menggelengkan kepala saja melihat tingkah lakunya. Kukeluarkan sebuah hape dari saku celanaku, kupandangi sejenak
"maafkan aku chiko....!!"
***
---CHIKO ARIA POV---
Aduh bego banget sih aku, kenapa aku sampai lupa buat bikinin minum, bego, bego, bego, umpatku dalam hati. Eh, tapi dia sukanya minum apa ya? Bodoh! Kenapa tidak tanya tadi, umpatku lagi
"ada yang bisa bibi bantu den?" ucap bik sum yang sedang mencuci piring
"tidak usah bik, biar aku sendiri saja yang buat, bibi lanjutin kerja aja"
"baik den"
aduh buat minuman apa ya? Dia sukanya teh, jus, ato apa ya. Bingung jadinya. Jiaaahhh, mendingan aku buat semuanya saja daripada bingung. Lima menit kemudian. Segelas teh, jus jeruk dan juga air putih sudah siap diatas nampan. Kulihat bik sum senyum-senyum. Bodo, aku segera meluncur kekamar, jangan sampai rama kelamaan menunggu.
"apa ini?" tanya rama setelah ku taruh nampan itu di dekatnya
"minuman untukmu" jawabku polos
"tidak sekalian kopinya juga" katanya lagi tersenyum
"eh iya, kamu suka kopi ya? Sebentar aku buatkan!" kataku hendak pergi ke dapur lagi tapi tanganku tiba-tiba dipegang oleh rama yang menghentikan langkahku, ku tatap dia, dia menatapku..
"kenapa?" tanyanya
"...hh" aku bingung tak mengerti
"kenapa kamu bertingkah seperti itu? Aku cuma bercanda!!" katanya
"a..a..aku cuma....!"
"cuma apa?" potongnya.
Tangannya semakin erat memegang tanganku, tatapan matanya menusuk tajam menelusuri rongga rongga mataku.
"aku cuma takut...!!" kataku lirih
"takut apa?" katanya lagi
"a...a...aku ta..takut kamu bo...bosan sama aku dan tidak mau dekat denganku lagi" kataku gugup, aku menunduk tidak berani menatap mata elangnya.
"kenapa harus takut, he?" katanya lembut
"....." aku tidak bisa bicara apa-apa. Mulut ini seolah terkunci rapat. Aku bingung, aku hanya menunduk...
"kenapa chiko?" ucapnya lagi. Kali ini pegangan tangannya pada tanganku dilepaskan, tapi tangannya malah beralih kewajahku. Tangannya mendarat dikedua pipiku dan mengangkat wajahku sehingga kami kembali bertatapan, matanya menyorotkan sebuah tanya yang harus segera ku jawab, aku tidak sanggup menatap matanya berlama-lama
"katakan chiko" katanya lagi
"karena aku... aku... aku menyukaimu" akhirnya kata-kata itu meluncur dari mulutku
entah punya keberanian darimana aku bisa mengucapkan kata-kata itu. Jantung ini berdebar lebih kencang. Mata ini tertutup tak berani menatapnya. Nafas ini tersengal tidak teratur. Hembusan angin kurasakan di pipiku, rasanya begitu hangat. Apa ini?
entah punya keberanian darimana sehingga tiba-tiba saja kata-kata itu keluar dari mulutku. Mataku terpejam tidak berani menatapnya. Nafasku tersengal tidak teratur. Jantung ini berdebar lebih cepat seperti mau meledak. Apa yang nanti akan terjadi? Apa dia marah? Apa dia akan menjauhiku? Apa dia jijik padaku? Pertanyaan itu bergelut memenuhi pikiranku. Terasa hembusan angin menerpa dipipiku, rasanya hangat. Eh, tapi kok semakin terasa hangat. Apa ini? Hembusan itu semakin terasa dipipiku. Semakin dekat dan dekat. Kubuka perlahan kedua mataku.. Degggg.....!! Oh my god!!! Apa ini?? Wajahnya rama begitu dekat dengan wajahku. Tinggal beberapa mili saja hidung kita akan bersentuhan. Dia tersenyum, Senyuman yang menghanyutkan. Perasaanku sudah tak menentu. Tidak berapa lama kurasakan kehangatan dibibir tipisku. Bibir Rama telah mendarat dibibirku. Rasanya begitu lembut. Apa ini? Inikah rasanya sebuah ciuman? Inikah ciuman pertamaku? Mata ini terpejam menikmati kehangatan bibir rama. Tiba-tiba saja dia menghentikan ciumanannya. Mataku terbuka. Apa dia tidak suka? Apa dia tidak nyaman? Apa dia tidak puas? Pikiranku bergejolak lagi...
"aku juga menyukaimu chiko?" katanya lembut sambil mengelus pipiku
mataku terbelalak mendengar apa yang dikatakannya. Aku tak percaya dengan apa yang kudengar, mungkin aku salah dengar
"aku menyukaimu" dia ulangi lagi kalimat itu seolah dia tau apa yang kupikirkan
bibirnya kembali mendarat di bibirku lagi. Dia lumat bibir tipisku. Mula-mula sangat lembut tapi perlahan lumatannya semakin buas. Aku masih pasif tidak tau harus bagaimana. Kucoba menutup mata dan berusaha menikmatinya. Lumatannya semakin buas, lidahnya berusaha menerobos bibir tipisku. Perlahan aku terhanyut dalam ciuman ini. Bibir kami menyatu, lidah kami bergelut. Tangannya sekarang beralih kepinggangku. Dia merapatkan pelukannya. Dia mencoba menggeser tubuhku, perlahan kakiku dan kaki rama melangkah ke tempat tidur tanpa menghentikan ciumannya. Dalam hitungan detik kami ambruk di tempat tidur. Rama menindihku, lumatannya semakin buas. Tangannya sekarang meraba dada bidangku. Merangsang kedua nippleku. Dia hentikan ciumannya, lantas dia tersenyum padaku. Kembali kurasakan bibirnya menempel dibibirku. Entah siapa yang memulai duluan, tiba-tiba saja pakaian kami sudah lepas dari tubuh masing-masing. Gesekan tubuh polosku dengan tubuhnya yang berotot membuat hawa di kamar ini semakin panas. Kunikmati setiap centi demi centi tubuh kami yang bersentuhan. Setiap jemarinya meraba tubuh ini. Setiap kecupan lembut dari bibirnya. Setiap rangsangan-rangsangan yang dia berikan. Setiap erangan nafasnya. Setiap kehangatan tubuhnya.
"eeehhhmm...!!" erangku
mendengarkan eranganku rama semakin buas menjamah tubuh ini.
Hingga saat-saat yang mendebarkan ketika Rama berhasil memasuki tubuhku dengan senjata andalannya. Tubuh kami menyatu, melekat jadi satu. Sakit memang, tapi semua itu seolah sirna dengan rangsangan yang dia buat. Dia mengayun pelan penuh irama. Kunikmati setiap hentakan-hentakan yang dia buat. Kunikmati setiap gesekan-gesekan senjata miliknya di bagian sensitifku. Saat dia tarik, saat dia tekan. Semua kucoba menikmatinya. Hingga berakhir dengan ledakan benih-benih kita berdua.
***
Aku tersenyum sendiri membayangkan kejadian kemarin. Aku masih tidak percaya kalau aku dan Rama sudah melakukan 'itu'. Apa itu artinya aku dan dia sudah menjalin ikatan, menjalin hubungan yang lebih serius. Tetapi dia tidak pernah bilang mencintaiku, dia hanya bilang menyukaiku. Apa rasa suka itu bisa menjalin hubungan yang lebih serius. Tetapi kemarin kita sudah melakukan 'hubungan' itu. Hubungan yang seharusnya dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai. Heh, entahlah bingung sendiri aku, yang penting hari ini aku bahagia sekali.
Kulihat jam di dinding. Hwwaaaa.......!!! Sudah jam 06.55, segera kurapikan seragamku dan menata rambutku. Gara-gara cengar-cengir tidak jelas aku hampir saja telat. Kusambar tasku diatas meja, namun ada sesuatu yang menarik perhatianku. Apa ini? Jaket? Jaketnya rama tertinggal kemarin.
***
---FADLY POV---
Anak manja itu akan segera merasakan nerakanya dunia. Akan kubuat dia menyesal karena telah dilahirkan didunia ini. Rasa benci dan dendam telah memenuhi seluruh otak dan pikiranku. Begitu juga dengan perasaanku, semuanya diselimuti rasa kebencian.
Ayah...!! Akan kubalaskan Rasa sakit yang telah engkau rasakan selama ini. Akan kubuat engkau tersenyum di atas sana. Akan aku buat anak bajingan itu menderita. Hingga dia tidak dapat merasakan lagi yang namanya kebahagian. Aku berjanji padamu Ayah...!!!
"drreeettt...dreett....dreettt" hapeku bergetar ada sebuah pesan masuk. Kubuka isi message nya.
From: +6285735685XXX
AKU SUDAH MELAKUKAN APA YANG KAMU MAU, SEKARANG TEPATI JANJIMU
aku menyeringai membaca pesan itu. Tidak kusangka akan secepat ini dia melakukan tugasnya. Hahaha, anak manja tamatlah riwayatmu. Kedua sudut bibirku menyungging ke atas, menampakkan senyum yang dipenuhi kebencian.
***
---CHIKO ARIA POV---
Huh, akhirnya sampai juga di sekolah. Segera aku turun dari mobil dan terburu-terburu masuk ke gedung sekolah. Aku sudah telat sekarang sudah pukul 07.30. Eh, tapi kok anak anak masih pada ramai di luar kelas. Kok pada santai santai semua padahalkan sudah jam 07.30, seharusnyakan sudah masuk.
"eh, ini ada apa ya?" tanyaku pada dua orang cewek yang lewat di depanku
"ada apa apanya?" jawab salah satu cewek itu agak ketus
"ini, anak-anak kok pada masih diluar kelas, padahalkan sudah waktunya masuk" kataku menjelaskan
"kemana aja kamu, oh, pasti si putri malu ini kesiangan ya, sampai tidak tau berita hari ini" celetuk cewek yang satunya
"udah jawab saja ada apa, jangan pake nyindir" kataku mengkerucutkan bibir
"yah, hahahaha.... Tuan putri cemberut, hehehe, hari ini ada rapat komite jadi pelajaran pertama sampai kedua kosong, sudah!!!" kata cewek itu lalu pergi meninggalkanku sambil tertawa cengengesan.
