It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
kyk hantu gtu ye hehe
yg akn trjd slnjutny akn ad d post slnjutny
ok, request dtrima
hehe, gk npas mati dong om
sk bik isah jg?
hehe,,, kok?
klo cpt damai, gk ad crta dong om?
makasih, nih mau di lanjutin
heheheh, kan udah ada penjelasnnya kmrin
“Ngapain kamu kesini?” ketusku melihat orang paling nggak ingin aku temui berada di depan pintuku
“Aku hanya datang berkunjung” katanya sambil tersenyum, dasar pembohong, mana mungkin dia datang kesini untuk berkunjung
Tanpa d izinkan, dia langsung masuk dan duduk di sofa, aku hanya berdiri di depannya tanpa duduk, pertanda aku sangat tak menginginkan kedatangannya dan berharap dia cepat pergi dari sini
“Begitu ya cara orang Jakarta memperlakukan tamu?” sinisnya
“Hanya untuk tamu yang tak pernah di harapkan kedatangannya” jawabku sinis
“Ohh begitu?” Tanya dia dengan wajah yang sungguh menyebalkan, ingin rasanya aku lemparkan vas bunga di sampingku ke kepalanya, bagaimana bisa teman-teman di kelas memuji kalau dia ganteng, buatku dia lebih bau dari sampah
“Apa yang kamu inginkan?” ketusku
“Aku rasa kamu tahu apa yang aku inginkan, benarkan James?” Tanya dia
“Aku mohon, jangan ganggu aku, aku hanya ingin tenang disini” kataku memelas, jujur aku sebenarnya capek, aku ingin tenang tanpa bayang-bayang masa lalu yang kelam
“Tak akan pernah aku biarkan itu” teriaknya sambil berdiri dan mencengkram kerah bajuku
“Kau sudah membuat Boni menderita, gara-gara kau semuanya berantakan, dia yang sangat mencintaimu, tapi kau membuatnya MATI” katanya sambil menekankan kata mati itu
“Aku mohon” aku merasa air mataku sudah hampir saja tumpah
“MOhon? Segampang itu kau ucapkan itu, kamu tak pernah tau betapa sakitnya Boni kan? Kamu nggak tahu bagaimana dia menderita. sedangkan kamu disini enka-enak sudah memiliki pacar baru, hati kamu terbuat dari apa? Dari batu?” teriaknya, air matanya mengalir di pipinya, bisa ku lihat ada kepedihan mendalam darinya, aku juga tak sanggup lagi menahan air mata itu dan akhirnya tumpah juga.
“Aku mohon, jangan sebut namanya lagi” aku jatuh tersungkur, dia hanya berdiri kaku di depanku
“Tak akan pernah, aku tak akan pernah membiarkan kamu tenang, ingat itu” teriaknya dan dia beranjak dari tempatku, aku tak melihatnya lagi, aku hanya menunduk, hanya bisa merasakan bayangnya menjauh, aku hanya terus menangis, mungkin semua akan bilang aku banci saat ini karena terlalu banyak menangis, tapi aku yakin setiap orang yang berada di posisiku tak akan tau apa yang harus di lakukan selain menangis
“Windra?” aku mendengar suara Nando memanggil nama kekasihku itu dan langsung aku melihat kedepan, ternyata Windra telah berdiri di depan pintu rumahku, tepat di hadapan Nando, wajahnya pucat dan tak menunjukan ekspresi apa-apa
“Win” panggilku, dia melihat ke arahku, begitu juga dengan Nando, berkali-kali dia melihat ke arahku dan Nando, hanya tatapan kosong aku baru pertama kali melihat kekasihku itu yang biasanya memiliki mata pelangi sekarang kosong
“Win”panggilku sekali lagi, dia seperti tersadar dan langsung berlari, tak ku perdulikan lagi Nando sialan itu, aku langsung berlari mengejar Windra, larinya sangat cepat, terus mengejarnya sampai ke rumahnya, tak sempat ia menutup pintu tapi dia masih tetap berlari sampai ke kamarnya dan
“Brakkkkkkkkk” dia menutup pintunya dengan membantingnya, aku tahu dia pasti sangat marah saat ini, aku tersungkur di depan pintunya sambil menangis
“Win, maafin aku Win, maafin aku” aku terus meminta belas kasihannya, aku duduk di depan pintunya sambil mengetuk pintunya dengan sisa tenagaku yang terasa sudah lenyap
Tak ada satupun jawaban yang terdengar dari dalam, aku terus saja memelas, mengapa hal ini harus terjadi, kami baru saja memulai menjalin kasih hari ini, tapi kenapa sudah kacau seperti ini?
