It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Maaf para pembaca semua
*pura-pura jadi anak baik*
"Aaaahhhh~~~~"
Christ meregangkan tubuhnya, kemudian mendecakkan mulutnya sambil mengelus perutnya.
"Enak banget deh makan di tempat ini, selesai magang disini nanti aku bakal makan disini aja tiap hari!"
Aku menghela nafasku dan menggeleng pelan.
"Mana mungkin itu kan makanan disediakan buat staff dan pegawai! Kalo kamu udah ga kerja disini ga bakal kamu bisa tetap makan disini kan!"
Christ menepuk jidatnya kemudian memasang ekspresi sok bodoh.
"Oia yahh! Bener juga! Yahh masa bakal makan makanan mamaku yang rasanya ga enak itu lagi setiap hari!"
Christ mengacak acak rambutnya dengan sebal.
"Oia, sebentar lagi waktunya kita berkeliling memeriksa pasien ya? Wah, deg degan nih."
Aku hanya tertawa mendengar perkataannya.
"Rio..."
"Hmm..?"
Christ menatapku lekat.
"Kamu masih memikirkan orang itu?"
Deg!
Aku segera menutupi keterkejutanku, kemudian segera menggeleng sambil memasang senyuman semanis mungkin.
"Enggak, kepikiran apa? Aku udah lupa kok..."
Christ menghela nafasnya dengan sebal.
"Jangan bohong deh! Kita udah temenan lama! Aku paling tau kalau kamu lagi ada yang dipikirkan. Kenapa? Orang itu kembali muncul di pikiranmu? Sudahlah, lupakan saja, daripada itu terus membebanimu..."
Aku hanya membalas perkataannya dengan anggukan dan senyuman manis, sementara Christ kembali mendengus dengan sebal.
"Sekarang fokuskan dirimu dengan pekerjaanmu, masa lalu ya masa lalu! Ga ada yang perlu kamu pikirin. Orang yang udah pergi ga akan bisa kembali lagi..."
Christ memutar pergelangan tangan, kemudian menyingkap lengan bajunya untuk melihat jam di tangannya.
"Ah! Sudah hampir jam kita harus berkeliling! Ayo siap siap!"
Christ mengangkat stetoskop dari sakunya kemudian mengalungkannya di sekitar lehernya.
"Christ..."
"Yeah?"
Aku menatapnya dengan lekat, membuat wajahnya bersemu merah.
"Apaan sih ngeliat orang kayak gitu!"
Aku tersenyum, kemudian terkekeh pelan sambil memegangi perutku.
"Kamu lucu!"
Christ melengos, kemudian membalik tubuhnya dan bersiap berpisah denganku.
"Christ, thanks..."
"Buat apa...?"
"Karena kamu tetap mau jadi temanku..."
"Memangnya ada masalah dengan jadi temanmu?"
Aku tersenyum lembut, sambil berusaha menyamakan langkahku dengan langkahnya.
"Yeah, kamu tetap mau jadi temanku walau kamu tahu aku berbeda..."
Christ menghela nafas dengan nyaring.
"Apa apaan sih, diungkit lagi, sudah kubilang kan, ga ada yang permasalahin soal itu..."
Christ mengacak acak rambutku, kemudian berjalan beriringan denganku menyusuri lorong lorong berpagar kayu bercat hitam di kiri kanannya.
"Aku di ruangan ini dulu. Kamu masih dua ruangan lagi ya? Kalau gitu kita mencar ya.. Ah, Selamat pagi pak, gimana kabarnya hari ini?"
Rentetan perintah muncul dari mulut Christ saat dia perlahan membuka pintu dan memasuki kamar pasien.
Aku meneruskan perjalananku, saat seorang anak lelaki menarik perhatianku.
Anak itu.
Anak berjumper hitam kemarin?
Sekarang dia mengenakan kaos santai tanpa lengan dan celana pendek.
"Hallo..."
Aku mendekatinya dan memasang tampang ramah ke arahnya.
"Ah? Iya ada apa?"
Anak itu tersadar dari lamunannya dan segera menoleh untuk membalas salamku.
"Tidak, hanya saja aku melihatmu setiap hari di rumah sakit. Apa kamu berobat disini?"
Anak lelaki itu mendengus.
"Sudah kubilang kemarin kan, kalau adikku sakit dan dirawat disini. Kenapa masih nanya sih?"
Ya ampun ini anak satu judes banget sih.
Aku hanya tertawa dan memasang senyum kosong, kemudian segera meminta diri padanya.
"Kalau begitu saya permisi dulu, karena saya harus pemeriksaan keliling. Sampai jumpa lagi..."