Tau seperti ini, tadi aku tidak harus terburu-buru. Heh, ya sudahlah mending aku mencari Rama saja buat mengembalikan jaketnya. Kucari rama dikelas tetapi dia tidak ada, kucari di kantin juga tidak ada. atau mungkin dia sedang bermain basket. Segera ku melangkah menuju lapangan basket. Ku amati semua anak yang bermain basket di lapangan, tapi dia tidak ada. Kemana dia? Apa dia belum datang? Apa dia tidak masuk? Sebenarnya dimana Rama?
Tiba-tiba saja kurasakan ada sesuatu diperutku. Perutku sakit. Kotoran-kotoran yang ada didalam perut ini mendesak ingin keluar. Tanpa pikir panjang segera ku berlari ke toilet. Setelah sampai di toilet sekolah, kusegera masuk ke salah satu bilik yang ada di dalam toilet. Ku taruh jaketnya Rama di gantungan pintu toilet lantas kubuka celana dan menuntaskan hasrat yang memang harus di tuntaskan. Rasanya lega sekali setelah semuanya keluar. Semua jadi ringan. Setelah semuanya selesai dan bersih kurapikan kembali seragamku. Kuambil jaket Rama yang tadi kugantungkan di gantungan pintu. Saat aku hendak keluar kudengar ada beberapa orang yang masuk.
"cepat, mana uangnya? Kata orang itu dingin
"tenang bro, aku tidak akan ingkar janji kok" kata orang satunya
Suara itu...., aku kenal dengan suara itu. Ya, itu suara Rama dan Fadly. Tapi ada masalah apa mereka sampai bicara berduaan di toilet. Ku urungkan niatku untuk keluar dari bilik.
"aku sudah lakukan apa yang kamu minta, semua sudah kurekam disini" kata Rama
Direkam? Apanya yang direkam? Ada masalah apa sebenarnya? Aku mengkerutkan keningku menampakkan kebingungan
"bagus, kau beri jampi-jampi apa sampai dia mau melakukan itu denganmu" kata Fadly sambil mengambil sesuatu yang tadi diberikan Rama
"enggak, aku cuma bilang kalau aku menyukainya" kata Rama datar
"heh, apa dia akan melakukan itu dengan semua orang yang bilang menyukainya" kata fadly
"mana aku tau, cepat mana uangnya" kata rama
"udah kuduga, dasar si chiko itu emang pelacur, hahahaha" kata fadly tertawa, lantas dia memberikan sebuah amplop berwarna coklat kepada Rama.
Deggg!! Kata-kata fadly tadi bagai sebuah petir yang menyambar di siang bolong. Dada ini rasanya seperti tertusuk sebuah pedang yang sangat tajam. Rasanya sakit sekali, perih. Apakah benar semua yang ku dengar tadi? Apakah rama benar-benar melakukan itu padaku? Aku tidak percaya apa yang aku dan Rama kemarin lakukan hanya sebuah kepura-puraan. Air mataku perlahan mengalir, membasahi pipiku. Rasanya hancur lebur hati ini. Pecah berkeping-keping. Dada ini terasa sesak. Ya Tuhan, apa aku tidak pantas mendapatkan sebuah kebahagian. Kenapa disaat kebahagiaan itu mulai datang, engkau sudah mengambilnya kembali. Apa aku dilahirkan didunia hanya untuk menyandang sakit semata.
Permainan...,yah permainan. Diriku hidup didunia ini hanya untuk dipermainkan, di hina, dicaci maki, dikerjai. Itukah takdir yang harus aku jalani?
Suara langkah kaki orang meninggalkan toilet ini, dan kupastikan dia adalah Fadly. Sekarang tinggal Rama yang ada di dalam toilet ini. Rasanya air mata ini tidak mau reda. Tetes demi tetes mengaliri pipiku. Tubuhku limbung, jatuh terduduk di lantai toilet. Tubuh ini lemas tak berdaya, serasa tidak punya tenaga. Jaket Rama yang kubawa juga ikut jatuh tergeletak di lantai. Kenapa rasanya sakit seperti ini....
***
---RAMA POV---
Kupandangi amplop pemberian dari Fadly. Haruskah aku menerima amplop ini? Tapi aku butuh sekali uang ini. Ketika ku tengah bergelut dengan pikiranku kudengar bisik-bisik suara tangis yang ditahan di dalam toilet. Kupertajam pendengaranku mencari asal sumber suara itu. Mataku tertuju pada sebuah bilik yang tertutup didalam toilet ini. Kudekati bilik itu. Ku lihat pada lubang dibawah pintu bilik itu. Samar-samar kulihat ada sepasang kaki di dalam sana. Namun mata ini terkejut saat melihat benda yang tergeletak di dekatnya. Sebuah jaket, sepertinya aku mengenali jaket itu. Itu...itu jaketku. Apa jangan-jangan.........??? Chiko........???
"chiko, aku tau kamu ada di dalam" kataku
namun tidak ada respon, hanya hening yang kudapat.
"keluarlah, aku tau kamu di dalam" kataku lagi
tak lama berselang, pintu bilik itu terbuka menampakkan sesosok manusia tinggi putih, ya, dia adalah chiko.
"hey ram..." katanya tersenyum.
Wajahnya kusut, matanya merah dan sembab, seperti habis menangis. Senyumnyapun terlihat sangat dipaksakan. Apa dia mendengar semua yang kubicarakan dengan Fadly?
"apa kamu tadi sudah dengar semua?" tanyaku menyelidik
"ehh, ini jaketmu, kemaren tertinggal dirumahku" katanya mengalihkan pembicaraan.
"apa kamu dengar semuanya?" tanyaku sekali lagi agak menekan
"ti....tidak, aku tidak dengar apa-apa" suaranya agak gemetar
"baik, kalau begitu akan aku jelaskan semuanya...!!"
"cukup....!!" potongnya
"tapi kamu harus tau yang sebenarnya, kalau apa yang kita lakukan kemarin itu....," jelasku belum selesai sudah dipotong chiko
"kubilang cukup, aku tidak mau dengar!!!" katanya meninggi sambil menutup telinganya dengan kedua telapak tangannya. Seolah dia tidak mau mendengar apa-apa. Mata merahnya kembali berkaca-kaca.
"aku cuma mau bilang, kalau apa yang kita lakukan kemarin hanyalah sandiwara, semua itu karena uang ini. jadi kamu jangan berharap....!!" kataku sambil menunjukkan amplop warna coklat dari fadly tadi
"jangan teruskan...!! Jangan teruskan...!! Aku tidak mau dengar..." katanya masih menutup telinganya sambil geleng-geleng kepala. Linangan air matanya sudah jatuh membasahi pipinya. Semakin deras dan deras.
"aku katakan lagi, kemarin hanya sandiwara, jadi kamu jangan berharap lebih, diantara kita tidak ada apa-apa" jelasku menegaskan
lantas aku melangkah pergi meninggalkan toilet.
***
---CHIKO ARIA POV---
"apa saat kamu bilang kamu menyukaiku itu juga sandiwara?" kataku dengan suara bergetar
dia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu masuk toilet. Lalu menoleh kearahku
"ya..." jawabnya mantap. Matanya menyorotkan ketegasan yang menyatakan kalau dia benar-benar melakukan itu. Lantas dia meninggalkanku sendiri di dalam toilet ini. Meninggalkan goresan sebuah luka yang teramat dalam.
Kata-kata Rama teramat sangat menyakitkan saat kudengar melalui gendang telingaku. Kenapa rasanya bisa sesakit ini. Sakit, sakit, dan sakit itulah yang sekarang aku rasakan. Aku membenci diriku yang seperti. Diriku yang begitu lemah. Diriku yang begitu menyedihkan. Tubuhku kembali limbung, merosot jatuh kelantai. Air mata ini semakin deras mengaliri pipiku. Entah sudah berapa banyak air mata ini telah ku keluarkan. Sudah begitu banyak air mataku keluar namun mengapa rasa sakit di dada ini tidak kunjung hilang, malah rasa sakit itu semakin menjadi. Meluap luap membakar hatiku hingga hangus.
Permainan? Sandiwara? Segampang itukah mereka melakukan itu. Tak adakah yang peduli kalau permainan dan sandiwara itu melukai hati orang. Melukai hati orang yang sangat lemah. Oh ya, memang tidak ada yang peduli padaku. Bahkan kedua orang tuaku saja tidak peduli apalagi mereka yang bukan siapa-siapaku.
Rama, Fadly, Permainan, Sandiwara, aku, semuanya berkeliling di otakku, berputar-putar menjadi serangkaian puzzle yang berkesinambungan...., apa sandiwara ini sudah tamat? Apa permainan ini sudah game over? Yang pastinya semua ini belum tamat, peramainan ini belum game over. Bahkan, ini baru dimulai, permainan, ya permainan...!!
"Fadly, Rama, mari kita bermain" kataku lirih. Kutersenyum di sela-sela tangisku.
***
---FADLY POV---
kulihat video dan slide-slide foto yang dikasih anak miskin tadi di dalam hapeku. Heh, menjijikkan. Segampang itukah dia mau melakukan itu dengan semua orang, menjijikkan, cuih. Anak manja itu akan segera merasakan penderitaan yang amat tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya. Ingat...!! Seumur hidup. Kusunggingkan senyumku yang diliputi rasa benci dan dendam yang sudah melekat dalam hatiku.
_FLASBACK_
diatap gedung sekolah
"aku tau kamu sekarang butuh uang banyak kan?" kataku menyeringai
"apa maksudmu?" jawab Rama dingin
"aku tau ayahmu punya hutang lima juta kan dan harus dilunasi dalam dua minggu" kataku
"dari mana kamu tau?" matanya mendelik ketika aku mengetahui masalahnya
"itu tidak penting, aku bisa bantu kamu asal ada syaratnya" kataku tersenyum kecut
"apa maksudmu?" katanya sedikit emosi
"aku bisa melunasi semua hutang ayahmu jika kamu mau melakukan satu hal untukku"
"melakuan apa?"
"kamu dekati si anak manja itu, trus kamu tiduri dia" kataku
dia membelalakkan matanya mendengar apa yang aku katakan barusan. Wajahnya penuh ketegangan dan kebingungan. Dia berpikir sejenak
"mau tidak?" kataku lagi
"apa kamu sudah gila" katanya sambil mengancungkan telunjuknya ke arahku
"kalau tidak mau ya sudah," kataku lantas meninggalkannya. Kumelangkah pelan dengan kedua tanganku kumasukkan kedalam saku celanaku.
"baiklah, akan aku lakukan" kata Rama kemudian yang menghentikan langkahku. Senyum kemenangan tersungging dibibirku
_END FLASBACK_
***
---CHIKO ARIA POV---
"kenapa kamu baru kemari sekarang, seharusnya jadwal kamu check up dua minggu yang lalu" kata seorang wanita muda cantik memakai seragam putih seorang dokter.
