It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"chargee!!!"
@yuzz war scene nya terlalu banyak.n.bertele tele kah?
ada komentar?
karna bagi yg gk bgitu tertarik sm fantasy pasti merasa bosan.. jd selingan aja.. banyakin scene romance nya daripada war nya..
iyahh
agak sulit buat membagi keduanya
T T
saya improve lagi~
kkkk
merasa la
tp jalan critanya kayak ngatur diri sndiri
wkwk
aq jd ketarik juga
"WOOOO!!!"
Pasukan kami berteriak lantang. Semua orang larut dalam sorakan kemenangan.
"Cukup..."
Arsais menyibakkan tangannya, dan dalam sekejap tempat yang tadinya sebuah lapangan stepa lebar berubah menjadi lantai batu dengan langit langit kehitaman.
"Semua boleh pulang! Pertandingan kita selesai!"
Semua orang menyimpan senjata mereka dan segera membubarkan diri dari ruangan itu. Arsais pun tidak membuang waktu segera memakai kembali sarung tangannya dan berbalik pergi.
"Apin!"
Arsais membalikkan badannya dan menatapku datar, seakan menunggu kata kata berikutnya yang muncul dari mulutku.
"Luka rune nya, kenapa ga hilang yah?"
Aku dan Arsais menatap ke arah tangan kanannya, luka luka baru tampak menghiasi tangan kanannya. Sedari tadi aku menyadari ekspresinya menahan sakit dari luka ini, walaupun dia tidak menampakkan raut apapun di wajah dinginnya.
Arsais menggeleng pelan sambil mengangkat bahu.
"Gatau, yang pasti, di dunia nyata, tanganku juga terluka secara misterius di tempat yang sama. Entah kenapa. Dan luka ini tidak bisa sembuh dengan magic biasa..."
Kami melanjutkan berjalan sambil berjalan keluar dari pintu kayu besar yang membatasi ruangan latihan perang dengan istana utama di Great Shrine
"Sir Caesar!"
Aku dan Arsais segera menoleh ke arah asal suara itu.
"Axel!"
Axel berlari lari kecil mendapati kami. Kesepuluh tongkatnya tampak terayun ayun ringan saat dia berlari. Beban yang berat pasti, membawa tongkat sebanyak itu di tubuh sekecil itu..
"Maaf! Saya lengah! Padahal saya komandan pasukan..."
Axel membungkukkan tubuhnya dan meminta maaf pada Arsais.
Aku jadi salah tingkah karena saat ini aku berada tepat di hadapannya, dan otomatis juga mendapat permintaan maaf darinya.
"Sudahlah, hei, Axel, Arsais juga pasti mengerti akan hal itu!"
Aku menoleh ke arah Arsais, menunggu pembenaran darinya atas perkataanku barusan.
Arsais menatapnya tajam, Axel sesekali mencuri pandang ke arahnya, tapi kemudian segera kembali menundukkan wajahnya.
"Seharusnya itu tidak sampai terjadi, Axel."
Axel semakin dalam membungkukkan tubuhnnya.
"Hei! Arsais..!"
Aku menatap ke arah Arsais.
Arsais tersenyum pelan
"Tapi kamu sudah berusaha! Aku juga hampir saja terbunuh!"
Arsais merangkulkan lengannya ke pundak Axel. Akhir akhir ini sifat Arsais maupun Alvin memang jadi lebih hangat. Aku gatau ada apa sebenarnya, tapi semenjak dia suka diam diam pergi entah kemana, sedikit demi sedikit Arsais berubah menjadi lebih hangat.
Arsais melirik ke arahku, kemudian dia menyeringai pelan.
"Axel, kamu ada kesibukan? Gimana kalau kita pergi berdua?"
Aku terbelalak, Arsais melemparkan seringainya kepadaku sembunyi sembunyi.
Arsais! Dia masih berniat mengejar Axel?
Rasa cemburu kembali muncul di dadaku.
Aku meremas genggamanku, sedangkan Alvin tampak semakin melebarkan senyumnya sambil melirik ke arahku.
"Err, Aku ga ada kesibukan sih, cuma tadi aku mau pergi berlatih aja! Gimana?"
Arsais mengangguk pelan
"Aku temani?"
Arsais bertanya singkat.
"Hum! Boleh sih! Ayo!"
"HEI HEI! AKU JUGA IKUT!"
Axel terbengong bengong melihatku. Astaga! Lagi lagi aku berteriak sendiri!
"Maksudku, aku juga udah lama ga pergi latihan! Aku juga mau ikut!"
Axel tersenyum dengan menampakkan deretan giginya yang rapi.
"Ah! Ayo sekalian aja! Lord Arsais?"
Arsais baru saja selesai menulis pesan pada seseorang saat Axel menatap ke arahnya.
"Yeah! Ayo!"
Kemana dia mengirim surat tadi? Apakah dia akan pergi diam diam lagi malam ini? Hmh...
Kami bertiga berjalan dalam diam dipimpin oleh Axel. Dia bersenandung pelan sambil berjalan keluar dari Kastil.
"HEI! ARSAIS! SIALAN! AKU KALAH DARIMU!"
Ah! Lord Arvyn? Dia masih ga terima?!
Gawat! Kan tadi aku yang bunuh dia! Pasti dia mau ngamuk ke aku!
"Apa?"
"Kau sialan! ARGHH!"
Arvyn menghunus tongkatnya dan segera meringsek ke arah Arsais.
Bruak!
Arsais menahan serangan Arvyn dengan pisaunya.
"Kalian pergi berdua aja deh! Aku mesti ngurus satu ini!"
Sejenak kami tertegun menatap ke arah mereka. Berbagai serangan mematikan dilancarkan keduanya. Aura membunuh terpancar jelas dalam pertarungan mereka. Kudengar mereka sahabat baik, apa begini ya cara bersahabat ala mereka?
"Tunggu apalagi! Pergi!"
Arsais terlihat kelabakan menahan serangan Lord Arvyn yang begitu bertubi tubi
"O..Oke!"
Kami segera pergi keluar meninggalkan kedua orang kembar yang sedang bertempur sengit di lapangan Kastil. Orang orang sekitar tampak mulai berkerumun melihat pertarungan mereka. Kami kepayahan menerobos lautan manusia yang tertarik menyaksikan pertarungan Arvyn dan Arsais.
"Hoah! hhh...hhhh..hhh..."
Nafasku dan Axel masih belum stabil karena tadi berlari menjauh sebelum pertempuran mereka menciptakan benteng manusia dan tidak bisa ditembus lagi.
Axel masih kepayahan. Dia menutup matanya sambil mengatur nafasnya.
"Sakitkah...?"
Axel menatap ke arahku
"Apanya yahh...?"
