It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
thx ats commentnya...!
upz..sory oot..hehehe.. lanjutkan segera!
btw gue eneng bukan abang ehehe
@Cheesydark oh eneng2 ya, maap maap..., kirain senasib n seperjuangan ma abg...
tp setelah baca terus trnyata emng beda koq... keren keren...
buruan di apdet lanjutan nya yaaa...
"apa yang kamu lakukan, he!!" tanyaku dengan berteriak
dia hanya tersenyum di posisinya yang terduduk di tanah
"brengsek!! Apa yang kamu lakukan" kataku yang kini mendekatinya
ku cengkram kerah bajunya dengan kedua tanganku hingga membuatnya berdiri.
"apa yang kamu lakukan tadi, ha!! Bentakku marah
"..." dia hanya tersenyum menatapku
"brengsek kau..."
"bukkk...!!" sebuah pukulan kulayangkan pada mukanya hingga membuatnya jatuh kembali.
Ku hampiri dia lagi, ku pukul dan kutendang dia beberapa kali hingga membuat hidung dan sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Darah merah yang sangat kontras dengan muka pucatnya yang putih. Dia diam tak merespon, hanya sesekali mengelap darah yang keluar terus melalui bibir dan hidungnya sambil tangan kirinya memegangi perutnya yang tadi kutendang. Ku cengkram krah bajunya kembali dan kulayangkan satu pukulan lagi. Dia kembali jatuh terjerambab ke tanah. Tergeletak diatas tanah dengan memar di sekujur tubuhnya. Simpah darah menodai wajahnya yang putih dan mulus. Mukanya sudah pucat pasi. Namun dia malah tersenyum memandangku dengan tatapan lemahnya. Oh shitttt, bisa-bisanya dia tersenyum saat sekarat seperti ini. Ku berjongkok di sampingnya dan kujambak rambutnya sampai kepalanya agak terangkat.
"masih bisa tersenyum saat sekarat seperti ini? Heh, , cuiiiihhhh!!!" kataku yang terus meludahinya
"..." dia malah menunjukkan senyum lemahnya di bibirnya yang sudah ternoda darah
"Apa yang sebenarnya kamu pikirkan..!!! Bisa-bisanya kamu tersenyum di saat seperti ini..!!" kataku berteriak bingung dengan apa yang dia pikirkan. Dan kali ini kudapati dia tersenyum kembali kepadaku.
"oh shitttt...." kataku berdiri lantas menendang perutnya dengan kaki kananku
"akan ku buat kamu tidak akan bisa menampakkan senyummu lagi, ingat itu!!" kataku
lantas akupun pergi meninggalkannya tapi sebelumnya dia kutendang sekali lagi dan tak lupa kuludahi. Akupun pergi dengan senyum seringai mengembang di bibirku. Kalian pikir aku pasti jahat. Iya, aku memang jahat, terus kenapa?
***
---CHIKO ARIA POV---
Badanku rasanya remuk sekali. Kepalaku rasanya sakit sekali. Bau amis dan anyir darahku begitu menyengat lubang hidungku. Aku kini tergeletak diatas tanah tak berdaya. Tapi itu semua akan segera berakhir. Rasa sakit ini akan segera berakhir. Sebentar lagi ini semua akan berakhir. Begitu juga dengan game ini. Dan aku yakin akulah nanti yang akan menang. Senyum lemah terpatri di bibirku mengingat aku dan fa'i tadi berciuman. Aku tahu, fa'i ku masih hidup. Hanya saja dia bersembunyi di balik kokohnya tembok dendam. Dan tembok itu aku rasa mulai roboh. Dan akulah yang akan merobohkannya dan membawa fa'iku kembali. 'ARRRGGGHHH!!!' sakit di kepalaku mulai menyerang ragaku yang telah remuk ini. Begitu juga dengan darah dihidungku yang terus mengalir. Tubuhku rasanya sudah tidak kuat lagi untuk menahannya. Tubuhku kini sudah berada di batas kemampuannya menahan sakit selama ini. Mataku perlahan gelap dan terus gelap. Haruskah aku mati sekarang? Jangan! Masih ada satu level lagi agar aku bisa memenangkan game ini. Kuangkat kelopak mataku yang kini tengah tertutup. Rasanya sangat berat sekali untuk membukanya. Namun tetap ku paksakan. Samar-samar kulihat ada langkah kaki yang berlari mendekatiku.