Dia adalah dokter gina, satu-satunya orang yang peduli padaku yang sudah aku anggap sebagai kakakku sendiri.
"aku lagi banyak pikiran saja akhir-akhir ini" kataku
"kamu jangan banyak beban pikiran, itu akan memperburuk kondisimu. Sekarang kondisimu semakin hari semakin menurun" katanya menjelaskan keadaanku sekarang
"ya" jawabku singkat
"sebaiknya kamu beritahu kondisimu pada kedua orang tuamu, sampai kapan kamu mau menyembunyikannya. Ini sudah bulan keenam kamu mengidap penyakit ini. Dan semakin hari keadaanmu semakin memburuk" katanya cemas
"jangan, kumohon jangan katakan hal ini pada mereka" kataku memelas
"sampai kapan kamu akan menyembunyikannya, sampai kamu mati," katanya sedikit meninggikan suaranya. Aku tau dia sangat kuatir dengan keadaanku.
"please, ku mohon jangan katakan" rengekku lagi
"heh" dia hanya menghela nafas. Dia tau aku orangnya keras kepala, jadi dia tidak akan memaksaku lagi.
Dialah satu-satunya orang yang aku percaya. Dialah orang yang selama ini selalu peduli dan perhatian padaku. Dialah tempatku mencurahkan semua uneg-uneg ku.
"baiklah, ini saya kasih resep. Obat ini hanya untuk sekedar menghilangkan rasa sakit sementara"
"terima kasih" kataku tersenyum lemah
***
---RAMA POV---
"Ini uangnya.." kataku sambil menyerahkan amplop warna coklat pada seorang bapak-bapak berkumis yang kemarin mengobrak-obrik rumahku. Dia mengambil amplop itu dan menghitung isinya.
"hahaha, kalau beginikan enak" katanya
"sekarang jangan lagi ganggu keluargaku" kataku tegas
lalu dia pergi meninggalkanku. Akupun lantas kembali masuk ke dalam rumah
"dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu nak" tanya ibuku setelah aku berada di dalam rumah
"ibu tidak usah memikirkan itu, yang penting sekarang kita sudah tidak menanggung beban hutang ayah lagi..."
"tapi..."
"sudah bu, biar sekarang Rama yang kerja cari uang, mulai sekarang ibu istirahat saja di rumah" potongku lantas ibu memelukku dengan air mata membasahi pipinya.
***
---FADLY POV---
Aku sedang ngobrol dengan teman-temanku di depan kelas, XI IPS 1. Dari jauh samar-samar kulihat ada seseorang tengah berjalan sambil menenteng tasnya. Senyumku menyeringai, ada mangsa yang mendekat. Ya, orang itu adalah chiko, si anak manja itu. Pasti dia akan lewat sini karena kelasnya ada di ujung sana. Langkahnya semakin mendekat. Dia menatapku, bahkan dia menyunggingkan senyumnya padaku. Apa-apaan ini, berani sekali dia. Kujulurkan kaki kananku kedepan ketika dia melewatiku.
"Buuukkk"
hahaha, dia jatuh tersungkur kelantai. Semua anak disekitar kelas memandang kami. Dia berusaha berdiri, namun aku berpura-pura limbung dan menabraknya sehingga dia tersungkur kembali. Semua anak yang berada di sekitar sini menertawakannya. Pura-pura tidak sengaja ku menginjak tangan mulusnya.
"auuu" rintihnya
"uuppss, sorry..., sakit ya?" kataku menampakkan ekspresi kasian yang dibuat-buat
"mau nangis...?" tambahku lagi, semua anak disini yang melihatnya hanya tersenyum memandang kearah kami.
Aku yakin pasti sebentar lagi anak manja ini pasti menangis. Kuamati wajahnya, tapi dia malah tersenyum padaku. Apa-apaan ini? Kenapa dia tidak menangis seperti biasanya malah senyum tidak jelas. Kucoba menginjak tangannya sekali lagi dengan menekan kakiku kuat-kuat. Rasanya pasti sakit sekali dan kuyakin kali ini pasti dia akan nangis. Eh, tapi dia malah tersenyum lagi padaku. Shhhiiihtttt..., apa dia sekarang berani padaku. Kalau berani kenapa dia tidak melawan malah cengar-cengir tidak jelas. Shhiiittt, anak ini membuat aku tambah kesal saja. Lantas ku pergi masuk kedalam kelas dengan rasa kesal dan tak lupa kuinjak sekali lagi tangannya.
***
---CHIKO ARIA POV---
Aku meringis menahan sakit di tanganku. Seperti hari-hari biasanya, hari ini aku kembali di kerjai. Tapi kali ini, aku bukanlah seorang Chiko yang selalu lemah. Hari ini aku akan menjadi Chiko yang berbeda, chiko yang tidak pernah mengeluh, tidak pernah menangis dan Chiko yang selalu tersenyum.
Kulihat tadi raut kesal diwajahnya ketika dia tidak mendapatkan apa yang dia ingin dariku. Ya, dia mengharapkan air mataku akan menetes. Tapi itu tidak aku penuhi, malah ku sunggingkan senyumku padanya. Dia tambah semakin kesal. Lucu sekali rasanya melihat ekspresi wajahnya. Mengingatkanku pada Fa'i saat kecil dulu, ketika dia kesal saat aku merusakkan mainannya. Ketika dia kesal saat aku memakan es krimnya. Fa'i kecil yang dulu selalu menjagaku, selalu melindungiku, selalu membelaku. Fa'i supermanku.....!!!
*****
Aku bersimpuh di depan sebuah makam tua. Kubersihkan daun-daun kering yang mengotorinya. Begitu juga dengan rumput liarnya. Setelah semuanya bersih kusiram makam itu dengan sebotol air dan tak lupa menaburi bunga-bunga diatasnya. Kupegang dan kuelus batu nisannya. WIYOKO, sebuah nama yang tertera dibatu nisan tersebut. Ya, makam ini adalah makam ayahku yang meninggal 8 tahun yang lalu.
_FLASHBACK_
Kuterbangun mendengar suara berisik dari ruang depan. Kumelangkah perlahan melihat apa yang terjadi sambil tanganku masih mengucek-ucek mataku. Perlahan kubuka pintu kamarku dan ku longokkan kepalaku keluar. Disana ada mama, papa dan juga om Handoko. Kulihat mamaku menangis sambil memegang kedua pundak papa. Papa juga, ekspresi mukanya menunjukkan kalau dia sedang emosi. Sedangkan om Handoko dia malah tersenyum lebar. Sebenarnya apa yang terjadi. Kucoba mempertajam pendengaranku untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan
"tega sekali mas handoko melakukan semua itu, kita kan sahabatan sudah lama.." kata ayahku dengan suara meninggi
"hahaha, wiyoko...wiyoko, dari dulu memang kamu tidak pernah berubah, malah aku rasa tambah bodoh..." kata om handoko tertawa
"tutup mulutmu...!! Memang bajingan kamu itu handoko!!" kata ayahku geram dan semakin emosi, sementara mamaku hanya menangis dan mencoba menenangkan papa
"sekarang keluar dari rumahku sekarang!!" tambah papa
"hahaha, asal kamu tau saja, sekarang rumah ini, mobil kamu dan semua aset perusahaan itu sudah bukan milikmu lagi karena semua sahammu sudah berpindah atas namaku., jadi sekarang kamu itu sudah mlarat., hahaha" kata om handoko
"memang ka..." kata papaku belum selesai tapi dia malah jatuh terjerambab sambil tangannya meremasi bagian dadanya.
"pa... Papa..." kata mamaku panik melihat papa yang tiba-tiba jatuh
"tolong mas handoko, bantu kami, jangan lakukan semua itu!!" pinta mamaku memelas tapi apa yang dia dapat, om handoko malah melenggang pergi sambil tertawa sumringah. Aku yang menyaksikan itu sendiri dengan kedua mataku langsung kesal, marah, penuh kebencian kepada om handoko yang telah membuat papa dan mama menangis.
Dua hari setelah kejadian itu, papaku meninggal dirumah sakit akibat serangan jantung yang di deritanya. Sesaat setelah kejadian itu papa langsung dibawa kerumah sakit. Dan setelah menjalani rawat inap selama dua hari, papa menghembuskan nafas terakhirnya. Hal itu membuatku sangat terpukul dan sedih, begitu juga dengan mama. Dan saat pemakaman papalah aku berjanji padanya akan membalaskan rasa sakit hatinya pada om handoko dan keluarganya.
_END FLASHBACK_
sulut kebencian di dalam hatiku ini merambah semakin naik terpancar dalam kedua mataku dan berkobar-kobar dikepalaku jika mengingat semua kejadian itu. Mata ini mendelik tajam penuh amarah. Kugenggam erat batu nisan papaku dengan tangan kiriku, sedangkan tangan kananku meremas kuat rumput yang selalu menyelimuti tidur papaku
"papa, tenanglah kamu disana, aku akan selalu membalaskan rasa sakit papa, akan aku buat anak bajingan itu menderita" bisikku kemudian kukecup batu nisan papaku.
Lantas aku ambil hpku dari saku celanaku. Kubuka kembali foto-foto yang ada di galery hpku. Kucari nomor telepon temanku satu persatu kemudian kutekan tombol SEND....
Seringai tajam terukir dari kedua sudut bibirku
***
---RAMA POV---
Aku berjalan melangkah memasuki gerbang sekolah. Semua anak menatapku dengan tatapan aneh. Setiap aku melangkah, maka ekor mata mereka selalu memperhatikanku. Bahkan kulihat ada yang tersenyum sinis kearahku. Ada apa ini? Apa ada yang aneh dalam diriku?. Kulihat seorang murid perempuan menghampiriku, ya dia riyanti. Langkahnya tergesa-gesa seperti sedang memburu sesuatu. Setelah dia sampai di dekatku langsung dia memegang tanganku dan menyeretku. Aku terkaget dengan sikapnya yang tiba-tiba menyeretku
"hey, ada apa ini? Ngapain kamu narik-narik aku?" kataku pada riyanti
"udah diam...!! Ikut saja!!" jawabnya
akupun hanya menuruti kemauannya. Dia terus menyeretku setengah berlari. Semua anak masih memandangiku dengan tatapan aneh itu. Hingga akhirnya dia berhenti di sebuah bangku yang ada di taman sekolah.
"duduk!!" perintahnya
tanpa disuruh dua kalipun aku langsung duduk di bangku itu. Lantas dia juga ikut duduk disampingku..
"ceritakan yang sebenarnya padaku?" katanya, sorot matanya meminta penjelasan
"ceritakan apa?" aku mengkerutkan keningku atas pertanyaannya tadi
"ceritakan tentang foto itu" katanya lagi
"foto apa?" kataku tambah bingung
"jadi kamu belum tau?"
aku hanya menggeleng pelan. Lantas dia mengeluarkan hpnya dari dalam tasnya dan menyerahkannya padaku. Aku tertegun tak tau apa maksudnya.