Dia memasang raut muka bingung yang benar benar imutt!
Kucubit pelan pipinya
"Tadi, saat perang, kamu dibunuh? Sakitkah?"
Axel mengangguk pelan.
"Yaa, sakit, lumayan sakit! Dadaku rasanya beneran robek di dunia nyata!"
Tanpa sadar kedua tanganku sudah merengkuhnya dan mendekapnya dalam kedua tanganku.
Jujur, aku tidak berakting saat memeluknya di medan perang tadi. Aku tahu dia tidak akan mati walau dibunuh saat latihan. Tapi tetap aja, ngeliat dia mengerang dan tak berdaya seperti itu benar benar menyakitiku.
"Sir... Sir Caesar?"
Axel tampak terkejut karena aku tiba tiba memeluknya, tapi dia tidak berusaha melawan. Dia malahan balik memelukku.
"Pasti sakit. Aku gabisa melihatmu kayak tadi."
Aku meremas kepalanya dalam pelukanku. Dia tidak bergerak sedikitpun dalam pelukanku.
Aku melepaskan pelukanku darinya, dan menatap dalam ke arahnya.
"Maaf, aku membuat Sir Caesar kuatir! Aku akan menjaga diri!"
Aku tersenyum pelan.
"Sir Caesar... Aku menyukaimu...."
Aku mengangguk pelan.
"Aku juga.. Aku menyayangimu, aku pasti menjagamu."
Axel menggeleng pelan
"Bukan seperti itu! Aku menyukaimu! Aku mencintaimu!"
Aku sejenak terhenyak sambil mencerna kata katanya.
Cinta?
"A...Axel..."
Dia meremaskan kedua genggamannya di dadaku
"Aku suka Sir Caesar..."
"Tapi, tapi, tidak mungkin...."
Axel menatap dalam ke arahku.
"Mengapa..?"
Aku tercekat, mulutku seakan mengunci diriku untuk berkata lebih jauh. Dengan susah payah aku mencoba merangkai kata kataku.
"Kita, tidak mungkin, karena kita..."
"Sama sama laki laki..?"
Axel menatapku tajam. Baru sekali ini aku melihatnya begitu serius dan dewasa.
Aku mengangguk pelan. Kepalaku terasa buntu. satu katapun tidak ada yang terpikirkan di kepalaku.
"Masalahkah? Karena sama sama laki laki maka itu adalah masalah...?"
Aku membatu tidak ada lagi kata kata yang bisa kuucapkan, apa yang aku pikirkan? Apa yang sebenarnya aku mau?
Axel menatap sayu ke arahku, kemudian kembali memaksakan senyuman ke arahku.
"Aku pikir lebih baik aku pergi sendiri aja! Kalo bareng bareng nanti latihannya ga maksimal! Hehehehe~"
Axel kemudian segera membalik badannya dan berlalu pergi.
"Axel..."
Axel menoleh ke arahku
"Hmm..?"
"Apa kau menyukai Lord Arsais juga?"
Axel menggeleng pelan
"Tidak..."
Dia kembali melanjutkan langkahnya. Aku terus menatap sosoknya yang perlahan menjauh dari pandanganku.
Idealismekukah ini? Salahkah aku? Laki laki dengan laki laki?
Aku menutup mataku dengan tangan kiriku. Kurasakan hangat sinar matahari lembut menyentuh wajahku.
"Hangat...."
=======================================
Silver's View
Arvyn dan Arsais tampak masih sengit bertarung, serangan demi serangan mematikan dilancarkan oleh keduanya. Penonton yang menonton semakin ramai.
"Cukup..."
Arsais menyentakkan pisaunya, membuat Arvyn terdorong ke belakang. Arvyn menyeimbangkan dirinya, dan menatap sebal ke arah Arsais, kemudian ia memandang sekelilingnya.
"KALIAN LIAT APA! BUBAR!"
Penonton yang tadinya memenuhi sekeliling pekarangan segera tunggang langgang meninggalkan Arvyn dan Arsais. Arvyn menyarungkan tongkatnya, dan berjalan ke arah Arsais
"Kamu kenapa sih? Aku sudah mau pulang tadi! Kamu malah mendadak message aku suruh aku serang kamu dan pura pura ngamuk ngamuk."
Arsais hanya terkekeh pelan.
"Tidak, tidak ada. Kita sudah jarang bertarung berdua kan?"
Arvyn merangkulkan lengan kirinya ke arah Arsais
"Hah! Dengan senang hati! Walau cuma pura pura! Aku ga akan ragu ragu untuk membunuhmu!"
Arsais cuma menghela nafas pelan
"Gimana kalau kita minum? Ngobrol?"
Arvyn menunjuk ke arah sebuah restoran kecil di ujung jalan.
Arsais mengangguk pelan dan berjalan ke arah rumah kecil berdinding kayu tersebut.
"Hei hei! Tunggu!"
Arvyn berlari mengejar Arsais. masuk ke dalam rumah itu. Mereka memilih sebuah tempat duduk di pojokan.
"Hmm!"
Arsais mengangkat kepalanya. Sedari tadi mereka hanya duduk berdiam tanpa berbicara satu katapun
"Kamu, memakai Earth Rune mu barusan?"
Arsais mengangguk cuek. Dia menyeruput cairan kekuningan dari gelasnya.
"Liat tanganmu!"
Arvyn menarik kasar tangan kanan Arsais. Arsais terpekik pelan. Luka yang tadinya sudah mulai menutup tampaknya kembali terbuka.
"Tsk! Berhentilah memakainya! Jangan gunakan dalam keadaan apapun! Kamu terlalu teledor!"
Arsais menarik tangannya.
"Yeah. Aku juga bertanya tanya ada apa sebenarnya..."
Arvyn menatapnya tajam. Arvyn mengetahui kebenarannya, tapi dia lebih memilih untuk diam
"Pokoknya, tahan dirimu untuk menggunakannya!"
Arvyn menenggak minumannya, kemudian segera berdiri.
"Aku akan pulang sekarang! Aku sudah terlalu lama disini!"
"Yeah, aku juga..."
Arsais berdiri dan merapikan topinya.
"Oh, ya, Si Tua Bangka itu, tampaknya terlibat dengan semua yang terjadi belakangan ini. Paling tidak itulah yang disimpulkan oleh mata mataku."
Arvyn berbicara dengan berbisik, takut apabila ada orang yang menyadari pembicaraan mereka.
Arsais hanya membalasnya dengan tatapan datar, dan kemudian mengangguk pelan.
"Sampai jumpa!"
Arvyn melambaikan tangannya sambil pergi menjauh. Arsais pun melangkahkan kakinya pergi menjauh dari bar itu.