"Chikoo...!!" suara itu terdengar di telingaku
ku tetap berusaha membuka mata ini untuk melihat siapa yang datang. Namun mata ini tidak mengizinkan untuk tetap terbuka. Mungkin mata ini sudah lelah menyaksikan tubuh dan perasaanku selalu kesakitan. Setelah itu semuanya jadi gelap. Kali ini benar-benar gelap segelap suramnya malam ini.
***
---FADLY POV---
ku usap perlahan bibirku dengan jari tangan kiriku merasakan jejak bibir Chiko ketika dia menciumku. Tangan kananku masih mengepal. Apa ini? Kenapa aku memikirkan ini? 'Argghh' bodohnya aku. Kenapa aku tadi juga membalasnya walau itu cuma sebentar. Namun ku akui rasanya memang begitu hangat dan nyaman. Sial, kenapa aku jadi seperti ini? Ada apa denganku? Aku membencinya, aku membencinya, aku membencinya. Kata-kata itu aku tekankan untuk meyakinkan hatiku. Ya, memang aku membencinya. Sangat membencinya. Ku usap mukaku dengan kedua tanganku. Namun mataku terkejut melihat sesuatu di tangan kananku. Apa ini? Rambut? Rambut siapa ini? Mungkinkah ini rambutnya Chiko? Pikiranku kembali mengulang memory saat aku tadi menghajarnya hingga babak belur. Wajah putihnya bak seorang malaikat yang terlihat sangat pucat dengan simpahan darah menodainya. Ketika dia meringkuk menahan sakit. Kenapa hatiku tidak tenang seperti ini? Bukankah dia pantas mendapatkan itu semua. Ya, Dia memang pantas mendapatkan semua itu. Dia memang seharusnya menderita seperti apa yang aku inginkan. Tapi.....
'Arrgggghhhh.....!!!'
***
---RAMA POV---
Aku tengah mondar-mandir tidak jelas. Tanganku gemetar, kakiku gemetar, mataku berair, pikiranku cemas. Sesekali kupandangi pintu yang bertuliskan UGD itu. Menatap cemas pada sosok yang tengah terbaring lemah di dalam sana bersama seorang dokter dan beberapa suster. Ya, aku sekarang tengah berada di rumah sakit. Menunggu kepastian keadaan seseorang yang baru saja ku sadari kalau dia telah mengambil sebagian hatiku. Ya, seseorang itu adalah Chiko yang tengah berjuang hidup di dalam sana.
