It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
aq pikirin dl yaa
ud dket ending jg soalnyaa
@idhe_sama janji deh bkal scpatnyaa
@bb3117 kenapahh?
ntar bkal scptnya d apdet kok
plg 3 4 hRi maybee
@totalfreak critamu juempoll
T T
aq lgsg minder abis bca
wkwkwk
kerenn
ayo cpt d lnjutt
knp?
@bb3117 oke deh om
kwaakwakwa
Update jenis2 rune lagi pliss
kan cm menang tema
yg lainnya
down
>_<b
abis gni juga aku kluarin crita tema umum gt
#pastigalaku
@rarasipau sabar yaa
rune nanti perlahan muncul satu2 abis namanya keluar di game
jadi malam ini apdet dehh
hyuhh
hehehehe
"Kevin...?"
Aku tersadar dari lamunanku, kemudian segera menatap ke arah pintu.
Axel menatapku dengan bingung, dia tampak berpikir sejenak, kemudian segera mendekatiku dan duduk di depanku.
"Yeah, Axel? Kenapa...?"
Dia hanya menatapku lembut.
Axel menggeser kursi yang didudukinya ke dekatku, kemudian ia menyandarkan kepalanya padaku.
"Hmm...."
Axel menutup matanya, menggosokkan kepalanya ke bahuku.
"Kenapa Kevin melamun...? Kevin lagi banyak pikiran...?"
Axel menyentuh dadaku pelan, mengusapnya lembut.
Aku membiarkannya mengusap dadaku, kupejamkan mataku, membiarkannya menenangkanku.
Aku memang perlu hal seperti ini.
Belakangan ini semuanya benar benar membuatku tertekan.
Apa karena aku mewarisi jabatan sebagai Arsais, mereka berharap banyak padaku?
Padahal Yue adalah pemimpin di pasukan kami.
Tapi semua orang selalu berharap padaku, selalu menuntutku mampu menjalankan semuanya sebaik Alvin.
Aku tidak mampu!
Aku tidak sebaik Alvin dalam segi strategi maupun keahlian bertarung!
Aku jauh dibawahnya, dan aku tidak mungkin mampu menginjak bayangannya.
Kuhela sekali lagi nafasku, Axel sekarang merangkulkan kedua tangannya di sekeliling leherku.
"Kevin kenapa? Kevin cemas sama perang ini...?"
Dia begitu lembut kalau sudah seperti ini. Walaupun sikap kekanak kanakkannya masih terasa jelas, dan dia memperlakukanku bagai balita yang sedang berbicara pada bayi, yang dalam kasus ini adalah aku.
"Makasih, sayang, aku cuma pusing, mereka semua menimpakan semua beban yang dipanggul Arsais padaku. Padahal jelas Arsais dulu memang benar benar hebat dan berbakat, sehingga dia mampu mengatasi dan mengatur semuanya. Sedangkan aku, Aku masih jauh dibelakangnya. Sekarang saat aku dipaksa untuk seperti Alvin, rasanya aku ga mampu..."
Aku membelai rambut cokelat kehijauannya dengan lembut. Rambut itu terasa begitu halus di tanganku.
Axel mendadak mengambil posisi duduk dan menatapku dengan sebal.
"Bukan gitu! Kevin mampu kok! Kenapa Kevin ragu?"
Dia mengusap bahuku, kemudian menusukkan telunjuknya dengan pelan ke arah dadaku.
"Kevin punya semua yang diperlukan Alvin untuk memimpin dulu. Alvin ga pernah memimpin dengan kekuatan dan strateginya, tapi dia memimpin dengan apa yang ada disini sekarang."
Aku melirik ke arah dadaku, kemudian menatapnya kembali.
Axel mengangguk membalas tatapan penuh tanyaku.
"Alvin ga pernah memimpin kita dengan kekuatannya, yang membuat dia berbeda dari pemimpin lainnya adalah ini. Alvin selalu berusaha menggunakan hatinya untuk memahami kita semua, dan aku tahu, Kevin juga punya hati yang sama, jadi kenapa takut?"
Mata lebarnya terus menatapku, menunggu jawabanku.
Aku hanya diam tak bergeming, menundukkan kepalaku tanpa berani menatapnya.
Benarkah?
Apakah semua yang dia katakan benar?
