BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

The Night, and The Day - END - page 111

16364666869117

Comments

  • Iya . Semacem list yg berisi nama Dan keterangan rune + pemiliknya dalan 1 file . biar bisa lebih mendalami jalan ceritanya :D
  • Alhamdulilah kalo cowok. Muehehe. @silverrain wah lanjutan ceritanya keren euy. The Beast Rune vs The Death Run.
  • @rarasipau well
    a lot of work to do then?
    ajahahaha
    pasti susah itu
    aq aja males ngereview
    #eh
    @sagida alhamdulilah kenapa bang?
    sesuatu yah
    wkwkwk
    iya ni
    lagi mikir apa kelanjutannya
    ;)
  • hwaa... telat bacanya. tapi bagus banget...suka...
  • Iya ni @silverrain :( rasanya minggu ini bener2 pingin teriak2 terus.
  • @idhe_sama hee thanks!
    #kasibunga
    @dewaa91 (-.|||
    @marvinglory kok bisa?
    knp?
  • oh yg ditatto itu rune ini kah? punya si rex?haha

    btw itu si Wyatt.. setelah kita omongin kmrn akhirnya ada kesempatan juga buat kluar karakternya,wkwk

    ughh..pinter bgt sih istriku ini bikin cerita..
    makin cinta deh... :x
    oleh2nya segenggam rindu dan sejuta cinta buat km deh.. =))
  • Wadeh om @pokemon kek petugas sensus aja ganti-ganti gender.
  • Gilaaaak seru ϐªηgε† part ini...lagi lagi lagi...
  • @sagida emang petugas sensus itu tugasnya ganti2 gender ya..?
    wkwkwkwkk... :))
  • Jyo's View