__FLASHBACK__
Aku tengah berjalan di tengah malam yang suram ini. Tujuanku adalah ke rumah Chiko. Setelah tadi pagi aku tidak menemukan Chiko di sekolah dan malah mengetahui kabar mengejutkan dari kepala sekolah bahwa Chiko telah di keluarkan dari sekolah, aku memutuskan untuk menemuinya di rumahnya. Saat aku hampir sampai di rumahnya, kulihat seseorang keluar dengan wajah penuh air mata. Dan orang itu adalah orang yang akan aku temui, Chiko. Tapi kenapa dia menangis? Dan mau kemana dia malam-malam begini? Aku putuskan untuk segera mengikutinya. Dia berjalan dan terus berjalan hingga sampai di sebuah bukit. Dia menghentikan langkahnya, dia tersenyum. Ku mencoba untuk mendekatinya namun baru selangkah ku urungkan niatku ketika melihat seseorang tengah duduk di atas ayunan. Orang itu Fadly. Dan barusan saja aku lihat Chiko tersenyum melihat Fadly. Ada apa ini? Kenapa Fadly juga ada di sini? Kulihat Chiko menghampirinya dan kuputuskan aku untuk tetap berdiam di sini melihat apa yang selanjutnya terjadi. Chiko duduk di sebelah Fadly. Fadly kelihatan terkejut. Setelah itu terlibat sebuah perbincangan. Namun aku tidak tau apa itu, karena suaranya tidak kedengaran dari tempatku berdiri. Namun yang kulihat perbincangan itu semakin memanas dan "seeeerrrrr" hatiku langsung seperti teriris ketika melihat Chiko mencium fadly. Kenapa ini? Kenapa rasanya di dalam hati ini sakit sekali. Terlebih melihat fadly yang juga membalasnya. Kenapa ada rasa kesal dan tidak suka melihat semua itu. Namun segera ku kesampingkan perasaan itu dan melihat apa yang terjadi selanjutnya. Kulihat fadly mendorong chiko hingga dia terjatuh. Fadly kelihatan marah dan kulihat dia mendekati Chiko dan memukulinya. Brengsekk, apa yang fadly lakuin pada chiko. Hatiku kesal, mukaku geram, tanganku mengepal erat melihat fadly menyiksa chiko tanpa belas kasihan. Tapi bodohnya aku, aku hanya berdiam diri saja menyaksikan semua itu tanpa melakukan sesuatu. Aku malah menjadi penonton ketika wajah chiko yang putih itu kini telah bernodakan darah. Rasanya kakiku ini kaku sekali untuk berjalan. Fadly tak henti-hentinya memukuli chiko bahkan meludahinya. Sialan memang si fadly. Tapi kenapa aku ini, kenapa aku tidak segera menolongnya. Entahlah aku sendiri juga bingung. Tak lama setelah itu Fadly meninggalkan Chiko sendirian dalam keadaan tergeletak di tanah. Aku segera sembunyi dibalik semak ketika Fadly melewati tempatku tadi berdiri. Dia semakin jauh pergi tak terlihat. Seketika pikiranku teringat pada Chiko. Segera ku berlari mendekatinya.
"Chikkooo....!!!" panggilku
namun dia tak merespon. Dia hanya diam tergeletak di atas tanah dengan luka memar dimana-mana. Matanya tetutup, wajahnya sangat pucat, darah ada dimana-mana.
"Chiko bangun...!!" kataku cemas
kuterduduk di samping Chiko dan kuangkat kepalanya. Kupangku diatas pahaku. Entah mengapa melihat keadaan Chiko seperti ini hatiku jadi cemas dan takut.
"Chikko bangun..." kataku menepuk-nepuk pipinya
namun dia tak merespon sedikitpun. Hal ini membuatku tambah cemas dan takut. Entah sejak kapan air mataku kini telas menetes. Ada sebuah rasa takut kehilangan saat melihat kondisi Chiko seperti ini. Kugoyang-goyangkan tubuhnya agar dia segera sadar. Namun tetap saja dia tidak bereaksi. Rasa takut kehilangan itu semakin jelas terasa.
"Chiko, kumohon buka matamu"
__END FLASHBACK__
Aku masih tetap mondar mandir di depan ruang UGD ini. Rasa cemas, khawatir dan takut menyelimuti pikiranku. Sekarang baru aku sadari kalau sebagian hatiku telah diambil oleh Chiko semenjak kejadian tadi. Ya, Aku jatuh cinta pada Chiko...
__FLASHBACK__
aku tengah duduk bersandar dilantai rumah sakit. Kedua lututku ku tekuk dan kedua tanganku memeluk lututku. Kuberdo'a setiap menit agar chiko diberi keselamatan. Tak lama kudengar suara pintu terbuka. Muncul seorang dokter wanita muda dari dalam. Segera ku berdiri dan tergesa-gesa menghampiri dokter tersebut.