“Win, aku mohon, dengarkan penjelasanku” pintaku terus menerus, dia tak juga bergeming, aku sudah menangis di depan kamarnya lebih dari setengah jam, rasanya semua tenagaku sudah habis, tetapi dia tetap tak memperdulikanku
“Win, aku mohon, aku cinta kamu Win, aku cinta kamu” teriakku
“Prangggggg” aku mendengar seperti barang pecah dan merasa hal yang gak enak terjadi, ku pandang ke belakang, wanita itu berdiri dengan mulut terngaga dan wajah yang pucat
“Ehhh maaf den, maaf” kata Bik Isah yang lantas dengan sigap membersihkan bekas pecah gelasnya, tangannya gemetaran, aku yakin dia mendengar apa yang aku kataka barusan, aku juga menjadi gemetaran, cobaan apa lagi ini? Aku benar-benar merasa ingin mati saja, Bik Isah dengan cepat membersihkan semuanya
“Clekkk” pintu terbuka, kulihat Windra sangat pucat menatap lurus ke depan, pandangannya silih berganti antara Bik Isah dan aku, mungkin dia juga sama kagetnya dengan apa yang aku rasakan sekarang, semua jadi tambah kacau, Bik Isah cepat-cepat turun dari tangga dan tak terlihat lagi bayangannya, Windra ingin masuk kembali tapi dengan cepat kutahan pintunya
“Tutup saja pintunya, tapi aku tak akan melepaskan tanganku disana, biar tanganku terjepit” kataku, dia tak menunjukan ekspresi apa-apa dan dengan sadis dia menarik ganggang pintu
“AHHHHHHHHHHHHHHHHh” teriakku saat tanganku terjepit, sakit memang rasanya, tapi tak sesakit rasa sakit di hatiku
“Jamesssss” teriak Windra
Dia lalu dengan cepat memegang tanganku
“Mengapa kamu sebodoh itu!” hardiknya
“Dengarkan penjelasanku Win, aku mohon” pintaku memelas
“Masuk!” perintahnya, aku masuk ke kamarnya, aku terus mengelus tanganku yang terjepit, ada garis biru disana, di jamin besok aku tak akan bisa menulis
Kami duduk berhadapan di kasurnya, dia tak berbicara apa-apa, lama kami terdiam dan aku akhirnya bisa membuka suara
“Maafin aku Win” kataku sambil menangis, dia masih terus saja diam seribu bahasa
“Maafin aku” aku menggenggam erat tangannya, dia menatapku, ada setetes air mata mengalir di pipinya, aku terus merutuiki diriku sendiri karena telah membuat lelaki yang kucinta ini menangis
“Akan aku ceritakan semua” kataku lagi
“Aku sangat mencintaimu Win, aku tak pernah bohong soal itu, sangat teramat mencintaimu” kataku sambil bernapas terengah-engah, dia tetap saja diam
“Percaya sama aku Win, aku mohon, akan aku jelaskan semuanya” aku menghela napas dan melanjutkan “Dulu sewaktu aku masih tinggal di Jakarta, aku memiliki kekasih bernama Boni, kami saling mencintai, dia menjadi yang terbaik buatku” tak terasa air mataku kembali menetes menceritakan kisah pahit ini
“Aku bukan tak mau jujur sama kamu, tetapi aku merasa sakit harus bicara ini, dan aku berencana menceritakannya nanti, tapi kamu terlanjur tahu”
“Jelaskan saja” katanya dengan nada yang tak bersahabat
“Suatu saat, waktu kami jalan di Gramedia, aku melihat ayahku dan ayah Boni di seberang kafe, jadi kami memutuskan untuk menyapa mereka, tapi saat kami kesana mereka sudah masuk kedalam, dengan tujuan mau mengejutkan mereka, kami mengikuti mereka sampai ke toilet, dan ternyata mereka sedang bertengkar, dan yang lebih menyakitkan, ternyata ayah Boni dan Ayahku adalah sepasang kekasih yang kembali bertemu, aku sakit sekali saat itu dan langsung berlari, ayah mengejarku dan tak memperdulikan ada mobil di depannya, sampai ayah tertabrak dan meninggal” air mataku kembali menetes, aku melihatnya, dia menatapku iba, aku yakin dia percaya dengan kata-kataku