    Kuserahkan selembar uang 20ribuan ke pada penjaga kasir itu beserta satu kotak teh dengan bungkus berwarna merah hati.
    Kasir itu segera menerima pembayaranku, dan memberikanku beberapa lembar uang sebagai kembaliannya, seraya mengucapkan terimakasih padaku.
    "Huaaahh~~~!"
    Aku meregangkan seluruh badanku setelah keluar dari kafetaria tempatku membeli minuman, dengan santai kutopangkan kedua tanganku pada pagar lorong rumahsakit yang segera menuju ke arah taman.
    Sruutt
    Kuhisap sedikit teh yang baru kubeli, dan kupejamkan mataku.
    Aahh, segar sekali rasanya, setelah seharian berpanas panas ria bekerja karena lorong rumah sakit tidak dilengkapi pendingin udara, sehingga aku harus bertahan melawan panasnya cuaca hari ini.
    Aku memandangi dengan santai bunga bunga di depanku, sesekali kulihat mereka bergoyang ditiup angin yang lewat.
    Rasanya benar benar tenang, semoga tidak ada yang menggangguku menikmati istirahatku ini.
    PLAKK!
    "Rio~~~~!"
    aku sedang menutup mataku dan kembali menghirup teh ku, saat seseorang mendadak menghantam punggungku dengan keras, membuatku menyemburkan kembali teh yang aku minum.
    "Astaga! Maaf!"
    "Christ!"
    Aku berseru geram sambil menatapnya tajam, sedangkan Christ hanya cengar cengir sambil menggaruk kepalanya.
    "Maaf, kan aku ga tahu kalau kamu lagi minum, kupikir kamu kemana! Akhir akhir ini kan kita jarang bertemu karena shift kita selalu berbeda, belum lagi kamu juga langsung pulang kalo udah selesai kerja. Sombong!"
    Christ menudingkan telunjuknya ke arahku sambil memasang muka masam padaku. Mata tajamnya terlihat sangat tegas, walaupun dia jelas jelas sedang bercanda denganku.
    "Iya iya, aku maafin! Kamu kemana aja? Tadi pagi kamu juga ga keliatan pas briefing pagi?"
    Christ meringis sambil menggaruk kepalanya.
    "Aku telat! Dan karena itu aku dapat omelan habis habisan deh dari bos!"
    Aku mengerutkan keningku menatapnya.
    Christ telat?
    Yang benar saja.
    Walaupun dia kelihatan santai dan selalu tidak perduli, tapi aku tahu kalau dia orang yang paling tepat waktu.
    Aku sendiri nyaris telat jika jam wekerku tidak membangunkanku.
    Pertarungan tadi malam melawan Harmonia cukup menguras tenagaku.
    Apalagi saat The Beast Rune memunculkan wujudnya dari Harmonia, Wyatt mendadak menghubungi kami dengan panik. Kami semua menyaksikan pemandangan itu dari dalam Rupanda.
    Akibatnya aku harus tidur malam dalam kondisi seluruh tubuh kesemutan karena efek Reseptor saat aku terluka dalam peperangan.
    "Tumben kamu telat Christ! Apa kamu abis begadang?"
    "Yeah, semacam itulah, melelahkan banget!"
    Aku hanya menganggukkan kepalaku sementara pikiranku sibuk menikmati sekotak teh yang barusan aku beli.
    "Rio..."
    "Hmm?"
    *Sruut
    "Aku mau cerita."
    "Ya, cerita aja..."
    *Sruut
    "Berenti dulu minumnya! Mengganggu tauk!"
    Christ dengan sebal merampas kotak minumanku, dan meminum semua isinya, kemudian membuangnya ke kotak sampah.
    Aku masih ternganga menatapnya, sementara dia hanya mendengus dengan sebal ke arahku.
    "Aku mau cerita serius!"
    "Oke oke, sorry..."
    Christ mengangguk sambil terus memasang tampang sebal.
    "Aku tertarik dengan seseorang nih Yo..."
    "Oh ya? Setelah sekian lama kamu putus dari Tina, kamu menemukan orang baru?"
    "Yeah..."
    "Bagus dong?! Kamu ketemu dimana? Kok ga dikenalin ke aku?"
    Christ hanya menghela nafasnya.
    "Aku sudah beberapa kali ke rumahnya, dan mengunjunginya, aku bahkan pernah menciumnya tanpa sengaja..."
    "Wow! Berita hebat! Kok aku ga kamu kasih tahu?"
    "Kamu kenal dia kok..."
    Aku mengerutkan keningku.
    Siapa lagi?
    Teman wanita yang dekat dengannya tapi aku kenal?
    Setahuku semuanya sudah punya pacar deh.
    "Rasanya semua teman wanitamu yang aku kenal semuanya sudah punya pasangan deh Christ?"
    "Itulah masalahnya, Yo..."
    "Ha?"
    Aku kembali mengerutkan keningku dengan bingung, berusaha memahami maksud pembicaraannya.