"apa ini?" tanyaku heran
"lihat saja" jawabnya singkat
lantas kupandangi layar hpnya. Mataku langsung mencolot melihat apa yang ada layar hpnya riyanti. Disitu terpampang fotoku yang sedang berciuman dengan Chiko. Mataku langsung memerah menahan kesal. Pasti ini kerjaannya Fadly. Bukankah kemaren dia bilang tidak akan menyebarkan semua ini. Mataku mendelik, tanganku mengepal menahan amarah.
"darimana kamu dapat ini?" tanyaku pada riyanti
"oh my god, semua anak di sekolah sudah pada tau semua. Mereka mendapatkan sebuah mms, begitu juga dengan aku" jawab riyanti
"apa itu beneran kamu?" tambah riyanti
aku menoleh kearahnya dengan tatapan tajam. Dia mencoba bertanya lagi dan kujawab dengan sebuah anggukan kecil.
"sebenarnya apa yang terjadi?" tanya riyanti setelah menerima anggukanku
dengan mengatur nafas perlahan, kuceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi mulai dari hutang ayahku, kesepakatan antara aku dan Fadly sampai apa yang sudah aku dan Chiko lakukan. Riyanti hanya mendengarkan dengan seksama.
"kenapa kamu tidak cerita sama aku kalau kamu punya masalah?" kata riyanti agak kesal
"aku cuma tidak mau merepotkan kamu" jawabku datar
"hey, kita sahabatan sudah lama, sejak kita masih kecil. Kamu anggap apa aku ini"
"aku cuma tidak mau membebani orang lain itu aja"
"orang lain? Kamu menganggap aku ini orang lain?"
"bukan begitu..."
"trus apa?"
"heh, sudah tidak usah dibahas, malah menambah masalah" kataku menghentikan percekcokan ini. Riyanti hanya menghela nafas kemudian menoleh menatapku
"lantas apa yang akan kamu lakukan sekarang?"
aku hanya menggeleng lemah.
***
---CHIKO ARIA POV---
Kuamati dari koridor sekolah Rama yang tengah duduk dibangku taman bersama riyanti. Pasti sekarang suasana hatinya sedang tidak enak gara-gara mms itu. Ya, aku sudah tau kehebohan apa yang terjadi pagi ini disekolah. Entah siapa yang mengirim, semua anak satu sekolah mendapatkan sebuah mms yang berisi fotoku dan Rama sedang berciuman.
"dasar homo sapien!" celetuk seorang murid laki-laki yang tengah lewat di dekatku.
Kumenoleh keasal sumber suara itu. Dia tersenyum, senyum yang amat merendahkan. Puluhan pasang mata menatap kearahku dengan pandangan sinis, pandangan menghina, pandangan jijik, kotor.
Berbagai lontaran kata-kata kotor sampai nama-nama binatang pagi ini telah tersaring dalam gendang telingaku.
"wah...wah...wah, ada manusia hombreng nih" sebuah suara tidak jauh dari tempatku berdiri
ku toleh asal sumber suara itu. Fadly dan kedua kacungnya datang menghampiriku. Ku sunggingkan senyumku padanya.
"gimana rasanya makan pisang, he?" kata fadly mengejek yang lantas membuat semua anak tertawa
"apa kamu yang melakukan semua itu fa'i? Tanyaku datar padanya
"brengsek....!! jangan pernah panggil aku dengan sebutan itu, anjing!!" kata Fadly kesal saat aku menyebutnya fa'i
"lho..? bukannya dari dulu aku memang memanggilmu fa'i" kataku tersenyum lembut
"brengsek, sudah kubilang jangan panggil aku dengan mulut kotormu itu" kata fadly emosi lantas mencengkeram kerah baju seragamku. Aku hanya tersenyum simpul. Kulihat raut wajahnya penuh amarah dan kekesalan. Matanya seperti sebuah pisau tajam yang seakan ingin menyayat semua yang dilihatnya. Sebuah pukulan kurasakan pada perutku, yang membuaku jatuh tersungkur ke lantai. Kumeringis menahan sakit.
"jangan pernah kamu panggil aku dengan sebutan itu lagi!!" katanya memperingatiku
sebuah tendangan kembali menghantam perutku melalui kaki kanannya
"dasar anjing..!! Manusia menjijikkan, cuihh!!" lantas dia pergi, tapi sebelumnya sebuah ludahan mendarat ditubuhku.
Setelah dia pergi, kuberusaha untuk bangkit berdiri. Namun, rasa sakit dikepalaku kembali meyerangku, menjalar disetia saraf-saraf otakku, sehingga membuatku terjatuh lagi.
"aahhrrrggg!!" rintihku menahan sakit
segera kucari obatku di dalam tas, kuambil sebutir lantas kutelan berharap rasa sakit ini akan segera hilang. Kubaringkan tubuhku dilantai sambil mengatur nafas. Darah merah segar keluar dari kedua lubang hidungku. Baunya amis dan anyir. Kuseka dengan punggung telapak tanganku.
"aku harus segera menyelesaikan permainan ini sebelum aku game over" bisikku dalam hati
aku tersenyum kembali dan masih terbaring dilantai. Tak kuhiraukan pandangan-pandangan aneh yang mengarah padaku.
***
aku masuk kedalam kelas dengan langkah pelan. Semua anak yang ada didalam serempak memandangku. Kudengar lagi bisik-bisik suara kotor lagi namun tidak aku hiraukan. Ku lihat Rama sudah duduk dibangkunya. Matanya sekilas menatapku dengan rasa kesal. Kemudian dia melanjutkan kembali aktivitasnya membaca buku. Aku berjalan perlahan ke arah bangkuku yang ada di belakang. Kemudian duduk manis disana.
***
---CHIKO ARIA POV---
Kulihat dia memasuki kelas. Semua anak didalam kelas langsung menatapku dan dia bergantian. Aku tau apa yang mereka semua pikirkan. Sepasang pasangan 'maho' ada didalam kelas ini. Aku semakin tidak suka dengan keadaan seperti. Tapi mengapa dia kelihatan tenang-tenang saja. Apa dia menikmati keadaan ini. Shhittt, aku muak dengan suasana seperti ini...
"perhatian.., siswa yang bernama Rama wijaya dan Chiko ariya diharap segera menghadap ke ruang kepala sekolah" sebuah suara yang berasal dari speaker yang ada di dalam kelas
Ada apa ini? Kenapa aku dan Chiko disuruh menghadap kepala sekolah?
***
"kalian tau kenapa saya memanggil kalian berdua kesini?" tanya kepala sekolah kepada kami berdua
aku hanya menggeleng pelan, begitu juga dengan Chiko. Lalu kepala sekolah menyodorkan hpnya kepada kami. Wajahku kembali tegang ketika aku melihat foto yang ada dilayar ponselnya.
"apa yang ada di gambar itu benar kalian berdua?" tanya kepala sekolah menyelidik
aku diam tak menjawab, begitu juga dengan Chiko. Tampak sesekali dia meremas-remas jarinya untuk menghilangkan rasa tegangnya
"kutanya sekali lagi, apa yang di foto itu kalian berdua?" tanya kepala sekolah, tapi kali ini dengan intonasi yang agak keras
kami tetap diam menunduk tak menjawab. Susana di ruangan ini tampak semakin panas dan tegang.
"jawab...!!!" kali ini sedikit membentak
haruskah aku mengatakan yang sejujurnya kalau itu memang aku? Tapi apa nanti tidak berpengaruh pada sekolahku? Apa aku harus berbohong kalau foto itu hanya rekayasa semata dari orang yang iseng? Aku bingung harus menjawab apa.
"Ya.." tiba-tiba saja telingaku merekam sebuah suara yang sukses membuat mataku melotot ketika batinku masih bergelut dengan pikiranku sendiri. Aku menoleh kearah Chiko, dia menatap kepala sekolah dan mengakui kalau dalam foto itu beneran kita. Shitttt....!! Apa-apaan ini, apa aku tidak salah dengar tadi. Dengan tegasnya dia mengaku kalau itu benar dia. Raut wajahku yang semula tampak tegang berubah menjadi kesal. Tidak tau mengapa aku kesal dengan jawaban Chiko tadi. Yang jelas aku tidak suka Chiko mengakui semua ini.
" ya, dalam foto itu memang kami" ulangnya
kepala sekolah hanya menghela nafas berat. Sedangkan aku, aku tidak tau lagi setelah ini apa yang terjadi.
"kalain tau tidak, kalau foto-foto itu sampai beredar diluar akan mengganggu reputasi sekolah kita" kata kepala sekolah
aku hanya diam. Rasanya mulut ini sulit sekali untuk membuka
"baik, kalian sekarang sudah mengaku, sekolah punya kebijakan, kalian akan di skors selama dua minggu.." tambah kepala sekolah tegas
apa? Aku diskors selama dua minggu? Raut wajahku tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut sekaligus kecewa
"dan satu lagi, maaf Rama, pihak yayasan harus mencabut beasiswa kamu" tambah kepala sekolah
belum hilang rasa terkejutku mendengar kalau aku di skors selama dua minggu. Kini telingaku di paksa mendengar sesuatu yang sangat amat saya takutkan. Seperti suara halilintar yang menyambar di tengah siang bolong. Aku masih ternganga dan terdiam terpaku mendengar beasiswaku akan di cabut. Satu-satunya alasan kenapa aku bisa sekolah di sekolah yang elite ini. Apa yang harus aku katakan pada ibuku? Beliau sangat mengharapkan aku lulus dari sekolah elite ini. Tapi sekarang apa, malah beasiswaku akan di cabut
"tapi pak..." kataku mencoba protes dengan keputusan itu
" Rama, ini sudah keputusan yayasan, saya disini hanya menjalankan keputusan itu" kata kepala sekolah menjelaskan
"tidak bisa begitu dong pak, tolong pak jangan cabut beasiswa saya" kataku memelas
"ini sudah keputusan Rama, sebaiknya kalian kembali kekelas" kata kepala sekolah
aku hanya diam mematung. Bagaimana mungkin beasiswa itu dicabut. Aku berjuang mati-matian demi mendapatkan beasiswa itu agar aku bisa mengenyam pendidikan di sekolah yang elite ini, mempunyai pendidikan tinggi. Keinginan ibuku untuk melihatku sukses Dan membahagiakan ibuku dimasa tua nantinya. Aku masih shock menerima kenyataan ini. Semua rancangan masa depan yang selama ini tertata indah di depan mata telah pudar. Bibirku gemetar, kedua tanganku mengepal, mataku tampak lesu, Pikiranku blank. Kurasakan seseorang menggenggam tanganku dan menyeretku...