=======================================
Harmonia - Aronia Border, 01:30 AM
Teriakan teriakan panik terdengar di segala penjuru. Sepasukan orang berkuda berderap, menjelajahi semua pelosok kota kecil milik Aronia yang terletak tepat di perbatasan. Bangunan bangunan terbakar, dan orang orang berlarian tak tentu arah.
Tubuh tubuh orang tak berdosa bergelimpangan di tanah, dan pembantaian masih terus terjadi. Tak seorangpun lolos dari pandangan mereka.
Seorang berkuda putih dengan pakaian biru dengan cekatan mengendalikan kudanya.
"Tak ada seorangpun hidup di kota ini! Kita sudah menghabisi semuanya..."
Pria berpakaian biru itu tak berbicara apapun, Lambang Harmonia tercetak jelas di dadanya.
Dia melihat ke sekeliling kota yang sekarang sudah berubah menjadi lautan api. Pandangannya menjelajah ke tubuh tubuh tak bernyawa yang dibiarkan berserakan
"Bagus...."
Pria itu mengendalikan kudanya, dan pasukan kecil berkuda itu segera mengikutinya
"KE DESA BERIKUTNYA! SERANG SEMUA PERBATASAN!"
Sinar matahari akhirnya menampakkan dirinya di pelupuk timur. Kota yang tadi malam berpedar menerangi malam sekarang sudah habis berubah menjadi tumpukan hitam kelam. Sebuah benda perak berbentuk bulat tergeletak di tanah, lambang harmonia terukir di bagian atas benda itu, sedangkan di sisi belakangnya, lambang dan ukiran bertuliskan Valerie terpatri.
Sepasukan tentara Aronia yang datang dan memeriksa area tersebut kemudian memungut benda itu.
"Harmonia...?"
"Lord Keith! Anda menemukan sesuatu?"
Keith mengangkat benda tersebut dan menyimpannya dalam sakunya.
"Yeah. Tampaknya, Sahabat kita mulai menancapkan taringnya pada kita...."
Keith menghela nafas, dia menatap sekelilingnya.
"TERUSKAN PENCARIAN! LAPORKAN APAPUN YANG MENARIK PERHATIAN KALIAN!"
Keith berjalan perlahan menyisir area itu. Pikirannya berkecamuk berusaha mencari pembelaan atas fakta yang saat ini berada di genggamannya.
UPDATEAN NIIHH~!!!
HEHEHEHE
Selamat menikmati!
Ahmm~~~
ahh..ada masalah apa lagi tuh...ckckck..
axel agresif ih, nembak aku aja napa drpd caesar..haghaghag
ckckck
axelnya ama aku aja
#tarixaxel
@rulli%20arto weww
kenapa yahh
#bingungjuga
rasanya gpp deh
XP
"Alvin.."
"....."
"Alvin.."
"......."
"ALVINN!"
Kevin mengguncang guncang Alvin dengan kencang. Alvin yang lagi nyenderin kepalanya ke kursi langsung tersentak.
Alvin dengan jengah membuka sebelah headsetnya, kemudian menatap tajam ke arah kami.
"Apa...?"
Kevin membuang nafasnya.
"Apanya yang apa! Kamu daritadi dipanggil ga nyaut!"
Kevin menatap dengan pandangan marah ke arah Alvin. Alvin kayaknya ga ngambil pusing sama sekali, buktinya dia kembali make headsetnya terus langsung membaringkan badannya lagi di kursi.
"Ribut..."
Kevin mendengus kesal kemudian menjatuhkan dirinya kembali ke kursi.
Tsk, kenapa aku harus dateng bareng mereka sih! ahh! Hari yang benar benar buruk. Pagi pagi udah mesti duduk bareng mereka. Kevin melipat kedua tangannya kemudian dia mendengus kesal.
"Lama banget sih! Janjinya sabtu pagi! Tapi sampai sekarang mereka ga datang! Ya ga Ken?"
Kevin menggerutu kesal sambil melihat jam dan wajahku bergantian.
"Ah.. Iyah..."
Ya, Memang sih, pagi itu kan paling gak jam 9, jam 10 kek. Ini udah jam setengah duabelas! Mana aku juga belum makan lagi! Aku menyobek bungkusan cokelat yang tadi aku ambil dari kulkas dirumah, kemudian menggigit ujungnya.
Kevin menatap ke arahku.
"Oh iya! Ada kamu ya! Ngapain aku ngajak Alvin ngobrol!"
ASTAGA! Gausah juga gapapa! aku ga ditemenin juga gapapa kok! Beneraaan! Ngapain juga ditemenin kalian, nanti aku diculik lagi!
Dengan sebal aku gigit lagi cokelat yang ada di tanganku.
Huh! Kak Yujii ayo cepetan datang! Aku bosaaan!
T_T
"Hei! Kenny! Berhenti makan coklatmu dong! Ayo ngobrol sama aku!"
"Ya gapapa! Kan pake coklat juga bisa ngobrol!"
"Yee, galak amat sih! Kan orang juga mau ngajak ngobrol!"
"Iya, terus kamu culik lagi kayak kemaren?"
Beberapa orang yang duduk di sekitar kami dan om om penjaga game centernya langsung menoleh ke arah kami. Kevin langsung jadi panik sendiri.
"Stt~! Stt! Jangan bilang gitu nanti orang pada mikir yang nggak nggak!"
Aku ngangguk pelan. Iya deh! Gausah disuruh juga ga bakal lagi! Kok orang orang mendadak ngeliatin ampe sebegitunya sih!
"Hei! Kenny! Mukamu manis ya! Kamu blasteran ya? Matamu bagus banget!"
Kevin mendekatkan wajahnya ke wajahku.
"Hei hei hei!"
Kevin tampak serius ngeliatin mukaku. Beberapa orang yang duduk tampak mulai melirik lirik lagi.
"Rambutmu juga! Pirang begini! Kalo ga salah papamu orang Australia ya? Wah, rambutnya lembut banget!"
Kevin mengambil sedikit rambut belakangku dan merabanya. Mukanya sudah sangat dekat dengan mukaku sekarang.
Beberapa cowok cowok yang tadinya lagi asik becanda di depan kami sekarang lagi asik nyuri nyuri pandang sambil bisik bisik
Astaga! Kevin bego!
Sejenak dia masih berdiam di posisinya, kemudian dia seakan teringat sesuatu.
"Oh Iya!"
Mendadak Kevin menurunkan kepalanya ke arah bawah.
"Susah...!"
Kevin kemudian langsung berlutut di hadapanku, dengan muka tepat di depan pinggangku.
GYAA!!
Aku tercekat. Kupandang orang orang disekitarku
Semua orang kayaknya lagi pada ga bernapas ngeliat ke arah kami. Om om penjaga konternya sampai melongokkan badannya sedikit untuk melihat lebih jelas.