Atau dia cuma mau menenangkanku?
"Aku ga bohong, Kevin mampu kok, Kevin sama baiknya dengan Alvin, dan Kevin pasti mampu membawa Valerie kembali ke tempatnya."
Axel masih menatapku lewat dua bola mata kehijauannya, wajahnya tampak penuh dengan keyakinan.
"Yeah, aku juga yakin kamu bisa..."
Kami sontak segera menoleh ke arah pintu sekali lagi.
"Cardinal?"
Yue tampaknya sedaritadi terus berada disana dan menguping pembicaraan kami.
Dia berdiri santai di pintu sambil menyandarkan punggungnya di kusen pintu, dan melipat kedua tangannya.
Panahnya yang berwarna perak kemerahan menggantung di sisi pinggangnya.
"Aku dulu juga, pada saat pertama kali diangkat menjadi Cardinal dari Aronia, aku sempat ragu, dan tidak percaya diri. Akhirnya aku membangun parlemen untuk melindungi diriku sendiri. Aku membiarkan mereka mengambil keputusan untukku, dan memikirkan semua masalah masalahku."
Cardinal tersenyum, dia berjalan masuk, dan mengambil sebuah kursi lagi tepat di depan kami.
"Kamu tahu apa yang terjadi karena keraguanku? Aku membiarkan negaraku perlahan lahan dikuasai oleh parlemen yang haus kekuasaan dan kekayaan, mereka mengambil banyak keputusan yang menguntungkan mereka atas nama kebaikan, dan membuatku tidak bisa melawan karena setiap mereka mengajukan sesuatu, mereka pasti menambahkan embel embel 'ini demi Aronia'. dan itu membuatku tidak bisa melakukan apa apa, sampai akhirnya aku memutuskan untuk membubarkan mereka."
Yue membuang pandangannya, dari raut mukanya, aku bisa membaca dengan jelas kemarahan dan kekecewaannya pada dirinya sendiri.
Dia memejamkan matanya, kemudian melirik kembali kepadaku dengan senyuman yang teduh.
"Jadi, saranku, percayalah pada dirimu sendiri, karena keraguan dan perasaan tidak mampu tidak akan membawamu kemana mana. Justru kalau kau takut mencoba, kau tidak akan tahu bagaimana hasilnya, ya kan? Beranilah mengambil jalan, dan kalau kamu menemukan jalan buntu, kamu masih bisa kembali!"
Dia tersenyum.
Senyuman yang begitu teduh, entah kenapa aku merasa bagai berada di dekat Alvin saat aku berada di dekatnya.
Hanya saja, Alvin selalu bersikap sinis dan dingin, sementara Yue lebih hangat dan bersahabat.
Tapi entah kenapa aku merasakan getaran yang sama saat aku menatap mereka.
Begitu penuh wibawa, dan perhatian.
Hanya satu kata yang bisa kuucapkan saat melihat mereka.
Kagum.
"Kanna?"
Cardinal tersenyum ke arah pintu, Kanna dengan pakaian merah muda dan kerudung khas para Gipsy Kannakan berjalan masuk, kemudian membungkuk pelan.
"Lady Kanna?"
Ucapku setengah berteriak, aku begitu terkejut melihatnya, jujur saja.
Karena beberapa hari yang lalu yang aku tahu dia masih terjebak bersama semua pasukan kami, dan akhirnya berjalan tak tentu arah di Suikoworld.
"Siapa yang membawamu kemari? Apa kau tidak apa apa?"
"Ya, Lady Windy menemukan kami dan membawa kami kemari pada saat kami sedang berjalan di sekitar Wild Plain. syukurnya tidak ada masalah denganku. Aku kehilangan separuh pasukan kita yang selamat. Kami saling terpencar saat kami melihat kalian lenyap. Maafkan saya. Hanya separuh yang berhasil kubawa, dan mereka sekarang sedang beristirahat di penginapan penginapan di kota ini..."
Kanna menjelaskan pada kami, dia tampak begitu menyesal karena gagal melindungi pasukan kami.
"Tidak, tidak masalah, aku justru bersyukur bisa melihatmu lagi disini, Lady Kanna!"
Yue membungkuk hormat pada Kanna, membuatnya sedikit kikuk karena mendadak diberikan penghormatan.