***
---CHIKO ARIA POV---
Aku pegang tangan Rama dan kuseret dia keluar saat dia hanya diam diri mematung saja ketika kepala sekolah menyuruh kami kembali ke kelas. Aku tau pasti dia sangat shock berat mendengar keputusan kepala sekolah tadi. Dapat kurasakan hantaran kesedihan melalui tangannya. Dapat ku saksikan aura kesedihan dari raut mukanya. Sebenarnya aku sendiri juga shock mendengar semua itu. Aku tidak menyangka kalau sekolah akan mengeluarkan kebijakan seperti itu. Dan aku tau pasti, kalau rasa terkejut Rama jauh lebih besar dariku. Beasiswa yang dengan susah payah dia dapatkan kini hilang begitu saja. Entah mengapa melihat ekspresi Rama yang murung dan tampak kecewa membuat kristal bening di mataku mengalir. Apa ini? Mengapa aku menangis lagi? Padahal aku sudah berjanji akan menjadi Chiko yang tidak lemah lagi. Tapi rasanya mata ini tidak bisa di ajak kompromi.
Ketika kami sudah sampai diluar ruangan kepala sekolah. Tiba-tiba saja dia mengibaskan tangannya dengan keras yang membuat genggamanku padanya terlepas. Rasa terkejut atas perlakuan Rama yang tiba-tiba membuatku kaget. Matanya menatapku, tajam sekali. Tapi kali ini bukanlah tatapan elang yang selama ini kulihat yang terpancar dimatanya. Tatapan elangnya yang selalu membuat dada ini selalu berdebar. Tatapan elang itu seolah lenyap digantikan tatapan singa yang mengincar mangsanya kala sedang lapar. Yang siap menerkam kapan saja. Dingin wajahnya tidak dapat membekukan kobaran api di matanya yang sekarang sudah menjalar sampai ke otaknya. Entah mengapa bulu kudukku merinding melihat Rama menatapku seperti itu.
" ini semua gara-gara kamu!" kata Rama meluapkan emosinya sambil telunjuknya mengacung kearahku
"Ram...." kataku namun keburu dipotong oleh Rama
" diam kamu brengsek, ini semua gara-gara kamu, kamu tahu tidak!!" kata Rama yang semakin meninggi suaranya
aku hanya diam. Tidak tau mengapa mulut ini bergetar, sulit untuk bersuara. Kristal bening yang tadinya hanya setetes sekarang mengalir deras tanpa henti.
"DASAR MANUSIA LEMAH, BANCI, TAK BERGUNA, SEMUA INI GARA-GARA KAMU, SIALAN....!!" maki Rama kepadaku
"dan satu lagi, AKU BUKAN HOMO KAYA KAMU, Jadi JANGAN DEKAT-DEKAT AKU LAGI...!!" tambahnya
lantas dia pergi meninggalkanku. Meninggalkan segores luka di hatiku. Kutatap punggungnya yang semakin menjauh dariku. Aura kebencian dan kekesalan terlihat jelas dalam jiwanya. Dada ini rasanya sesak sekali, sulit rasanya untuk bernafas. Masih terngiang makian-makian rama di telingaku. Bibir ini bergetar. Mata ini tak henti-hentinya mengeluarkan air mata. Kedua kakiku rasanya lemas sekali, tak kuat untuk menopang beban berat tubuhku. Aku jatuh bersimpuh bersamaan jatuhnya hati ini kedalam bara api yang menganga.
Apa salahku? Mengapa Rama menyalahkanku? Kenapa dia tega berbicara seperti itu? Bukankah seharusnya aku yang marah padanya? Dia yang memulai semuanya, membuatku jatuh dalam perangkap cintanya, melakukan 'hubungan' itu. Dia sendiri yang merekamnya sehingga semua itu beredar luas. Tapi mengapa aku yang selalu di salahkan. Seolah semua ini terjadi karena perbuatanku. Tidak adakah keadilan di dunia ini?
Sakit, sakit dan sakit yang selalu kurasakan.
Kembali kurasakan kepala ini berdenyut. Penyakit sialan itu datang lagi. Belum puaskah rasa sakit di dada ini menghancurkan jiwaku sehingga datang lagi sakit yang menyerang ragaku. Seolah sakit itu mau membunuhku perlahan. Kuremas-remas kepalaku menahan sakit yang menghujam kepalaku. Rasanya sakit, tapi tidak sesakit hati ini. Kini tubuhku mulai melemah. Tak kuat lagi menahan sakit yang menghujam kepalaku. Belum lagi sakit yang berada di dalam dada ini. Pandanganku mulai kabur entah kemana. Haruskan aku menyerah sekarang? Menyerah sebelum permainan ini usai? Tidak...!!!! Aku tidak mau kalah sebelum game ini berakhir. Akulah nanti yang akan jadi pemenangnya. Ya, akulah pemenangnya. Kucoba bangkit menerjang sakit yang menyerang. Kuberusaha sekuat tenaga agar mata ini tidak menutup. Kupaksakan mata ini untuk tetap terbuka. Kucoba merangkak berusaha berdiri. Namun aku kembali jatuh terhuyung. Raga ini sudah lemas tak mampu lagi untuk menopang rasa sakit ini. Namun aku tetap mencoba bangkit berdiri. Perlahan-perlahan kumencoba berdiri. Tangan ini menggapai dinding untuk berpegangan. Dengan susah payah, peluh keringat yang membasahi seragamku akhirnya aku bisa berdiri. Bersandar pada dinginnya dinding kelas. 'aku harus bisa menyelesaikan ini' batinku.
***
---FADLY POV---
Aku menyeringai penuh kemenangan dari balik tembok menyaksikan bocah sialan itu menderita. Melihat air matanya jatuh, melihat bibirnya bergetar karena ketakutan, melihat tubuhnya yang terhuyung membuatku senang jika melihatnya. Aku tidak akan puas sebelum dia menderita semenderitanya. Bahkan kalau perlu akan aku buat bocah sialan itu mati secara perlahan. Akan selalu kugoreskan luka dalam hatinya setelah itu akan kutaburi garam. Rasanya pasti perih, perih sekali. Hingga dia tidak mampu membedakan lagi mana yang namanya sakit, mana yang namanya perih, mana yang namanya kebahagiaan. Senyum seringaiku kembali tersungging di bibirku.
***
---RAMA POV---
Aku terus melangkah tak tentu arah. Hatiku kesal dan kecewa. Hatiku masih miris mendengar beasiswaku telah dicabut. Ini semua gara-gara Chiko sialan itu. Eh, tunggu dulu. Mengapa aku menyalahkan dia. Dia kan sebenarnya tidak tahu apa-apa. Bukankah fadly yang merencanakan ini semua. Seandainya dulu aku tidak menerima kesepakatan itu dengan Fadly. Tidak melakukan 'hubungan' itu dengan Chiko. Tidak merekamnya. Pasti semua ini tidak akan terjadi. Seharusnyakan aku menyalahkan Fadly atas semua ini. Tapi, Chiko juga salah. Arrrggghhh...., aku pusing sendiri memikirkan itu. Yang jelas ini semua karena Chiko sialan itu. Sekarang apa yang harus aku perbuat? Beasiswaku sudah dicabut. Dan tidak mungkin lagi aku bisa meneruskan sekolahku disini tanpa beasiswa itu!
***
Aku mulai kembali melakukan aktivitasku di tengah teriknya matahari siang ini. Peluh keringat yang membanjir telah membasahi kaos oblong dan celana 3/4 yang aku kenakan. Sengatan matahari yang mulai membakar permukaan kulitku. Bersag-sag semen telah menantiku untuk di pikul. Begitu juga dengan pasir-pasir dan batu bata yang menunggu giliran. Ya, sekarang ini aku menjadi seorang kuli bangunan mengisi kekosongan saat aku di skors. Meskipun dapat upah yang tidak seberapa yang penting bisa membantu kebutuhanku dan ibuku. Apakah ibuku tau kalau aku melakukan pekerjaan ini? Tentu saja tidak, beliau tidak akan pernah mengizinkan aku bekerja berpanas-panasan seperti ini. Yang beliau tau saat ini aku sedang duduk manis di dalam kelas mendengarkan guru yang sedang menerangkan. Sengaja aku tidak memberitahu ibuku kalau aku di skors oleh pihak sekolah. Terlebih lagi beasiswaku telah dicabut. Ibuku pasti sedih dan juga kecewa jika mengetahui hal itu. Karena beliau ingin melihat aku, anaknya menjadi orang yang sukses. Terpaksa setiap pagi aku selalu berpamitan kepada ibuku untuk berangkat sekolah dengan seragam lengkap. Tapi setelah aku meninggalkan rumah, seragam ini telah berganti dengan baju yang kusimpan di dalam tas dan bergelut dengan semen dan pasir. Kalau boleh jujur aku tidak mau berbohong seperti ini kepada ibuku. Tapi daripada melihat ibuku sedih terpaksa aku berbohong.
Aku tengah duduk dibawah tenda yang terbuat dari layar yang sudah kumal. Meneduh dari teriknya matahari. Meneguk sebotol air putih pemberian dari pak Budi, seorang bapak-bapak yang juga bekerja sebagai kuli bangunan. Selama ini beliau sangat baik padaku. Selalu menasehatiku dan memberiku motivasi. Kurasakan kehangatan seorang bapak yang selama ini tidak pernah kurasakan lagi.
Dari jauh samar-samar kulihat seorang wanita berseragam abu-abu berjalan setengah berlari kearahku. Aku tau wanita itu adalah Riyanti. Dia yang selama ini telah banyak membantuku. Sebenarnya ketika dia tau beasiswaku telah di cabut dia ingin minta tolong pada ayahnya agar mau membiayai sekolahku. Aku tentu saja menolaknya. Dia selama ini sudah sering membantuku. Aku tidak mau terlalu banyak hutang budi padanya. Begitu juga saat aku bekerja disini sekarang. Dia amat sangat menghargai keputusanku dan dia juga berjanji tidak akan memberitahukan semua ini kepada ibuku.
"hai Ram, hai pak..." sapanya setelah sampai di dekatku
"..." kujawab dengan senyuman
"ini aku bawain nasi bungkus" katanya menyodorkan kantung plastik yang dibawanya kepadaku
"apa kamu tidak capek tiap hari kesini, mana panas lagi" kataku sambil mengambil kantong plastik itu.
