It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@4ndh0, hehe sbar atu, pasti di lanjut kok..!!
@Fazlan_Farizi, hehe maap, blom smpat ke warnet tuk upload..,
tunggu yak..!!
kenapa akhir-akhir ini aku selalu kepikiran sama Chiko? Kenapa hatiku juga tidak tenang? Apa chiko baik-baik saja setelah kejadian waktu itu? Kenapa dia tidak pernah datang lagi kebukit? Ya, akhir-akhir ini entah mengapa aku selalu pergi ke bukit dan berharap Chiko ada disana. Tapi tetep saja nihil. Sekarang aku malah bingung sendiri dengan keadaanku yang seperti ini. Benarkah selama ini aku sangat membenci Chiko? Apa benar fa'i itu sudah mati? Heh, menyedihkan sekali. Aku menertawakan diriku sendiri.
Kulihat Rama kelihatan terburu-buru ketika pulang sekolah? Ada apa dengannya? Sudah empat hari ini kuamati dia selalu terburu-buru jika pulang sekolah. Hal itu membuatku jadi penasaran. Lantas segera kuputuskan untuk mengikutinya diam-diam. Dia terus berjalan dengan langkah cepat. Dan aku tetap mengikutinya di belakang. Dia berhenti di halte. Akupun juga berhenti bersembunyi di balik pohon. Tak lama kemudian dia naik angkot yang berhenti di halte itu. Akupun segera menyetop taksi dan menyuruh sopir taksi itu untuk mengikuti angkot yang ada di depan.
Angkot yang Rama tumpangi berhenti di depan rumah sakit.
"stop pak!" kataku
aku memberikan uang pada sopir taksi dan segera turun. Kenapa Rama pergi ke Rumah Sakit? Siapa yang sakit?
Kulihat Rama memasuki rumah sakit itu. Akupun mengikutinya diam-diam di belakang sampai Rama masuk di sebuah ruangan. Ruangan siapa ini? Sebenarnya siapa yang sakit? Pertanyaan itu kembali muncul di benakku. Kulangkahkan kakiku pelan mendekati ruangan itu untuk mendapatkan jawaban atas rasa penasaranku. Kuintip lewat kaca yang ada di pintu itu.
'Deeggghhh' jantungku seakan berhenti berdetak, mataku sukses melotot sempurna, melihat apa yang tengah kulihat di dalam ruangan itu.
"chiko!" bisikku pelan,heran dan kaget bersamaan
kudapati Chiko yang terbaring lemas diatas ranjang. Muka putihnya begitu pucat. Ada selang dan kabel dimana-mana. Kulihat Rama berdiri di samping ranjang Chiko. Dan disebelahnya ada seorang wanita paruh baya yang ku ketahui adalah tante Yuni, mamanya Chiko. Apakah ini gara-gara perbuatanku waktu itu. Aku menyunggingkan senyumku melihat Chiko terbaring lemah tak berdaya. Namun mengapa rasanya hatiku ini tidak sepakat dengan bibirku.
"kamu temannya Chiko ya? Kenapa tidak langsung masuk" sebuah suara mengagetkanku
suara itu? Suara yang sudah sangat kukenal. Suara dari orang yang amat kubenci. Suara dari orang yang telah membuat ayahku meninggal dan membuat keluargaku menderita. Suara Om Handoko, papanya Chiko. Rahangku seketika menggeram keras, kedua tanganku mengepal erat, mataku mendelik penuh amarah. Kebencian itu kembali menguasaiku. Menyelimuti seluruh hati dan juga pikiranku. Saking besarnya rasa benci yang meluap seakan membakar seluruh jiwaku. Merambat sampai ke otak dan pikiranku. Aku balik badan dan menatapnya dingin penuh kebencian. Sorot mata kebencian seorang anak.