"Jadi, kalian semua selamat? Apa Keith, Rover dan Clive berhasil sampai disini? Mereka kemarin berusaha mengulur waktu untuk kami kabur. Mungkin mereka belum sampai kemari...?"
Kanna bertanya dengan antusias.
Aku, Yue dan Axel hanya bisa berpandangan menatapnya.
Wajah ceria Kanna segera berubah mendung saat dia membaca gerak gerik kami.
"Apa mereka tidak sampai kemari?"
Aku menggelengkan kepalaku, masih menundukkan kepalaku, begitu juga dengan dua orang dihadapanku.
"Mereka tewas....?"
Ujar Kanna lagi dengan hati hati.
Kami mengangguk dengan ragu, takut mengakui kenyataan.
"Aku mengerti, ya, aku mengerti, maafkan aku karena tidak membawa serta mereka saat melarikan diri..."
Ujar Kanna lagi sambil menundukkan kepalanya.
"Tidak, bukan salahmu, lagipula mereka gugur dengan terhormat, tidak ada yang perlu disedihkan..."
Yue berusaha menghibur Kanna yang saat ini benar benar menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi.
"Maafkan saya, Cardinal."
Kanna mencoba memaksakan senyumannya sambil menatap kami.
"Yeah, jadi ada apa Lady Kanna kemari? Ada yang penting?"
Axel membuka suaranya. Hanya mendengar nada suaranya, keadaan kami seakan menjadi sedikit lebih ceria.
Kanna mengangguk, kemudian ia menoleh ke arah Yue.
"Lord Viktor dan Lord Clive dari Warrior's Village, Master Lazlo serta Cirdan dari Sindar Clan datang untuk bertemu, Lady Windy membawa mereka kemari untuk bergabung..."
Senyuman senang segera mengembang di antara kami.
Bala bantuan?
Tiga negara?
Luarbiasa!
Aku dan ketiga orang yang tadi bersamaku di ruanganku segera berderap, berpacu untuk segera menemui para tamu kami yang menunggu di aula utama.
Kami membuka pintu rumah tinggal kami, dan kegelapan yang sekarang sudah mulai membuatku terbiasa segera menyergap kami.
Cahaya biru berpedaran disekitar kami.
Desa ini tidak pernah mengalami siang, keadaannya selalu gelap, karena Moon Rune selalu membuat keadaan di sekelilingnya berubah menjadi kegelapan pekat yang menyesakkan.
Penduduk desa menatap dengan heran saat melihat kami berlarian melintasi altar Moon Rune yang berpedar dalam cahaya biru pekat.
Kami tidak perduli dengan keadaan sekitar, dan terus melangkah dengan cepat menembus desa, menuju Balai desa yang tampak ramai dikerumuni oleh orang asing.
"Permisi!"
Kami terus berusaha menembus kerumunan orang itu dengan tergesa.
Mereka tampak berkumpul dari berbagai clan, dilihat dari pakaian mereka yang berbeda beda, dan berbagai senjata unik yang kulihat.
Selain mereka, aku masih melihat ribuan lagi dari mereka ada di belakang balai desa.
Aku tidak akan aneh kalau sesaat lagi desa ini akan jadi balai penampungan pengungsi dadakan.
"Ah, Cardinal! Bishop Arsais! Lord Axel! Silahkan masuk!"
Sierra segera berseru dengan ceria saat dia melihat kami muncul.
Axel masih salah tingkah saat dia dipanggil Lord oleh Sierra.
Wajar saja, karena dia barusaja diangkat menjadi General, dan pasti akan sulit untuk membiasakan dirinya dipanggil begitu tinggi oleh orang lain.
Axel menggaruk kepalanya dengan kikuk, kemudian hanya mengangguk.
"Silahkan berkenalan, ini, Master Lazlo, Cirdan, dan Lord Viktor!"
Sierra menunjuk ketiga orang yang berdiri menghadap kami dengan kedua tangannya seakan dia sedang menunjukkan hadiah Grand Prize dari kuis di TV.
Seorang dari mereka terlihat masih muda, dengan wajah manis dan rambut putih dengan ikat kepala tentara hijau datang mendekat ke arah kami.
Dia menggunakan kaos hitam dengan jaket hijau dan celana pendek hijau.
