BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

The Night, and The Day - END - page 111

15455575960117

Comments

  • Arsais's View

    "Selamat Datang..."
    Suara seorang wanita mendadak menyadarkanku, keadaan sekeliling pun berubah, aku bisa mencium samar bau dedaunan di sekitarku.
    "Kalian bisa membuka mata kalian..."
    Suara seorang wanita lagi menegur kami.
    Ada dimana aku?
    Bukankah aku ditelan oleh sihir Marty?
    Setahuku tidak ada yang pernah hidup setelah berhadapan dengan Marty secara langsung.
    Aku perlahan membuka mataku, sosok seorang wanita berjubah putih, dan seorang lagi berjubah merah muda samar berdiri di hadapanku.
    Dengan susah payah aku memfokuskan mataku yang berbayang.
    Kedua sosok wanita itu masih berdiri tak bergeming. Perlahan namun pasti, kesadaranku dan penglihatanku mulai kembali padaku.
    "Lady Leknaat, Lady Windy?"
    Kedua sosok itu menatapku dengan tatapan berwibawa. Senyuman teduh tergambar jelas di raut wajah Leknaat.
    "Syukurlah..."
    Aku menatap ke sekelilingku, Yue, Keempat Bishop dan Axel berdiri di dekatku, tampaknya juga masih berusaha mengumpulkan kesadaran mereka.
    "Kita, kita selamat? Bukankah kita ditelan oleh Nether Sphere dari Marty? Bagaimana bisa? Seharusnya kita sekarang sudah mati dan harus membuat karakter baru..."
    Kami semua saling berpandangan dengan tatapan penuh tanya, entah merasa beruntung, atau kebingungan dengan keadaan kami sekarang.
    "Kalian nyaris ditelan oleh sihir Circle Rune, untungnya kami datang tepat waktu dan menggunakan Gate Rune untuk membawa kalian kemari..."
    Leknaat berbicara perlahan, dengan nada yang penuh wibawa, dia menatap ke arah bola kristal di tangannya dengan mata butanya.
    "Gate Rune, jadi kami selamat karena kalian?"
    "Yeah, tepat sekali. Kami menonton perang kalian dari jauh, dan saat kami merasa Marty sudah mulai bertindak melampaui batas, kami segera menuju North Wall dan membawa kalian kemari."
    Yue mengacak rambutnya, kemudian maju ke depan kami semua.
    "Lalu, bagaimana dengan Aronia, bagaimana dengan perang kami?!"
    Yue meremas kedua genggamannya dengan kencang.
    Leknaat hanya menggeleng, dan menundukkan kepalanya.
    "Maaf, kekuatan Gate Rune kami pun memiliki batas, kami bisa menyelamatkan kalian para pemimpin, tapi kami meninggalkan pasukan kalian di North Wall...."
    "APA?!"
    Yue meremas kerah Windy dengan geram, dia menatap ke arah Windy.
    "Lebih baik aku mati bersama pasukanku, daripada aku harus lari seperti pengecut begini!"
    Yue mengguncangkan kerah Windy, tapi Windy tampak tetap tenang dan terkontrol.
    "Tenanglah, Cardinal, Mereka bukanlah sasaran utama Marty. Perhatikanlah..."
    Leknaat menghunjukkan bola kristalnya pada kami, dan memperlihatkan North Wall yang sudah hancur menjadi puing puing, begitu pula dengan desa desa yang dibakar oleh Marty.
    "Aronia sudah hancur. Secara default game, Negara Aronia sudah tidak ada lagi. Queen Arshtat dan King Barbarosa juga memutuskan untuk menghancurkan seluruh kota Rupanda, tidak membiarkan sedikitpun sisa kejayaan Aronia tersisa sekarang."
    Leknaat menjelaskan dengan tenang, walau nada kesedihan jelas tergambar di wajahnya.
    "Bagaimana dengan pasukan kami?"
    Leknaat menatapku dalam, kemudian kembali berbalik dan memutar bola kristalnya.
    "Sedikit yang tersisa, tapi tampaknya ahli taktik kalian yang bernama Kanna berhasil me-regrup pasukan yang tersisa dan membawa mereka lari ke tempat yang aman. Sekarang banyak kelompok kecil sisa pasukan yang terpencar, dan Kanna sedang berkeliling mencari mereka sebelum Harmonia memulai perburuannya..."
    Aku menelan ludah mendengar perkataannya. Bisa kubayangkan apa yang terjadi setelah kami semua ditelan oleh bola hitam itu.
    Sisa pasukan kami panik, hancur mental dan tercerai berai, berusaha melarikan diri, sedangkan tentara Harmonia dengan kejam membantai satu persatu yang berhasil mereka tangkap.
    "Dan, Axel, benar namamu...?"
    Leknaat menatap kembali pada Axel, yang segera melompat dan berdiri dengan kikuk.
    "Yeah, ada apa Yang Mulia...?"
    "Aku minta maaf, tapi tampaknya kedua temanmu, Clive, dan Rover tidak berhasil kabur dari Harmonia. Mereka mati matian menahan tentara Harmonia bersama dengan Keith untuk memberi waktu sisa pasukan kabur. Ketiganya terbunuh di North Wall dalam perjuangannya..."
    Leknaat melepaskan bola kristalnya, yang perlahan melayang mendekati kami. Dari situ tergambar jelas apa yang terjadi setelah kami menghilang.
    ===============flashback==================
    "CARDINAL!"
    "BISHOPS!"
    Keith dan Kanna terpekik putus asa saat melihat para pemimpin mereka menghilang dalam sekejap bersama dengan bola hitam keunguan yang menghilang bagai tertiup angin.
    "PEMIMPIN MEREKA SUDAH TEWAS! HABISI SISANYA! JANGAN ADA YANG SELAMAT!"
    Sebuah teriakan seorang wanita terdengar dengan lantang dari sisi lain tembok North Wall.
    "Mereka akan datang kemari, kita sudah tidak mungkin akan menang lagi..."
    "Kanna, bawa pasukan mundur, jangan bawa ke Rupanda, larilah ke Barras, dari sana pergilah menyeberang ke Nameless Land, sembunyikan pasukan kita sampai perang ini mereda..."
    Keith memberikan aba abanya pada Kanna, yang segera mengangguk paham dan mulai memberikan perintah pada pasukannya.
    "Clive, Rover, kalian pergilah. aku akan menahan mereka disini..."
    BLARR!
    Sebuah ledakan lagi meluluh lantahkan pertahanan terakhir dari North Wall.
    "Kamu bercanda? Kami tidak akan membiarkanmu menikmati kesenangan ini sendirian!"
    Rover menarik pedangnya, sementara Clive mengangguk sambil tersenyum dan mengkokang senapannya.
    Keith hanya menghela nafasnya, kemudian segera menarik pedangnya.
    "Shield Rune, Sword Rune, Child of The Beggining, lend me your power..."
    Cardinal mengangkat kedua lengannya, dan memasang perlindungan menggunakan Runenya.
    "Wow, Rune langka, turunan Beginning Rune bukan?!"
    Clive berceletuk sembari menembakkan dan mengkokang kembali pistolnya.
    "Boronda Hawk!"
    "Shinning Cut!"
    Ketiganya bertempur dengan sengit, tak membiarkan seorangpun melewati mereka.
    "Langkahi mayat kami! Anybody feels like dying today? I'll Fight until my heart Stop!"
    Tiba tiba sebuah sinar kehijauan muncul diatas mereka, menghujani ketiganya dengan pedang sinar.
    "Begitukah...?"
    Seorang Pria muncul dari dalam barisan, menatap pada ketiga orang yang terkapar tak berdaya di atas lantai batu North Wall.
    "E..Emperor Barbarosa dari Scarlet Moon...?"
    "Benar, Bagaimana kekuatan True Rune ku? Sovereign Rune?"
    "K..Khukhh..."
    BLARR!
    Mendadak sebuah ledakan sinar kembali muncul pada tubuh ketiganya, dan dengan segera membuat mereka lenyap dari pandangan.
    "Ah, Arshtat! Kamu merusak kesenanganku..."
    "Kau memakan waktu terlalu lama, Barbarosa! Pasukan Aronia sudah lari jauh sekarang!"
    "Yeah, PASUKAN! MAJU! HABISI SIAPAPUN YANG KALIAN LIHAT! HANCURKAN APAPUN YANG KALIAN TEMUKAN! JANGAN SISAKAN APAPUN DARI ARONIA!"
