BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

The Night, and The Day - END - page 111

13738404243117

Comments

  • wahhhhh.... sudah mulai terbuka satu persatu misterinya... :D
  • Wuahhh . Di upadte :* makasih2 . Walau lg sakit sempet2 ngapdate :* makasih2 .

    Wkwkwk . Ternyata mereka juga baru tau di game Dan terpisah Dr kecil -,-" kasiaan (˘̶̀••˘̶́ ')
  • sakau nunggu kelanjutanx. penawarnya please......
  • @just_pj wani piro?
    :p
    #kaburjauh
    ampuunn jgn diperkosa sayaa
    @yuzz sbnrnya cukup bnyk yg terungkap
    coba cermati nama mereka
    menyadari sesuatu yg mengerikan @idhe_sama @totalfreak @rarasipau ? @rarasipau sini sini nangis disini
    #kasisaputangan
    @idhe_sama
    #kasibaygon
    diminum sesendok
    1x1jam 1sdm
    diulang sampai 3 hari
    oke
  • nama, mengerikan.....? Jadi di dunia nyata. Marty sama Cardinal itu tmenan akrab? Wah...!
  • itu crist kyak.a dya lord marty, klo keith kan kyak.a udah pernah ktmu yg wktu d game center bareng yuji sma marco, nama asli.A lupa euy

    salam kenal smua^^
  • itu crist kyak.a dya lord marty, klo keith kan kyak.a udah pernah ktmu yg wktu d game center bareng yuji sma marco, nama asli.A lupa euy

    salam kenal smua^^
  • itu crist kyak.a dya lord marty, klo keith kan kyak.a udah pernah ktmu yg wktu d game center bareng yuji sma marco, nama asli.A lupa euy

    salam kenal smua^^
  • itu crist kyak.a dya lord marty, klo keith kan kyak.a udah pernah ktmu yg wktu d game center bareng yuji sma marco, nama asli.A lupa euy

    salam kenal smua^^
  • @chachan waaahh comment perdana disini yaa?
    Jadi ge er nih
    :D
    Salam kenal juga
    selamat datang
    ^_^
  • aku komen2 gk pernah disambut juga....
    silverrain jahattttt...
    #berlari bercucuran air mata
  • Rio's View

    "Ho? Ada kejadian kayak gitu?"
    Aku mengunyah roti sambil mendengarkan cerita Christ dengan seksama.
    "Iya, dan kamu tau, waktu aku masuk, dua anak kembar ibu itu malah lagi pelukan sambil telanjang di atas kasur!"
    Christ bercerita dengan berapi api padaku, sambil menggunakan kedua tangannya untuk bercerita.
    "Wah, anak kembar? Tunggu dulu, pasien yang namanya Alvin itu kembar ya?"
    Christ mengangguk dengan cepat, kemudian mengambil sedikit keripik kentang dan mengunyahnya.
    "Iya, memang kembar, kamu ga tau? Nanti kamu pasti ketemu!"
    "Sebenarnya aku udah ketemu, tapi ga nyangka kalau mereka kembar, habis semuanya, dari tinggi badan sampai gaya rambutnya kan benar benar persis sama!"
    Christ mengangguk setuju sambil menyuapkan segenggam keripik kentang lagi.
    "Trus, kamu waktu itu mikirnya apa sih?"
    Aku menggaruk belakang kepalaku.
    "Aku kira hantu..."
    Christ melotot kaget, tak lama kemudian tawanya segera menyembur dari mulutnya, beberapa keripik kentang masih ada di dalam mulutnya saat dia tertawa
    "Dasar jorok! Itu keripik kentang ditelan dulu kenapa!"
    Christ menutupi mulutnya dengan tangan dan segera menelan keripik kentang itu, kemudian kembali melanjutkan tawanya.
    Kamu juga konyol! Mana mungkin ada hantu tapi orangnya masih hidup! Ada ada aja!"
    Dia kembali tertawa sambil menodongkan telunjuknya padaku.
    "Udah ah, kan siapa tau kan, aku mana ngerti kalau dia kembar."