"bagaimana dok?" tanyaku cemas
"kamu apanya Chiko ya?" tanya dokter itu balik
"saya temannya dok" jawabku
"bagaimana keadaan Chiko bisa sampai seperti itu?" tanya dokter
"saya juga tidak tau dok, pas saya temui Chiko sudah seperti ini, memang ada apa dok?" kataku sedikit berbohong
"begini, mungkin ini sudah tidak mungkin disembunyikan lagi. Sebenarnya Chiko sudah lama mengidap penyakit kanker otak stadium akhir"
'Cetarrr' bagai sebuah suara petir menyambar kabar itu begitu mengejutkanku. Jadi, Chiko selama ini mengidap penyakit kanker. Dan dia menanggung semua itu sendirian.
"be...beneran dok?" tanyaku ragu
"..." dokter itu hanya mengangguk
"dan karena kejadian tadi keadaannya semakin memburuk" lanjut dokter itu
"terus bagaimana keadaan Chiko sekarang?" tanyaku
"heh, dia sekarang sedang koma" kata dokter itu menghela nafasnya
"apa? Koma dok?"
"..." dokter itu hanya mengangguk
"baiklah, kalau begitu saya mau menghubungi orang tuanya dulu" kata dokter itu
"eh dok, boleh saya melihat chiko?" tanyaku
"silahkan, tapi kamu harus tetap tenang" kata dokter itu lantas dia pergi
akupun berjalan tertatih. Kubuka knop pintu ruangan Chiko dirawat. Hatiku langsung miris melihat Chiko yang terbaring lemah diatas ranjang dengan berbagai kabel dan selang berada di tubuhnya. Air mataku tidak dapat aku bendung lagi. Menetes membasahi pipiku. Aku segera menutup pintu itu tak kuat melihat keadaan Chiko. Tubuhku merosot di depan pintu itu. Menangis tanpa suara..
__END FLASHBACK__
rasanya sangat malas sekali aku pergi kesekolah. Aku ingin segera ke Rumah sakit menjenguk dan menemani Chiko. Menunggunya jika sewaktu-waktu dia sadar.
Langkahku terhenti ketika melihat Fadly yang tengah memarkirkan sepeda motornya. Mukaku jadi geram, tanganku mengepal erat. Brengsekkk, orang itu yang selama ini telah membuat Chiko menderita. Kupercepat langkah kakiku menghampirinya dan
'Buuukkkk' kupukul wajahnya ketika dia selesai memarkirkan motornya.
"brengseekk, apa yang kamu lakukan!" bentaknya ketika tiba-tiba aku memukulnya
aku hanya diam tak menjawab. Mukaku sudah sangat merah menahan amarah. Kucengkram krah baju seragamnya dan kupukul dia lagi. Membuatnya jatuh terjerembab di tanah. Ku dekati dia dan kecengkram krahnya kembali sambil berjongkok di depannya.
"kamu mau tau apa yang aku lakukan. Aku cuma ingin kamu merasakan apa yang Chiko rasakan tadi malam" kataku berteriak di telinganya
kulepaskan cengkeramanku dan kudorong tubuhnya hingga dia tergeletak di tanah. Ku tendang dia seperti dia kemarin menendang Chiko. Kutendang perutnya beberapa kali setelah itu aku tinggalkan dia.
"apa yang kalian lihat!!" bentakku pada anak-anak yang menggerombol melihat perkelahian kami.
Anak-anakpun bubar dengan sendirinya.
***
---FADLY POV---
"auu...!!" rintihku yang kini tergelatak di parkiran. Brengsek si Rama, bisa-bisanya dia memukuliku seperti itu. Aku mencoba berdiri dengan berpegangan pada motor yang ada di dekatku. Kupegang perut dan juga mukaku yan lebam kena pukul Rama tadi. Shittt, rasanya sakit sekali. Eh, tapi bagaimana Rama tau kalau kemarin aku memukuli Chiko. Kenapa mendadak aku kepikiran Chiko? Bagaimana keadaannya sekarang?. Oh sial, mengapa aku jadi memikirkan banci tengik itu. Daripada begini mendingan kuputuskan ke UKS untuk mengobati lukaku.