"Kenalkan, Lazlo, aku pemimpin dari pasukan Island Country, kudengar ada pertarungan True Rune, kupikir Punishment Rune milikku bisa membantu kalian sedikit"
Ujarnya dengan sangat sopan. Wajahnya terlihat manis saat dia tersenyum tulus ke arah kami dan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan kami.
Seorang pria lagi dengan baju ksatria berwarna putih dan celana kulit, dengan tubuh besar dan terbentuk. Menampilkan wajah lelaki maskulin, dengan dagu lebar dan keras, serta cambang hanya tersenyum lebar sambil menunggu gilirannya.
Akhirnya setelah Lazlo menyelesaikan perkenalannya, lelaki itu segera maju dan mengenalkan dirinya.
Dia menaikkan tangannya, kedua jarinya dilambaikan ke arah kami.
"Yo! Aku Viktor, Pemimpin gank Mercenary, dan ini adalah.."
Victor baru akan menggapai pedangnya, saat pedang itu terbang keluar dari dalam selongsongnya, dan berpedar.
"BOCAH TENGIK! Beraninya kau mengikatku di dalam sarung! Kau harus diajari tata krama!"
Aku hampir terlonjak.
Melihat pedang itu melayang saja sudah membuatku terkejut!
Dan sekarang pedang itu bisa bicara!
Waow!
Dan caci makiannya
itu poin tersendiri untuk kepintaran kognitifnya.
"Hei, hei, pak tua, sudahlah!"
Viktor terlihat panik dan berusaha menenangkan pedangnya.
Hmm, jadi pemilik takut pada pedangnya?
Menarik juga...
Pedang apa itu sebenarnya?
"KAU PANGGIL AKU APA?! KAU HARUS BISA DIAJARI TATA KRAMA! AKU ADALAH ZODIAC SWORD! BENTUK NYATA DARI NIGHT RUNE! DAN BERANINYA KAMU TIDAK BERSIKAP HORMAT PADAKU?!"
Oke, pertanyaanku sudah dijawab dengan lengkap olehnya sekarang.
Aku melirik ke sampingku, Yue tampak melongo dengan pucat pasi melihat ke arah perang mulut antara pedang dan pemiliknya, sementara Axel melihat mereka dengan berbinar.
Aku melirik ke arah kananku, tampaknya Kanna dan Sierra hanya tertawa tawa saat mereka melihat pertempuran itu.
Wanita wanita ini memang tidak berperasaan.
Tawa mereka sekejap menghilang, saat pedang itu membalik dirinya, dan membesar hingga sepanjang 3 meter dan mengeluarkan pedaran kilat.
"Whoa! Oke! Bersiap bertarung semuanya!"
Victor mencabut sebuah pedang besar lagi dari belakang punggungnya, dan memasang mode bertarung.
Apa dia selalu membawa pedang cadangan?
Jadi ini sering terjadi?
Aku baru akan menggunakan skill pelindung dari True Earth Rune, saat tiba tiba Kenny berteriak.
"WAOW! Om Pedang keren banget!"
Kami semua (Termasuk pedang) langsung berhenti bertarung dan menoleh ke arah Kenny.
Axel menatap Pedang itu dengan mata berbinar.
Dia berjalan maju, mendekati pedang itu.
"Apa katamu anak kecil? Kamu bilang aku keren?"
Axel mengangguk dengan kuat.
"Iyah! Keren banget om pedang bisa ngomong, bisa terbang juga! Om pedang pasti kuat banget!"
Pedang itu sejenak berputar, kemudian kembali berbicara.
"Ohoho, Tentu saja, aku adalah Zodiac Sword, bentuk nyata dari Night Rune, salah satu dari True Rune!"
Axel hanya mengeluarkan suara O panjang, disertai tangannya yang diletakkan di dagunya.
"Waah, om pedang keren banget! Om berarti punya sihir juga dong kayak True Rune lainnya?"
"Ohoho! Tentu saja, aku adalah Zodiac Sword, bentuk nyata dari Night Rune, tentu saja akau punya Sihir!"
Tunggu dulu, dia sudah mengulang dialog itu 3 kali.
Tampaknya dia benar benar bangga dengan dirinya.
"Kamu lihat ini!"
Pedang itu melayang, kemudian segera berkilat kuat.