Ada dua bungkus nasi yang ada di dalamnya. Kuambil satu untukku dan yang satunya kuberikan kepada pak Budi
"ya enggaklah, emangnya aku cewek manja yang takut sama sinar matahari" katanya sambil mendorong bahuku pelan
"trimakasih neng nasi bungkusnya" kata pak Budi disela-sela percakapan kami
"sama-sama pak" jawb riyanti
"eh, aku ada kabar baik untukmu" katanya antusias
"apaan?" tanyaku sambil tetap meneruskan makanku
"beasismu tidak jadi di cabut" katanya cepat
sukses aku tersedak mendengarnya. Buru-buru aku ambil air putih dan meminumnya
"pelan-pelan dong Ram, makannya" kta Riyanti
"apa tadi kamu bilang?" tanyaku
"pelan-pelan makannya, jadi tersedak kan!"
"bukan yang itu, sebelumnya?"
"eh, beasiswa kamu tidak jadi dicabut, dah denger"
"be...beneran?" kataku memastikan
"..." Riyanti hanya mengangguk
sontak kupeluk erat Riyanti yang berada disampingku. Saking bahagianya aku tidak sadar memeluk Riyanti terlalu kuat hingga membuat nafasnya tersengal.
"udah kali Ram, aku tidak bisa nafas ni?" kata Riyanti mencoba melepaskan pelukanku
"hehe, maaf" kataku segera melepas pelukannya
"tapi, bagaimana bisa?" lanjutku
"jadi gini, pas pulang sekolah tadi aku dipanggil kepala sekolah. Beliau memintaku untuk menyampaikan hal ini kepadamu dan besok kamu sudah bisa masuk sekolah lagi" jelasnya
"terus?" tanyaku penasaran
"kepala sekolah bilang kalau Chiko sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Dan setelah mendengarkan penjelasan Chiko pihak sekolah tidak jadi mencabut beasiswamu" jelasnya panjang lebar
"Chiko?" tanyaku tak mengerti
"he'eh, mungkin ini kali ya maksud kedatangan Chiko kemarin kesekolah"
"Chiko kemarin kesekolah?" tanyaku tambah penasaran
"iya, kemarin dia datang kesekolah. Awalnya aku juga kaget untuk apa dia kesekolah. Setelah kuperhatikan dia masuk keruang kepala sekolah. Dan aku baru tau ternyata ini tujuan Chiko" jelasnya lagi
aku terdiam merenung memikirkan semua penjelasan dari Riyanti. Chiko, apa benar dia melakukan itu semua? Kenapa dia melakukan itu semua? Aku bingung dengan jalan pikirannya? Sebenarnya apa yang dikatakan Chiko kepada kepala sekolah hingga pihak sekolah tidak jadi mencabut beasiswaku?
'Arrrgh....!' kenapa aku penasaran sekali. Seharusnyakan aku senang mendengar kalau beasiswaku tidak jadi dicabut. Tapi kenapa rasanya masih ada yang mengganjal di dada dan pikiranku. Sebenarnya apa rencana Chiko?
***
---CHIKO ARIA POV---
BIAR AKU SENTUHMU
BERIKANKU RASA ITU
PELUKMU, YANG DULU PERNAH BUAIKU
KUTAK BISA PAKSAMU
TUK TINGGAL DISISIKU
KU YANG SLALU PERJUANGKAN CINTA KITA
NAMUN APA SALAHKU
HINGGAKU TAK LAYAK DAPATKAN KESUNGGUHANMU
KARENA KU SANGGUP
WALAU KU TAK MAU
BERDIRI SENDIRI TANPAMU
KU MAU KAU TAK USAH RAGU
TINGGALKAN AKAU
KALAU MEMANG HARUS BEGITU
~~~
Lantunan lagu agnes monika itu bergema di tengah malam yang senyap ini. Menemani kesendirianku ditengah hingar bingar bintang kerlap-kerlip di atas sana. Angin malam berhembus menambah dinginnya malam ini. Aku duduk di sebuah ayunan yang mengayun pelan di bawah sinar rembulan. Menerawang jauh memandang kerlip lampu dikota yang bersaing dengan kerlip bintang. Sekarang aku berada di sebuah bukit di pinggir kota. Bukit tempatku menghabiskan masa kecilku bersama supermenku. Kupandangi ayunan disebelahku yang kosong. Dulu aku dan supermanku sering bermain ayunan di sini. Tertawa bersama, bermain bersama. Aku tersenyum sendiri mengingat masa-masa itu. Setiap hatiku sedih aku selalu datang kemari. Duduk di ayunan ini. Berharap dia datang mengisi ayunan kosög yang satunya. Lalu menghiburku, membuatku tertawa dan melupakan semua kesedihanku. Aku masih ingat saat dulu ada seorang anak yang bermain di ayunan ini. Dia sangat marah dan mengusir anak itu hingga anak itu menangis. Aku masih ingat saat dia bilang "ayunan ini milikku dan milikmu jadi tidak boleh ada orang lain yang memakainya". Aku tertawa sendiri mengingatnya. Apalagi saat dia memberi tanda pada ayunan ini dengan nama kami, CHIKKI dan FA'I. Kutatap ayunan yang bertandakan FA'I mengayun kosong terbawa angin. Senyum kepahitan jika sekarang tidak seperti dulu lagi.
Kembali ku terhanyut dalam pikirannku sendiri dibawah langit yang gelap ini. Mengingat kejadian yang menimpaku akhir-akhir ini. Ketika aku jatuh dalam pesona seorang Rama hingga aku tidak sadar kalau itu semua hanyalah permainan. Tapi yang kurasakan malam itu, ketika aku dan Rama menyatu. Bukanlah kepura-puraan yang kurasakan. Saat dia menyentuh tubuhku, memadukan bibirnya dengan bibirku. Saat dia meneriakkan namaku di sela-sela desahannya. Itu semua rasanya natural tanpa kepura-puraan. Ah bodohnya aku, kenapa aku sampai berpikir seperti itu. Jelas-jelas dia telah mengakuinya kalau semua itu hanyalah kepura-puraan. Aku tersenyum sendiri melihat diriku yang bodoh ini. Ya, aku memang bodoh, bodoh sekali. Saking bodohnya aku rela dikeluarkan dari sekolah hanya demi beasiswa Rama tidak di cabut.
__FLASHBACK__
Dua malam ini otakku selalu dipenuhi bayang-bayang Rama. Sampai-sampai aku tidak bisa tidur memikirkan itu. Aku selalu kepikiran dengan Rama. Bagaimana keadaannya. Memikirkan nasibnya setelah beasiswanya di cabut. Aku selalu mencemaskan Rama di setiap malamku. Aku harus berbuat sesuatu. Ya, aku harus melakukan sesuatu.
Pagi ini aku pergi ke sekolah untuk melakukan sesuatu hal. Mempertahankan beasiswa Rama. Tak kuhiraukan lagi tatapan-tatapan tajam yang mengintimidasiku ketika aku melangkahkan kakiku di halaman sekolah. Aku sudah kenyang dengan semua tatapan itu. Tatapan yang merendahkan, menjijikkan seolah aku penyakit yang menular. Kumelangkah terus sampai akhirnya kusampai di depan ruang kepala sekolah. Kuatur nafasku perlahan setelahnya ku ketuk pintu ruangan itu perlahan.
"ya, silahkan masuk" kata seseorang dari dalam yang tak lain adalah kepala sekolah
kubuka pintunya dan perlahan ku langkahkan kakiku memasuki ruangan itu.
"selamat pagi pak!" sapaku sedikit basa-basi
"eh Chiko, kenapa kamu kesekolah, kamu kan masih di skors?" kta kepala sekolah setelah mengetahui bahwa aku yang datang
"saya mau menjelaskan sesuatu pak" ktaku
"menjelaskan apa? Oh ya, silahkan duduk"
lantas akupun duduk di kursi yang ditunjuk kepala sekolah. Aku mengatur nafas sebelum aku memulai bicara
"ini tentang foto dan rekaman itu pak" jawabku
"terus?"
"tolong jangan cabut beasiswa Rama pak hanya karena masalah itu. Rama tidak salah apa-apa, ini semua salahku" jelasku
"maksud kamu?"
"akulah yang menjebak Rama, saat kami berciuman dia dalam keadaan mabuk, tidak sadarkan diri. Dan akulah yang membuatnya mabuk. Lalu aku juga yang memotretnya. Dia tidak tau apa-apa pak tolong jangan cabut beasiswanya. Aku yang telah merencanakan itu semua......"
"maksud kamu?"
"akulah yang menjebak Rama, saat kami berciuman dia dalam keadaan mabuk, tidak sadarkan diri. Dan akulah yang membuatnya mabuk. Lalu aku juga yang memotretnya. Dia tidak tau apa-apa pak tolong jangan cabut beasiswanya. Aku yang telah merencanakan itu semua, aku yang mengambil gambarnya dan aku juga yang menyebarkannya......" jelasku panjang lebar
"apa kamu sungguh-sunguh yang melakukan itu semua?" tanya kepala sekolah memastikan
"..." aku hanya mengangguk pelan
"kamu tahu tidak Chiko, gara-gara perbuatan kamu ini, reputasi sekolah jadi terganggu dan kamu juga telah membuat salah seorang siswa terpandai kehilangan beasiswanya" tegas kepala sekolah
"saya tau pak, maka dari itu tolong jangan cabut beasiswa Rama" kataku lirih
"baiklah saya tidak akan mencabut beasiswa Rama. Tapi karena perbuatanmu ini membuat salah satu siswa hampir kehilangan beasiswanya. Maka dari itu mulai sekarang kamu di keluarkan dari sekolah ini" kta kepala sekolah
deg...!!! Aku dikeluarkan dari sekolah. Apa benar yang aku dengar tadi. Aku dikeluarkan dari sekolah?. Tapi tidak apa, yang penting beasiswa Rama tidak jadi dicabut. Aku puas walaupun aku harus dikeluarkan dari sekolah. Lagipula hidupku kan sudah tidak lama lagi. Jadi mau sekarang atau nanti yang pastinya aku tidak akan bisa sekolah disini lagi. Yang terpenting sekarang beasiswa Rama tidak jadi dicabut. Itu saja.
__END FLASBACK__
Air mataku berlinang membasahi pipiku. Tak tau kenapa air mata ini mengalir begitu saja saat mengingat semua itu. Aku tertawa pelan dalam tangisku.
CINTA INI KADANG TAK ADA LOGIKU
ILUSI SEBUAH HASRAT DALAM HATI
KUHANYA INGIN DAPAT MEMILIKI
DIRIMU HANYA UNTUK SESAAT......