    Aku melemparkan buku sakuku ke arahnya dengan kesal.
    Sialan, masa karena hantu aku jadi ditertawakan seperti ini.
    "Hei hei, kalian masih aja ngobrol disini, ini sudah jam jaga! Cepat keliling sana!"
    Seorang pria dengan jas putih dan kacamata bulat menepuk pundakku dan Christ sambil mendengus kesal, membuat kumisnya yang tampak seperti Hitler berkedut perlahan.
    "Ah, iya pak! Maafkan kami! Kami akan segera pergi sekarang!"
    Christ meraup seluruh keripik kentang yang tersisa dari dalam bungkusan kemudian segera menyuap dan mengunyahnya dengan terburu buru.
    "Cuci dulu tanganmu, Richard, nanti pasien malah sakit! Kamu teledor sekali!"
    Pria tua itu berseru dengan kesal melihat kelakuan Richard.
    Aku segera mengalungkan stetoskop dan mengambil tas kerjaku, tanpa menunggu waktu aku segera berjalan keluar dari ruangan.
    "Hei, Jyo! tunggu aku!"
    Aku mendengus dengan sebal ke arahnya.
    "Jangan panggil nama kecilku disini!"
    Christ menggaruk kepalanya sambil meringis pelan, kemudian segera mengatupkan kedua tangannya.
    "Maaf maaf, ga sengaja!"
    Aku mendengus sebal. Kami segera pergi keluar dari ruang staff dan memulai tugas kami.
    "Oke, sampai jumpa jam 6 nanti..."
    Aku melambaikan tanganku pada Christ, karena kami akan berpisah lorong setelah belokan ini.
    Sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa dengan kegiatanku memeriksa pasien sebagai kegiatan rutinku setiap hari.
    Aku sekarang bisa memeriksa dan melakukan semuanya tanpa canggung, dan akhirnya dapat selesai lebih cepat dari yang aku kira.
    Hanya tinggal satu kamar, yaitu kamar Alvin yang tadi barusan membuatku harus ditertawakan oleh Christ seharian karena mengiranya hantu.
    Langkahku perlahan membawaku ke lorong tempat kamarnya berada. Memang lumayan jauh dari kamar lain karena kamarnya teletak di lorong yang berseberangan bangsal daripada kamar lainnya.
    Aku hampir mencapai kamarnya, saat kelima teman Alvin, yang aku ingat salah satunya bernama Kevin dan Yujii, dan salah satunya adalah kembaran Alvin berbicara berbisik bisik di depan kamar kami.
    Walaupun sudah berhati hati, tampaknya obrolan mereka terdengar juga di telingaku.
    "Yeah, pasukan ku sudah bersiap di benteng utara, mereka juga saat ini sedang berhenti menyerang, sepertinya gencatan senjata akan dilakukan..."
    Kembaran Alvin berbisik ke arah keempat temannya.
    "Kalian berdua juga sudah mempersiapkan semuanya, Kenny nanti akan memimpin tim Va...., ....., bisakah?"
    Samar samar aku mendengar suara Kevin, tapi tidak cukup jelas, karena suaranya jauh lebih kecil dari yang lainnya.
    "Yeah, kami akan mempersiapkannya sebaik baiknya, karena kekalahan barusan kita kehilangan hampir separuh pasukan kita, sepertinya pertahanan kita terlalu tipis."
    Yujii, satu satunya cewek di grup itu berbicara dengan hati hati.
    Keempat orang lain segera menggaruk kepalanya, tampaknya sangat bingung dengan keadaan yang ada. Apa yang mereka bicarakan? Mereka pemimpin pasukan? Apa maksudnya?
    "Tanpa Alvin, mental pasukan juga melemah...."
    Anak berambut pirang terkuncir berbicara dengan lesu.
    Hmm?
    Tampaknya Alvin yang sekarang sedang dirawat adalah pemimpin mereka ya? Berarti anak itu cukup berbahaya? Tapi siapa sebenarnya mereka?