"Ken, Sorry bentar ya!"
Dia mengangkat sedikit celana pendekku.
Astaga! T_T
Semua orang pada melongok rame rame, untuk mendapatkan sudut yang pas untuk melihat ke arah kami.
"Kevin! Kevin udah!"
Aku mendorong bahunya, tapi dia semakin mendorong wajahnya ke arahku, tindakannya tampaknya diikuti oleh semua orang yang ikut ikutan melongok semakin maju.
Kevin ternyata melihat keadaan lututku, dia membolak balik kakiku untuk melihat bekas luka di lututku.
Oh Iya! Dia dulu kan yang ngasi aku plester karena lututku luka.
................
Dengan cara yang sama anehnya...
(=_=")
"Ah! Lukamu udah kering ya! Bekasnya juga udah pudar! Syukurlah!"
HOAH! NGELIAT LUKA AMPE BEGITU!
Orang yang tadinya lagi seru ngintipin kami langsung kembali ke posisi semula, beberapa orang tampak bernafas lega.
Ck, pasti tadi lupa narik nafas dia!
"Umm!"
Kevin kemudian memajukan sedikit kepalanya kemudian menunduk.
"Kyaa! Kevin! Kevin!"
CK! Orang orang yang tadinya udah duduk dengan lega kembali melongo, kemudian segera kasak kusuk menjulurkan kepala mereka.
"Hhaa! Kevin! Kevinn!"
Kepalanya tepat berada di bawah selangkanganku, kemudian dia kembali menegakkan tubuhnya.
"Nih! Emblem punyamu ya? Jatuh nih!"
Dia mengangkat sebelah tangannya, sebuah emblem kecil berbentuk perisai berada di tangannya
Sial! Dia ngeliat!
Aku langsung merebut Emblem itu dari tangannya, kemudian aku menjitak kepalanya.
"AW! Kenapa sih!"
"LIAT SEKELILING!"
Kevin mengedarkan pandangannya ke arah sekeliling, kemudian ia baru menyadari posisinya yang berada di selangkanganku. Aku menatap ke sebelah kananku.
Alvin!
Alvin tampaknya sedari tadi memperhatikan kami. Saat ini sebelah tangannya sudah mencabut headset kanannya, dan wajahnya berkerut memandang kami.
"Huaaa! Alvin!"
Aku berteriak panik. Tapi kayaknya agak lebay deh, soalnya Alvin keliatannya cuek dan kembali memasang headsetnya.
"Hai! Kalian rame banget!"
Ah! Yang ditunggu akhirnya datang juga! Kak Yujii dan Kak Marco! dan Kak... umm, Siapa yah?
Oh! Aku gatau namanya! XD
"Kenalin! Namanya Alex! Temanku!"
Kami bertiga langsung menyalami seorang pria kecil di depan kami.
"Daripada pertarungannya ga imbang, lebih baik 3 on 3 kan?"
Alvin mengangguk pelan.
"Alex, yang kemarin ikut pertandingan Ancient Protector di Mall kan?"
Alvin menyalami Alex yang mengangguk pelan sambil tersenyum simpul.
Alex, kakak kelas kami, satu angkatan dengan Kak Yujii, yang aku tahu, dia anggota salah satu gank gamers di sekolah, dan keahliannya bermain memang sudah diakui oleh seisi sekolah.
Yahh! kak Yujii bawa lawan yang terlalu kuat nih! Bisa menang apa gak ya?
(=_=")
"Ayo mulai, kita sudah kesiangan."
Alvin melirik ke arah jam tangannya. Kami semua mengangguk setuju, karena sekarang memang sudah hampir lewat tengah hari!
Kak Yujii ngaret jaya deh
Ckckckck
Kami segera memesan 6 komputer untuk permainan kami. Kami langsung duduk berhadapan dalam dua team berbeda.
Kak Yujii satu team dengan Marco dan Alex, sedangkan Aku?
Ngapain nanya, aku satu team ama dua autis itu.
Ckckckckk
Bisa berharap apa aku! Dua autis ini ngelawan Kak Alex? Bisa menang gak yah?
Pertarungan ternyata berjalan seimbang(Shockingly). Marco dan Alex tampak sedikit kepayahan menghadapi Kevin dan Alvin. Gerakan bertarung mereka juga sangat lihai. Aku sedari tadi hanya memberikan serangan jarak jauh, ya, karena karakterku memang tipe serangan jauh, kalo aku maju, aku pasti abis jadi bubur deh! >,<
Hmm! Jago juga mereka!
Kevin dan Alvin tidak mengalami kesulitan sama sekali
Kak Yujii tampak hanya memberikan bantuan dari belakang.
Wah! Kak Yujii ternyata tipe pendukung ya! Berarti karakternya lemah dong!
Yujii tampak sangat ahli memberikan bantuan pada kedua temannya sehingga permainan mulai mendukung Alex dan Marco. Kevin dan Alvin mulai kepayahan mengendalikan permainan.
Hmm...
Karakter Marco dan Alex tampaknya memang sangat terbantu oleh karakter kak Yujii. Jadi kalau kami mau menang...
Bereskan Kak Yujii!
:9
Aku melesat maju ke belakang Alex dan Marco.
"HEI!"
Marco tampaknya menyadari arah pergerakanku yang secara tiba tiba maju menerobos ke belakang mereka. Marco segera berbalik, mencoba mengejar karakterku.
Kevin dan Alvin tampak paham, mereka segera menutup ruang gerak mereka.
Aku yang diberi kesempatan segera menyerang Yujii
"Wah wah wah! Kenny lumayan juga ya!"
Kak Yujii terkekeh pelan
Aku langsung berhadapan satu lawan satu dengan karakter Kak Yujii. Karena karakter yang dipilihnya bertipe support, tentu saja karakternya tidak bisa mengimbangi karakter yang kupilih
Karakter kak Yujii akhirnya tumbang dan harus kembali ke markas. Sedangkan Alex dan Marco pun tak mampu bertahan menghadapi kami bertiga
"Sialan, dikepung nih! Woi, bocah! Serang belakang lu!"
Marco mengumpat sebal, Yujii cuma tertawa pelan dari balik googlenya.
"Udahlah Marco! Namanya juga game!"
"Sialan, kita mati semua!"
Alex mengumpat sebal. Harus kuakui, permainan Kevin dan Alvin tidak bisa diremehkan
Ketiga musuh kami sudah menghilang dari pandangan, menyisakan bengunan besar berwarna kehitaman di hadapan kami. Bangunan itu adalah sebuah tower yang harus dihancurkan agar team kami bisa menang dari team musuh.