    Para prajurit segera berteriak panjang, dan bergerak maju.
    Dari belakang, Marty dan kedua bishop hanya menatap dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan, menatap kearah barisan pasukan yang meringsek maju ke arah Rupanda.
    =============end of flashback================
    "........."
    "........."
    "Ya, aku mengerti, terimakasih..."
    Hanya itu yang diucapkan Axel, dan kurasa itu adalah sebuah jawaban paling tepat dibandingkan kebisuan yang memilukan.
    Semua orang tampaknya menahan kegeraman di dalam hati mereka.
    Cardinal meremas keras genggamannya, hingga beberapa tetes darah muncul dari dalam genggamannya.
    "Kalian, simpan amarah kalian, karena tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang..."
    Leknaat melempar bolanya, yang segera menghilang di udara.
    "Kalau kalian maju dengan bodoh, dan mati, maka kalian akan menyia nyiakan semua impian kalian di tangan mereka.
    "Dimana kami sekarang...?"
    Pixel yang lebih dahulu berhasil menyurutkan kemarahannya mulai mencairkan suasana.
    "Yeah, dimana kami sekarang?"
    Aku menatap ke sekelilingku, kami berada di dalam sebuah ruangan besar, dengan kasur di sisi ruangannya.
    Aroma menusuk yang entah apa sedaritadi memenuhi paru paruku.
    Aku menatap ke sekelilingku, berbagai ornamen yang cukup aneh dan tidak lazim menghiasi ruangan ini.
    Kayu dengan serat kasar dan penuh mata kayu, dengan warna kebiruan menjadi dinding dan lantai ruangan ini, sementara atapnya terbuat dari kayu berwarna ungu tua.
    "Ini, dimana? Aku belum pernah melihat area ini sebelumnya..."
    "Kalian berada di Blue Moon Village, kalian aman disini..."
    Kami semua serentak menoleh ke asal suara, seorang wanita dengan gaun abad pertengahan, dengan selendang dan bandana biru masuk ke dalam ruangan.
    "Siapa anda...?"
    Aku memandangi wanita itu dari atas ke bawah, kulitnya berwarna putih pucat, dengan mata hitam besar.
    Gaya pakaiannya benar benar mengingatkanku dengan wanita wanita inggris pada zaman Sherlock Holmes, dengan gaun putih berenda sepanjang lutut, sebuah sepatu ungu kecil, dan kaus kaki panjang.
    "Aku Sierra, Mistress Sierra, pemimpin Blue Moon Clan..."
    Wanita muda itu tersenyum, sejenak aku merasa melihat sepasang taring mencuat saat dia tersenyum.
    Aku segera mengibaskan kepalaku.
    "Ada apa...?"
    Sierra menatapku dengan bingung dari kedua mata besarnya.
    "T..tidak..."
    Aku mendadak merasakan grogi dan takut saat menatap matanya.
    Sierra sejenak memandangiku dari atas ke bawah, kemudian menjentikkan jarinya.
    "Ah, anda Lord Arsais yang baru, benar bukan...?"
    Sierra tersenyum dan mengangguk padaku, Ia menjabat tanganku. Aku hampir terpekik karena tangannya terasa begitu dingin dan kaku di genggamanku.
    "Aku kenal Lord Arsais yang lama, namanya Alvin, benar bukan? He's a very cute guy! Hohoho. Ahem, dulu kami pernah berperang bersama. Tapi setelah Harmonia berdiri, aku dan pasukanku pergi dan kembali ke desa ini..."
    Dia berbicara dengan nada ceria dan ramah, sambil menggerakan tangannya bagaikan tuan putri dari keluarga bangsawan.
    "Desa ini berada di bawah pengaruh Moon Rune, dan dilindungi oleh Moon Rune, hanya orang yang aku izinkan yang dapat masuk dan melihat desa ini, jadi aku menjamin kalian akan aman disini..."
    Lanjutnya lagi sambil tersenyum ramah.
    "Jadi, apa kalian mau teh...?"
    Sierra mengambil sebuah poci porselen dari dalam laci lemarinya, dan menawarkannya kepada kami.
    "Umm, kupikir aku tidak haus..."
    Arvyn menolak ajakan Sierra dengan cuek, sambil menatap ke langit luar dari jendela miring di dinding ruangan.
    "Kalian... Menolak...?"
    Sierra mendadak berbicara dengan nada bebahaya, dan matanya berkilat.
    "Ah, oke, oke, ayo kita minum teh aja! Oke, ya kan Greg..?"
    "Uh Huh..."
    Wyatt dengan panik segera mencairkan suasana.
    Leknaat dan Windy terkekeh pelan.
    "Lebih baik kita menuju Balai Desa sekarang, semuanya akan lebih mudah dibicarakan disana..."
    Leknaat dan Windy menatap ke arah Sierra yang masih mengangkat poci porselennya.
    "Oh, tentu saja, ayo kita kesana! Aku juga punya teh disana!"
    "................"
    Leknaat dan Windy segera berjalan mendahului kami, dan membuka pintu.
    "Hmm..."
    Kegelapan segera menyergap kami.
    Cahaya kebiruan yang menusuk berpedar pelan di sekeliling kami, aku semakin merasakan keanehan di desa ini.
    Semua orang yang kami lewati hanya menatap kami dengan pandangan datar.
    Mereka memiliki penampilan sama dengan Sierra.
    Para wanita dengan rambut pirang dan putih, memakai gaun abad pertengahan, sedangkan yang laki laki menggunakan baju bangsawan, dengan jubah beludru hitam yang tersambungkan dengan kerah tinggi yang nyaris menutupi kepala mereka.
    Mereka semua memiliki kulit putih yang benar benar pucat, dan iris mata yang besar. Raut wajah mereka terlihat kaku dan tidak bersahabat, walaupun mereka membungkuk dengan sopan ke arah kami.
    "Mereka semua terlihat aneh, tidak seperti karakter pada umumnya..."
    Pixel berbisik pelan padaku, sedangkan Axel sedaritadi terus memeluk pinggangku dengan ketakutan.
    Tampaknya aura desa ini memang benar benar mencekik dan mengerikan. Aku menengadah.
    Tidak ada Bintang, hanya ada bulan berwarna perak bersinar redup di langit, tetapi cahaya ungu pekatlah yang berpedar lembut mewarnai desa ini.
    "Kalian bingung? Ya, kami Blue Moon Clan memang spesial, sama seperti kalian yang muncul di beberapa kota berbeda pada saat memulai permainan, karakter yang muncul di Blue Moon Rune akan memiliki kenampakan seperti mereka, dan kami tidak pernah pergi dari desa ini, kecuali pada malam hari..."
    Sierra menerangkan kepada kami, aku sekarang yakin, bahwa dengan jelas aku melihat sepasang taring mencuat dari barisan giginya.
    "Itu, Moon Rune, kekuatan dari desa kami..."
    Sierra menunjuk pada sebuah menara yang terbuat dari batu besar, dan sebuah lambang berbentuk bulan sabit berpedar diatasnya. Lambang itu mengeluarkan aura ungu yang menjadi alasan adanya cahaya ungu di sekitar desa.
    "Silahkan masuk..."
    Sierra membukakan pintu Balai Desa, dan mempersilahkan kami masuk.
    "Aku harap kalian suka teh!"
    Kami mengambil posisi pada sebuah meja kayu tebal di sudut balai kota, sementara Sierra tampak bersibuk ria menyeduh teh untuk kami.
    "Silahkan..."
    Satu demi satu gelas diletakkannya di depan kami, dan ia mengisinya dengan teh yang diseduhnya di sebuah poci porselen.
    "Egh..."
    Aku nyaris tersedak saat teh itu mencapai mulutku.
    Begitu kental, dan asam, itulah kesan pertama yang kutemui.
    Rasanya tidak seperti teh, melainkan seperti akar akaran yang diseduh dengan air panas, dan tidak diberi gula.
    "Apa kalian menyukainya...?"
    Kami dengan susah payah menelan teh kami, dan tersenyum sambil mengangguk padanya.
    "Ah, syukurlah! Kupikir kalian bakal tidak suka, karena disini, hanya teh seperti itu yang tersedia. Hohohohohoho!"