    Aku berbicara dengan perlahan karena takut mengejutkan mereka.
    "Maaf, permisi..."
    Kelima anak itu segera terkejut, mereka segera memasang tampang siaga saat melihatku.
    Aku mengernyitkan dahiku, walau sudah berusaha ga mengejutkan pun tetap terkejut ya?
    Ck.
    Aku tersenyum ke arah mereka.
    "Boleh aku masuk?"
    Kelima anak itu mengangguk dengan ragu sambil terus memperhatikanku dengan hati hati, mulai membuatku merasa risih dengan perbuatan mereka.
    Kembaran Alvin perlahan membukakan pintu untukku, dan membiarkanku masuk.
    Aku baru menolehkan kepalaku, dan akan memberi salam.
    "Permis..."
    Aku menoleh, dan tepat berhadapan dengan Alvin yang dalam kondisi telanjang bulat memegangi celana piyamanya sambil melongo ke arahku.
    "HUAHH!"
    "ARGH!"
    Kembarannya tiba tiba menendangku dengan kuat, membuatku terjembab keluar, dan segera membanting pintu.
    "Alvin lagi ganti baju! Jangan masuk!"
    Nafasnya terengah engah, tampaknya dia begitu protektif pada saudaranya.
    "Iya, iya, maaf, saya tidak tahu tadi..."
    Aku mengelus perutku yang tadi menjadi tempat bersarang tenangannya, kemudian berdiri dengan susah payah.
    "Sudah..."
    Sebuah suara parau berseru dari dalam, dan Alvin kedua segera membuka pintu untukku
    "Sudah, ayo masuk..."
    Aku mendengus dengan sebal dan segera masuk ke dalam kamarnya.
    "Maaf, saya periksa sebentar ya...?"
    Alvin hanya mengangguk dengan dingin, kemudian segera duduk dari posisi tidurnya.
    Kelima pasang mata mengamatiku dengan hati hati selama aku berada di kamaar ini.
    Aku dengan jengah mempercepat pemeriksaanku.
    "Fyuhh..."
    Aku meletakkan stetoskopku kembali ke kantong jas ku, kemudian segera memohon diri dari mereka.
    "Pemeriksaannya selesai, terimakasih, saya permisi dulu..."
    Kelima anak yang menatapku mengangguk berbarengan sambil tetap mengawasiku dengan hati hati.
    Aku berjalan ke arah pintu, dan segera membuka pintu kamar itu agar aku dapat segera keluar dari kamar yang menyiksa ini.
    Sial, gimana ga menyiksa, sebenarnya aku tertarik untuk berbicara lebih banyak dengan pasienku, tapi tampaknya kelima orang itu menginginkanku untuk sesegeranya angkat kaki dari kamar itu.
    Mungkin lain kali aku bisa menemukan waktu yang tepat untuk berbicara dengan Alvin.
    "Hmm..?"
    Aku baru membuka pintu kamar, saat aku melihat sebuah benda berkilau dengan warna cokelat keemasan di karpet di depan kamar itu.
    Aku membungkuk dan menjulurkan tanganku meraih benda berbentuk perisai sebesar dua ruas jari itu.
    Sebuah ukiran indah berbentuk lingkaran dengan latar warna cokelat keemasan terpatri di benda kuningan itu. Menimbang dari bentuknya, aku yakin benda ini pasti adalah sebuah emblem.
    Lambang ini, rasanya aku pernah melihat lambang ini sebelumnya...
    Kutolehkan kepalaku ke arah kelima anak yang duduk di kursi, dan aku mengangkat lencana di tanganku.
    "Apa ini milik kalian?"
    Kelima mata itu segera melotot, mereka segera menyentuh kantong masing masing, kecuali kembaran Alvin, yang tampak menatap dengan panik kearah keempat temannya, sedangkan Alvin tetap acuh tak acuh dan sedari tadi tetap menatap ke arah jendela.
    "Punyaku.,..."
    Anak berambut pirang terkuncir tampaknya menyadari kalau benda ini berhasil lolos darinya, dan segera mengakuinya dengan lemas.