Sebuah kilatan listrik muncul darinya, menghantam lantai dan bergerak maju menghancurkan lantai yang dilewatinya, meninggalkan jejak kehitaman.
"Wahh! Keren!"
Axel memujinya dengan kekaguman yang luarbiasa, membuat pedang itu merasa begitu melambung.
Ukurannya kembali mengecil.
"Hahaha! Bocah pintar! Kamu bisa mengenali orang hebat! Aku adalah Zodiac Sword, bentuk nyata dari Night Rune!"
Oke, itu sudah 4 kali sekarang.
Pedang itu akhirnya kembali mengecil, ia kembali menatap ke arah Viktor.
"Kau, belajarlah menghargaiku seperti anak ini, atau aku akan meninggalkanmu! Mengerti?"
Viktor hanya membalasnya dengan tatapan masam.
Pedan itu kembali masuk ke dalam sabuknya.
Semua orang tampak kembali ke kesadarannya masing masing.
"Jadi?"
"Oh. ya, seperti yang kamu lihat, aku memegang Night Rune, yang sekarang bereinkarnasi menjadi Zodiac Sword, ya, benda ini..."
"BENDA?"
"Maksudku, pedang yang luarbiasa bagus dan hebat ini"
"Ya, itu lebih bagus..."
".........."
Oke, mereka tidak waras.
Rune yang satu ini tampaknya begitu angkuh sampai harus mengulangi identitasnya berkali kali.
Dan anda?"
Kami semua menatap ke arah lelaki yang sedaritadi hanya diam di antara mereka bertiga.
Memiliki perawakan tinggi semampai, dengan jubah cokelat kayu yang menutupi hingga kepala, dilengkapi dengan kerudung, membuat wajahnya tersembunyi dalam kegelapan.
"Aku Cirdan, Leader dari Sindarin, Sindar Clan..."
Auranya terlihat begitu misterius, dia tidak banyak berbicara, tapi dari suaranya dia jelas sudah lumayan dewasa, mungkin sekitar usia 20 akhir hingga 30an.
"Dan kamu adalah pemegang True Rune?"
Wyatt yang sedari tadi hanya duduk termagu bersama ketiga bishop lain di pojok ruangan akhirnya ikut berbicara.
"Ya... Aku pemilik Rune of Change..."
Sepatah kalimat itulah yang diucapkannya.
Diluar aku juga melihat banyak orang dengan gaya berpakaian sama, bahkan beberapa menggunakan topeng kayu dengan gambar aneh. Aku yakin mereka berasal dari Clan Sindar.
Dia tidak menjabat tangan kami, bahkan juga tidak berjalan maju. Hanya berdiri diam tak bergeming, sehingga membuatku ragu kalau isi dari jubahnya adalah manusia.
"Jadi, kalian semua ingin bergabung dengan kami...?"
Greg berdiri, diikuti oleh sisa bishop dan bergabung bersama kami.
Ketiga orang itu mengangguk.
"Baguslah, dengan ini kita bisa mendapatkan banyak bala bantuan."
Pixel berbicara dengan senang, tampak kepercayaan dirinya mulai bertumbuh perlahan.
"Belum tentu..."
Kanna memecahkan suasana, membuat semua orang menatap ke arahnya.
"Aku sudah mengirim suratku ke Grassland dan Zexen, serta ke Jowston, tapi belum ada balasan dari mereka. Kita harus secepatnya menggandeng mereka, karena mereka memiliki kuantitas pasukan yang luarbiasa..."
Kanna melanjutkan penjelasannya.
Semua orang didalam ruangan mengangguk angguk paham.
"Tidak ada waktu yang bisa kita sia siakan. Kita harus sesegeranya mengumpulkan kekuatan sebelum mereka mendahului kita. Entah berapa True Rune yang sudah di tangan mereka, karena itulah kita juga harus bergerak cepat!"
Kanna berbicara dengan serius. Pandangannya menatap tajam ke arah semua orang.
Ketukan pelan di pintu membuat semua orang terkejut dan segera menoleh dengan waspada.
Mungkin terlalu terbawa suasana karena tadi kami sedang membahas hal yang membuat takut, padahal jelas di desa ini kami tidak akan bisa disentuh oleh siapapun.