    Sierra tertawa dengan anggun, tanpa memperdulikan wajah kami yang sudah benar benar tertekuk menahan jijik.
    "Baik, kembali ke bahasan awal, kita tidak mungkin menyerang Harmonia dengan kekuatan sekarang. Kalaupun tentara Aronia dan sisa dari Harmonia berhasil dikumpulkan, jumlahnya mungkin hanya beberapa ribu orang, dan mungkin tidak akan memberikan kerusakan berarti bagi Aliansi Harmonia sekarang..."
    Yue membuka pembicaraan kami dengan topik yang menambah suram pesta minum racun kami.
    "Ya, sudah pasti, dan kemungkinan menang kita melawan para pemegang rune sudah pasti nyaris nol, mereka adalah ahli perang, sedangkan kita disini kekurangan orang. Tidak ada secuilpun yang menjadi keuntungan bagi kita..."
    Pixel menambahkan perkataan Yue, menjadikan "racun" yang tersaji di gelasku semakin pahit dan menjijikan.
    "Aliansi harus dibentuk, dan kekuatan harus disusun..."
    Leknaat berbicara dengan lantang, kemudian berdiri dari kursinya.
    "Para petarung, sekarang adalah saatnya kalian mencari "partner" dalam pertempuran kalian."
    Leknaat membalik tubuhnya, kemudian menghela nafasnya.
    "Aku dan Windy akan ikut berperang, kupikir kami bisa membantu sedikit..."
    Semua terperangah mendengar perkataan Leknaat.
    Seorang Game Master, turun tangan berperang?
    Seakan membaca kebingungan kami, Leknaat tersenyum dan memperjelas perkataannya.
    "Kami, Keeper of Balance memang bertugas sebagai GM, dan memperhatikan jalannya permainan. Tapi, diluar batas itu, kami hanyalah karakter biasa dengan kekuatan terbatas, jadi kami tidak akan membuat peperangan ini jadi tidak imbang..."
    Windy mengangguk membenarkan kata kata Leknaat.
    "Yeah, kalau perang lagi, Blue Moon Village akan siap membantu kalian, Aku berjanji!"
    Sierra membungkukkan tubuhnya dan tersenyum dengan anggun, kemudian mengambil kursi di samping Leknaat.
    "Tapi, kekuatan Alliansi Magician Island, Aronia, dan Blue Moon kupikir tidak akan cukup untuk menghadapi mereka..."
    Semua orang terdiam.
    Memang benar.
    Kekuatan perang Magician Island, tempat Leknaat, dan Blue Moon pimpinan Sierra memang pasti jauh di bawah jumlah normal tentara bagi negara yang berperang, apalagi keduanya belum pernah berperang sama sekali. Jadi kupikir, dalam kekuatan dan kuantitas tidak mungkin bisa menyaingi alliansi Harmonia.
    "Kita bisa meminta bantuan, Jowston dan Grassland adalah negara yang selama ini selalu berseteru dengan Harmonia, jadi kupikir mungkin mereka akan bersedia membantu kita. Kekuatan dan jumlah mereka sangat besar, dan kupikir bisa jadi bantuan yang hebat!"
    Sierra memberikan saran kepada kami.
    "Omong kosong, mereka sudah berkali kali menyerang Harmonia selama aku memimpin di distrikku, dan sekarang kita meminta bantuan mereka? Mana mungkin mereka mau!"
    Wyatt menolak mentah mentah usulan Sierra, dan berbicara panjang lebar, tapi Sierra hanya tersenyum kemudian meletakkan tangannya di dada.
    "Ingat, mereka adalah Musuh Harmonia, benar bukan, dan harus kau ingat, kalau sekarang kita adalah MUSUH Harmonia..'
    Ujar Sierra yang dengan sengaja menekankan kata musuh di hadapan Wyatt.
    "Uh, Huh, kupikir pantas dicoba..."
    "Greg?"
    "Yeah, mereka pasti mau, karena mereka membenci Harmonia sejak lama..."
    Arvyn menyilangkan tangannya di depan dadanya, dan memain mainkan kursinya.
    Wyatt terdiam, ia kembali duduk di kursinya dan mengetuk ketukkan jarinya ke atas meja.
    "Yeah, mungkin memang pantas dicoba..."
    Ujarnya akhirnya.
    Semua orang mengangguk berbarengan.
    "Tapi, Kekuatan Harmonia sekarang sudah diperkuat oleh Falenas, dan Scarlet Moon, belum lagi beberapa Mercenary juga bergabung dengan mereka. Kupikir Aliansi kita tidak cukup kuat..."
    Semua orang kembali mengangguk dengan muka masam menyetujui apa yang barusan diutarakan Windy.
    "Yeah, mungkin kita memang perlu menunggu hingga Pangeran datang..."
    "Pangeran?"
    Semua orang memandang Leknaat dengan bingung.
    "Ya, Pangeran, Lord Alvin...."
    Aku nyaris terbatuk saat mendengar kata katanya.
    "Alvin? Tapi..."
    "Tidak mungkin Alvin akan kembali kemari..."
    Yue dengan cepat memotong kata kataku.
    "Yeah, benar..."
    Leknaat hanya mengangkat bahunya.
    "Aku tidak tahu, tapi aku masih berharap dia akan kembali. Baiklah, pertemuan kita kita cukupkan sampai disini, nanti kita akan membahasnya lagi. Kami akan mencari aliansi kalian di luar sana, jadi kalian tidak perlu keluar dari lingkungan Blue Moon Village..."
    Leknaat membalikkan tubuhnya setelah selesai berbicara, dan dia segera menghilang bersama Windy dalam bola cahaya raksasa.
    Apa yang harus kami lakukan sekarang?
    ***
    "Cardinal Yue...?"
    "Ah, Arsais, kamu ga Log Out...?"
    Cardinal Yue tersenyum ke arahku, dia menyandarkan kedua tangannya pada pagar beranda.
    "Suasana yang aneh ya...?"
    Ujarnya lagi sembari tertawa perlahan, ia hanya memandang jauh ke arah langit.
    "Boleh aku bertanya, Cardinal..?"
    Yue membalik tubuhnya ke arahku, kemudian menyandarkan pinggangnya pada sudut pagar.
    "Tentu!"
    Senyumannya merekah, ketulusan jelas dapat tergambar dari matanya.
    "Kenapa kamu mencari Alvin...?"
    Yue sejenak terdiam, kemudian ia segera menarik nafas dan mendongak ke arah langit.
    "Kenapa ya. kalau aku bilang, kami sudah kenal sejak lama dengan menyembunyikan identitas kami, dan kemarin akhirnya kami harus saling bunuh karena identitas kami, menurutmu, kenapa aku harus mencarinya sekarang...?"
    Ia menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan, membuatku bingung harus menjawabnya dengan apa.
    "Alvin, ya, buatku dia sangat berarti, sesuatu yang berharga untukku, tapi akhirnya sekarang dia membenciku. Aku membunuhnya saat dia menghalangiku di Valerie..."
    "Mengapa...?"
    "Karena dia memaksaku, aku berkali kali memohon agar dia tidak menyerang, tapi dia terus menerus menyerang, hingga akhirnya dia menggunakan kekuatan terakhirnya untuk terus melindungi kalian..."
    Yue menghela nafasnya.
    "Sejenak, aku merasa begitu kecewa, karena aku berharap dia akan mundur dan menyerah, tapi tampaknya dia lebih memikirkan kalian daripada aku."
    helaan nafas kembali keluar dari dalam paru parunya.
    "Aku tidak bisa mengelak, dia berpikir aku mengkhianatinya, ya, sejak awal aku sudah mengkhianatinya dengan menyembunyikan identitasku, tapi, salahkah aku, kalau aku ingin bertemu dengannya sekali lagi, menjelaskan semua kesalah pahaman ini, dan menginkanku untuk mengatakan padanya kalau aku..."
    Yue tampak ragu sejenak, tapi kemudian meneruskan kembali kata katanya dengan hati hati.
    "Mencintainya..."
    Dia tersenyum padaku.
    "Kamu boleh menganggapku aneh, atau menganggapku menjijikan, tapi perasaanku tulus, aku benar benar mencintainya..."
    Yue tersenyum kembali untuk terakhir kalinya, kemudian meninggalkanku yang masih membatu karena perkataannya barusan.
    Yue, menyukai Alvin...?
    =======================================
  • hwaa... sweety silvy. keren banget. makin keren...
    gak sabar menunggu alvin