Anak lelaki itu mengangguk tanpa suara, kemudian segera melambaikan tangannya sebelum beranjak pergi.
Sial.
Padahal aku yang pamit duluan, tapi dia malah pergi duluan.
Anak muda sekarang memang ga sopan yahh....
#Kayak loe udah tua aja#
Aku akhirnya meneruskan semua kesibukanku, melakukan pemersikaan ke pasien pasien yang diserahkan kepadaku.
Kebanyakan memang adalah pasien dengan luka luka ringan, mungkin karena kami masih berlatih, jadi mereka juga ragu bila kami menangani pasien pasien dengan keluhan yang lebih serius.
"Baiklah, sudah selesai pak, semoga bapak bisa cepat sembuh, jangan lupa makanannya dikontrol ya pakk.."
Aku menyimpan kembali stetoskopku ke dalam kantong jasku, kemudian berjalan pergi.
Sip, sudah selesai, tinggal satu kamar lagi, kamar nomor 208, kemudian aku bisa istirahat.
Rasanya setelah bekerja seharian, tubuhku terasa sangat lelah. Mungkin karena semua pekerjaanku dahulu tidak sebanyak pekerjaan yang sekarang.
Aku berjalan ke ujung lorong, ya, karena kamar nomor 208 memang berada di bagian paling ujung dari lorong ini.
Alvin Setiawan...
Nama yang bagus.
Aku berjalan sambil terus melihat record dari pasien terakhirku, hingga tanpa sadar aku menabrak pagar pembatas di ujung lorong.
"Aw..."
Aku mengelus perutku yang terbentur lumayan keras.
Sayup sayup aku mendengar banyak orang berbicara dari dalam kamar 208.
Wahh, banyak tamu kayaknya.
Apa aku masuknya nanti aja ya?
Sejenak aku mondar mandir di depan kamar, memutuskan apakah aku akan tetap masuk, atau mungkin aku harus datang lagi lain kali.
Ahh, tapi waktu juga sudah sore, kalau aku urungkan kali ini, belum tentu tamu itu akan pulang lebih cepat daripada jam shiftku selesai.
Aku menghela nafas, kemudian perlahan menekan gagang besi untuk membuka pintu kamar.
Kriekk...
Ruangan mendadak hening, dan empat pasang mata segera mengarah ke padaku, membuatku sedikit terkejut.
"Selamat sore! Pemeriksaan pasien, boleh saya masuk?"
Seorang anak dengan rambut pirang terkuncir rapi mendadak menatapku dengan terkejut, kemudian segera memasang tampang marah ke arahku.
Apa maksud tatapannya?
Aku bahkan belum pernah bertemu dengannya.
"Kenny! Kamu kenapa sih, ga sopan ama dokternya."
Seorang anak lain dengan kacamata dan rambut panjang yang teracak dengan keren mengusap wajah anak yang bernama Kenny, kemudian segera tersenyum ke arahku.
"Maaf dok, Silahkan kalau mau memulai pemeriksaannya."
Kedua anak lain, seorang dengan kacamata dan rambut di spike, dan seorang lagi, sepertinya cewek, dengan tatapan yang luarbiasa manis, dan rambut sedikit panjang ikut berdiri.
"Kevin, Kenny, kalau begitu kami juga permisi..."
Anak yang bernama Kenny segera mengalihkan pandangannya dari padaku, kemudian menatap kedua orang itu.
"Kak Yujii mau pulang...?"
Cewek manis itu kembali tertawa.
"Hei, hei, disini bukan cuma ada Yujii! Aku juga mau pulang kenapa ga di tanyain? Rese ah!"
Cowok berambut spike yang aku masih belum tahu namanya berbicara dengan kesal ke arah Kenny.
"Ahh, iya iya, yaudah, kalau kalian mau pulang sekarang, padahal kita lagi ngobrol ramai..."
Yang bernama Kevin segera membalik tubuhnya.
"Wahh, kak Yujii si Clive mau pulang sekarang, Kak Marco si Rover juga? BTW, Marco, nick mu kayak nama Anjing ya?"
Anak yang ternyata bernama Marco mendengus kesal kemudian menjitaki si Kevin dengan gemas.
Clive? Rover? Nama keren mereka kah? Nick? panggilan sehari hari mungkin? Entahlah.
"Yasudah, ayo kami antar sampai ke depan RS. Dokter kami tinggal gak apa apa kan? Itu Alvin masih tertidur, dibangunin aja ga apa apa kok..."
"Ah, iya, terimakasih..."
Aku mengangguk ramah, kemudian mereka dengan sopan meninggalkan ruangan ini, meninggalkanku sendirian dengan seorang anak lain yang masih tertidur di atas kasur.