***
---RAMA POV---
Kenapa pelajarannya lama sekali sih. Aku tidak konsentrasi dalam mendengarkan pelajaran di kelas ini. Pelajaran matematika yang biasa aku tunggu-tunggu menjadi amat sangat menjenuhkan. Aku ingin segera bel pulang cepat-cepat berbunyi. Agar aku dapat segera pergi ke rumah sakit melihat kondisi Chiko. Acap kali jam dinding yang ada di dalam kelas tidak luput dari pengamatanku.
(skip time)
Akhirnya bel yang aku tunggu-tunggu berbunyi juga. Aku segera memasukkan buku dan alat tulisku kedalam tas. Segera setelah guru mengucapkan salam aku langsung bergegas pergi. Dengan langkah setengah berlari aku berjalan. Riyanti yang mengetahuiku pulang tergesa-gesa memandangku bingung.
"Ram, kamu kenapa sih?" tanyanya setelah dia berhasil menyusulku
"tidak ada apa-apa kok" jawabku sekenanya
"kalau memang tidak ada apa-apa kenapa kamu terburu-buru begitu?" tanya Riyanti tambah bingung
"aku ada urusan" jawabku singkat
"Ram!!" kata Riyanti sambil menahan tanganku sehingga mau tak mau aku berhenti
"ada apa sih Yan?" kataku sebal karena dia menahanku
"kamu itu kenapa sih Ram. Aku tau pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku" kata Riyanti
"baik kalau kamu pingin tau, ikut aku!" jawabku lantas aku menyeret Riyanti ikut denganku dengan pikirannya yang masih penuh pertanyaan.
(skip time)
di Rumah sakit..
"Ram, kenapa kamu membawaku kerumah sakit?" tanya Riyanti bingung
"..." aku hanya diam tak merespon. Tetap berjalan di depannya sembari dia mengikutiku di belakang
"apa bibi sakit? Bibi sakit apa Ram?" tanya Riyanti lagi
"bukan ibu yang sakit, tapi dia?" jawabku pada Riyanti setelah kami sampai di depan ruangan Chiko
"itukan Chiko?" kata Riyanti terkejut ketika melihat chiko lewat kaca yang ada di pintu.
"tapi mengapa dia bisa di rawat di sini?" tanya Riyanti lagi
"nanti saja aku jelasin. Sekarang kita masuk dulu" jawabku
kubuka knop pintu itu dan kulangkahkan kakiku masuk. Riyanti mengikuti dibelakangku. Ketika di dalam kulihat dokter muda yang menangani Chiko kemarin, yang baru ku ketahui namanya dokter Renita ada di dalam. Namun dia tidak sendiri. Ada dua orang laki-laki dan perempuan paruh bayu di samping ranjang Chiko. Yang perempuan kelihatan sekali sedang menangis sedangkan yang laki-laki merangkul dan mencoba menenangkan. Ku tebak kalau mereka adalah orangtua Chiko.
"permisi om, tante" kataku ramah tamah
"siapa kalian?" tanya ayahnya Chiko
"kami temannya Chiko om" jawab Riyanti
"..." dia hanya mengangguk pelan
"oh iya dok, bagaimana keadaan Chiko?" tanyaku kepada dokter Renita
"masih sama seperti tadi malam. Dia masih koma" jawab dokter itu
aku hanya menghela nafas mendengarnya. Riyanti tampak terkejut mendengar kalau Chiko sedang koma. Dia menatapku penuh pertanyaan. Aku hanya bisa menghela nafas berat.
***
---FADLY POV---
Aku kini tengah berada di dekat bukit. Aku tidak lagi duduk di ayunan itu. Aku tidak mau kepergok sama Chiko lagi. Bisa-bisa dia akan besar kepala nantinya. Menyangka kalau aku masih memikirkan dan memperhatikannya. Maka dari itu aku lebih memilih duduk di bawah pohon beringin yang rindang yang ada di bukit ini sambil memandangi ayunan itu. Siapa tau Chiko akan datang lagi. Jikalau dia datang dia tidak akan bisa melihatku karena ada semak yang membatasi tempatku duduk dengan ayunan itu. Namun mengapa rasanya hatiku kecewa ketika melihat ayunan itu tetap kosong. Mengayun sendiri terbawa angin. Mengapa aku kecewa chiko tidak datang. Sial, mengapa aku mengharapkan kedatangannya. Tidak, aku tidak mengharapkan kedatangannya..