"Maaf, apakah kami merusak suasana serius kalian...?"
Leknaat masuk dengan langkah teratur dari pintu utama.
Apa yang dimaksud dengan kami?
Apa dia membawa bala bantuan lagi?
"Ya, kupikir kalian semua memang sedang membahas hal penting, tapi kalau tidak keberatan, karena orang ini sudah mau datang kemari, jadi aku pikir semua bisa menangguhkan pembiacaraannya sejenak."
Leknaat menyapu wajah wajah kami dengan tatapannya, mau tidak mau kami mengangguk.
Dia tersenyum, kemudian segera mengangkat tangannya.
"Aku membawakan kepada kalian seorang lagi petarung yang akan membantu kalian berperang, dia yang dulu telah mati dalam pertarungan di Valerie, tapi memilih untuk kembali dan bertarung sekali lagi bersama kalian."
Dia memejamkan matanya.
"Gate of Netherworld, Open the gate to countless vicinity, let us travel through the world! Nether Gate!"
Leknaat membuka sebuah portal di hadapannya, dan seorang anak lelaki berkulit putih, dengan wajah manis dan sebuah bandana hijau di kepalanya berjalan keluar. Dia mengenakan baju merah dengan ukiran keemasan di sekelilingnya, serta sebuah sabit besar di punggungnya.
Orang itu membuka matanya, memperlihatkan mata cokelatnya, dan menatap kearah sekeliling.
Tunggu dulu.
Mati dalam pertarungan Valerie?
Dia...?
"Kalian mau bengong sampai kapan?"
Ujarnya dengan sinis.
Tepat!
Kami, kelima bishop dan Axel saling berpandangan, senyum lebar segera merekah di antara kami.
"ALVIN!"
Kami semua segera berteriak dengan senang dan maju menghambur ke hadapannya.
"Ya....."
Ujarnya singkat, tapi jelas ada kegembiraan di dalam suaranya.
"Kukira Alvin ga mau main lagi?"
"Kukira juga..."
Ujarnya menjawab pertanyaan Axel.
"Jadi balik lagi kamu?"
Kami semua berpandangan, kemudian segera menatap ke arah Arvyn yang menatap dengan pandangan meremehkan.
Oh, tidak, jangan lagi!
"Ya, memangnya kenapa?"
Alvin, atau Rex menjawabnya dengan tenang.
"Kukira sudah ketakutan dan melarikan diri, ternyata nyalimu lumayan juga,,,"
"Apa maksudmu?"
Rex mulai tersulut emosi, dia mulai mengerutkan keningnya.
Oh tidak, jangan, pasti sebentar lagi akan dimulai.
"Ya, Memangnya mau bilang apa?"
Rex menatapnya dengan geram, sedangkan Arvyn malah membalasnya dengan pandangan meremehkan.
"Cukup..."
"Kenapa? Telingamu panas? Hahaha!"
Oh, sudah jelas pasti akan ada kerusuhan sebentar lagi!
"Judge of Life, Punisher of Dead, Unleash your enraging power towards my enemy! JUDGEMENT!"
"Wind! Unleash the sharp Fury, Slice everything in your way! Razor Storm!"
Oh tidak...!
Dalam sekejap, semua orang segera berlarian dengan kalang kabut berusaha menyelamatan diri mereka keluar dari ruangan itu.
Rex dan Arvyn tampaknya dengan sukses menghancurkan satu satunya ruangan rapat yang kami miliki.
=======================================
Silver's View
"Pontiff!"
Edmund segera berlari dengan panik.
Dia menodongkan tangannya, memejamkan matanya.
"HEAL!"
Sinar kehijauan melingkupi sesosok tubuh yang tebaring di lantai.
"Ahh, Uhuk!"
Sosok itu bergerak lemah, kemudian dengan susah payah mencoba berdiri dengan siku dan lututnya.
"Pontiff, mohon berhentilah..."
"Edmund, mundur..."
Edmund masih terlihat tidak setuju, tapi kemudian ia segera berlari mundur menjauh dari Marty yang berdiri di tengah ruangan bundar dengan ribuan lilin di sekelilingnya.
Marty berdiri dengan susah payah, kemudian merentangkan kedua tangannya.
"Dengarkan aku! The Beast Rune, bebaslah dari belenggumu dan muncullah di hadapanku!"