"YES! Habisi towernya selagi mereka rebirth! (Jangka waktu sebelum bisa dihidupkan kembali)
Kami bertiga segera melesat maju, mengerahkan semua serangan yang kami punya. Sedikit demi sedikit bangunan itu mulai terlihat rusak.
"Sip! Rebirth!"
Karakter Kak Yujii, Marco dan Alex muncul dalam sebuah kilatan sinar di tempat tak jauh dari kami
Ahh! Dikit lagi nih! Kok Rebirth sih.
"Kita mundur?"
Tanyaku kepada Alvin yang masih terus menghujamkan pedangnya ke arah tower
"Jangan! Serang sekuatmu! Sedikit lagi! Mereka pasti ga akan sempat!"
Kevin masih sempat menjawab pertanyaanku sambil terus mengayunkan palunya bertubi tubi ke arah bangunan yang sekarang mulai mengeluarkan asap.
Yosh! Semangat!
Kami bertiga terus mengerahkan seluruh serangan pada bangunan tinggi yang kini mulai diselimuti asap itu
Alex mengumpat sebal
"Ga bakal kekejar!"
Yujii tertawa
"Iya! Keren keren.."
"Sialan kalah!"
Marco mengumpat dengan penuh kekesalan
Ahuahahahah! Rasakan!
BLARR!
Bangunan itu meledak tepat saat ayunan palu terakhir dari Kevin menyentuhnya.
=======================================
"Nice Game!"
Alex mengacungkan jempolnya ke arah kami sambil cengar cengir.
"Tertarik masuk dalam grup game sekolah gak?"
Alvin, Kevin dan Aku segera menggeleng kompak.
"Yah, sayang banget! Apalagi kamu Alvin! Maenmu udah pro banget!"
Kak Alex memasang raut muka sedih, seakan dia baru aja kehilangan cokelat satu toples gede.
"Wahh ternyata lumayan ya kalian!"
Kak Yujii terkekeh pelan, sedangkan Kak Marco masih luarbiasa bete, sejak tadi dia cuma ngomel sana ngomel sini.
Yujii menepuk mulut Marco pelan, sambil memasang raut muka jengah.
"Yujii!!"
Marco mendengus kesal.
Kevin yang merasa dipuji langsung nyengir kuda. Lain halnya dengan Alvin yang tampak asik memandangi HPnya.
Alvin menekan beberapa tombol, dan tiba tiba wajahnya langsung berubah tegang.
"Kevin!"
Kevin menoleh, kemudian melihat ke arah layar ponsel Alvin
"Astaga!"
Ihh, kenapa lagi mereka! (= =")
"Maaf kami harus pulang sekarang!"
Kevin dan Alvin dengan terburu buru menaiki kendaraan mereka dan segera berlalu pergi.
"DASAR GA SOPAAANN!"
Kak Marco melolong (Kayak serigala) marah ke arah mereka.
Kak Yujii tertawa ngakak melihat kelakuan Marco.
Marco kemudian melihat jam tangannya, kemudian menatap ke arah Yujii
"Kamu mau balik ke rumahku lagi atau pulang ke kosmu?"
Yujii menggeleng.
"Aku mau ke kost ku aja! PR ku masih belum selesai!"
Kak Yujii mermas rambutnya pelan sambil menunjukkan raut muka pusing yang dibuat buat.
Aku sejenak berpikir, kemudian memberanikan diriku berbicara padanya.
"Umm, Kak Yujii! Aku boleh maen ke tempat Kak Yujii? Mau cerita cerita nih! Nanti aku bawain Kue deh!"
Aku mengangkat dua jariku, menunjukkan aku berjanji padanya. Kak Yujii kembali terkekeh. Aduh ini orang bisa ngalahin laughing hyena deh!
"Udah Gausah! Di kostku banyak permen! Kamu mau kan?"
Woaa! $_$
"Mau kak~!"
Aku langsung mengangguk angguk semangat, Kak Yujii tertawa melihat tingkahku.
"Aduh, rasanya bisa awet muda kalo disampingmu terus!"
Kak Yujii memegangi perutnya sambil berusaha menghentikan tawanya.
Ngomong ngomong...
kok daritadi aku serasa diincer harimau ya?
Aku menolehkan kepalaku ke belakang.
@_@
Kak Marco menatap tajam, dingin, kejam, penuh dendam, dan amarah ke arahku
"Ehh....??"
Aku salah apa nih! Wew!
Aku terlompat ke belakang. Kak Yujii menangkapku dan tertawa.
"Marco! Dia mau main ke kosku untuk ngobrol!"
Kak Yujii mengedipkan sebelah matanya ke arah Marco. Marco tidak serta merta mengiyakan perkataan Yujii. Dengan muka masih sekeras batu cadas, dia masuk ke dalam mobil baleno kecilnya, kemudian berlalu pergi sambil masih menatap ke arahku seperti burung elang yang mengincar kelinci dari kejauhan.
Seremm >,<
"Kak Yujii? Gapapa nih?"
Yujii mengangguk ringan. Ia melambai pada Kak Alex kemudian berlalu pergi. Aku pun mengangguk pada Kak Alex tepat saat dia akan kembali masuk ke dalam game center.
"Kak Yujii! Tunguu!!"
=======================================
"Jadi? Ada apa Ken?"
"mm...MMMff....mmmfff...."
Kak Yujii tergelak.
"Telan dulu marshmallownya deh! Nanti ngomongnya!"
Kak Yujii menyeruput mie instant yang barusaja dibuatnya.
"Glek~! Ahh! Kak Yujii makannya begituan! Kan ga sehat!"
Aku memanyunkan bibirku ke arahnya. Dia tersenyum singkat.
"Yahh! Sekali sekali! Kalo lagi ada Marco aku gaboleh makan beginian!"
Aku mengangguk pelan
"Kak Yujii dekat banget ama Kak Marco ya!"
Yujii tersenyum, kemudian menyisir rambutnya dengan tangan.
"Yeah, Dekat banget! Gimana, kamu mau ngobrol apa?"
Kak Yujii kayaknya menghindar dari pertanyaanku nih! B-)
Aku nyengir kuda mendengar omongannya, Karena aku gatau mesti mulai darimana!
"Aku barusan ditolak, karena menurut dia, kami ga mungkin bisa bersatu..."
Kak Yujii melebarkan matanya, kemudian ia tergelak.
"Ikhh Kak Yujii!!!!!!!"
Kak Yujii menghentikan tawanya, dia kemudian menarik nafas sambil memegangi dadanya, dan mengatupkan kedua tangannya
"Maaf Maaf! Abis ga nyangka muka kayak kamu bisa pacaran!"
Ihh! Menghina banget! Aku menggembungkan kedua pipiku dan membuang muka.
