It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“bob, aku ke kamar kecil dulu ya. Kamu tunggu aja di atas”kataku.
Aku lantas masuk ke dalam toilet lalu membuang hajatku. Lalu lagupun berganti. Sekarang lagu Kiss Me terdengar merdu.
Kiss me, out of the bearded barley
Nightly, beside the green, green grass
Swing, swing, swing the spinning step
You wear those shoes and I will wear that dress
Oh, kiss me beneath the milky twilight
Lead me out on the moonlit floor
Lift your open hand
Strike up the band and make the fireflies
Dance silver moons sparkling, so kiss me
Kiss me down by the broken tree house
Swing me upon its hanging tire
Bring, bring, bring your flowered hat
Aku senyum-senyum sendiri mengingat kejadian waktu boby menciumku di depan kamar madi kamar kost no.5. Itu beberapa bulan yang lalu. Dan setelah kejadian itu dia belum pernah menciumku lagi. Jujur aku rindu ciumannya. Walaupun aku gak tau, ciumannya itu karena sayang atau karena nafsu. Tapi..ah, aku tak boleh mengharap terlalu banyak.
Well take the trail marked on your fathers map
Oh, kiss me beneath the milky twilight
Lead me out on the moonlit floor
Lift your open hand
Setelah selesai aku lantas keluar dan kaget karena boby sedang berdiri di depan pintu toiletku.
“HHWWWAAAA..” teriaknya dengan muka konyol.
“wa...boby..ngagetin aja si.” Kataku sambil mencubit gemas pinggangnya.
Dia lalu menarik tanganku dan memepet tubuhku ke dinding.
Strike up the band and make the fireflies
Dance silver moons sparkling, so kiss me
Kiss me beneath the milky twilight
Lead me out on the moonlit floor
Lift your open hand
Strike up the band and make the fireflies SDance
Dance silver moons sparkling, so kiss me
So kiss me
So kiss me
Kiss me..kata-kata itu terngiang-ngiang ditelinga. Ah, itu lagu yang kudengar atau sugesti otakku yang terlalu mengharap samapai-sampai berdengung-dengung di telingaku.
Aku memandangnya malu-malu. Kutundukkan wajahku sambil tersipu. Dia lalu mengangkat daguku dengan tangannya lalu memadangku syahdu. Aku berbisik dalam hati, kiss me bob..
Dia semakin mendekatkan wajahnya dan ujung hidung kami beradu. Aku memejamkan mataku merasakan betapa hangat rasa sayangnya. Tangannya yang sedikit kasar membelai pipiku. Kubuka pelan mataku, dia tersenyum manis kearahku. Lalu kusentuhkan jariku kedahinya lalu turun ke hidungnya. Aku tersenyum merasakan kontur mukanya dan dia sedikit mendengus pelan saat kuusap bibirnya lalu membuka mulutnya dan mengulum lembut jariku. Ada rasa geli yang membuatku sedikit mengernyit lalu tertawa pelan. Kuangkat jari kiriku lalu memegang pipinya dan jari kananku meraba kumis halusnya. Dan bergeser ke dagunya.
Kurasakan nafasnya mulai memburu dan ada sesuatu yang mengganjal di perutku. Dia...terbangkitkan gairahnya? aku tersenyum geli dan tanpa ba-bi-bu dia menarik wajahku lalu mencium bibirku. Nafasnya memburu dan dia menciumku liar sekali. Aku sampai kehabisan nafas menerima ciumannya yang sekarang terasa panas. Aroma menyengat dari wc sama sekali tak tercium, dan dinginnya hawa bandung terasa memanas.
Nafasku memburu dan tiba-tiba dia melepas ciumannya. Aku yang masih membuka mulutku lalu membuka mataku dan langsung menunduk malu. Jujur, aku tak sanggup menatap matanya. Dia lantas menaikkan sebelah alisnya dan menatapku syahdu lalu kulihat dia menyobek dengan gerakan liar sebuah permen lalu memakannya. Dadaku bergemuruh melihatnya yang tak seperti biasanya ini. Dia tampak liar dan...menggairahkan? ah...
“gil..kamu..mau permen gak..?”
“hmm..ma..mau..e..emangnya..masih ada?”
“aku Cuma punya satu..tapi buat kamu aja deh..”
Aku membelalakkan mataku. Tanganku bergetar dan dia mendekatkan lagi wajahnya padaku. Aku memejamkan mataku rapat-rapat dan aku merasakan jarinya meraba bibirku dan memasukkannya kedalam mulutku. Aku mengulumnya dengan lembut. Terasa aneh sekali tapi aku mulai menikmatinya.
Lalu dia mngeluarkan jarinya dan sekarang kurasakan bibir lembutnya mengulum bibirku. Kumerasa bibirku basah karena dia menyedotnya dan lidahnya menelusup kedalam mulutku dan ada sesuatu yang kurasakan manis. Permen itu. Ya, dia memberikan permen itu lewat lidahnya. Aku menerimanya dan dadaku kembung-kempis karenanya.
Ada rasa geli, lembut, dan..menggairahkan. lalu lidahnya menelusup lagi dan berusaha merebut permennya. Aku sedikit tersentak dan secara otomatis berusaha mempertahankannya. Adegan selanjutnya, kami, lebih tepatnya lidah kami saling merebut permen hanya hanya satu-satunya itu dan dia tampak menyerah. Aku sedikit senang dengan kemenangan yang konyol ini lalu tiba-tiba merasa sedikit rasa geli di leherku. Ya, sekarang ciuman panasnya bergeser ke leherku. Aku mendesah dan menutup mulutku takut terdengar oleh orang yang berada di luar.