Pintu keemasan di hadapannya bersinar, lambang lingkaran yang terukir di kedua daunnya berputar, kemudian perlahan membuka.
Sebuah simbol serigala kembar berwarna perak menyala, dan terbang keluar.
Sinar itu mendadak bersinar terang, dan segera menjelma menjadi serigala perak berkepala dua.
"CIRCLE RUNE! SIMBOL OF TRUE ORDER! GRANT ME YOUR GRAND POWER! CONTROL THIS CHAOTIC CREATURE IN MY SERVICE! AETERNA ORDINIS!
Lantai tempat Marty berpijak berpedar, berbagai tulisan muncul dan berputar, dan memunculkan beberapa berwarna biru keperakan. tali tali bersinar muncul dari tengahnya, dan menjerat monster itu.
"SEDIKIT LAGI!"
"GRAOOOOO.......!!!!!"
Monster itu melolong dengan marah, membebaskan dirinya dari belenggunya.
Sebuah lolongan marah lagi, disusul dentuman yang memekakkan telinga, saat ratusan tombak es menghantam tubuh Marty, disusul hujanan bola api dari atas tubuhnya.
"U..UAKH!"
Marty terpekik, tampak jelas bahwa dia benar benar kesakitan.
"Lord Marty!"
Edmund dengan sigap berlari ke hadapannya, kemudian membuat lingkaran dengan tangannya.
"THE RUNE OF ORDER! SEAL THIS MONSTER IN ETERNAL PRISON! Aeterna Carcer!"
Pintu keemasan itu segera terbuka, dan tangan raksasa segera menangkap Serigala itu, dan menariknya ke dalam pintu emas itu.
Pintu itu kembali menutup dengan dentuman berat, dan lingkaran di daunnya kembali berputar mengunci.
"Lord Marty, sudah cukup, kalau begini terus anda bisa terbunuh!"
Edmund membopong tubuh Marty, memaksanya berdiri.
Marty hanya bisa mengangguk lemah, kemudian membiarkan dirinya dibawa pergi dari ruangan itu.
"The Beast Rune, benar benar liar, dan kuat, bahkan bisa mengalahkan Circle Rune ku. Kau benar benar tidak mau patuh sebelum aku berikan tumbalmu...?"
Marty bergumam sambil berjalan terseok seok dalam bopongan Edmund.
"Yeah, mengapa anda tiba tiba ingin menguasainya tanpa tumbal?"
Marty menggeleng pelan.
"Aku berpikir terlalu berharga kalau aku membiarkan banyak nyawa hilang demi menguasai rune itu..."
Edmund menatapnya dengan heran.
"Tidak seperti anda. Tidak biasanya anda memikirkan nasib prajurit?"
Marty hanya tersenyum.
"Entahlah..."
"Anda akhir akhir ini sedikit aneh. Anda jadi sering melamun sendiri, selain itu, anda juga jadi sedikit ragu, dan lebih.... lembut..."
Ujar Edmund dengan ragu, sembari menatap dengan kuatir kalau kalau tuannya murka, tetapi Marty hanya tersenyum ringan.
"Entahlah, aku sendiri mempertanyakan kewatasanku belakangan ini. Apa ini karma karena aku terlalu membencinya?"
Marty tertawa pelan.
"Siapa itu Pontiff?"
Marty hanya menghela nafasnya, tanpa menjawab pertanyaan Edmund.
Edmund tersenyum, tidak berniat untuk menanyakannya lagi, karena ia tahu tuannya takkan mau menjawabnya.
Kedua orang itu berjalan dengan diam menuju ke ruangan Marty, sambil sesekali Edmund berhenti untuk membetulkan posisi tuannya yang hampir melorot dari pegangannya.
@Just_PJ @adhiyasa
@princeofblacksoshi @littlebro
@danielsastrawidjaya
@hwankyung69
@ularuskasurius @rulli arto
@congcong @Dhika_smg
@seventama @prince17cm
@rarasipau @catalysto1 @fian_pkl
@marvinglory @chachan
@idhe_sama @totalfreak
@rarasipau @bb3117
@adywijaya @adinu
APDETT!!!
thank u
-.-
@just_pj wkwk akhirnya
@marvinglory humm gmn ngegamenya?
wkwk