***
---FADLY POV---
Sudah empat hari ini aku tidak melihat bocah sialan itu karena dia tengah menjalani masa skorsingnya. Empat hari ini juga rasanya moodku sangat jelek. Tidak tau mengapa rasanya malas sekali melakukan sesuatu. Makanan yang tersaji diatas meja kantin inipun menjadi korban moodku jelek. Sedari tadi hanya kuaduk-aduk saja tanpa ku makan sedikitpun. Mataku menatap kosong bangku yang biasa dia gunakan saat dia pergi kekantin. Pikiranku terlintas saat aku hampir saja menelanjanginya di kantin ini dulu. Rasanya ada bagian dari hatiku yang kosong saat tidak bertemu dengannya. Rasanya hampa dan hambar. Tunggu dulu, apa ini? Kenapa aku memikirkan dia? Kosong? Apanya yang kosong? Oh mungkin ini hanya rasa bosan saja karena tidak ada obyek untuk ku kerjai. Ya, ini hanya rasa bosan karena tidak bisa memberinya pelajaran. Tidak bisa membuatnya menderita dan mengeluarkan air matanya. Mulutku rasanya sudah gatal untuk mengeluarkan cacian, makian, hinaan kepadanya. Begitu juga tanganku ini sudah gatal untuk memukulnya kembali. Aku meyakinkan diriku sendiri dan menyangkal perasaan kosong yang tadi sempat kurasakan. Ya, sampai kapanpun aku akan tetap membencinya. Kebencian itu tidak akan pernah padam sekarang dan selamanya.....
***
---RAMA POV---
Aku melangkahkan kakiku kembali di sekolah yang setelah tiga hari tidak menginjakkan kaki disini karena di skors. Tawa mengembang dibibirku melukiskan perasaan bahagia dalam hatiku. Mulai pagi ini aku tidak perlu membohongi ibuku lagi. Aku akan pergunakan kesempatan ini dengan sebaik-sebaiknya. Agar aku bisa melihat senyum ibuku dikala aku sukses nanti. Sudah cukup kejadian kemarin membuatku merenung. Aku tidak mau lagi mengulangi dan melakukan kesalahan yang dapat mengancam beasiswaku. Ya, aku akan belajar dengan sungguh-sungguh.
Kulangkahkan kakiku cepat tidak sabar ingin duduk kembali di bangku yang selama ini menjadi saksi belajarku di sekolah. Tapi sebelum itu aku mau mencari seseorang dulu dan mengatakan sesuatu. Ya, aku mencari Chiko. Setelah tadi malam aku berkutat dengan pikiranku, merenungi semua kejadian-kejadian akhir ini. Aku sadar, bahwa sebenarnya akulah yang salah atas semua ini. Aku sekarang sadar kalau Chiko tidak salah apapun dalam masalah kemarin. Maka dari itu, sekarang aku berniat ingin menemuinya, meminta maaf dan mengucapkan terima kasih padanya serta memulainya kembali dari awal. Sekarang aku juga mau menjadi temannya seandainya dia memintaku menjadi temannya. Toh, apa salahnya berteman dengannya. Dia selama ini baik dan tidak berperilaku aneh.
Aku menyusuri setiap koridor di sekolah ini. Tetapi dia tidak juga kutemukan. Dikantin tidak ada, di lapangan juga tidak ada, di kelaspun dia tidak ada. Oh, atau mungkin dia memang belum datang. Tapi apa mungkin dia masih di skors? Tapi tidak mungkin. Aku saja sudah masuk sekolah, pasti dia juga sudah di izinkan masuk sekolah lagi. Ya, pasti dia belum datang. Lagipulakan sekarang masih pukul 06.30, masih tiga puluh menit lagi untuk bel masuk kelas. Sebaiknya aku tunggu saja dia di dalam kelas. Ya, aku tunggu di kelas.
Sekarang sudah memasuki pelajaran ketiga. Tetapi nyatanya dia tidak kunjung datang sampai sekarang. Mata pelajaran pertama dan keduapun tak sempat kuikuti dengan seksama karena pikiranku dipenuhi oleh Chiko. Sudah puluhan kali aku menengokkan kepalaku kearah bangku Chiko yang kosong selama pelajaran berlangsung. Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia tidak masuk sekolah? Pikiranku kembali saat Riyanti bilang kalau Chiko datang kesekolah dan masuk keruang kepala sekolah. Sebenarnya apa yang dikatakan Chiko kepada kepala sekolah? Kenapa dia membuatku bimbang seperti ini?
Bel istirahat berbunyi. Semua anak yang ada di kelas pada meluncur kekantin. Aku hanya diam mematung di dalam kelas. Aku tak berminat untuk ke kantin. Pikiranku masih di penuhi Chiko. Segera ku memutuskan untuk menemui kepala sekolah untuk mengetahui hal yang sebenarnya. Ku langkahkan kakiku setengah berlari. Semua anak memandangkan heran, tapi tidak kuhiraukan itu semua. Akhirnya akupun sampai di depan ruangan kepala sekolah.
"tok...tok...tok..." kuketuk pintu itt pelan
"masuk.." suara kepala sekolah dari dalam
kulangkahkan kakiku perlahan memasuki ruangan kepala sekolah
"oh, Rama, ada apa?" tanya kepala sekolah setelah tau kalau aku yang datang
"eh, anu pak..., ini masalah Chiko" kataku agak gugup
"Chiko? Memang ada masalah apalagi antara kamu dan Chiko?" tanya kepala sekolah
"eng...enggak, bukan begitu. Aku cuma mau tanya kenapa Chiko blum di izinkan masuk sedangkan aku sudah?" tanyaku
"oh itu, asal kamu tahu saja Rama, sekarang Chiko bukan lagi siswa di sekolah ini" jelas kepala sekolah
"maksud bapak?" tanyaku tak mengerti
"Chiko sudah di keluarkan dari sekolah ini. Jadi, sekarang dia bukan siswa di sekolah ini lagi" jelas kepala sekolah
"apa?" kataku terkejut
"tapi mengapa Chiko bisa dikeluarkan dari sekolah ini pak?" tambahku
"kemaren Chiko sudah menjelaskan semuanya dan katanya dia telah menyesal" kata kepala sekolah
"menjelaskan apa pak?" tanyaku
"menjelaskan tentang masalah kemaren. Dia bilang kalau dia yang menjebak dan memfitnahmu" jelasnya
"memfitnah?"
"ya, dia mengatakan kalau dia yang telah menjebakmu dan meyebarkan foto-foto itu"
"huh...." aku mendengus tak mengerti dengan jalan pikiran Chiko. Untuk apa dia lakukan itu semua? Untuk apa dia mengatakan hal yang sebenarnya tidak pernah dia lakukan? Kenapa dia mengatakan seperti itu? Kenapa dia rela dikeluarkan dari sekolah hanya karena ingin mempertahankan beasiswaku? 'Argggggghh' ini semua membuatku bingung.
"Rama, kamu tidak apa-apa?" tanya kepala sekolah yang mengetahuiku hanya diam mematung di hadapannya
"eh, tidak apa-apa pak, kalau begitu saya permisi dulu" kataku
"ya, silahkan!"
lantas akupun pergi meninggalkan ruangan kepala sekolah dengan pikiran yang tak menentu. Aku masih tidak percaya kalau Chiko akan melakukan semua itu untuknya.
***
---FADLY POV---
Aku berjalan menuju ke kelasku. Rasanya hari ini begitu menyebalkan. Mau ngapa-ngapain tidak enak. Saat makan dikantin, yang ada makanan itu kubiarkan dingin tak tersentuh sedikitpun. Saat bermain basket dilapangan aku juga tidak konsen dalam bermain. Tak pelak tadi kepalaku terkena lemparan bola basket saat temanku mengoper bola kearahku. Sampai sekarang kepalaku masih terasa agak pusing. Sehingga aku memutuskan untuk kembali ke kelas saja. Namun saat perjalanan menuju ke kelas mataku tertuju pada seseorang yang baru keluar dari ruang kepala sekolah. "Itukan Rama?" tanyaku dalam hati. Bukannya dia di skors selama seminggu. Kenapa dia sekarang ada di sini. Tanpa sadar kakiku melangkah mendekatinya. Dia hanya menunduk seperti memikirkan sesuatu sampai tidak sadar aku telah di depannya.
"wah, ada manusia maho di sini" kataku dengan nada merendahkan
Ramapun segera mengangkat kepalanya begitu mendengar suaraku. Wajahnya seketika menjadi penuh amarah saat melihat aku yang ada di depannya.
"ada apa brengsek!" katanya dengan nada tinggi
"eits..., tenang bro, jangan emosi. Lagian ngapain kamu kesini bukannya kamu di skors, he?" kataku dengan seringai tajam
"itu bukan urusanmu!" jawabnya dingin
tiba-tiba kurasakan sebuah pukulan menghantam sudut bibirku membuatku jatuh tersungkur
"brengsek...! Apa yang kamu lakukan" bentakku mencoba berdiri sambil mengelus sudut bibirku yang lebam dan sedikit mengeluarkan darah.
"itu karena kamu telah membuatku dan Chiko mendapat masalah, dan asal kamu tau gara-gara ulahmu itu aku hampir kehilangan beasiswaku dan karena ulahmu juga Chiko harus dikeluarkan dari sekolah" katanya dengan nada tinggi dan menekan
lantas diapun pergi meninggalkanku setelah sebelumnya dia mendorong tubuhku agar pergi dari hadapannya sehingga membuatku terhuyung tapi tidak sampai jatuh.
Tetapi aku tidak menghiraukan itu. Pikiran tertuju pada kalimat terakhir yang di ucapkan Rama. Chiko dikeluarkan dari sekolah!. Heh, bibirku kembali menyeringai dingin. Tetapi entah mengapa hatiku tidak sependapat dengan bibirku. Apa ini?
Aku sedang tiduran di atas sofa ruang tengah sambil nonton kartun kesukaanku, spongebob. Biasanya aku selalu tertawa melihat ulah spongebob dan kawan-kawan. Tapi kali ini tidak tau kenapa selera humorku hilang. Yang ada aku hanya diam menatap kosong pada layar televisi itu. Mataku sembab, ada kantong hitam di bawah mataku. Akhir-akhir ini, di setiap malam aku selalu menangis dalam kesendirian. Dan akhir-akhir ini juga aku jarang makan. Sampai-sampai bik sum khawatir akan keadaanku. Ya, hanya bik sumlah yang menghawatirkanku selain kak Renita, dokter dan juga orang satu-satunya yang tau kalau aku mengidap penyakit kanker otak. Ya, aku mengidap penyakit ini sudah hampir enam bulan. Dan saat ini penyakit itu sudah sepenuhnya menguasaiku. Tinggal menunggu kapan penyakit itu akan membawaku pergi dari dunia ini. Dunia yang kelam dan sepi.