Tiba-tiba boby melepas ciumannya dan merapikan bajunya. Dan aku mendengar ada orang yang bercakap-cakap menuju ke kamar mandi ini. Aku gelagapan. Antara malu, bergairah, takut, senang, kecewa. Malu karena aku keliatan menikmati adegan tadi. Bergairah karena adegan panas di hawa yang dingin ini. Takut kalau orang itu menlihat adegan tadi. Senang karena boby memperlakukanku dengan cara seperti tadi dan kecewa karena harus berhenti saat aku tengah menikmatinya. Juga karena kenapa setiap kami berciuman, itu selalu terjadi di wc. Tempat yang sangat tidak romantis.
Setelah dua orang masuk, kulihat boby tampak membetulkan posisi dedenya yang terlihat menggembung. Aku tertawa kecil dan setelah kedua orang tadi mauk ke kmar kecil, aku ikut membetulkan posisi dedeku dan kami berdua tertawa geli lalu dia menarikku keluar dari tempat yang jadi saksi perbuatan mesum dua remaja ini.
Setelah sampai parkiran dia lantas menaiki matic-ku dan aku segera menyusul naik di belakangnya dan langsung memeluknya erat. Setelah dia melajukan motornya, kami berdua sama-sama dia. Aku hanya tersipu malu dengan jantung masih deg-degan. Kuperhatikan dia juga terus saja mengulum senyum. Aku memeluknya semakin erat dan menempelkan pipiku di pundaknya. Aku sayang kamu bob. Aku makin sayang sama kamu.
******
Sesampainya di rumah, kami lantas masuk sambil tersenyum tanpa ada yang bicara. Ya, kejadian di de Tuik tadi masih terasa lucu buat kami. Dan ketika aku masuk, mamah terlihat sedang menerima telpon dengan panik.
“emang jam berapah pulangnya wa?”
“aduh..suganteh masih dirumah uwa. Kamana atuhnya si teteh teh? muhun. Mangga atuh wa. Mau coba nelpon ke hapena ajah. Asalama alaykum..klik.”
“ada apa mah?” Tanya ku.
“si teteh a. Kata si uwa, pulangna teh udah dari tadi. Tapi sampe jam segini teh belum pulang. meni hawatos pisan mamah teh. Aa deuih, hepena juga gak diaktipin.”
(hawatos = khawatir)
“maaf mah. Tadi abis sholat di mesjid salman emang lupa dinyalain lagi. Di telpon ke hapena atuh mah”
“muhun a.”
lalu mama mulai mengambil hapenya dan mulai menghubunginya.
“haloh, teh. Nuju diamana? dijalan? Motorna mogok? Meni gak nelpon atuh..iya, tadi katanya teh lupa gak diaktifin lagi kata si aa teh. yaudah atuh, diantosan nya. Ke dijemput.klik”
(diantosan = ditunggu)
“a, si teteh the motorna mogok cenah di deket ganeca. Tadi katanya teh mau ke rumah wa Ita.”
Aku terdiam sejenak. Ya, aku tahu dia pasti merasa cemburu. Tapi bukankah dulu dia bilang tak ada rasa ke boby? Kalaupun ada rasa, kenapa dia gak bilang?
“Bob, masih inget gak jalan ke ganeca?”
“yang ke rumah uwa tadi tan?”
“iya bob. Punten yah. Kalo si aa bisa naek motor mah si aa yang tante suruh jemput.”
“gapapa tan. Boby berangkat sekarang atuh ya”
Aku memandangnya cukup lama. Sebenarnya perasaanku gak enak. Aku merasa sedikit cemburu membiarkan boby menjemput bayu. Tapi kenapa aku masih saja gak bisa ngilangin trauma masa kecil yang bikin aku gak berani naek motor? Arrgght
Kuperhatikan punggung boby yang sedang berjalan ke garasi. Aku ikuti langkahnya dan dia tersenyum sebelum melajukan motornya. Aku sebenarnya ingin mengucapkan hati-hati, bukan hati-hati di jalan, tapi supaya dia hati-hati menggunakan hatinya.
*******
Jalanan kota Bandung, 20.30 wib
Aku masih tengok kanan-kiri mengingat-ingat jalan yang tadi sore kulalui. Aku ingat gedung-gedungnya dan juga tempat-tempat ikonik. Lalu sambil mengemudikan motor kuangkat hape yang dipinjamkan mamanya ragil dan kutelpon bayu.
“haloh, bay. Dimana?”
“boby?” kudengar ada nada senang dari suaranya.
“iya. Aku dipinjemin hapenya tante. Hape aku mati tadi. Kamu diamana?”
“aku di xxx bob. Cepetan bob. Aku takut..” katanya lagi.
Wajar saja, sekarang sudah jam 9 malam. Aku lantas menanyakan padanya lewat mana aku kesana dari tempatku sekarang. Dengan dipandu olehnya, akhirnya aku melihat ada seorang gadis yang sedang duduk kuyu diatas kursi.
“bay. Sorry lama..”kataku.