Kak Yujii ketawanya puas banget! Ampe nangis nangis!
"Maaf maaf!"
Kak Yujii menyeka airmata yang menetes dari matanya karena tertawa terlalu keras. Dia menghela nafas panjang.
Dia kemudian mengelus dagunya, sambil menerawang.
"Tidak bisa bersatu? Maksudnya?"
Aku menggaruk belakang kepalaku.
"Err, yah, gitu. Dia bilang kami ga mungkin bisa bersatu."
Ga mungkin kan aku bilang kalo kami ga bisa bersatu karena kami sama sama cowok! Apa kata kak Yujii! Walaupun banyak yang bilang Kak Yujii juga gay, tapi kan itu cuma gosip! Kalo aku salah omong bisa bisa dia ilfil ama aku lagi!
Kak Yujii menarik nafas kemudian menghembuskannya
"Hmm, Tidak ada yang tidakmungkin!"
Kak Yujii Nyengir, mempertontonkan deretan gigi putihnya
"Kak! Ada daun bawang lengket tuh!"
Kak Yujii langsung buru buru menutup mulutnya.
Lucu banget ekspresinya! Dia berusaha keras menjilat daun bawang yang lengket di giginya.
"Hmm! Jangan ngerusak suasana dong!"
Kak Yujii mendengus sebal, kemudian dia menyandarkan kepalanya di dinding.
"Apakah karena kalian berpikir kalian gabisa bersatu, kalian takut untuk mencoba?"
Dia membuka matanya dan menatap lekat ke arahku. Saat ini dia terlihat serius, berbeda dengan Kak Yujii yang biasa selalu tertawa.
"Apakah kalian yakin kalian ga bisa bersatu? Kalian yakin? Padahal belum mencoba sama sekali?"
Aku menatap lekat ke arahnya.
"Srupp!"
Aku menyedot satu jelly dalam mangkuk plastik kecil, kemudian menelannya
"Tidak ada yang tidak mungkin, Kenny! Yang kalian perlu hanyalah yakin. Cinta tidak harus ada karena kalian bisa. Cinta tidak akan memilih tempatnya!"
"Hmm..."
"Yang kamu perlukan hanyalah yakinkan dia, tapi kamu juga ga boleh memaksakan kehendakmu. Kalau dia memang ga mau, ga ada yang bisa memaksakan kehendaknya..."
Aku menelan ludah (plus jelly).
Yujii kembali tersenyum riang.
"Kupikir begitu!"
Aku mengangguk angguk.
BLARR!
"Yujii~~!!"
Kak Marco masuk ke dalam kost sambil membawa dua buah kantong plastik. Dia tampak sudah rapi. Hmm, sudah mandi dan lain lain juga nih kayaknya! Berarti aku udah cukup lama berada di sini!
"Hei! Kamu! Belum pulang juga! Yujii! Kamu makan Mie?!"
Kak Marco menunjuk ke arah semangkuk mie yang berada di hadapan Yujii. Mie itu sudah mulai mekar karena dibiarkan terlalu lama.
Kak Yujii meringis sambil memeletkan lidahnya dan menggaruk belakang kepalanya.
"Aduh! Kan, keasikan ngomong! Jadi lupa ngabisin trus nyembunyiin deh!"
Kak Marco mengambil piring mie Yujii sambil menggerutu, sedangkan Kak Yujii cuma nyengir nyengir menanggapi omongan Marco.
Aku melirik jam dinding.
Jam 4 sore?
Sudah sore banget!
Aku mengambil ponselku dan mengetikkan pesan meminta mamaku menjemputku.
SEND
Yak! Sudah kukirim!
Sekarang tinggal pamit!
"Aku pulang aja sekarang Kak!"
Aku merapikan tas kecilku, kemudian segera berdiri.
"Ada yang anter pulang? Mau Marco antar kamu pulang? Oh, itu marshmallow kamu bawa pulang aja!"
Kak Marco langsung menoleh.
"Siapa bilang aku mau, Mff~!!!"
Kak Yujii menutup mulut Kak Marco dengan sebelah tangannya, Aku nggeleng pelan
"Aku dijemput Mama! Aku ke Mini Market di seberang dulu! Nanti mama Jemput disana!"
Aku melambaikan tanganku ke arahnya, kemudian berlari keluar
"Heii! Marshmallownyaa!"
Samar terdengar suara Kak Yujii memanggilku
"Buat Kak Marco ajaaa..."
"SIAPA BILANG GUA MAU?!"
Ups~!
Kaburr
XD
=======================================
Silver's View
"Marco! Bukakan pagar untuk Kenny~!"
Marco mendengus pelan
"Kenapa harus aku sih!"
Yujii menatapnya dengan wajah memelas. Marco langsung membuang muka dari wajah Yujii
"Iya Iyah! Berenti menatapku dengan wajah begitu!"
Marco kemudian bergegas keluar dan turun ke lantai dasar untuk membukakan pagar bagi Kenny
Yujii menyandarkan kepalanya kembali ke dinding, matanya menerawang tinggi ke langit langit kamarnya.
"Cinta tidak memilih tempat, Kenny. Aku sudah membuktikannya..."
Yujii menyisir rambutnya dengan jarinya, kemudian ia menatap lembut ke arah Marco yang baru saja masuk sambil masih menggerutu sebal.
"Marco, kemari..."
=======================================
btw itu alex apa aldi hayoooo.... lg galau ya... kok kesannya buru2 gitu part ini? haghaghag
Emang agak keburu buru
Nanti overall part juga aku perbaiki
KKKK
Gelap yah?
Udah Malem ya? Padahal di dunia nyata masih siang. Hmm, waktu disini memang berputar lebih cepat daripada dunia nyata
Kuregangkan badanku
Hyaah~! Kalo gelap gini bawaannya ngantuk deh!
Sambil jalan aku memandang ke sekelilingku.
Hmm?
weird!
semua orang kok kayaknya sibuk banget hari ini?
Para Captain kelihatan pada kasak kusuk sendiri di meja mereka, sementara blacksmith juga ramai dipenuhi pengunjung
Wah wah, ada apa ini semua pada rame yah? Aku ketinggalan cerita nih! Aku harus nyari tau!
Aku berlari lari kecil menuju ke Aula Utama, tempat biasa Bishop Arsais dan Sir Caesar bertemu.
Sesampainya disana, tidak seorangpun aku temui sedang berada di ruangan itu.
Hmm! Kok Kosong Sih! >:(
Aku memanyunkan bibirku sambil berpikir. Hmm, Kemana yah mereka kalo ga di Aula Utama?
Ah! Ruang Strategi!
Kubelokkan jalanku, menuju sebuah pintu di ujung Aula, aku menapaki tangga putar menuju ke bawah Kastil. Sebuah pintu tua yang tampak usang menghadang jalanku.