    we need prince ALVIN
    we need prince ALVIN
    ALVIN
    ALVIN
    ALVIN
    AL...VIN...
  • Udah baca dong @silverrain sebelum dimensyen kakakkak *ceritanya bangga gw* btw selamat pagi, semoga aktivitasnya lancar hari ini.
  • A-S-T-A-G-A . Aku ketinggalan bnyak banget ini -,-"

    Yeah . Jelas brrti ya klo Christ itu Marty . Yg kehilangan kendali atas runenya sendiri #ehh .
    Brrti bakal bnyak character baru yg akan bermunculan , ya tentu dengan jurus2 barunya ƪ(ˇ▼ˇ)¬ . Khayalan makin tinggi ini --" .

    Makasih ya udah di mention tante ! << ( emang bner ya @silverrain itu tante2 ? (‾⌣‾"٥)
  • Pangeran Alvin cepat kembali ke Game ‎​♡≈Ўªãª≈♡ .
  • kok jeda waktunya posting cerita sm mentionnya jauh banget brendy..?hahahaha..

    umm.. kayak kota mayat hidup ya.. Blue moon village..
    umm..
    pengen banyak nanya2..

    gimana kalo buka session Question & Answer ??
    :D

    karna pasti juga banyak teman2 yang gak paham tentang dunia "night" nya..
  • sorry banget baru bisa baca ma comment, karena kemaren2 aku sibuk bgt huhu,,

    dan eng ing eng,, ceritanya seru bgt sumpah dan akhirnya akhirnya akhirnya jyo tau si alvin yeyeye hoho

    tp memang dasar oon loh kenny ni, masa iya tangan dimasukin ke pot, sumpe ngefreezz aku bacanya *lho

    aaaaaaahhh ku kira mati tu ke5 bishop ma si cardinal gegara si marty eh ternyata selamat hahayy gak sabar nunggu si alvin kembali ke game asek2 trs di ma jyo balik lg hahayy

    okelah, dr pd comment ku smakin gak jelas, mending dilanjut aja ni crita okrayy,, jgn lupa mensyen yakk
  • edited December 2012
    Kenny's View