"kau?" katanya terkejut setelah melihat wajahku
"kau Fadly kan. Anaknya wiyoko" katanya masih sedikit terkejut
"jangan pernah sebut nama ayahku dengan mulut kotormu itu!" kataku tajam penuh amarah sambil mengacungkan telunjukku kearahnya
"apa maksudmu?" tanyanya bingung
"heh, jangan pura-pura lupa. Siapa yang telah membuat ayahku meninggal dan keluargaku menderita?" bentakku padanya
"..." dia hanya diam tak menjawab
"kau, kau orangnya yang telah membuat aku kehilangan ayah!" bentakku lagi padanya
"ma..maafkan om Fadly" katanya. Raut mukanya menyiratkan kalau dia amat menyesal
"apa kamu pikir dengan kata maaf dapat membuat ayahku kembali, he!" kataku padanya. Tak kuhiraukan tatapan dan pandangan orang-orang yang mengarah ke kami.
"jawab...!! Apa kamu pikir ayahku bisa kembali dengan kata maafmu itu!" teriakku
"maaf Fadly, om menyesal..." katanya dengan suara agak gemetar
"sudah kubilang aku tidak butuh maafmu!! Teriakku lagi
Tanganku sudah mengepal erat dan melayang tinggi bersiap untuk memukulnya. Namun 'grreeebbb' seseorang menahan tanganku.
***
"Jangan membuat keributan di sini. Ini Rumah Sakit" kataku pada Fadly sambil mencengkeram tangannya yang hendak memukul om Handoko.
"ini bukan urusanmu brengsek!!" katanya kasar mencoba melepaskan tangannya dari cengkramanku
"ini memang bukan urusanku, tapi kamu telah mengganggu ketenangan pasien yang ada di rumah sakit ini" kataku
"kalau mau bikin keributan jangan disini, tapi di luar" tambahku lantas menyeretnya keluar dari sini.
"lepaskan...!!!" Dia masih mencoba memberontak tapi tetap saja dia tidak bisa melepaskan cengkeramanku.
Kulihat sekilah wajah om Handoko yang tampak sendu sebelum aku menyeret Fadly keluar Rumah Sakit. Dia pasti amat sangat menyesal. Apalagi sekarang kini anaknya tengah berjuang antara hidup dan mati. Raut kesedihan begitu tampak di garis-garis mukanya.
Kini aku sudah sampai menyeretnya di halaman rumah sakit. Segera dia mengibaskan tangannya. Dan kali ini dia berhasil, tangannya terlepas dari cengkeramanku.
"brengsekkk, apa yang kamu lakukan?. Aku mau ngasih pelajaran sama tua bangka itu!" marahnya padaku
"apa kamu tidak dengar, tadi pak handoko sudah minta maaf padamu!" kataku sedikit emosi terbawa suasana
"kamu itu tau apa, he?" katanya
"aku memang tidak tau apa-apa. Tapi paling tidak dia sudah menyesal dan menyadarinya" kataku
"penyesalan tidak cukup bagiku. Aku ingin keluarga mereka menderita semenderitanya. Kalau perlu sampai mati!!" katanya dengan seringai tajamnya
"plaaakkkk....!!" sebuah tamparan kulayangkan pada pipinya. Entah mengapa ucapan fadly menurutku sudah keterlaluan
"sekarang pak handoko pasti sudah merasakannya, penderitaan itu, jadi kamu jangan ganggu mereka lagi" kataku sedikit mengancam
"penderitaan apa?" katanya keras
"Asal kamu tau saja, sekarang Chiko terbaring disana berjuang untuk hidup dan matinya!!" kataku emosi
"apa maksudmu?" tanyanya tak mengerti
"Chiko mengidap penyakit kanker otak stadium akhir dan sekarang dia koma...!! Apa kamu sekarang sudah puas. Puas karena apa yang kamu inginkan telah terwujud. Jadi sekarang jangan ganggu Chiko dan keluarganya lagi!!" bentakku padanya. Lantas aku meninggalkannya sendirian yang tengah berdiri mematung setelah mendengar ucapanku tadi.
***
Aku terdiam mematung mendengarkan perkataan Rama tadi. Chiko mengidap kanker otak. Dia koma. Kenapa perasaanku jadi kacau begini. Harusnyakan aku senang mendengarnya. Mereka semua menderita seperti apa yang aku inginkan selama ini. Tetapi mengapa jauh di dalam dada ini rasanya malah sesak mendengarnya. Seolah hati ini tak ingin mendengarnya.
"aaarrrggghhh siaall"
kenapa aku sekarang jadi seperti ini.