Krieekk
Kudorong pelan pintu itu.
Bishop Arsais, Pixel, Wyatt, Arvyn, Greg, Sir Caesar, serta seorang Priest berpakaian hitam langsung menoleh ke arahku saat aku baru akan masuk.
"Eh..."
Aku cuma bisa nyengir kuda ke arah mereka
Wah! Aku benar benar ketinggalan cerita!
"Masuk, Colonel."
Arsais bergumam pelan sambil menopang dagunya. Semua orang mukanya kayak abis ngeliat hantu aja. Ada apa nih! Pasti ada sesuatu yang serius!
Priest itu menatap tajam ke arahku.
"Colonel Axel? Saya Keith, dari Aronia Royal Guard..."
Aku mengangguk ramah ke arah lelaki muda bermata hitam pekat itu. Aku kemudian segera mengambil tempat di belakang Lord Arsais. Sir Caesar duduk di sebelahku. Dia menatapku dalam, tapi tampaknya tidak berniat mengeluarkan sepatah katapun padaku.
"Lanjutkan, Lord Keith."
Priest itu menghela nafasnya.
"Delapan desa di perbatasan kita terbakar tadi malam. Saksi yang melihat melaporkan sepasukan kecil tentara berkuda terlihat di perbatasan."
Arsais menghela nafasnya.
"Lalu? Apa hubungannya dengan kami?"
Priest itu mengeluarkan sebuah bandul.
Aku tahu bandul itu!
"Lambang Harmonia tercetak di belakangnya. Kalian mengenalinya?"
Keith kemudian meletakkan bandul itu di meja di hadapan semua orang.
Bishop Arsais membolak balik jam itu
"Jam ini adalah lambang Harmonian, dan ini diberikan pada prajurit berlevel General. Dimana kamu menemukannya?"
Lord Arsais menimang nimang benda itu sambil memeriksanya dengan seksama.
Lord Keith menatap tajam ke arah Lord Arsais
"Di Chisa. Tergeletak. Setahuku, prajurit berlevel General, hanya kalian, dan lambang Valerie di belakangnya, Jam itu milikmu?"
Lord Arsais menggeleng pelan.
"Tidak. Milikku ada."
Dia menarik keluar jam bandul dari dalam sakunya. kemudian mempertontonkannya pada semua orang di sekitar meja.
"Benarkah ini bukan milikmu?"
Lord Arsais mengangguk mantap
"Valerie tidak memiliki pasukan Cavalry. Serangan tadi malam bukan dilakukan oleh prajurit Valerie."
Keith menghela nafasnya panjang.
"Orang orang melihat, Seorang Bishop berbaju biru memimpin penyerangan itu. Itu bukan kau Lord Arsais?"
Kelima Bishop mengerutkan wajah mereka sambil berpandangan satu sama lain
"Tidak! Hanya kami Bishop di Harmonia. ditambah 3 dari Central. Selain itu tidak ada, dan kami tidak melakukan apapun tadi malam. Bishop berbaju biru hanya Arsais dan Wyatt, tapi mereka tidak pernah online di jam seperti itu!"
Lord Pixel menggeleng kuat sambil memukul meja untuk mempertegas kata katanya barusan.
Lord Keith mengangguk, walau keraguan masih ada di wajahnya
"Perang bisa saja pecah karena hal ini. Aku akan berbicara dengan Cardinal. Dia juga tidak mempercayai penyerangan itu dikepalai oleh Harmonian, karena itu dia mengirimku kemari untuk melakukan konfirmasi pada anda semua."
Kelima Bishop mengangguk setuju, ketegangan masih tampak jelas di sekitar meja.
"Syukurlah bila memang bukan Harmonia yang melakukan pembantaian ini. Saya pikir tugas saya selesai sampai di sini."
Lord Keith berdiri dari mejanya dan membungkuk ke arah kami.
"Saya permisi dulu. Aronia sedang berkecamuk karena kejadian tadi malam. Semoga tidak ada yang akan terjadi. Keadaan seperti ini bisa saja dimanfaatkan oleh para pencari masalah untuk memecahkan perang!"
Lord Keith menatap tajam ke arah kami kemudian berlalu pergi. Kelima bishop tampak masih berpandangan satu sama lain.
"Kupikir, sekarang saat yang baik untuk mengorganisir pasukan kita..."
Lord Greg memejamkan matanya sambil berpikir, keempat bishop lain tampak mengangguk setuju.
"Penyerangan ini, kemungkinan besar tujuan utamanya adalah untuk memecah perang antara Harmonia dan Aronia. Kupikir Aronia pasti juga tengah mempersiapkan pasukannya untuk mengantisipasi. jadi tidak ada salahnya kita juga bersiap!"
Keempat bishop lain mengangguk setuju atas perkataan Lord Pixel barusan.
"Pertemuan kita cukup sampai disini. Sebaiknya kita bersiap!"
Lord Arvyn menghela nafas jengah. Ia berdiri dan menatap sekelilingnya. Lord Arvyn memang paling tidak bisa bertahan dalam keadaan serius seperti ini terlalu lama. Keempat Bishop segera berdiri dan beranjak pergi.
Aku masih berdiri mematung. Berusaha mencerna isi pembicaraan tadi. Semua Bishop sudah berlalu pergi meninggalkan ruangan ini. Mataku memandangi cahaya lilin yang sedari tadi berkelebat melawan kegelapan di ruangan ini.
"Axel..."
Sebuah suara memanggilku.
Hmm! Sir Caesar rupanya masih ada disini juga.
Aku menoleh ke arahnya.
"Ya..?"
Dia memandangku dengan ragu, kemudian dia menutup matanya dengan kedua tangannya, seakan akan ingin menyingkirkan pikiran yang begitu meresahkannya.
"Kenapa Sir Caesar?"
Dia hanya diam tanpa menjawab pertanyaanku.
Aku tertawa, kemudian kembali menatap ke arahnya. Dia masih memandangku dengan takut.
Hmm, kayaknya dia masih mikirin semalam ya?
Dia menggeleng pelan seakan berusaha menerbangkan pikiran dari kepalanya, kemudian memasang senyum lemah di bibirnya
"Sir Caesar sebaiknya bersiap, mungkin kita akan perang!"
dia mengangguk pelan. Dia tampaknya memikirkan sesuatu, Sebuah kata tampak sudah tersusun di bibirnya, tapi dia menghalanginya untuk keluar.
Hmmh! Yasudahlah! Lagipula, aku mengerti pemikirannya.
Aku juga ga pernah menyukai cowok sebelumnya. Gatau kenapa, cuma dia cowok yang bisa menarik perhatianku. Dan kalau memang dia gabisa menerimanya, It's okay~! Aku bisa mengerti pikirannya.