Matanya syahdu menatapku lalu menghampiriku dengan tersenyum penuh arti.
Aku lantas menyerahkan karangan yang berisi beberapa tangkai bunga mawar yang tadi kubeli di jalan. Unun saja di andung, ada orang yang menjual arangan bunga walaupunhanya setangkai dua tangkai di malam hari, terutama malam mingu. Dan aku mbeliannya bunga sebagai bentuk permohonan maafku atas apa yang hari kulakukan Dan ketika dia melihatnya, dia langsung mengambilnya dan memelukku. Aku tersenyum melihatnnya.
“maafin aku bay…”
Dia hanya diam tak menjawab dan mulai mengusap pipinya. Dia menangis. Entahlah tangis sedih atau bahagia.
“yaudah, yuk pulang” kataku.
Dia lantas naik ke belekang dan memelukku erat. Sepanjang perjalanan kami berdua hanya diam. Dia memelukku erat. Aku tak mampu berkata-kata. Tak ada desiran itu. Yang ada yang rasa tak enak dalam hati.
*****
Aku mulai menaiki kasur. Kulihat ragil tampak sudah tidur membelakangiku. Sejak aku sampai rumahnya, dia tak sedikitpun bicara padaku. Aku sendiri merasa rikuh. Aku tau dia cemburu. Ya, dia pasti cemburu. Aku ingin bilang kalau tadi tak terjadi apa-apa. Tapi melihat bayu datang dengan wajah berbunga-bunga dengan satu ikat mawar membuatku merasa salah tingkah. Bodoh sekali aku. Kenapa ku tadi tak meminta bayu menyembunyikannya di depan ragil? Bodoh bodoh bodoh.
Tapi mestinya bayu juga bisa menahan diri. Ya, aku tak tau siapa yang salah. Tapi tak ada salah dan benar dalam cinta. Cinta itu ibarat perang, everything is fair in love and war. Itulah yang mungkin sekarang terjadi pada kami.
Aku mulai merebahkan badanku. Lalu menopangkan kepalaku diatas lipatan tanganku. Kulihat ragil membalikkan badannya dan mengusap pipinya. Dia menangis lagi. Dia memelukku dan berbisik lirih.
“aku belum siap bob. Aku belum siap kehilangan kamu bob” katanya dengan suara bergetar.
Kurengkuh badannya dan mencium keningnya lembut.
“aku gak bakal ninggalin kamu gil…”
“sekarang kita pulang bob” katanya sambil menatapku.
“tapi ini udah jam 10 malem. Besok pagi aja..”
“aku gak mau. Aku mau pulang sekarang” katanya merajuk.
Aku tak mampu menahannya. Dan aku bingung harus mlakukan apa sekarang. Ini sudah cukup larut dan rasanyatak enak juga pamitan sama mamahya ragil. Tai membiarkan waktu berjalan sepeti ini past akan terasa ama sekali.
“yaudah. Kamu siapin barang-barang kamu. Terus kamu bilang ke tante ya”
Dia lalu bangkit dan segera mengemas lalu segera keluar kamar menemui mamahnya.
******
Aku duduk di kursi penumpang. Aku tak mampu menatap mahluk yang berada di samping kanaku. Dan dia pun tampak melihat ke jendela luar dan sesekali melirik kerahku lewat sudut matanya. Kupegang kepala yang sedang menyender di bahu kiriku dengan tangan iriku. Ragil tertidur dengan tersenyum lirih sekarang. Setelah kupastikan dia tertidur, kulihat bayu.
Dia melirikku dan pandangan kami bertemu. Susah sekali kuartikan pandangannya. Ada rasa marah, senang, rindu. Aku mencoba tersenyum kearahnya. Lalu dia menggenggam tanganku dengan kedua tangannya lalu menyenderkan kepalanya ke bahuku. Aku bingung sekarang. Dua kakak-beradik ini sungguh membuatku dilema. Maaf buat kalian. Aku tak mampu bersikap tegas untuk memilih satu diantara kalian. Segala konsekuensinya membuatku merasa lemah. Aku tak mampu ambil sikap sekarang.
sinih, mana leptopnya?
“Tut tut tut tut..salam alaykum..tuk atuk..”
Hapeku bergetar lagi. Kuambil, huft...aku langsung angkat
“haloh’ samulekkum..”
“kum salam...akang...”
“gandeng ih..”
“hahaha. atuda sono ih..akang kamana ajah ih, meni gak pernah ngasih kabar pisan..”
(abis kangen banget sih..)
“heheh. Alhamdulillah...maklum atuh. Akang pan sibuk disini teh..”
“ya minimal ngasih kabar atuh..”
“hehe, iya maaf atuh”
“Gimana persiapan ujianana?”
“Ah nyakitu tea we kang baruleud..”
(yagitu deh)
“dasar. Terus jadi ntar nerusin ke DU (Unpad Dipati Ukur)?”
“ya ujian ge belum ai si akang. Ayeuna mah akunya teh lagi konsen ujian we..”
(ujiannya juga belum. Sekarang aku lagi konsen buat ujian)
“euleuh euleuh...tah kitu, tapi karunya atuh si cinta..”
(nah gitu donk..tapi kasian dong si cinta)
“heheh, nya henteu atuh kang, si cinta ama ujian pan sama-sma nomer satu..da dia ge sering nemenin aku belajar, sekalian persipan ujian buat tahun depan cenah”
(heheh, gak dong kang)
“hahah, tah kitu atuh..terus, ntar jadi kesni?”