    "Buuu~~~~~~"
    "WAAA!"
    "AW! SAKIT!"
    Aku hanya meringis sambil melihat Kevin yang memegangi dadanya, kuusap pelan kepalaku yang tadi barusaja jadi pendaratan mulus kepalan tinju Kevin.
    "Sakit tau, kok kamu jahat sihh..."
    Kumajukan bibirku, dan kutekuk mukaku ke arah Kevin.
    "Kamu tuh! Makanya jangan ngagetin orang sembarangan!"
    "Ya kan habisnya akhir akhir ini kamu jadi sering melamun terus..."
    Huh!
    Aku kan maksudnya baik.
    Daritadi habisnya Kevin cuma melamun aja, padahal kan kami lagi pergi kerumah Alvin buat nengokin Alvin, tapi Alvinnya malah lagi ga ada dirumah.
    (= 3=)
    "Kevin, Kenny, kalian masih nunggu? Tante gatau lho kapan Alvinnya pulang..."
    Mama Alvin mendongakkan kepalanya dari balik pintu, melirik ke arah kami.
    "Iyah, tante ga apa apa, pr kami juga udah selesai semua, jadi ga masalah kok..."
    "Ya ga masalah Kenny, lagipula juga esok kan minggu, maksud tante kamu ga apa apa kemalaman nihh?"
    Oia yah, esok minggu...
    Jadi ngapain aku mesti ngerjain pe er tadi
    tau gitu esok aja yah.
    Hufh, lain kali aku pasang alarm aja deh, jadi kalo sabtu aku diingetin buat ga bikin pr.
    >,<
    "Ah, iya tante, ga apa apa kok, mamaku ga marah kok..."
    (Lagipula mama juga lagi ga dirumah kok XD)
    "Ohh, yasudah, tante sudah sms Alvin tadi, bilangnya sih ke Mini Market, tapi gatau kenapa sekarang belum pulang juga.."
    "Oke tante, kami tunggu deh..."
    Wanita itu tersenyum manis, kemudian kembali menutup pintunya.
    Aku menatap ke arah pintu hingga akhirnya pintu itu kembali tertutup rapat, kemudian kembali menatap ke arah Kevin.
    Dan
    Kevin kembali melamun sambil duduk bersila di pojokan kasur.
    Hmph.
    Menyebalkan!
    Aku mendekatinya, kemudian segera mendekatkan mulutku ke telinganya.
    "Buu~~~"
    BUAK!
    "AWW! Kok dua kali sih!"
    "Ah, maaf, kamu ngagetin sihh.."
    Kevin mengelus dahiku yang memerah dengan kedua tangannya, sesekali sweater birunya menyentuh daguku.
    "Kamu ah! Makanya jangan melamun terus. Mikirin apa sih...?"
    Kevin tersenyum pelan, kemudian sedikit mengambil jarak dari tempatku duduk, dan menyandarkan tubuhnya di dinding.
    "Tentang Harmonia..."
    Kevin masih tersenyum, ia sejenak mengusap kedua matanya, kemudian menarik nafas dalam.
    "Entahlah, gimana ya, rasanya aku ga berani berhadapan dengan Alvin kalau begini..."
    Aku menggigit bibir bawahku.
    Jelas Kevin sangat tertekan dengan keadaannya sekarang.
    "Padahal Alvin sudah mempercayakan Harmonia padaku, tapi aku malah gagal menjaga kepercayaannya."
    Kevin mengulum bibir bawahnya.
    "Ya, bukan sepenuhnya salah Kevin kok, lagipula keadaan yang memaksa kita jadi begini..."
    Kevin tersenyum dan mengelus rambutku.
    "Entahlah, mungkin kalau Alvin yang memimpin keadaannya tidak akan seperti ini...?"
    "Enggak kok, Kevin udah ngelakuin yang terbaik, jadi Kevin ga salah..."
    Kevin kembali tersenyum sambil mengelus lembut rambutku.
    "Makasih ya Kennyku, yahh, andaikan Alvin masih di dalam game, mungkin kita tidak akan jadi pelarian seperti ini ya? Mungkin sekarang kita sudah hidup tenang di Valerie?"
    "Entahlah, hmm, mungkin Alvin masih mau membantu kita...?"
    "Tidak, Alvin punya alasannya sendiri, Kenny, lebih baik jangan memaksanya, lagipula ini cuma game kan, ga ada yang penting..."
    "Yahh, kalau gitu Kevin juga jangan melamun terus dong...!"
    Kumanyunkan bibirku sekali lagi, menatapnya dengan sebal.
    Kevin tertawa kecil, dia mengubah posisi duduknya, dan
    Cup
    Tiba tiba dia sudah menarik tubuhku, dan mendorong kepalaku, hingga bibirku bertemu dengan bibirnya.
    Kevin melumat bibirku dengan mesra, mengecup dan menghisap lembut di sekujur bibirku.
    Aku menghilangkan keterkejutanku sejenak, kemudian berusaha mengimbangi gerakannya.
    Kevin memaksakan lidahnya masuk ke dalam mulutku, dan menjelajahi mulutku.
    Aku hanya membuka mulutku, membiarkannya menguasai permainan.
    "Humh..."
    Hanya desahan desahan tertahan yang terdengar dari mulut kami, teredam oleh suara decakan dari mulut kami.
    "Kev.."
    Kevin membenamkan wajahnya di leherku, aku bisa merasakan hisapan hisapan lembut di leherku, dia menghujani leher dan bahuku dengan ciuman ciuman kecil, membuatku harus menggigit bibirku untuk menahan desahanku.
    Kevin meraba tubuku, aku hanya bisa meremas kerah bajunya, berusaha meredam perasaan aneh di dalam tubuhku.
    Tangan dinginnya menyusup masuk ke dalam bajuku, aku merasakan tangannya yang dingin mengusap punggungku dengan liar.
    "Ahem..."
    Kami nyaris melompat saat sebuah dehaman mendadak mengejutkan kami.
    "A..Alvin..."
    "Yaa, kalau sudah beres rapikan lagi kasurku, aku ga mau tidur dengan sprei berantakan!"
    Alvin berbicara dengan dingin sambil melepaskan sweater hitamnya, kemudian menggantungnya di belakang pintu.
    Aku dan Kevin hanya berpandangan.
    Antara malu dan bingung, entah yang mana yang lebih pantas kurasakan.
    "Aku baru dari Minimarket..."
    Alvin hanya bergumam pelan seraya menyobek kemasan snack kentang yang dikeluarkannya dari plastik belanjaannya.
    "Nih..."
    Alvin menyerahkannya kepada kami, kemudian dia mengeluarkan sebuah snack lagi dari dalam tas nya.
    Snack Jagung Bakar?
    Bukannya Alvin ga suka ngemil ya?
    Sejak kapan dia belanja barang barang seperti itu?
    Apa jangan jangan dia baru kena hipnotis ya di mini market
    Wah, gawat juga.
    "Kalian, sudah beres?"
    Alvin hanya menatap kami sambil mengarahkan telunjuknya padaku.
    Aku dan Kevin memandang ke arah bajuku.
    @_@
    Keviiinn!!!
    >,<
    Kancing kaosku tampaknya sudah semuanya terbuka. dan Kaos yang kukenakan sudah tersingkap hingga bagian perutku terlihat dengan jelas.
    "Ah, maaf..."
    Alvin hanya mendengus, kemudian kembali menggigit snack di tangannya.
    "Lain kali kalau pinjam kamarku bilang dulu, jadi aku pulang telat."