Aku perlahan mendekati anak itu, memperhatikan wajahnya.
HAH?
Ini kan anak yang kemarin berbenturan denganku?
Dan dia kan tadi barusan berbicara denganku di lorong?
Gimana bisa sekarang dia terbaring disini?
Aku memperhatikan wajahnya, beberapa garis tipis yang nyaris pudar tampak di wajahnya, tampaknya bekas tersayat, tapi segera ditangani dengan baik sehingga bekasnya memudar dengan baik.
Aku menyentuh tangannya dengan lembut.
Wajah ini.
Aku merasa aku mengenalinya.
Tapi entah dimana.
Aku tidak tahu apa yang ada dipikiranku, aku tidak segera memeriksanya, melainkan hanya membelai wajahnya dengan lembut, sambil memperhatikan sekujur tubuhnya.
Wajahnya.
Postur wajahnya cenderung manis, dengan raut yang masih seperti kanak kanak. Kulitnya tampak putih mulus, nampaknya dia tidak pernah keluar dari rumah, atau melakukan aktifitas diluar rumah.
Alisnya tajam, dengan bibir tipis dan hidung kecil, menambah kesan imut di wajahnya.
Aku membelai wajahnya lembut, saat dia tiba tiba membuka matanya.
Deg!
Sepasang mata kecokelatan dengan tatapan tajam segera tertumpu padaku.
Aku merasakan tubuhku membeku.
Dia pun tampak sama terkejutnya denganku.
"Siapa....?"
Sepotong kalimat parau muncul dari mulutnya.
"Maaf, saya mau melakukan pemeriksaan berkala...."
Aku berbicara dalam posisi mulut tercekat karena masih terkejut, takut dia menyadari aku membelai wajahnya.
Kalau sampai aku dilaporkan karena melecehkan pasien, bisa gagal magangku disini!
Dia hanya mengangguk pelan, kemudian segera mengambil posisi duduk.
Fyuhh, tampaknya dia tidak menyadari apa yang sudah aku lakukan.
Aku melakukan serangkaian pemeriksaan ringan dan mencatat seluruh meter tubuhnya dengan teliti dan hati hati.
Selama aku mencatat datanya, aku merasakan sepasang mata tajamnya menancap dengan jelas ke arahku, membuatku merasa sedikit takut.
Tapi entah kenapa perasaan rindu yang luarbiasa justru segera meliputiku.
Aku berusaha tidak mengacuhkannya, dan memfokuskan diriku pada serangkaian kertas yang ada di hadapanku.
Aku berkonsentrasi penuh agar tidak ada kesalahan yang mungkin akan merusak nilai pelatihanku disini.
"Selesai. Terimakasih..."
Aku tersenyum ke arahnya, kemudian segera menyimpan kembali peralatanku ke dalam jas kerjaku.
Dia hanya mengangguk, kemudian kembali menyandarkan tubuhnya.
Tubuhnya terlihat kurus dan lemah.
Apa dia kurang makan?
Tidak mungkin, seharusnya makanannya selalu disediakan oleh rumahsakit kan?
Aku mencari ke atas meja.
Sebuah nampan dari besi, dengan berbagai makanan tampak tergeletak begitu saja.
Aku mendekatinya, dan memeriksa nampan itu.
Tak ada sepotongpun makanan ini disentuhnya.
"Kenapa kamu ga makan...?"
Aku bertanya sambil memeriksa semua makanan yang tersedia.
Benar, bahkan sebutir pun nasi tidak diambil dari piring ini.
". . . . . . . ."
Anak yang aku yakin bernama Alvin itu tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya menatap kosong ke arah danau dari jendela.
"Namamu Alvin kan? Apa kamu ada keluhan? Apa makanannya ga enak? Nanti saya sampaikan ke dapurnya..."
Sedikitpun kata kataku tampaknya tidak digubris olehnya, dia terus memandangi danau itu dari balik jendela.
Aku akhirnya kehabisan kesabaran, aku berjalan dan menutupi pandangannya.
"Hallo, kamu bisa cerita ke aku kalau kamu ada masalah, aku dokter yang bertanggung jawab untuk dirimu, kalau kamu punya masalah mungkin aku bisa membantu..?"
Aku tersenyum sehangat mungkin.
Akhirnya dia meresponku.
Tatapan dingin dan kosongnya diarahkan tepat ke kedua bola mataku.
"Yaa..? Kamu mau cerita apa...?"
Dia menatapku lekat, kemudian bibirnya mulai bergetar.
"Minggir!"