    "Kenny!"
    Keempat temannya segera menghardiknya, membuatnya terlompat dari kursinya dan segera berjalan ke arahku.
    "Umm, ayo..."
    Dia mengamit pinggangku, kemudian membawaku keluar dari ruangan itu.
    "Pak dokter..."
    "Jangan Pak, aku masih magang disini!"
    "Yaudah Mas deh..."
    "Jangan mas, ga enak di dengar..."
    "Om..."
    "Terlalu tua juga..."
    Kenny mendengus kesal, dan segera memanyunkan bibirnya.
    "Cerewet sihh! Mau dipanggil apa coba?"
    "Dok aja juga cukup kok..."
    "Oh, iya yah..."
    Kenny menggaruk belakang kepalanya sambil meringis, kemudian tersenyum lebar ke arahku.
    "Makasih udah nemuin mainanku..."
    Ohh, rupanya ini mainan ya?
    Anak ini, bahkan ke rumah sakit pun bawa mainan.
    "Iyah, ga apa apa..."
    Kenny tersenyum lebar, memamerkan deretan giginya, kemudian merogoh kantong celananya.
    "Nihh..."
    Dia memberikan sebuah coklat koin dengan bungkus kertas emas kepadaku sambil tersenyum manis.
    "Wahh, kok dikasih beginian?"
    Aku menerima cokelat itu, dan senyumannya semakin merekah.
    "Iyah, tanda terimakasih udah meriksa Alvin, sama buat minta maaf, tadi udah ditendang ama Arvin..."
    Ohh, nama anak itu Arvin rupanya, tipikal nama anak kembar banget ya...
    "Oke, sampai jumpa lagi dokter~!!!"
    Kenny melambaikan tangannya, kemudian masuk ke dalam kamar sambil terus tersenyum ke arahku.
    Anak yang benar benar manis, pasti mamanya awet muda... (apa hubungannya?)
    "Fuaaahhh, selesai deh untuk hari ini, tinggal pulaang..."
    Aku berbicara sendiri, melepaskan penat di tubuhku. Kulangkahkan kakiku dengan berat menuju ke ruang locker tempat aku menyimpan tas dan pakaian gantiku.
    =Hei, aku pulang duluan, abis kamu lama, sorry ya, Christ=
    Selembar kertas tisu berisi pesan diselipkan ke dalam lockerku.
    Christ sial, kalau aku pulang duluan aku disuruh nungguin, giliran aku telat dia langsung tinggal pulang!
    Aku mendengus sebal, sesegeranya aku mengemasi pakaianku, karena tidak tahan dengan bau locker yang lumayan tajam oleh obat obatan dan berbagai cairan kimia pembersih.
    Sheh, seharusnya mereka memperhatikan kenyamanannya juga, bukan cuma kebersihannya!
    Kusandang tasku di bahuku, kemudian kulangkahkan kakiku keluar.
    Aku memilih jalan keluar memutar menuju tempat motorku di parkir, kupilih jalan melewati daerah taman, sekalian refreshing, setelah seharian cuma melihat obat obatan dan daftar parameter pasien, kupikir otakku perlu sedikit di manjakan dengan pemandangan di taman.
    Kubiarkan kakiku melangkah dengan ringan melewati taman di dekat danau kecil yang terletak di bagian belakang rumah sakit. Danau kecil ini sebenarnya adalah rawa, tapi karena tidak nyaman untuk dilihat, maka pihak rumah sakit mengubahnya menjadi sebuah danau kecil lengkap dengan taman sebagai tempat bersantai bagi tamu rumah sakit.
    "Hm...?"
    Sebuah sosok berpakaian serba hijau menyita pandanganku, rambut cokelatnya yang teracak, membangkitkan kembali ingatanku.
    "Arsais...?"
    Aku mengerjap tak percaya, segera aku berlari ke arah sosok yang ada di depanku.
    Sosok pria dengan rambut cokelat yang terkesan berantakan, dengan pakaian cokelat, menunggu di dekat danau.