“Setelah itu, aku terus menyalahkan Boni dan juga ayahnya, aku menyalahkan mengapa dia mengajakku ke Gramedia saat itu, mengapa ayahnya harus berhubungan dengan ayahku, mengapa aku harus mencintai Boni, dan terlebih aku sebenarnya menyalahkan diriku sendiri dan imbasnya ke Boni, aku tahu dia tak memiliki salah apa-apa dalam hal ini, tapi entah kenapa aku yang sangat bodoh malah membencinya, aku menaylahkannya, aku tak perdulikan dia sampai akhirnya aku pindah ke Pontianak” air mataku sudah tak mampu ku bendung lagi saat ini
“Dan sekarang kedatangan Nando adalah untuk menghancurkanku, Nando adalah sepupu Boni, dia ingin membuatku hancur dengan memamfaatkan mu, aku tak akan pernah membiarkan itu”
“Kenapa dia mau menghancurkanmu?” akhirnya suaranya melemah tak seperti tadi
“Karena,,, karena” rasanya tak sanggup aku bilang
“Karena apa?” Tanya Windra tak sabaran, aku yakin dia sudah tahu jawabannya karena dia sudah mendengar pembicaraanku tadi dengan Nando
“Karena Boni sudah meninggal” jawabku, aku menangis tersedu-sedu, dan kurasa ada tangan hangat yang merangkulku, ya Windra akhirnya melunak, dia merangkulku, aku terus menangis dalam pelukannya, aku mencurahkan apa yang aku rasakan selama ini, segala kehancuranku ku ceritakan padanya, pada orang yang paling kucinta
“Maafin aku Win, maafin aku” kataku masih sambil memeluknya
“Maafin aku juga James yang tak mau mendengarmu, tanganmua nggak apa-apa?” tanyanya lalu melepas pelukannya dan mengelus tanganku
“Nggak apa-apa, nggak sakit kok, tak sesakit apa yang aku rasakan tadi, aku bahagia sekarang Win” jawabku, dia tersenyum kepadaku dan aku membalas tersenyum padanya
“Tok tok tok” pintu di ketuk dari luar, aku yakin itu Bik Isah, dan kali ini aku harus menghadapi pembantu genit itu, tak ada jalan lain selain menghadapinya, dia memutar ganggang pintu, membawa nampan dengan 2 gelas sirup di atasnya, tangannya terlihat gemetaran saat meletakan gelas-gelas itu di meja belajar Windra, matanya telihat sembab, mungkin dia menangis, dan aku merasa bukan 1menit dia berada di luar, tetapi sudah cukup lama, terlihat dari es batu yang berada di gelas sudah mengecil pertanda dia sudah cukup lama membuatnya, aku yakin dia telah medengar pembicaraan kami
“Silahkan den” katanya dan dia berjalan keluar, kami berdua menatap lekat ke dia
“Kalau aden merasa ini yang tebaik, jalani saja apa yang aden rasakan, ikuti hati aden dan bibik akan selalu mendoakan aden yang terbaik” kata Bik Isah sebelum meninggalkan kamar Windra, kami berdua tercengang, aku tersenyum begitu juga dengan dengan Windra kata-kata Bik Isah tadi sudah cukup mewakili semuanya, aku tak perlu lagi menjelaskannya dan meminta pemahamannya, dia ternyata lebih bijaksana dari apa yang terlihat
“Makasih Bik” jawab Windra kala Bik Isah sudah menutup rapat pintunya
“Aku mencintaimu Win, sangat mencintaimu” kataku dan tersenyum, rasanya aku kembali mendapatkan pelangiku di saat badai
“Aku juga teramat mencintaimu James” jawab Windra, dan tak lama pangutan 2 bibir dari orang yang saling menyinta terpaut dengan indah membelah hening cinta yang sedang di tapaki.
****************