(nah, gitu dong..)
“insya alloh kang, maksain we. ini kan nikahan nya kang Aga. Tapi, gimana sekarang kang Isal teh kang?”
“gak tau, tadi sih dia kesini, tapi sekarang gatau, dia keluar sama kang Aga.”
“kasian kang yah si kang Isalnya..”
“yah mau gimana lagi..”
“walaupun aku baru ketemu dua kali yah kang, tapi aku bisa ngerasain gimana perasaan dia”
“akang ge bingung sekarang teh, tapi mungkin ini kang Aga lakuin buat kebaikan Isal, kebaikan dia juga..”
“...”
“kok diem?”
“hmm..apa aku juga nanti bakal kayak gitu ya kang?”
“....”
“kok diem kang?”
“gatau lah Ce.”
“apa orang-orang kayak kita gak berhak hidup bahagia sama orang yang kita sayangi?”
“...”
“apa kita mesti terus ngorbanin perasaan kita dan terus pura-pura?”
“...”
“kang?”
“akang gak bisa jawab Ce. Yang pasti, disini kita hanya sebagai orang yang tak pernah diizinin milih tokoh yang kita peranin. Bahkan skrip adegan dan dialognya pun kita gak pernah dikasih tau. Kita Cuma diwajibin meranin peran kita dengan baik, sangat baik”
“termasuk peran kita sebagai gay?”
“hmm yang pasti, disetiap adegan yang terjadi, pasti ada hikmahnya. Tetap lakuin yang terbaik. Kenapa? Karena gak bakal ada yang bilang ‘cut’, gak ada editing.”
“ya, sutradaranya pun pasti sudah nentuin skenario yang sangat apik..”
Nb. Dialog diatas saduran dari tulisan karya siapa, penulis lupa lagi. Numpang nyadur, penulis suka sekali dialog itu.
“hahaha, kok jadi dramatis begini sih?”
“hehe, iya akang yang mulai sih..Kang?”
“ya?”
“kenapa akang gak ke kang isal aja?”
“hah?”
“hahaha. Kali aja akang sama kang isal cocok. Secara dari apa yang suka akang ceritain, dia kayaknya orangnya asik”
“sok tau ah”
“iya sih, tipe akang kan yang dekil-dekil gitu..”
“hahaha.sialan. bukan dekil atuh, berkulit eksotis, kayak latino gitu..”
“hahah”
“sebenernya kalo sama Kang Aga boleh sih..hahaha”
“apaan sih kang..”
“hahah..nggak atuh, dia teh udah akang anggap kakak akang sendiri. Coba kalo gak ada dia, akang teh bingung mau tinggal dimana di bekasi ini. Makasih yah.”
“iya kang, lagian akang ada-ada aja, pake kabur segala.”
“hahah, biar rame atuh..”
“eh kang, ada yang mau ngomong”
“siapa?”
“haloh...” suara itu...
“...” aku hanya diam.
“haloh..salam alaykum...”
“...”
“kak, kok gak dijawab? ini aku kak..”
“....”
“kak? Please atuh kak, diwaro aku teh..”
(Waro = diperhatiin)
“...”
“kak..?”
“...”
“apa kesalahan aku teh udah fatal banget sampe kakak ga mau maafin aku?”
“aku gak bakal pernah ngomong sama orang selama dia masih musuhan sama sahabatnya sendiri...” kataku dengan nada bergetar.
“kak...aku udah minta maaf sama dia, tapi itu gak bisa balikin keadaan jadi kayak dulu lagi kak”
“...”
“maafin aku kak. kenapa waktu itu kakak pergi? Kenapa kakak gak pernah mau denger penjelasan aku? Kenapa kak? Aku sayang banget sama kakak..”
“maaf, waktu itu aku emang masih emosi. Aku marah sama yang namanya Didit, aku benci sama yang namanya Boby, aku benci sama yang namanya Bayu. Kenapa aku dibohongi oleh kalian semua? Oleh kamu? Kenapa kamu diem aja dan gak pernah jujur...?”
“...”
“sekarang kamu udah sama Cece kan? Kamu tahu dan kamu bisa rasain sendiri rasa sayangnya ke kamu kayak gimana...”
“tapi kak..”
“udahlah...cinta kamu ke aku itu Cuma cinta monyet...mungkin aku emang mencintai orang yang salah. Tapi aku gak bisa bohong, aku telah benar-benar cinta sama dia..maaf, maaf.”
“...”
“kamu sayang kan sama Cece?”
“awalnya aku jadiin dia pelarian aja kak. Dia pun tanpa kukasih tau, pasti sudah tau perasaanku ke dia kayak gimana. Tapi seiring berjalannya, aku yakin, kalo dia tulus sama aku. Aku bakal jadi orang paling bego kalo nyia-nyiain dia..”
“huft...yaudah, aku cuman pengen yang terbaik aja. satu hal, kalo kamu sudah bisa baikan sama sahabat kamu kayak dulu lagi, aku bakal balik”
“kalo yang itu...”
“hey...”
“iya kak, aku bakal berusaha...”
“yaudah, aku mau kuliah dulu. Bae-bae ya sama Cece..”
“iya kak”
“salam’alaykum..”