    Mengingatkanku pada saat dia termagu menungguku sendirian di danau di tengah hutan.
    "Hei...."
    "Apa...?"
    Aku segera tersadar, bukannya Arsais yang biasanya tersenyum singkat, tapi sebuah wajah dengan tatapan dingin segera memudarkan wajah gembiraku.
    "Ah, Alvin? Maaf, aku salah orang..."
    Alvin hanya memandangku sejenak, kemudian segera memalingkan pandangannya kembali ke arah danau.
    Aku memang bodoh, tidak mungkin ada Arsais di dunia nyata. Lagipula, baju hijau ini kan baju pasien rumah sakit, entah kenapa tadi mataku tampaknya berhalusinasi.
    Mana mungkin ada Arsais di dunia nyata, kalaupun ada, mana mungkin aku bisa menemuinya semudah ini.
    Konyol!
    Aku memandangi wajah dingin Alvin yang terpaku pada riakan kecil yang tercipta oleh angin di atas wajah danau.
    "Boleh aku duduk disini?"
    Aku tersenyum ramah ke arahnya, tapi tak sedikitpun dia menolehkan wajahnya ke arahku, hanya sebuah anggukan tipis yang menjadi jawaban ya darinya padaku.
    Kujatuhkan tubuhku ke kursi kayu yang memang sengaja dipasang di sekitar danau untuk tempat bersantai.
    "Kenapa kamu suka memandangi danau ini, kalau aku boleh tahu...?"
    Aku tersenyum ke arahnya, tapi tampaknya dia tak menggubris pandanganku.
    "Pemandangan disini indah ya? Karena kamu bosan di dalam kamar? Benar kan...?"
    Alvin masih terus memandangi danau, seakan tidak sedikitpun kata kataku masuk ke dalam telinganya.
    "Apa kamu punya kenangan dengan danau ini?"
    Aku kembali melancarkan pertanyaanku, tanpa perduli dia merasa jengah atau tidak. Aku hanya mau mencoba mencairkan suasana hatinya. Kesehatan pasien adalah tanggung jawab dokter, ya kan? Jadi aku harus mencoba yang terbaik untuk pasienku, benar kan?
    "Aku juga, punya kenangan dengan seorang yang sangat aku sayangi, tapi bukan di danau ini..."
    Alvin melirik kearahku, kemudian mengangguk.
    Aku bernafas lega.
    Akhirnya ada juga reaksi darinya, berarti dia mendengarkan perkataanku.
    Apa aku berhasil mencairkan hatinya?
    "Aku juga, dengan seorang yang sangat kubenci..."
    Aku terkesikap mendengar perkataannya.
    "Ahh, mengapa? Kalau aku justru dengan seseorang yang benar benar berharha untukku, tapi sayangnya dia sudah tidak ada lagi..."
    Alvin menatapku dingin, kemudian perlahan menepuk punggungku.
    Entah kenapa aku merasa sangat nyaman saat dia menepuk punggungku dengan lembut.
    "Hmm, kalau kamu benci dengannya, kenapa kamu terus memandangi danau ini?"
    Alvin memandangi danau itu dengan tatapan teduh, segaris kesepian tampak jelas di wajahnya.
    "Karena aku tidak ingin melupakannya..."
    Aku kehilangan kata kataku saat aku mendengarkan perkataannya. Tampaknya ada alasan yang sangat kuat dibalik semua kemurungannya selama ini.
    "Kamu kedinginan? Sebentar..."
    Alvin tampak menggigil pelan, jelas saja, karena malam sudah mulai turun, sementara dia hanya menggunakan sebuah piyama tipis.
    Aku mengambil sebuah selimut dari rumah kecil yang dijaga oleh seorang perawat tak jauh dari tempat kami duduk, kemudian memasangkannya pada bahu Alvin.
    "Sudah mulai malam, kamu ga mau masuk ke kamar...?"
    Alvin menggeleng, dia masih menatap dengan lekat.
    "Siang, berganti malam..."
    Dia menerawang jauh ke langit, tampak memikirkan sesuatu.
    "Siang dan malam?"