***
(satu minggu kemudian, chiko masih koma di rumah sakit)
CHIKO ARIA POV
Aku membuka mataku perlahan. Seberkas sinar menyambutku dengan kilaunya. Membuatku sedikit menyipitkan mataku. Kupandangi seksama tempat ini. Semuanya putih, pakaian yang ku kenakan juga putih. Tak ada pintu, jendela, pohon, matahari, semua kosong dan polos dan Semuanya serba putih. Dimana sebenarnya aku sekarang?. Dan kenapa aku sendirian ditempat seperti ini? Samar-samar kulihat ada orang yang mendekatiku. Mereka juga berpakaian putih sepertiku. Namun ada yang aneh dibelakang punggungnya. Ada sepasang sayap dipunggungnya. Sepasang sayap yang mengepak pelan dengan bulunya yang halus. Dari tubuhnya juga terpancar sebuah cahaya. Cahaya yang amat terang dan bersinar. Dan perlahan orang itu sudah di depanku.
"ka..kalian siapa?" tanyaku dengan suara bergetar
"kami malaikat yang akan menjemputmu Chiko" jawabnya
"sudah waktunya Chiko" tambahnya lembut padaku
"waktunya apa?" tanyaku bingung
"waktunya kamu pergi. Meninggalkan semua penderitaan yang slama ini membebani hidupmu di dunia" kata malaikat itu
"Baiklah, tapi sebelumnya beri aku kesempatan untuk melihat mereka sekali lagi" pintaku
"tapi sekarang sudah saatnya kamu pergi" katanya lagi
"tolong, izinkan aku melihat mereka untuk yang terakhir kalinya. Aku ingin menyelesaikan permainan ini" pintaku lagi
"baiklah, tapi waktu kamu cuma satu hari...!" jawabnya
"terima kasih banyak." kataku senang
aku harus segera memanfaatkan waktu satu hari ini untuk menyelesaikan semuanya. Menyelesaikan semua yang telah mereka mulai dengan permainan hatiku. Dan aku yakin besok semua itu akan segera berakhir. Dan akulah yang jadi pemenangnya.
---
tubuh lemah itu masih tergeletak tak berdaya di atas ranjang. Wajahnya tetap pucat. Kabel-kabel dan selang masih bergelayut manja di tubuhnya. Namun sesuatu terjadi. ada pergerakan kecil di jari tangannya. Jari-jari itu bergerak secara pelan. Seolah jari itu digerakkan oleh sang tuannya. Dan mata yang tertutup hampir dua minggu itu perlahan terbuka. Menatap dunia yang sudah dua minggu tidak di lihatnya.
***
---RAMA POV---
Hari ini rasanya perasaanku tidak enak. Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiranku. Entah kenapa hari ini aku ingin cepat-cepat menjenguk Chiko. Dari semalam tidak tau kenapa pikiranku hanya tertuju pada Chiko. Ada apa dengan Chiko?
"Bu, Rama keluar sebentar ya?" pamitku pada ibuku
"Mau kemana kamu sore-sore gini?" tanya ibuku pelan
"Rama mau menjenguk teman Rama yang sakit di Rumah sakit bu" jawabku
"memang siapa yang sakit? Riyanti?" tanya ibuku penasaran
"bukan bu, teman Rama yang lain, namanya Chiko" jawabku
"oh kalau begitu ya sudah, tapi pulangnya jangan malam-malam ya" kata ibuku memberi nasehat
"kalau begitu Rama pergi dulu. Assalamu'alaikum..."
"wa'alaikumsalam..."
Lantas akupun segera pergi ke Rumah sakit. Langkahkupun tidak seperti orang berjalan melainkan seperti orang berlari. Rasanya aku ingin cepat-cepat melihat Chiko dan memastikan bahwa dia baik-baik saja.
Setelah hampir satu jam akhirnya aku sampai di Rumah sakit. Segera ku melangkah ke ruangan Chiko di rawat. Setelah sampai kusegera masuk. Namun 'kosong' itulah hal yang kudapati setelah masuk kedalam. Kupandangi setiap sudut ruangan, tetap kosong. Hatiku mulai tidak tenang. Dimana Chiko??
***