    Ujarnya lagi sembari membuka buka mp3 playernya lewat laptopnya.
    "Kamu lagi ngapain Vin..?"
    "Menurutmu lagi ngapain? Udah jelas kan?"
    >,<
    Ni anak galak banget.
    Hufh, tapi syukurlah, Alvin sudah balik jadi Alvin yang dulu, daripada jadi Alvin yang selalu murung, mungkin Alvin yang begini jauh lebih baik.
    Ya, kalo bisa galaknya juga harus dikurangin sih...
    >,<
    "Tadinya kami mau besuk kamu, tapi kamu ternyata lagi dijalan ya..."
    "Makanya lain kali bilang..."
    Alvin hanya menjawab perkataan Kevin sambil lalu, sedangkan Kevin tampaknya sudah terbiasa dengan perangainya hanya terkekeh pelan.
    "Gimana luka lukamu...?"
    "Sudah hampir sembuh semua, sudah tinggal luka di perutku yang masih bersisa nih..."
    Alvin mengangkat sedikit bajunya, mempertontonkan sebuah luka yang ditutup dengan perban pada perut ratanya.
    "Ah, syukurlah, hmm, yaudah, kalo gitu kami pulang dulu deh, lagian juga aku ama Kenny tadi naik motor, nanti kalau kemalaman kasian Kenny..."
    Alvin mengangguk sambil lalu, tanpa memindahkan pandangannya dari laptopnya.
    Buset dah, ni anak satu cuek banget, padahal mamanya bener bener ramah...
    "Yaudah, kalo gitu kami pulang sekarang..."
    Kevin juga tampaknya tidak ambil pusing, dia merapikan sweaternya, kemudian segera berdiri.
    "Oh, ya..."
    Alvin mendadak berceletuk saat dia melirik padaku, kemudian merogoh tasnya, dan menyerahkan sebuah kotak kecil kepadaku.
    "Ha? Plaster? Buat apa...?"
    Aku melirik bingung padanya, sementara Alvin hanya mendengus, kemudian mengarahkan telunjuk kanannya ke lehernya, dan telunjuk kirinya ke kaca di depan lemarinya.
    Aku melirik ke arah Kevin, yang tampaknya pucat pasi melihat ke arahku.
    Kenapa sih...?
    Aku berjalan ke arah kaca, kemudian mendongakkan kepalaku untuk memeriksa leherku.
    Hmm, ada bulatan bulatan kecil berwarna merah, mirip memar, tapi kok ga sakit ya?
    "Ini maksudmu?"
    Aku menunjuk ke arah memar kecil itu sambil bertanya ke arah mereka.
    Alvin hanya mengangguk padaku.
    "Memar ini, memangnya kenapa...?"
    Alvin menatapku dengan melotot, kemudian menggeleng sambil menghela nafas.
    "Itu bukan memar, itu "tanda" dari Kevin ke kamu. Kev, kamu cupangin leher anak orang ga pake mikir ya?"
    Alvin berbicara dengan nada pedas pada Kevin yang hanya meringis malu malu.
    "Tanda? Tanda apaan sih...?"
    Aku bertanya dengan tidak sabar.
    "Itu tanda, kalau kalian tadi bermesraan disini, lebih baik kamu tutupi, karena kalau orang melihatnya, pasti mereka akan tahu kalau kamu habis...."
    Ujar Alvin sambil menggerak gerakkan kedua jari tangannya membentuk tanda kutip.
    "Hah? Memangnya Kevin bikin tanda ini, kalau ketahuan bisa gawat gitu...?"
    Aku kembali bertanya padanya.
    Aku kan gatau, jadi mesti dicari tahu!
    Alvin melirik dengan jengah, kemudian menghela nafasnya
    "Dasar bego, makanya kalo ga tau ga usah pacaran, udah pake aja, daripada nanti ribut!"
    Aku menggeleng.
    "Gausah ah, nanti malah ribet, kan ga enak pake plester..."
    "Terserah deh!"
    Dengan jengah Alvin akhirnya menyerah memaksaku memakai plaster di beberapa titik di leherku.
    Aku kemudian berdiri.
    "Kami pulang..."
    Aku menarik Kevin yang masih tampak panik, dan membawanya keluar dari kamar Alvin.
    Bruk!
    Tubuhku mendadak menabarak seseorang saat aku berjalan keluar, beberapa pakaian tampak terlempar ke udara.
    "Arvin..?"
    Tampaknya aku tadi menabrak Arvin yang kebetulan lewat di depan kamar dengan membawa setumpuk baju
    "Waah, berantakan deh! Kan, gimana nih..! Hati hati dong Ken!"
    Arvin berlutut, kemudian memunguti pakaian yang terserak di lantai.
    "Malam banget kamu beres beres baju Ar?"
    Arvin mengangguk.
    "Iya, esok aku mau balik ke Beijing, jadi malam ini sudah harus beres beres..."
    "Hwa? Arvin mau pulang?"
    Arvin mengangguk, kemudian tersenyum ke arahku.
    "Iya, sudah harus pulang, nanti studyku berantakan. Nanti aku bakal sering ke Indo deh, lagipula, kan kita sering ketemu di game?"
    Aku masih menatapnya dengan tidak rela, kemudian bersama Kevin aku ikut membungkuk membantunya merapikan pakaiannya yang terserak.
    "Hmm...?"
    Arvin melirik ke arahku, tiba tiba tangannya memegang daguku, dan mendongakkannya ke atas.
    "Eh, kok, ada beginian sih..?"
    Arvin tampaknya memeriksa leherku dengan seksama.
    "Kok, bisa, umm, kan tadi ga ada pas kalian datang...."
    Arvin hanya melongo, kemudian dia mengigit jari sebelah tangannya, sambil satu tangan lagi menunjuk ke arahku dan Kevin secara bergantian.
    "Err..."
    Aku dan Kevin mematung, tak berani mengeluarkan sepatah katapun.
    "Itu tadi, Kevin sama Kenny main jepret pake karet, itu Kenny dijepret di leher sama dia, kayaknya kulitnya sensitif..."
    Alvin mendadak sudah berada di depan pintu kamar, dia berbicara dengan cuek sambil mengunyah snack.
    "Ohh! Pantes! Hahahah!"
    Arvin menjentikkan jarinya seakan barusaja berhasil memecahkan sebuah soal di Ujian Nasional.
    Plok
    Alvin kembali menjatuhkan kotak plaster di depanku, kemudian membuka pintu kamarnya lagi.
    "Tutupin aja, daripada makin banyak yang bertanya tanya..."
    celetuknya santai sebelum, menutup pintu kamarnya.
    "Iyah, tutupin aja Ken, soalnya tandanya kayak tanda "ehem", daripada kamu ditanya tanyain sama semua orang kan..."
    Ujar Arvin, kemudian dia berdiri sambil mengangkat tumpukan pakaiannya.
    "Aku tinggal dulu ya, aku mau beres beres soalnya.."
    Aku dan Kenny menumpukkan pakaian yang sudah kami lipat.
    Arvin segera pergi meninggalkan kami sambil bersiul siul santai.
    "Yaudah, kita pulang juga..."
    Kevin mengajakku pulang dengan canggung, Ia memandang kebawah, seakan tidak berani bertatapan langsung denganku.
    "Yaudah ayo..."
    Aku mengajaknya turun.
    Setelah berpamitan dengan semua orang, kami segera menaiki motor dan pergi dari rumah Alvin.
    =======================================
    Alvin's View