“kumsalam...”
Aku menutup telponku lalu menarik nafas dalam dalam. Kepalaku mulai terasa nyut-nyutan lagi. Bayangan kejadian tahun lalu muncul lagi di otakku.
Setahun lalu, Kostan Didit, 11.00 wib
Kupandangi tumpukan komik disamping tempat dudukku. Huft, sudah 5 buah aku lahap dengan malas. Ya, ujian telah kelar semua, tinggal malas-malasan. Hahaha. Inilah saatnya balas dendam setelah sebulan mataku juling oleh rumus-rumus matematika, tensis dan pelajaran-pelajaran lain. Tapi jujur, aku bukannya merasa senang, aku malah merasa bosan dengan saat-saat seperti ini. Aku rindu belajar, aku rindu praktek di bengkel. Aku rindu PCB, aku rindu analog, aku rindu PLC. Huft, tapi semua itu ada masanya. Dan sekarang aku harus mempersiapkan dengan matang menuju fase selanjutnya, kuliah.
Aku sudah membayangkan bagaimana asiknya kehidupan mahasiswa.
Yap, aku sudah membuat rencana hidupku. Kuliah di ITB, overseas ke jepang, dan bekerja di luar negeri. Yap, manis sekali.
Karena mengingat SMNPTN itu bukan hal mudah, aku lalu merapikan komik Conan-ku lalu mengambil buku paket bahasa inggris. Aku mulai membuka dan mulai memahami kembali tensis-tensisnya.
Aku menggerutukkan kepalaku hingga berbunyi. Huft, pegal sekali leherku. Kulihat jam tanganku, hah jam dua?Sudah lebih dari dua jam. Tapi Didit sama Boby kok belum balik ya? Aneh.
Langsung saja kukirimi sms keduanya.
“pada keman dulu si?q lumutan nih..” begitulah smsnya.
Tak berselang lama, hapeku bergetar. Sms balasan dari didit.
“q lgi latian dl. Boby disitu kan?”
Boby disini?bukannya dia masih di sekolah?
“gak. Mang dy gak di skul?” balasku.
“dia dah blik dari jam 12.”
Udah baik? Lalu dia kemana dulu?
“dy kmana?”
“gtw.gak ngomng sih”
“sms q jg gak dblz”
“ Ydah, q balik skrang”
Huft, Boby kemana dulu ya? Gak kayak biasanya dia kalau mau keluar pasti ngomong dulu. Apa dia ada kegiatan baru diluar? Atau dia kerja part time lagi?
Al tiba-tiba aku teingat bayu. Aku langsung SMS Bayu.
“by, dah blik?”
10 menit, 20 menit, belum juga dibales. Huft, pada kemana sih tuh anak dua? Lalu tiba-tiba pintu terbuka dan didit langsung masuk.
“mang tadi Boby gak langsung ksini?” katanya to the point.
Aku cuma menggeleng.
“Bayu juga ku sms gak dibales..” kataku lagi
Didit lalu mengambil hape dari sakunya. Dia cari nomer Boby dan tut..tut..tut..hapenya di loud speaker.
“haloh..”
“heh bob, lo dimana?”
“hah?”
“lo dimana dodol?”
“gua lagi ke rumah bibi gua dulu.”
“oh..ngomong dong..Ragiel kan nungguin dari tadi di kostan..”
Didit emang manggil aku Ragil kalo didepan yang lain, tapi kalo berdua dia manggil aku kakak.
“sori gitu, w kirain dia gak ke kostan.”
“sms dia katanya gak lo bales..”
“iya, ni lagi di motor..udah dulu ya, w lgi di motor neh..”
“iya iya..klik” langsung diputus.
“Balik ke rumah bibinya dulu..” katanya sambil melepas sweeter lalu menggantungnya di pintu.
Aku cuma mengangguk. Sebenarnya aku agak kecewa, tapi yaudahlah. Tapi Bayu juga, kok gak bales smsku? Jangan-jangan Boby boong lagi,jangan-jangan mereka lagi berduaan..ah..kok aku jadi suujon gini sih?
“makan yuk kak, laper nih..” kata didit tiba-tiba.
“nasi apa mie ayam?”
“me ayam aja gapapa kan?”
“hmm..boleh sh. Lagian perut aku ug dah laper. Tapi mie ayam mana? mie ayam bu kost?”
“iya..ya lumayan lah. Kalo ke telkom dah keburu pingsan duluan..”
“haha.yadah, ayo kita kemon”
Kamipun langsung ke bawah. Dan disana tampak beberapa anak smanxx sedang makan mie ayam juga. Rame juga pikirku. Didit langsung memesan dua porsi. Kami duduk menunggu pesanan datang. Tapi di seberangku kulihat ada temannya Bayu.
“teh, rerencanganana Bayu nya?” tanyaku.
(teh, temennya bayu ya?)
Gadis itu menoleh kiri kanan, aku menunjuknya.
“muhun, kunaon kitu kang?”
(iya, kenapa gitu kang?)
“nteu..bayuna tos uih teu acan?”
(gapapa kok. Bayunya udah balik belum ya?)
“hmm..gatau atuh yah, da tadi mah yah, aku liat teh, dia teh lagi ngobrol sama anak stm..”
“anak stm? Orangna teh kayak gimana teh?” Didit yang bertanya.