Ya kan? XD
"Saya permisi dulu Sir Caesar...!"
Ia menatap nanar ke arahku, ribuan pikiran tampaknya sedang menyerang otaknya. Dia seakan berusaha keras mengatakan sesuatu, tapi entah kenapa dia menahannya.
=Aku juga menyukaimu.= Hanya kata itu yang aku harapkan, hanya sebuah kalimat, yang berarti segalanya bagiku.
"Permisi!"
Aku membalik badanku dan bersiap melangkahkan kakiku, saat tiba tiba ia memelukku dari belakang.
"Sir Caesar? Saya harus menemui Lord Arsais..."
Dia menggeleng, dia menenggelamkan kepalanya dalam punggungku.
"Axel, Maaf...."
"Ya..."
Dia terus memelukku. Pelukan yang sama seperti yang kurasakan saat dia menyatakan perasaannya padaku. Tapi kenapa? Kenapa sekarang dia bilang ga bisa? Kurasakan dadaku berdetak kencang. Perasaan bahagia sekaligus miris menghujam dadaku
Perih....
"Maaf aku ga bisa..."
Aku menundukkan kepalaku, mataku perih, tapi aku harus bisa menahannya. Aku sudah besar! Walau aku memang kekanak kanakan, aku juga punya perasaan!
"Saya paham, Sir Caesar...."
Semua perkataan Kak Yujii berputar kembali di kepalaku.
"Tidak ada yang memaksamu..."
Aku tersenyum pelan. Kemudian melepaskan diriku dari pelukannya
Aku berjalan pergi meninggalkannya yang masih berdiri mematung. Dadaku terasa mau pecah. Aku pergi! Ga kuat kalau terus begini!
Aku mempercepat langkahku. Baru saja aku pergi keluar dari pintu yang membatasi ruang strategi dan tangga putar menuju Aula Utama saat sebuah suara memanggilku dari dalam kegelapan
"Axel...?"
"Lord Arsais?"
Lord Arsais berdiri tepat di hadapanku, wajah datarnya memandang tajam ke arah mataku. Dari lokasinya, aku yakin kalau dia bisa dengan jelas memperhatikan apa yang barusaja terjadi.
"Kamu, menangis lagi? Karena dia?"
Aku menyeka pipiku, aku tidak sadar sebulir, tidak, airmataku sudah membanjir menuruni pipiku. Aku menggeleng, kemudian tersenyum padanya
"Tidak! Aku tidak apa apa...! Aku tidak...."
Mhh...
Aku tidak bisa bohong sama perasaanku sendiri!
Badanku terasa begitu lemah. Pikiranku berkecamuk.
Kakiku terasa lemas, aku tidak bisa menahannya lagi, Isak tangis mulai membebaskan dirinya dari penjara mulutku. Tubuhku terasa limbung. Aku terhuyung jatuh.
Lord Arsais menangkapku, dan segera mendekap tubuhku.
"Lagi lagi karena dia? Kamu begitu mencintainya?"
Aku terperanjat
"L..Lord Arsais...!"
Dia mempererat pelukannya. Nyaman..
Aku memutuskan untuk tidak mengambil pusing lagi atas semua permasalahan yang terjadi barusan.
Aku harus bisa dewasa!
Aku membenamkan kepalaku ke dalam pelukannya.
Belaian lembut terasa di rambutku. Aku memejamkan mataku.
Aku lelah...
=======================================
Silver's View
"Harmonia! Pasti Harmonia! Mereka menyerang kita diam diam!"
"Benarkah? Harmonia kah? Mereka selama ini tidak pernah berperang!"
"Justru karena itulah! Selama ini mereka membuat kita berpikir kalau mereka tidak berbahaya, padahal sasaran utama mereka adalah kita!"
Ruangan dengan sebuah meja bundar tampak ramai dengan celotehan orang banyak. Seorang pria muda dengan rambut perak panjang meremas kepalanya yang disangganya dengan kedua tangannya. Wajahnya terlihat sangat lelah dan terbeban.
"Cukup!"
Seisi ruangan mendadak menjadi hening saat Cardinal membuka mulutnya. Semua orang menatap dengan ngeri, membalas tatapan dingin dan penuh amarah darinya.
"Kalian, anggota parlemen Aronia, tapi sedari tadi, tidak ada kata kata kalian yang melebihi kecerdasan bocah..."
Kalimat yang dilancarkannya terdengar sangat dingin dan penuh kekesalan. Semua orang menundukkan kepalanya.
"Aku sudah mengirim Keith untuk berbicara dengan Harmonia, dan Harmonia membantah melakukan penyerangan. Mereka juga membantah memiliki Kavaleri dalam pasukan mereka."
Dia mengedarkan pandangannya, semua yang menatapnya segera menundukkan kepalanya.
"Cardinal, anda sebaiknya menurunkan emosi anda..."
"Terimakasih Keith, tapi sikap mereka sungguh memalukan."
Dia kembali menatap dingin ke arah sekeliling meja
"Harmonia membantah penyerangan itu, dan mereka memiliki alasan yang cukup! Dan kalian bahkan tidak berpikir sama sekali bahwa kita mungkin sedang diadu domba?"
"Tidak ada penjahat yang mengakui kejahatannya, Cardinal!"
Cardinal mengarahkan pandangannya pada lelaki paruh baya di sudut meja
"Seagent..."
"Mereka pasti berencana menyerang kita perlahan lahan! Mereka menutupinya selama ini! Aku yakin mereka memang mau menguasai Aronia! Apalagi Harmonia adalah negara bentukan dari pecahan Aronia!"
Seagent kembali menjelaskan, raut wajahnya tampak sangat percaya diri.
"Kupikir itu benar!"
"Yeah!"
Cardinal menghantamkan tangannya ke meja
"Cukup! Aku percaya dengan Harmonia! Apalagi Lord Arsais! Lord Arsais menyerang kita? Omong kosong!"
Sebuah lambang berbentuk pedang bersinar dari tangan kanannya.
Semua orang terdiam, mereka yang tadinya mulai berbicara dengan lantang kembali menundukkan kepalanya seakan beban berat diikatkan di kepalanya.
"Pertemuan kita selesai! Kalian bertanggung jawab untuk mendinginkan suasana yang terjadi, dan aku mau itu secepatnya!"
Cardinal beranjak meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Parlementernya yang masih terdiam sambil menunduk tanpa berani memandang ke arah pintu.
"Kalian boleh bubar"
Keith mempersilahkan semua orang keluar dari ruangan. Matanya terus memperhatikan Seagent yang beranjak keluar ruangan dengan senyum misterius.
"Seagent... Permainanmu kah?"