__
Kau Tak kan Bisa
Jadikan Diriku Seperti Yang Kau Mau
Karna Ku Bukan Milikmu
Aku Adalah...
Seseorang Yang Pernah Kau Sakiti
Tapi Kau Tau Ku Bukan Milikmu Lagi...
Tak kan Pernah Ku Sesali dan Aku Ragukan Keputusan Ini
Sebab Pilu Tak Kan Berhenti Sampai disini Hanya Karna Dirimu
Tapi Ternyata Kau Pergi Tinggalkan Diriku, Cintaku dan Seluruh mimpiku.....
__
***
---RAMA POV---
"Oh begitu, memang keterlaluan itu si Fadly" kata Riyanti setelah aku menceritakan apa yang terjadi dengan Chiko
aku hanya menunduk lesu
"terus kenapa kemarin kamu tidak segera menolongnya jika memang kamu melihatnya?" tanya Riyanti bingung
"entahlah, aku juga tidak tau mengapa aku hanya diam saja. Makanya sekarang aku menyesal mengapa kemarin aku tidak menolongnya. Aku memang bodoh, bodoh!" jawabku memumukul-mukul kepalaku ringan
"sudahlah Chiko. Kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri. Ini memang sudah kuasa Tuhan" kata Riyanti menenangkan
"tapi andai saja kemarin aku segera menolongnya mungkin keadaannya tidak sampai seperti ini" kataku sambil menunduk dengan kedua tanganku menopang kepalaku. Tak terasa air mataku telah menetes
"ya sudahlah, yang terpenting kita berdo'a supaya Chiko diberi kesembuhan" kata Riyanti
"aku memang laki-laki bodoh. Aku memang manusia tidak berguna. Yang bisanya hanya melihat orang yang kucintai di siksa orang lain tanpa melakukan sesuatu. Menyedihkan!!" makiku pada diriku sendiri
"kamu mencintai Chiko Ram?" tanya Riyanti agak terkejut
aku mendongakkan kepalaku mendengar pertanyaan Riyanti
"he, apa aku tadi bicara seperti itu?" tanyaku balik
"... " riyanti hanya mengangguk
"entahlah, yang jelas hatiku sakit ketika melihat Chiko mencium Fadly. Ada rasa takut kehilangan ketika melihat Chiko tergeletak tak berdaya dengan darah dimana-mana" ucapku datar
"sudah kuduga. Sebenarnya aku sudah merasa kalau kamu memang menyukai Chiko dari awal. Kamunya saja yang tidak pernah menyadarinya" kata Riyanti
"maksud kamu?"
"iya, sebenarnya aku sudah menyadari hal itu sejak dulu. Waktu itu, ketika aku melihatmu dan Chiko berciuman di foto. Yang aku rasakan, kamu merasa nyaman dan natural melakukannya. Seperti kamu memang menginginkannya. Bukan kepura-puraan seperti apa yang kamu bilang selama ini" jelas Riyanti
"apa kamu tidak apa jika aku mencintai Chiko?"
"maksud kamu?"
"mungkin kamu merasa aneh atau jijik mungkin"
"ya enggaklah, setiap orang berhat mencintai dan dicintai. Cinta itu masalah hati. Dan hati tidak pernah bisa memilih siapa orang yang harus dicintai. Jika cinta itu datang, hati tidak akan bisa menolaknya, siapapun itu." kata riyanti
"..." aku tersenyum simpul
bru beberapa bulan yg lalu ku inget tentang ni cerita eh dah muncul aja di sini.
Btw q juga bru tau lo nama n ejaanya ada yg agak berantakan but its just koment, supaya ceritamu lbh baik kedepannya