“hmm ya gimana yah, anak stm mah da sama semua atuh, barotak.”
“pake vespa biru?” tanyaku
“iya, pake vespa biru sama sweeter biru..”
“Boby..” kata Didit setengah berbisik kepadaku.
“tahu gak kemana?” tanyaku lagi.
“hmm..kalo itu mah gak tau..tau gak kemana tadi Ci?” tany dia ke teman yang disebelahnya.
“hmm..kalo gak salah, tadi aku sempet denger si cowoknya teh ngajakin ke Bukit Alamanda gitu..”
Aku kaget. Bukit Alamada? Jangan jangan..
“Dit, aku pinjem motor kamu ya..” kataku ke Didit.
“mau kemana kak? Jangan bilang mau ke Bukit Alamanda..”
“aku emang mau kesana..”
“tapi kak?”
“mau ngasih apa nggak?”
“iya iya, aku anterin..”
“gak usah..”
“udah deh, lagian aku gak yakin kalo..”
Yap aku lupa aku masih ngeri naik motor.
“Mbok..mie ayamnya buat si teteh ini aja ya..teh makasih ya..” katanya lalu bergegas ke arah motornya. Aku langsung naik ke jok belakang.
Perasaanku gak enak. Dan sepanjang perjalan aku hanya diam. Pikiranku berkecamuk. Dan didit pun juga hanya diam.
Aku masih melajukan si bengbeng sambil membonceng seseorang.
“Bob, kita ni mau ke Alamanda nih..?”
“yap”
“Mang kamu punya duit pa? Jangan-jangan ntar kita mesti nyuci piring lagi..”
“hahaha..ya enggak atuh bay..masa iya aku tega sama kamu..”
“udah deh..gak usah maksain. si abang sms nih, nanyain aku..”
“tadi ke aku juga sms, tapi gak aku bales..udah..palingan ge si Onyon yang nemenin..”
Lalu tiba-tiba saku celanaku bergetar.
“Bay, ambilin lah, punten, kade, bilih salah ngambil, hahah” kataku.
(kade = ati-ati)
“ih, dasar mesum.”katanya sambil mengambil hapeku.
“Bob, Didit..”
“yadah sinih,aku angkat. Haloh..”
“heh bob, lo dimana?” suara cempreng Didit yang khas
“hah?” kurang kedengaran karena lagi di motor.
“lo dimana dodol?”
“gua lagi ke rumah bibi gua dulu.”. bohong dikit gapapalah..
“oh..ngomong dong..ragiel kan nungguin dari tadi di kostan..”
Apa? Ragil ke kosan? Waduh gimana nih?
“sori gitu, w kirain dia gak ke kostan.”
“sms dia katanya gak lo bales..”
“iya, ni lagi di motor..udah dulu ya, w lgi di motor neh..”
“iya iya..klik” langsung diputus.
Bayu mendesah cemas. Aku tahu dia pasti ngerasa ga enak. Tapi aku ema harus memutuskan hubungan ini sebelum bertambah larut. Ya, aku akan menjelaskan sama bayu bahwa aku akan memlih ragil.
“apa katanya?”
“ragil di kostan..”
“terus?”
“ya..di kostan. Sekarang sama si Onyon..”
“oh..tapi Bob..”
“kenapa?”
“aku gak enak sama dia..”
“gak enak kenapa? Lagian juga gak ada yang tau kan..udah deh..nyante aja..”
“iya deh..tapi..”
“sst ah, udah, peluk erat aja kakanda yang ganteng jelita ini, hahaha”
“huh dasar..” katanya lalu dia malah melingkarkan lengannya ke perutku.
*****
BUKIT ALAMANDA, 17.00 wib
Akhirnya kami sampai di sebuah tempat yang ada tulisannya BUKIT ALAMANDA, RESORT AND KAFE. Perjalanan nyampe kesini jga kita disuguhi pemandangan yang..mmm...speecless lah.
Huft, nyaman sekali tempatnya. Kutengok jamku, sekarang sudah jam 5 sore. Agak lama juga sih. Tapi kami lamanya nyari mukena saat mau sholat ashar di jalan. Sebenarnya mukenanya aku umpetin, biar agak lamaan dikit. Makin sore makin romantis kan, hahaha. Dan benar saja, matahari sudah agak condong ke barat, dan suhu disini sudah dingin sekali. Kulihat gadis tomboy itu agak kedinginan.
Aku lalu memarkirkan motorku. Tempat parkirnya pun nyaman sekali, di kanan kirinya ada pohon samoja,(lha, emangnya kuburan?)
“napa bay,dingin ya?”
“iya..” sambil tangannya bersidekap memeluk perutnya.
“oh..”datar
“oh doang?” mulai nanar melihatku.
“kenapa emang?” pura-pura cuek.
“dodol..gak ada adegan romantis cowok ngasihin jaket ke ceweknya?”
“kesopanan ala amerika? No way, baby. Here is Garut...bentar yah, gua ambil sarung dulu..”
“sarung?” ekspresi kaget dan tidak percaya.
“iya, biar lo gak kedinginan..”
“seriusan? Ih benaran da..” muka jengkel.
“hahaha...nggak atuh bay..nih pake atuh yah, sweetr aku. Tapi rada-rada bau oli dikit mah gapapa yah, jamak lah..anggap we parpum kasablancut, hahah” kataku sambil melepas sweeter yang kukenakan.