"den, ayo makan den, makan malamnya sudah bibik siapin!" kata bik sum yang menghampiriku
"aku tidak lapar bik" jawabku datar
"tapi den, den Chiko sudah tiga hari tidak makan" kata bik sum cemas
"..." aku hanya diam tak merespon
"ting...tong..." bel pintu rumah berbunyi
Bik sumpun langsung pamit untuk membukakan pintu. Tak lama kudengar sedikit keributan di depan. Itu suara papaku. Telingaku merekam suara langkah yang semakin mendekat ke arah ruang tengah tempatku berada.
"Dimana anak tak tau diri itu...!! Kata papaku berteriak lantang
"sudahlah pa tenang dulu" suara mama mencoba menenangkan
"Chiko...!! Dimana kamu?" teriak papa
akupun langsung berdiri dari sofa dan menengok kearah papa dan mama yang baru datang dengan ekspressi datar.
"ada apa? Baru pulang sudah teriak-teriak apa tidak capek?" kataku datar
Papapun melangkahkan kakinya cepat kearahku dan 'PLAAKKKK!!!' sebuah tamparan mendarat di pipiku hingga membuat pipiku yang putih ini jadi panas dan memerah. Kuusap pipiku yang kena tamparan tadi dan menatap papaku. Kulihat dari raut wajahnya dia tampak sangat marah begitu juga dengan ekspresi mamaku.
"kenapa papa menamparku?" tanyaku lirih
"kenapa kamu sampai dikeluarkan dari sekolah, he?" tanya papa dengan masih berteriak
"memang papa peduli?" tanyaku menantang
'PLAAKKKK!!!' sebuah tamparan kembali mengenai pipiku
"Chiko.., kami cari uang untuk kebutuhanmu, sekolahmu bukan untuk melihatmu dikeluarkan dari sekolah" kali ini mama yang angkat bicara
"cari uang, cari uang, cari uang...,selalu cari uang, aku tidak butuh uang dari kalian. Kenapa kalian gila dengan materi seperti itu" kataku agak meninggi
"tutup mulutmu anak bodoh, memangnya kamu pikir kita cari uang selama ini untuk siapa?" kata papa tambah emosi
"aku tidak butuh uang kalian, yang aku butuhkan kalian ada saat aku sarapan di pagi hari, berpamitan saat aku mau berangkat sekolah, kalian datang saat aku menerima raport" kataku lemah, tak terasa air mataku meleleh membasahi pipiku
"Chiko...." kata mama, tapi kali ini suaranya melemah
"aku hanya butuh perhatian kalian berdua, kasih sayang kalian" kataku lemah, air mata ini semakin deras mengalir tanpa dapat dibendung
"Chiko, kami mencari uang juga untuk kebahagianmu" kata papa tegas
"heh, kebahagian..., memangnya kalian pikir aku bahagia dengan semua ini" kataku terkekeh
"chiko...." kata mama, kulihat dia juga mulai menitikan air matanya
"apa kalian tau, gara-gara materi sialan itu dulu aku kehilangan satu-satunya sahabat yang selalu melindungiku. Hingga sekarangpun dia masih sangat membenciku. Itu semua gara-gara kalian terlalu mengejar materi.." kataku tinggi,
aku tidak kuat lagi menahan semua itu. Ku utarakan semua yang selama ini bergejolak dalam hatiku. Lantas akupun pergi keluar rumah setelah mengatakan semua itu. Tak kuhiraukan suara mama dan bik sum yang memanggilku untuk kembali. Aku terus melangkah dan melangkah. Tak tau kemana arah yang akan aku tuju. Hatiku masih sakit, air mata terus mengalir. Tak juga kuhiraukan orang-orang yang memandangiku berjalan di tengah malam dengan mata berurai air mata. Aku ingin segera melepas semua beban ini.
***
---FADLY POV---
Aku tengah berayun di ayunan memandangi langit yang tampak suram malam ini. Tidak seperti malam-malam sebelumnya. Dimana bintang saling berlomba untuk menunjukkan sinar siapa yang paling terang. Aku terhanyut dalam keremangan malam ini. Pikiranku melayang jauh kebelakang mengenang masa kecilku.
__FLASHBACK__
Dua bocah anak kecil berumur berumur 9 tahun tengah bermainan ayunan diatas bukit. Yang satu berkulit putih seperti wanita dan yang satu berkulit agak coklat dan mempunyai tanda lahir di kupingnya sehingga kelihatan seperti memakai anting. Ya, bocah itu adalah aku dan yang seperti perempuan adalah temanku Chiki.
Kami tengah naik diatas ayunan milik kami. Ya, ayunan ini memang milik kami.
"Fa'i, belikan aku es krim dong!" pinta Chiki ketika kami tengah bermain ayunan
"enggak mau..., aku bukan pembantumu" kataku
"ayolah chiki, nanti aku cium, mau ya?" rayunya
mendengar mau dicium aku langsung menoleh kearahnya
"beneran ya, janji?" kataku sambil mengacungkan kelingkingku padanya
"janji" katanya sambil mengaitkan kelingkingnya ke kelingkingku
akupun langsung berlari untuk membelikannya es krim. Entah kenapa aku senang sekali saat dia bilang mau menciumku kalau aku mau membelikannya es krim. Tak berapa lama es krimpun aku dapat. Lalu aku segera berlari kembali ke tempat ayunan. Tetapi sampai disana kulihat ada dua orang anak mengerjainya. Dia hanya berjongkok sambil menangis.
"banci...banci, banci...banci" kata dua orang anak itu serempak
akupun langsung menghampiri kedua anak itu dan memukulinya. Mereka mencoba melawan tapi tetap saja mereka yang kalah. Akhirnya mereka pergi dengan luka benjol kepalanya dan lebam di mukanya dan tentu saja mereka menangis. Lantas akupun menghampiri Chiki yang tengah menangis
"sudah, mereka sudah pergi" kataku
diapun berdiri dan langsung memelukku erat. Sesekali dia masih nangis sesenggukan. Kuusap punggungnya pelan mencoba menenangkan.
___
kami kembali duduk di ayunan sambil makan es krim yang aku beli tadi. Tentunyu setelah Chiko berhenti menangis.
"Fa'i.." panggilnya
"he?" jawabku
"Fa'i kalau sudah besar mau jadi apa? Kalau aku mau jadi polisi. Biar bisa nangkap orang-orang jahat kaya mereka tadi" katanya
"kalau aku pengen jadi superman" kataku antusias
"kenapa pengen jadi superman?" tanyanya polos.
"karena aku ingin melindungimu dari orang jahat" jawabku mantab
"beneran?" tanyanya
"..." aku hanya mengangguk pelan
"terimakasih fa'i" katanya yang kemudian kurasakan sebuah kecupan di pipiku...
___END FLASHBACK__
kuusap pipiku seolah kecupan itu baru saja kurasakan. Aku tersenyum mengingat semua itu. Tapi seketika senyumku berubah menjadi kebencian yang amat mendalam ketika teringat ayahku. Bagaimana dia meninggal, karena siapa. Hatiku jadi beku
di selimuti rasa dinginnya kebencian. Kembali seringai tipis menggantikan senyum tulusku.
"aku berjanji padamu ayah, akan kubuat anak mereka menderita sampai dia muntah akan rasa sakit, aku berjanji!" kataku lirih sambil memandang langit malam yang suram.
***
---CHIKO ARIA POV---
Aku melangkah dan terus melangkah tanpa henti. Air mata ini terus mengalir mengiringi setiap langkahku. Tanpa sadar aku telah sampai di atas bukit. Tempat sekaligus rumah keduaku. Tempat dimana aku menyimpan setiap memory suka maupun duka. Aku berhenti sejenak ketika kulihat ada seseorang yang tengah duduk di atas ayunan. Ku amati seseorang itu. Senyumku mengembang ketika orang yang kudapati adalah Fa'i, supermanku. Lantas akupun melangkah pelan menuju keayunan itu. Akupun segera duduk diayunan sebelahnya. Hal pertama yang kudapat adalah ekspresi kagetnya ketika dia menyadari aku telah duduk di sebelahnya
"ngapain kamu?" tanyanya dingin
"kamu sendiri ngapain?" tanyaku balik
"bukan urusanmu!" katanya tetap dingin
lantas dia berdiri dan ingin melangkahkan kakinya pergi dari sini namun sebelum dia sempat melangkah kupegang erat pergelangan tangannya.
***
---FADLY POV---
Aku segera berdiri dan melangkah pergi dari sini. Suasananya sangat tidak menyenangkan. Kenapa dia harus memergokiku disini. Namun belum sempat ku melankah kurasakan tangannku dipegang erat olehnya
"katakan kenapa?" katanya lirih
aku berusaha melepaskan tanganku. Namun pegangannya semakin erat. Kulihat air matanya mulai mengalir membasahi wajahnya yang kusut
"lepaskan!!" bentakku
"katakan dulu kenapa?" sanggahnya
"katakan apa?" tanyaku masih berteriak
"katakan kenapa kamu berubah, aku ingin Fa'i yang dulu" katanya lirih, air matanya makin deras mengaliri pipinya
"Fa'i yang dulu sudah mati. Sekarang yang ada hanya Fadly yang penuh kebencian" jawabku keras
"tapi mengapa kamu membenciku?" katanya lirih
"heh, kamu tanya mengapa" jawabku terkekeh
"..." dia hanya menangis sesenggukan
"kalau kamu mau tau mengapa aku membencimu itu karena kamu dan keluargamu sudah membuatku kehilangan seorang ayah dan juga ibuku menderita" kataku membentak
dia hanya menatapku dengan mata berurai air mata. Wajah cantik itu kelihatan kusut dan sembab dimatanya
"apa yang harus kulakukan agar kamu tak membenciku lagi?" katanya lirih tapi tegas
"heh, kamu mau tau. AKU MAU MELIHATMU MENDERITA SAMPAI KAMU MATI...!!" teriakku penuh emosi
"keinginanmu sebentar lagi akan terkabul" katanya lirih
heh, apa maksudnya dia bicara seperti itu. Kenapa perasaanku jadi tidak enak. Oh, mungkin ini siasatnya agar aku tidak membencinya. Memang dia pikir aku akan terjebak.
"kamu pikir aku akan berhenti membencimu dengan bicara seperti" kataku dengan seringai tipis
"terserah kamu mau bilang apa, yang jelas aku ingin kamu seperti Fa'i yang dulu, Fa'i yang berjanji akan selalu melindungiku, Fa'i supermanku" katanya lirih
"SUDAH KUBILANG FA'I YANG DULU SUDAH MA..... mmffthh.." belum selesai kata-kataku kurasakan sensuatu yang lembut, hangat dan basah dibibirku. Mataku sukses terbelalak. Apa ini? Chiko menciumku?
***