    "Aku pikir, aku mulai berubah kayak kamu, Yo..."
    Ujarnya dengan murung, dia menundukkan kepalanya.
    Aku mengerutkan keningku.
    Apalagi maksud kata katanya ini?
    Berubah sepertiku?
    Aku benar benar tidak mampu menangkap maksud omongannya.
    "Kamu ngomognin apa sih Christ?"
    "Ya, gitu..."
    Ujarnya lagi, sejenak dia mengelus dagunya dan mengerutkan keningnya, tampak ragu dengan terusan kalimatnya.
    "Kupikir aku suka sama laki laki, yo..."
    "APA?"
    Sedotan yang masih menempel di mulutku terjatuh, aku hanya melongo sambil melotot menatapnya.
    Christ menundukkan kepalanya dengan murung.
    Aku mengebaskan kepalaku dengan tidak percaya.
    "A..Apa apaan?! Kenapa bisa? Bukannya kamu sudah 3 kali pacaran dengan cewek Christ?! Kenapa bisa kamu sekarang...."
    Aku kehabisan kata kataku, benar benar tidak menyangka.
    Ya, walaupun aku sendiri adalah gay, ternyata mendengar pengakuan teman semasa kecilmu kalau dia baru saja menjadi gay cukup mencengangkan dan tidak bisa kuterima.
    "Yeah, kupikir begitu, aku tidak bisa melepaskannya dari pikiranku, dan dari pengalamanku, perasaan aneh ini adalah 'cinta' Yo..."
    Ujarnya dengan hati hati.
    Aku masih melotot tak percaya.
    "Tapi bagaimana dengan cewekmu yang dulu? Tina? Rini? Dita?"
    Christ hanya menggeleng pelan.
    "Tidak, aku juga mencintai mereka dengan seluruh perasaanku, ini pertama kalinya aku suka sama cowok, yo.."
    Ujarnya kembali dengan sedih, aku jadi merasa tidak nyaman karena telah memojokkannya.
    "Kamu yakin dengan perasaanmu?"
    "Yeah, aku bahkan harus menahan diriku untuk tidak memeluknya dan terus di dekatnya saat aku melihatnya..."
    Aku mengangguk angguk.
    Ya, jelas sekali kalau dia menyukai orang itu.
    "Kamu siap dengan konsekwensinya Christ? Kamu bakal ditolak banyak orang? Dikucilkan?"
    Sejenak Christ menerawang.
    "Entahlah, mungkin ini adalah hukuman buatku..."
    "Apa maksudmu Christ?"
    "Dulu, aku sempat bertemu dengan seseorang yang sama sepertimu, saat itu aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa kamu adalah seorang gay, dan aku mempersalahkan gay lainnya karena keadaanmu. Saat itu aku mengenal seseorang yang menyukaiku, seorang laki laki. Aku menyadarinya, dan aku akhirnya menjadikannya sebagai sasaranku untuk melampiaskan kekecewaanku karena keadaanmu. Aku ga menyalahkanmu, Jyo, tapi waktu itu aku belum bisa menerima keadaanmu. Sampai akhirnya aku menyadari, saat aku menjadi seperti sekarang, aku tahu apa yang sudah kau alami. Cinta ini begitu tulus, tidak ada perasaan salah atau terpaksa. Aku sadar, Yo, aku salah, dan tidak sepantasnya aku memperlakukannya seperti itu, mungkin ini hukumanku..."
    Christ tersenyum kecut, dia menatapku dengan sedih.
    "Kamu takut dengan keadaanmu Christ? Kamu masih bisa kembali..."
    Christ menggeleng.
    "Aku tidak takut, aku yakin kamu pasti akan membelaku, aku percaya kita sahabat!"
    Aku tersenyum mendengar kata katanya.
    Dia sungguh mempercayaiku rupanya.
    Aku tersenyum, dia pun membalasku dengan cengiran lebar, kemudian kami tertawa bersama.
    Yahh, aku harus bisa menerimanya, seperti dulu dia menerimaku apa adanya saat aku mengakui diriku padanya.
    Jelas aku melihat kekecewaan pada wajahnya saat dia mengetahui tentang diriku.
    Tapi dia tetap menerimaku dan memaksakan untuk tertawa dan menghiburku pada saat aku merasa kehidupanku hancur karena orientasi seksualku.
    Ya, sekarang waktunya aku membalas kebaikannya.
    "Hahaha! Aku juga punya cerita nih!"
    Ujarku mencairkan suasana, dia segera menatapku dengan ingin tahu.
    "Apa? Ayo cerita!"
    "Iya, aku bertemu lagi dengan orang yang aku sukai!"
    Christ melotot tak percaya, tapi segera menepuk pundakku dengan kencang.
    "Wahh! Beruntung banget kamu! Gimana bisa? Ayo cerita!"
    Aku tersenyum.
    Yahh, paling tidak dia bisa kembali ceria.
    Entah apa yang bisa kulakukan untuknya sekarang.