“dasar jorse..” katanya lalu mencium sweeterku” ih beneran bau pisan ieu mah..huek..”
“ah siah, lebay pisan, paksakeun we, daripada dingin...”
“tapi lo gak papa kedinginan..?” raut khawatir.
“kan ada kamu yang ntar aku peluk...hahaha..”
“tuh kan...mesum lagi..”
“hahah, nggak atuh babay..kan ada sarung..”
“beneran bawa sarung?” matanya bulet banget, mulut menganga.
“hahah, nggak lah, aku teh yah, mau bikin api unggun ajah yah, biar aku teh yah, gak kedinginan yah, hahaha?” raut sok imut ala ABG garut yang waktu itu lagi musim.
“geuleuh ih ngomong teh yah”
“hahah”
Lalu tiba-tiba datang seorang lelaki muda, cakep juga sih, menghampiri kami berdua.
“selamat datang, welcome, wilujeung sumping di Bukit Alamanda..” katanya dengan senyum aduhai khas jajaka Garut.
“ah..ngomong sunda we atuh kang, da uing ge urang Garut..” kataku ngasal, dan bek..anjrit, kakiku diinjak sama si tomboy pujaan hatiku.
(ngomong sunda aja atuh, orang kita juga orang garut)
“cik atuh, ini teh yah, tempat eksotis, tong asa di warteg..”
“hehe.”
“jep ah, gua yang ngomong” katanya ketus.
Bayu lalu tersenyum, kulihat pemuda itu hanya tersenyum geli.
“maaf teh, kang, sudah booking sebelumnya?” kata pemuda itu lagi.
Tangannya didekap didepan jendolan celananya. Takut terbang kali. Ato jang-jangan horny liat aku? hahaha
Bayu melirik ke arahku.
“napa liatin gua?”
Bayu terlihat stres dan mengacak-acak rambutnya.
“atuhlah...setres uing mah..cik atuh kamu teh rada romantis..”
(aduh..stres gua lama-lama. Kamu tuh, romantis dikit napa?)
“maaf kang, kayaknya si oon boloon yang mirip babon lagi modon sambil niup balon teh belum booking.”
“hahaha. Wanjis, kamu ka kakanda yang ganteng jelita teh meni kitu..”
Dia hanya mengepakan tinju ke arahku. Dan sekarang pemuda itu tak bisa melepas tawanya.
“hehe, silahkan atuh, akang teteh bisa pilih mau duduk dimana..”
Kami lalu memilih tempat duduk, dan Bayu memilih tempat yang ada di anjungan, langsung menghadap view kota Garut. Sumpah, ini view terindah yang pernah aku lihat. Letak resort ini memang di atas bukit, dan kota Garut sendiri ada di dataran rendah yang luas dikelilingi gunung-gunung. Gunung Papandayan, Cikuray, Guntur, Gede, dan gunung-gunung lain yang gak tau namanya apa.
Susah sekali mendeskripsikan betapa agung ciptaan tuhan ini, ditambah suhu yang lumayan dingin, suasana senja yang romantis, dan alunan musik sunda yang eksotis..pantas saja Garut dikenal dengan Switzerland van Java alias Swiss di tanah Jawa. Bahkan aku berani bilang bahwa ini lebih indah dari Swiss, meski aku belum pernah ke Swiss, heheh.
Kami lalu duduk. Tapi kami hanya diam. Dia pun tiap kali kutatap wajahnya, selalu mengalihkan pandangan. Diterpa matahari sore, wajahnya tampak manis sekali, rambut sebahunya tampak keemasan. Senyum itu, kedipan mata itu..percayalah kawan..slow motion yang di pilm-pilm itu sekarang sepertinya benar-benar terjadi.
Pemuda tadi datang lagi. Jiah..slow motionnya jadi kembali ke kecepatan normal deh.
“silahkan ini menunya..”
Aku dan Bayu mengambil daftar menunya dan tersentak. Uang gaji kerja di resto Cuma buat makanan yang gak bikin kenyang ini? Hua...tapi gak papa lah T_T
Bayu tampaknya tidak terlalu shok dengan harga ini dan dia melirik ke arahku. Aku pura-pura biasa aja sambil mengangkat daguku dan menaikkan sebelah alisku.
Dia memandang iba.
“silahkan, yang mana?”
“Kamu yang milih aja Bay” kataku.
Aku udah pasrah aja. Aku rela kok nyuci piring seminggu disini kalo kurang. Dan benar saja, Bayu menunjuk sekenanya. 3 jenis makanan yang ntah gimana rupa dan rasanya dia tunjuk...arggghht..tidak..
“kamu mau pesan apa?” tanya bayu.
“hmm..hmm..” Keringat dingin keluar..
“cepetan, si akangnya nungguin..”
“yang mana yah?” pura-pura mikir. Padahal nyari yang harganya di bawah goceng *emang warteg?
“aku yang pilihin juga?” mata kamu jangan kayak gitu dong ngeliat ke akunya bay...
“eh kang, yang tadi gak usah deh. Aku teh rada-rada alergi sama lobster teh. Kita pesan timbel aja dua, sama gurame bakar, ukuran paling kecil ya (seukuran teri?), sama aer putih aja..dua porsi ya..”
What?
“eh..apaan jauh-jauh mesennya itu doank..”