    Aku mengetuk ketuk meja belajarku sambil menatap kearah komputerku.
    Monitor di hadapanku menyala, menampilkan logo
    "Welcome to Suikoden Online, please wear your Headphone, Google, and Receptor to start the game"
    Aku menggertakkan gigiku.
    Cukup banyak yang aku dengar barusan, dari Kevin dan Kenny...
    ================Flashback=================
    Aku melirik ke kiri kanan lorong, berbagai macam snack terpampang di sekelilingku, tapi snack yang aku cari tak juga kutemukan.
    Aku masih mengingat dengan jelas namanya, dan kemasannya
    "Jagung Bakar"
    Tulisan itu terpampang di depan kemasannya, ditemani gambar sebuah jagung yang sedang dipangang.
    Entah kenapa tadi aku mendadak merasa ingin, dan dengan sekejap aku segera pergi ke Mini market di dekat rumahku untuk mencari snack yang aku inginkan.
    Entah sejak kapan, sebenarnya aku paling tidak suka mengotori tangan dan bibirku untuk mengkonsumsi snack yang aku pikir juga tidak ada manfaatnya untuk tubuhku.
    Tapi entah kenapa semenjak Rio memberikannya padaku, aku pasti mencarinya setiap aku teringat padanya.
    Hmm, perasaan yang aneh, tapi yang jelas sekarang aku menyukai snack itu!
    Dan Rio...
    Aku menggelengkan kepalaku dengan kuat
    Sial!
    Pikiran apa barusan!
    Tidak, lebih baik tidak ada lagi perasaan seperti ini
    Apa aku terlalu mudah jatuh cinta?
    Hanya Jyo satu satunya orang yang aku sukai, dan hanya dia laki laki yang selama ini aku sukai, walaupun dulu Richard memang pernah membuatku tertarik, tapi dia tidak membuatku jatuh cinta seperti ini.
    Sekarang, aku tertarik dengan laki laki lain, apa aku sudah benar benar mengubah orientasi seksualku?
    Ah!
    Aku menutup pikiranku, kembali memfokuskan otakku untuk mencari snack yang aku inginkan.
    Cling!
    Sebuah pesan masuk ke dalam HP ku.
    Aku mengambil HPku dari dalam saku celanaku, dan membuka isinya

    Sender : Mama

    Alvin, kamu dimana? Ini ada Kevin dan si imut Kenny disini. Kamu cepat pulang gih!