    Kupikir membuatnya kembali ceria adalah pilihan bagus untukku sekarang.
    "Yeah, sebelumnya aku harus cerita dulu, kalau aku sebelumnya bertemu dengannya di dunia maya..."
    Christ mengangguk angguk.
    "Dan kamu kehilangan kontak dengannya juga di dunia maya...?"
    Aku mengangguk.
    "Yah, sebenarnya tidak bisa dibilang aku kehilangan kontak, tapi aku pun terlibat dalam membuatnya menghilang dari dunia maya itu..."
    Christ mengernyitkan dahinya, berusaha keras memahami perkataanku.
    "Kamu membuatnya menghilang dari dunia maya? Kalian sudah lama menjalin hubungan bukan? Setelah itu dia menghilang? Apa kalian bertengkar?"
    Aku hanya tersenyum sambil melihatnya.
    "Lebih dari itu, aku membunuhnya..."
    "Ha?"
    Christ menaruh telapak tangannya di dahiku, dahinya mengernyit semakin mantap, membuat kedua alisnya nyaris menyatu.
    "Kamu lagi demam ya?"
    Kulepaskan tangannya dari dahiku, kemudian kuhela nafasku panjang.
    "Nggak, biar kujelaskan..."
    Christ mengangguk sambil terus memasang wajah bingungnya, tapi tetap diam dan menungguku menjelaskan padanya.
    "Jadi, aku bertemu dengannya di sebuah game. Ya, dan pada akhirnya kami saling membunuh satu sama lain karena kami berada pada negara yang berbeda, dan kami berperang."
    Christ masih mengernyitkan dahinya.
    "Kamu main game Jyo? Kok aku ga tau?"
    "Jangan panggil aku dengan nama kecilku disini! Sudah perjanjian kita kan! Iya, aku main game, namanya Suikoworld Online, kamu tahu..?"
    Christ tampak terdiam sejenak, dia tampak tertegun, kemudian mengangguk dengan ragu.
    Entah apa yang dia pikirkan, tapi jika dia tidak ingin membicarakannya, berarti tak seorangpun bisa mengoreknya keluar dari mulutnya.
    Aku tahu kepribadiannya, dia begitu keras, dan penuh dengan idealisme.
    "Aku tahu game itu, hmm, lanjutkan..."
    Dia kembali duduk di sampingku dengan tenang, menungguku meneruskan ceritaku.
    "Jadi, dia adalah salah satu kepala pasukan elit di negaranya, sedangkan aku adalah pemimpin sebuah negara. Karena adu domba, negara kami bertikai, dan akhirnya aku memutuskan untuk menyerang negaranya, pada saat aku menyerangnya, aku tidak tahu kalau dia adalah kepala pasukan disana, karena kami selalu bertemu dalam penyamaran kami, sehingga tidak seorangpun dari kami berdua saling mengetahui identitas asli masing masing..."
    Christ masih menatapku dengan datar, sesekali dia tampak bergumam.
    "Suatu hari, kami akhirnya bertemu, dan saling bertarung satu sama lain, hingga dia terbunuh dalam perang itu, tanpa sempat aku menjelaskan padanya, dan meminta maaf padanya..."
    Christ tampak terdiam sesaat, dia tampak memikirkan sesuatu.
    "Dan kapan tepatnya itu terjadi?"
    "Hampir sebulan yang lalu..."
    Christ melebarkan matanya, dia terdiam sesaat.
    Christ menyentuh bahuku perlahan.
    "Jyo, bisakah kau berjanji, kalau suatu hari nanti, ada masalah diantara kita, kita bisa tetap jadi teman baik...?"
    Aku hanya bisa mengangguk dalam kebingungan mendengar perkataannya.
    "Apa maksudnya Christ?"
    "TIdak, hanya, berjanjilah.."
    "Tentu saja! Kamu sahabatku! Aku tidak mungkin membencimu!"
    Christ tersenyum senang, dia kembali menyandarkan tubuhnya di dinding rumahsakit.
    "Jadi, lanjutkan!"
    Aku mengangguk.
    "Yah, dan setelah itu, kami kehilangan kontak satu sama lain..."
    Christ menatapku datar, wajahnya mengisyaratkan bahwa dia berkata 'Lanjutkan, aku sedang mendengarkan'
    Aku menghela nafasku.
    "Tapi, setelah itu, aku bertemu kembali dengannya, dan setelah sekian lama mencari bukti, aku mendapat kepastian bahwa dia adalah orang yang kusukai di dunia maya itu..."
    Christ tersenyum singkat, dia mengedipkan sebelah matanya padaku.
    "Sekarang dia masih bersikap dingin padaku, tapi aku yakin aku bisa kembali mencairkan hatinya, aku akan terus menunggunya sampai kapanpun, menunggu sampai dia siap membuka hatinya kembali untukku..."
    Christ tersenyum padaku, kemudian mengalungkan tangan kanannya di leherku.