    Aku mengerutkan dahiku., kemudian berpikir sejenak sebelum kembali berbicara.
    "Siang dan malam, iya, pasangan yang saling melengkapi..."
    Aku terkekeh pelan, tapi Alvin tiba tiba memandangku dengan marah.
    "Saling melengkapi, yeah! Tapi tidak pernah bersatu, mereka selalu harus saling terpisah jauh, walaupun mereka dinamakan siang dan malam, tapi mereka tidak pernah bersatu, mereka bagaikan musuh..!"
    Alvin mendengus dengan marah, kemudian segera membuang pandangannya kembali ke arah danau.
    "Kenapa kamu tiba tiba marah? Apa ada sesuatu dengan siang dan malam...?"
    Alvin tidak membalas pertanyaanku, dia memejamkan matanya, kemudian menyandarkan kepalanya ke kursi taman.
    Aku memandanginya.
    Beberapa bekas luka tampak masih berdarah. Tangan kanannya tampaknya menerima luka yang paling hebat, luka sayatan dan goresan tampak jelas di sekitar punggung tangannya, membentuk pola tertentu yang tidak terlalu jelas, mungkin karena lukanya tampaknya sudah mulai membaik.
    "Sebenarnya kamu sampai terluka karena apa...?"
    "........."
    "Alvin....?"
    Dia menghela nafas perlahan, membuka matanya, wajah manisnya tampak tertutupi oleh raut wajah dinginnya, berbeda jauh dengan Arvin yang tampak selalu penuh ekspresi dan hidup.
    "Luka ini, luka yang kudapatkan karena pilihanku."
    Aku mengerutkan keningku.
    "Yeah, pilihanku, untuk mempertahankan apa yang berharga bagiku..."
    Alvin kembali menopangkan dagunya diatas kedua tangannya sambil menatap lekat ke danau.
    "Dan karena aku mengingkari hati kecilku, dan membohongi diriku untuk membencinya..."
    "Maksudmu...?"
    Alvin tidak menjawab pertanyaanku, dia menoleh ke langit.
    "Siang sudah hampir habis, sebentar lagi malam akan meraja..."
    Dia menatap dengan sayu ke arah langit.
    "Kamu tahu? Siang dan Malam bukan tidak pernah bersatu, hanya saja mereka..."
    Aku menghentikan perkataanku saat Aku menyadari Alvin menatapku dengan tatapan penuh amarah, seakan akan memerintahkanku untuk menutup mulutku.
    "Well...."
    Aku menggaruk belakang kepalaku.
    "Aku masuk ke kamar..."
    Dia segera berdiri, kemudian melambai ke arahku.
    "Thanks, kapan kapan ngobrol lagi..."
    Aku tersenyum mendengar perkataannya.
    Berarti dia sudah mulai terbuka kepadaku.
    Syukurlah
    Semoga lain kali aku bisa lebih dekat dengannya.
    Walau anak itu menyebalkan, tapi entah kenapa dia mengingatkanku pada sosok Arsais yang selama ini aku rindukan.
    Entahlah, tidak mungkin juga Arsais ada di tempat ini, lagipula, kalau dia sakit, tidak mungkin dia bisa memimpin pertarungan waktu itu kan?
    Arsais yang asli mungkin sekarang sedang di depan komputer, memulai petualangan barunya, dengan karakter baru yang entah siapa yang tahu.
    Entahlah.
    Mungkin aku harus mencarinya di game.
    Tapi apa dia masih mau menemuiku?
    Kuregangkan kedua kaki dan tanganku, kemudian segera kusandang kembali ranselku di bahu kiriku.
    Hmm, sudah larut, sebaiknya aku segera pulang sekarang!
    Dengan segera aku berlari ke parkir motor milik staff yang terletak di balik dinding di ujung danau. Rasanya hari ini hari yang lumayan menyenangkan!
  • @idhe_sama @totalfreak @rarasipau @bb3117
    sorry tnyt blm pernah ke mention yaa
    maaf
    >_<
    tankz dah baca¡
Sign In or Register to comment.