    Huah!
    Ternyata ada Kevin dan Kenny dirumah!
    Tanpa pikir panjang segera aku menyambar snack apapun yang ada dihadapanku dan membawanya ke kasir.
    Ya, Kevin dan Kenny pasti perlu cemilan kan?
    Aku mengantri di kasir, sejenak mataku terpaku pada sebuah bungkusan yang tersusun rapi di bawah kasir.
    "Jagung Bakar"
    Ternyata disini mereka menyimpan snack itu!
    Mungkin diletakkan di dekat kasir untuk menarik perhatian anak anak saat mengantri di kasir.
    Strategi yang bagus.
    Aku mengambil beberapa, dan membayar belanjaanku, kemudian segera memacu motorku ke rumahku.
    "Alvin, tuh teman temanmu datang!"
    Grace yang sedang duduk bersama seorang temannnya di beranda rumah melirik ke arahku
    "Sudah tahu..."
    Aku segera beranjak ke atas meninggalkan Grace, dan menaiki tangga dengan terburu buru.
    Mereka pasti sudah menunggu lama!
    "BUAK!"
    "Aduh!"
    Aku mendengar Kenny merintih pelan, dan tak lama kemudian mereka tampak beradu mulut di dalam.
    Sigh, dasar pengantin baru....
    "Tentang Harmonia..."
    Aku terkesikap mendengar nama itu disebut.
    Sebersit kemarahan kembali menyala di hatiku.
    Kuurungkan niatku untuk membuka pintu, dan kudekatkan telingaku untuk mendengar pembicaraan mereka.
    "Entahlah, gimana ya, rasanya aku ga berani berhadapan dengan Alvin kalau begini..."
    "Padahal Alvin sudah mempercayakan Harmonia padaku, tapi aku malah gagal menjaga kepercayaannya."
    Kevin berbicara dengan nada sedih
    Apa yang terjadi di dalam game? Apa sesuatu yang buruk kah?
    "Ya, bukan sepenuhnya salah Kevin kok, lagipula keadaan yang memaksa kita jadi begini..."
    Kenny tampaknya mencoba menghibur Kevin.
    "Entahlah, mungkin kalau Alvin yang memimpin keadaannya tidak akan seperti ini...?"
    "Enggak kok, Kevin udah ngelakuin yang terbaik, jadi Kevin ga salah..."
    "Makasih ya Kennyku, yahh, andaikan Alvin masih di dalam game, mungkin kita tidak akan jadi pelarian seperti ini ya? Mungkin sekarang kita sudah hidup tenang di Valerie?"
    "Entahlah, hmm, mungkin Alvin masih mau membantu kita...?"
    "Tidak, Alvin punya alasannya sendiri, Kenny, lebih baik jangan memaksanya, lagipula ini cuma game kan, ga ada yang penting..."
    Mereka tampaknya saling beradu argumen, dan dari yang aku dengar, aku menyimpulkan kalau mereka tampaknya kalah dalam peperangan melawan Marty.
    Kenny tampaknya masih berpikir aku akan kembali ke dalam game, sedangkan dari kata katanya, Kevin jelas tahu lebih banyak tentang yang terjadi.
    Apa dia sudah mengetahui sesuatu?
    Apa dia berbicara dengan Cardinal?
    Dan kekalahan mereka, bagaimana bisa?
    Apa yang terjadi?
    Padahal kupikir mereka akan menang dengan mudah.
    Mereka mengharapkanku kembali ke game?
    ................
    Aku mengelus daguku, berpikir dengan kuat.
    Aku sudah tidak ingin lagi membuka game itu, terlalu banyak hal yang tidak menyenangkan yang ingin aku lupakan.
    Tapi tampaknya sahabat sahabatku mengharapkanku.
    Aku kembali mendekatkan telingaku untuk menguping, siapa tahu ada informasi lain yang bisa aku dapatkan.
    "Clak"
    Hmm? Suara decakan?"
    "Emmmhh, K, Kevin.."
    .....................................
    DASAR PENGANTIN BARU!
    Bisa bisanya mereka pakai kamarku buat mesum!
    Tanpa pikir panjang aku segera pergi ke kotak P3K, dan mengambil sekotak Plaster dari dalamnya.
    Entahlah, kupikir nanti akan berguna.
    Kenapa kuambil?
    Insting.
    Aku membuka pintu dengan pelan, dan benar saja, mereka dengan liarnya saling menjamah satu sama lain
    Ck, boys will always be boys. Right?
    "Ahem!"
    =======================================
    "Alvin..."
    Arvin memasuki kamarku dan menyapaku.
    "Aku berangkat ke jakarta esok pagi, dan darisana aku langsung pergi untuk penerbangan internasional. I'll miss u..."
    Arvin memelukku sambil berdiri, membuat wajahku terbenam di dalam dadanya.
    "Kalau kamu punya karakter baru, kabari aku ya..."
    Arvin melepaskan pelukannya, kemudian mundur beberapa langkah.
    "Apa yang terjadi...?"
    "Hah?"
    Arvin melihatku dengan bingung.
    "Kenapa kalian kalah...?"
    "........ Well, kamu sudah tahu..."
    Arvin duduk dan menceritakan semuanya kepadaku.
    "Kalah kah...?"
    Arvin mengangguk dengan lemas, kemudian merapikan rambutnya.
    "Yeah, kalah. Kami sekarang bersembunyi untuk menghindari mereka, mereka semua menunggumu..."
    Arvin tersenyum ke arahku, tampaknya dia belum menyadarinya.
    "Aku sudah berhenti main game...."
    Senyuman Arvin mendadak memudar, digantikan raut terkejut dan bingung.
    "Mengapa?"
    "Ada yang ingin aku lupakan..."
    "..... Well, kalau gitu, berarti kita bakal susah kontak deh! Yaudah, semua keputusan ada di tanganmu Al!"
    Arvin berdiri dan meregangkan tubuhnya.
    "Waah, kalau gitu kita mesti kontek lewat yang lain nih, harus cari messenger avatar berarti..."
    Arvin berjalan kearah pintu, dan membukanya.
    "Kalau kamu berubah pikiran, We'll looking forward to welcoming you again..."
    Arvin tersenyum simpul, sebelum menutup pintu kamarku.
    Aku kembali berpikir.
    Apa yang harus aku lakukan?
    Dengan jengah kuambil telepon genggamku.
    Aku tidak mungkin berbicara dengan Arvin, esok dia pasti sudah pergi, dan berbicara sekarang atau esok hanya akan mengganggunya.
    Kuketikkan sebuah pesan di jendela pesanku.

    Bisa ketemu dan ngobrol?
    Aku perlu saran.

    Aku meringis membaca yang barusaja aku tulis
    Jujur saja, ngobrol dengan orang dan meminta saran benar benar bukan seperti diriku
    Aku terbiasa berpikir sendirian dan mengambil keputusanku menurut pertimbanganku secara pribadi
    Tapi untuk yang kali ini, aku pikir aku harus meminta saran dari seseorang.
    Aku mencari cari di daftar kontakku, menimbang orang yang cocok.
    Setelah sekian lama, akhirnya aku memilih sebuah kontak.
    Aku memilih namanya, dan kemudian menekan tombol hijau di layar, dan dengan segera pesanku terkirim padanya.
    Tak seberapa lama, sebuah pesan balasan masuk ke HPku.

    Esok? Oke, Esok sore aku ke tempatmu ya!

    Baguslah, paling tidak kupikir dia adalah orang yang paling tepat untuk menjadi pilihanku.
    Kuletakkan kembali telepon genggamku, dan kusandarkan tubuhku ke kursi.
    Aku lelah.
  • edited December 2012
    pertamaaaa.
    tambah lagi dong :((
  • keren. tolong lanjutkan lagi... penasaran.
  • aaaaaaaa . Itu update nya nanggung bnerr --"
  • kenny polos pol-polan. masih belom waktunya pacaran.
    siapa yg dihubungi alvin? christ atau rio
  • Siapa siapa ƳαЛġ bakal ketemuan dg Alvin?? Rio kah/Crist?
Sign In or Register to comment.