    "Yahh, kamu pasti bisa sobat! Tidak mungkin dia menyia nyiakan cowok se seksi kamu, ya kan!"
    Aku dan Christ tertawa lepas, sejenak semua beban terasa terangkat dari bahuku.
    "Dan, kamu belum cerita! Kamu ketemu dia dimana! Dan siapa dia?"
    Christ bertanya dengan bersemangat, dia kembali memajukan kepalanya padaku, menunggu ceritaku.
    "Dia orang yang kamu kenal!"
    "Oh ya?! Ternyata selama ini dia sedekat itu dengan kita?"
    Aku mengangguk dengan bersemangat.
    "Dia pasien kita, pasien rumah sakit ini!"
    "Oh ya? Pasien disini? Wow! Untung kamu menyadarinya! Bagaimana kamu bisa menyadarinya?"
    Christ bertanya dengan bersemangat, dia tampak benar benar tulus turut bergembira bersamaku.
    "Aku mengorek keterangan dari temannya, kebetulan salah satu dari mereka menjatuhkan barang bukti yang merujuk pada identitas mereka..."
    "Oh ya? Apa itu? Kenapa bisa?"
    "Sebuah Emblem, seperti milikmu, hanya saja, milik mereka tampaknya asli! Entah kenapa mereka bisa menjatuhkannya, mungkin karena mereka teledor!"
    Christ tampak tegang mendengar kata kataku, dia memajukan sedikit kepalanya.
    "Oh ya? Dan siapa mereka? Siapa sih orang yang kamu sukai...?"
    Aku menarik nafasku, bersiap membuka semuanya padanya.
    "Alvin, kamu kenal Alvin, pasienku, dialah orangnya..."
    Christ ternganga lebar, dia tampak seperti orang yang pingsan dengan mata terbuka.
    "Christ?"
    Christ masih melongo, tampak benar benar terkejut karena perkataanku.
    "Christ? Kamu ga apa apa....?"
    "Ulangi... Kamu bilang orang itu adalah Alvin, pasien yang baru beberapa minggu lalu keluar...?"
    Ujarnya lagi, masih dengan raut keterkejutan terpampang jelas di wajahnya.
    Aku mengangguk dengan yakin.
    "Ya, Alvin! Dialah orangnya..."
    "Alvin itu, adalah Arsais...?!"
    Ujarnya tertahan.
    Tunggu dulu.
    Aku tidak menyebut nama karakter Alvin sama sekali di pembicaraan kami.
    Darimana dia mengetahui nama Arsais?
    "Darimana kamu tahu dia bernama Arsais di dunia maya?"
    Christ tampaknya tidak menggubris perkataanku, dia masih tampak terkejut.
    "Tidak, tidak mungkin. Kenapa bisa jadi kacau seperti ini..."
    "Apa yang kacau? Christ? Kamu dengar aku ga sih?"
    Aku menepuk nepuk pipinya pelan, tak ada tanda tanda dia akan sadar dari keterkejutannya.
    Apa boleh buat, aku harus menggunakan cara yang sedikit keras.
    PLAKK!
    Aku menamparnya dengan cukup keras, membuat Christ tersadar dan melongo menatapku.
    "A..Apa..?!"
    Dia tampak terkejut karena mendadak ditampar olehku, sementara aku hanya mendengus sebal.
    "Kamu kenapa melamun? Pertanyaanku juga ga ada yang dijawab..."
    Christ berpikir sejenak, dan kembali tersenyum padaku.
    "Ya, maaf aku melamun, hehehe, Ga, ga ada apa apa..."
    "Jangan bohong, Christ, kamu sedang berpikir sesuatu tadi!"
    "Ga, ga ada apa apa kok! Baguslah kalau kamu menemukan Alvin! Ayo kejar dia! Jangan sampai kamu kehilangan dia lagi! Ya kan?"
    Christ tersenyum lebar ke arahku.
    Raut kesedihan masih tergurat di wajahnya.
    Ada apa sebenarnya?
    Mengapa dia terlihat begitu sedih?
    Apa aku sudah salah berbicara?
    "Ah, sudah shift ku! Aku harus kembali bekerja!"
    Christ tersenyum lebar sambil beranjak berdiri.
    "Ahh, kotor deh jas lab ku..."
    Dia menepuk nepuk Jas Labnya yang jelas jelas tak tertempeli sebutir debu apapun.
    Aku masih memandanginya dengan bingung.
    Apa sebenarnya yang dipikirkannya?
    "Aku duluan ya Yo! Banyak yang harus aku periksa!"
    Dia melambaikan tangannya sambil berlalu pergi, meninggalkanku yang masih duduk diam dalam kebingungan karena tingkahnya.
    Apa aku sudah melukai perasaannya tanpa sengaja?
    Atau aku menyebutkan sesuatu yang membuatnya jadi begitu?
    Rasanya aku tidak bebicara apapun kecuali cerita tentang Alvin.
    Apa yang sudah aku katakan sampai membuatnya jadi begitu murung?
    =======================================
    Silver's View