Sepatah kata, dingin, dan penuh ancaman.
Tampaknya dia benar benar marah karena aku mengganggunya.
Anak ini tampaknya mengalami trauma hebat, atau mungkin tekanan yang sangat besar?
Apa sebaiknya aku memanggil psikiater untuknya?
Tapi kalau dia benar benar tertutup seperti ini, bahkan Psikiater sehebat apapun pasti akan angkat tangan untuk mengurusinya.
"Baiklah, cobalah untuk makan makananmu, atau mungkin aku akan melakukan lebih banyak perawatan untukmu..."
"Cerewet, pergilah kalau tugasmu udah selesai..."
Kesan manis dan imut yang tadi aku rasakan saat memandanginya tertidur segera menghilang. Anak ini tampak sangat dingin dan menyebalkan. Aku heran anak ini bisa dapat banyak teman yang baik dengan kepribadian seperti itu.
Tapi siapa yang tahu
Mungkin karena dia sedang stress?
Anak yang bernama Alvin ini kemudian kembali membaringkan tubuhnya dan segera terlelap dalam tidurnya.
Aku menghela nafas.
Sehari ini sudah puluhan kali aku menghela nafas. Mungkin kalau dikumpulkan nafasku udah cukup buat bikin angin badai...
Aku merapikan semua peralatanku, kemudian segera beranjak keluar kamar.
Blam
Aku menutup pintu kamarnya dengan hati hati, kemudian menyandarkan tubuhku di pintunya.
Benar benar hari yang melelahkan, bahkan harus mengurus pasien seperti ini.
Semoga tidak menjadi masalah di kemudian hari....
Kulangkahkan kakiku dengan gontai menyusuri lorong rumah sakit, hingga langkahku terhenti karena sebuah sosok yang ada di depanku.
Alvin! Anak itu, sekarang sedang berdiri sambil menyandarkan punggungnya di dinding kamar. Sebuah kotak styrofoam dengan isi makanan ditopangnya di depan wajahnya, dan tangan kirinya menyendokkann isinya ke mulutnya.
"Whoa..."
Dia tampak terkejut menyadari kedatanganku, kemudian segera menelan makanannya.
"Hai dok! Makan?"
Dia tersenyum lebar sambil mendelik ke arahku.
"A..a..."
Aku masih ternganga menatap ke arahnya, dia menyendokkan beberapa lagi ke dalam mulutnya, kemudian mengambil sebotol air mineral dari dalam kantongnya.
"Dok?"
Alvin meminum minumannya sambil melirik ke arahku dan menaikkan sebelah alisnya seakan bertanya kepadaku, kemudian segera membuang semua sampahnya ke kaleng tak jauh dari kami. Alvin mendelik menatap kearahku dengan bingung, menunggu respon dariku.
Aku masih belum mampu mengeluarkan suara apapun, aku masih ternganga sambil menatap takjub ke hadapanku.
Alvin akhirnya mengangkat kedua bahunya, dan menepuk bahuku pelan.
"Yasudah, aku duluan ya! Ada yang harus aku urus!"
Alvin melambaikan tangannya, kemudian segera pergi meninggalkanku.
Apa apaan ini.
Padahal baru tadi dia tertidur di dalam kamar pasien dengan keadaan yang sangat lemah, sekarang dia ada disini dan berbicara kepadaku dengan santai.
Apa dia cuma bercanda dan pura pura sakit?
atau jangan jangan, itu hantunya yang berjalan jalan di sekitar rumah sakit?
Bulu kudukku mendadak berdiri.
Aku mengelus tengkukku sambil mempercepat langkahku menuju ruang staff.
Hari ini benar benar hari yang melelahkan!
UPDATED
Perasaan itu ªϑª kalimat yg ke ceplosan -,-" apa emang sengaja di jdiin clue ? Muahahahah
Tebakan ku hampir bner semua nih ƪ(ˇ▼ˇ)¬. (kira2 dpt hadiah apa ya --" )
Christ -- Keith
Kkx Alvin -- Marvyn
maklum yg nulis bukan dokter
mohon kasitau biar bisa di fix
@yuzz kenapa tentyy???
:*:*
@marvinglory apasih
-.-
mnt maaf mesti sajen!
mana jejaka cling2nya?!
@rarasipau @bb3117 iyah kmrn udh ngantuk pas apdet
tiap mikir christ pasti keingetnya keith gatau napa
-.-
kbnykn karakter baru kayaknya..
ck.
jadi salah paham dehh
Jangan2 orang tua alvin sama 'Cowok berJumper Hitam' cerai ya? Satu ikut ayah satu ikut ibunya? *sotoynya kumat*