    "Ah, dokter Christ? Kenapa anda masih di rumah sakit? Bukannya anda sudah selesai daritadi?"
    Seorang perawat menegur Christ dari kejauhan dengan suara lantang, membuat Christ dengan panik segera memberikannya isyarat untuk diam.
    "Ah, maaf!"
    Perawat itu segera beralih, meninggalkannya sendirian.
    Christ berdiri sekitar satu bangsal jauhnya dari Rio yang sedang duduk di tempat awal mereka bertemu.
    Christ tersenyum singkat, ditolehnya Rio yang tampak masih melamun di kursinya, Christ kemudian menyandarkan tubuhnya membelakangi Rio.
    "Rio, maaf, tapi kali ini, kita harus bersaing. Aku juga tidak akan mengalah..."
    Ujarnya memulai monolognya.
    "Tapi, kenapa semuanya jadi ruwet seperti ini sih...."
    Christ menarik nafasnya panjang.
    "Kalau kamu tahu semuanya, apa kamu bisa menerimaku, Alvin...?"
    Christ kembali mengacak rambutnya, kemudian tersenyum kecut.
    "Kayaknya aku sudah jelas kalah langkah, tapi aku akan berusaha memenangkan hatimu..."
    Christ tersenyum tipis, memaksakan bibirnya untuk mengembang walaupun wajahnya begitu masam, dan pikirannya dipenuhi dengan berbagai kebimbangan dan kecemasan.
    "Alvinn..."
    Gumamnya pelan sambil berjalan melewati lorong lorong rumah sakit yang ramai oleh perawat berlalu lalang.
  • @yuzz eh iya toh? Ngomong-ngomong petugas sensus itu apa toh? Itu om @pokemon juga seenak sendiri ganti gender haha. Eh @silverrain, ikutan dimensyen dong ane :3
  • aku membuka mata dan langsung melihatmu @silverrain. tapi, aku agak heran dgn christ / lord marty. konflik batinx untuk mencintai alvin tidak terlalu jelas. kenapa mesti sekarang? setelah dia berkonspirasi membunuh alvin dgn kejam? knapa tidak jatuh cinta saat pengorbanan alvin dmh terangkatx lord marty menjadi raja?

    @yuzz kau kembali menjadi bottomku di part ini. aku menikmatinya...
  • edited December 2012
    arghhh.... knpa ane musti jd bottom..
    ahh..harusnyaa td malem ane begadang bentar.. tp apa daya..tubuh ini telah lelah tak berdaya lagi @idhe_sama :(

    @sagida hahaha..masa ga tau petugas sensus..??
    petugas sensus itu..
    umm.. #mikir keras
    tanya @silverrain aja deh
    ah si tante @pokemon emang suka seenak sndiri kok.
    tante centil pake motor metic.. :))

    wah udah mulai konflik cintanya ini..heuuu.....
    brendyyy......
Sign In or Register to comment.