“hahaha, lagian kamunya..udah itu aja, minumnya jus jambu aja dua.” Katanya dengan simple.
Si akang yang manis itu lalu tersenyum lagi ke arahku, tapi aku tahu di hatinya bilang, dasar udik, gak punya duit kok makan disini. Kere kok belagu.
Aku balas lagi lewat tatapan mata, biarin. Suka-suka gua dong, masalah buat lo?
Dia balas senyum, tapi matanya bilang, huh, udah item, emang lumayan manis sih (hahahay), kere, blagu, idup lagi..
“Desertnya?”
Desert? Apaan tuh? Setauku, di kamus 5 miliar kata, desert itu gurun pasir.
“ada apa aja?” kata bayu
“ada puding cocolate bla bla bla, puding bla bla bla with bla bla bla, cheese cake bla bla bla..ada..”
“bala-bala sama cireng ada gak?”
Jetok, kakiku ditendang. Aduh, aku meringis kesakitan.
“yang paling spesial aja deh” katanya tak mau dipusingkan.
Dia mengerutkan alis.
“itu tuh, puding yang apa teh, yang ada buah salaknya..”
“hahah, cheri kalli kang.”
“iya,itu maksud gua tuh”
“yaudah saya ulangi lagi, dua nasi timbel, dua gurame bakar ukuran paling kecil, jus jambu sama puding cocolate with strawbery saus cream..”
Please deh kang..paling kecilnya jangan disebutinn..T_T
Bayu cekikikan. Aku diam saja.
“napa Bob? Nyesel?”
“nyesel? Nggak lah..”
“terus,mikirin apa? Kok diem mulu..”
“mikirin kamu atuh..” padahal aku algi ngitung tadi masing-masing harganya berapa. Hahaha
****
“Bay...”
“apa?”
“hmm..”
“mulai...”
“bay..”
“apa?”
“aku mau negesin satu hal ke kamu..”
“hmm..boleh aku tebak bob?”
Aku emanadangnya lama. Dia terlihat memaksakan senyum padaku. Ada gurat sedih, kecewa, dan tegar.
“aku tau kamu sekarang saying sama ragil. Dan setelah aku piker-pikir, aku gak boleh egois. Aku gak mau misahin kalian berdua. Aku bakal jadi orang paling jahat kalau tetap mertahani dan berusaha buat bikin kamu saying lagi ke aku kayak dulu. Aku..” katanya dengan nada sedikit bergetar.
Aku tahu dia berusaha ikhlas, tapi suara yang keluar dari mulutnya, sorot matanya yang sendu dan getar bibirnya, menjelaskan bahwa dia tak setegar itu. Ada kesakitan dari setiap kalimtanya.
“Maafin aku bay. Aku gak bias jalanin hubungan kayak gini terus. Aku mesti mutusin salah satu, dan itu gak mudah. Aku milih kamu pun itu gak mudah, karena aku tak ungkin menjalani hidup ini dengan kepura-puraan. Dan aku juga sadar ketika aku milih bersama ragil, aku akan dihadapkan pada banyak cobaan dan rintangan. Tapi aku janji, aku bakal jaga dia” kataku lagi sambil tertunduk.
Aku tak sanggup melihat matanya. Jujur, aku berat mengatakannya. Tapi aku harus mengakhiri semuanya. Kalau iniberlanjut, akan banyak pihak yang semakin tersakiti.
“aku ngerti kok bob. Aku tau, gak bakal mudah gelupain kamu. Tapi aku yakin bisa. Tapi mungkin aku harus mengambil jalanku sendiri.”
“maksud kamu?”
Aku bingung apa yang dia bicarakan sekarang. Mengambil jalannya sendiri? Apa maksudya?
“sebelum pulang, boleh gak aku meluk kamu, buat yang terakhir kalinya?” kata bayu.
Ragu sekali aku mengiyakan. Tapi toh mungkin setelah ini tak aka nada lai backstreet antara kami. Aku menarik nafas lega dan tersenyum. Setidaknya ini tak serumit yang kupikirkan.
Aku lantas berdiri dan diapun ikut berdiri lalu menghampiriku. Dia memelukku dan aku membalas pelukannya. Kubelai rambtnya. Perasaanku sekarang padanya hanya sebatas sahabat. Ya, aku sudah mantapkan hatiku.
Setelah itu kami berdua duduk lagi. Suasananya seperti biasa, keakrabanpun nyaris seperti dua orang sahaba. Ya, aku bersyukur pernah mencintainya. Aku mencintai kesederhanaan dan keapa-adannya dia.
“aku piker endingnya gak kayak gini bob. Dulu aku piir endingnya adalah kamu bakal nembak aku disini. Kamu baal milih aku dan mencoba menjelaskan saa ragil. Tapi ternyata..”
Aku hanya diam mendengarnya. Ya, dulu aku piker aku akan milih bayu. Tapi ternyata hati manusia itu mudah ekali dibolak-balikan oleh yang maha kuasa.
“eh bay. Kalau misalnya endingnya aku milih kamu, gimana?”
“hm..cobain aa dialognya kayak gimana”
Aku lalu berdehem sebentar dan merapikan bajuku. Aku ingin mencoba mengutarakan apa yang dulu kurasakan.
“eh,dulu kamu inget gak, aku ngomong apa?” kataku dengan nada kayak pemain sinetron indonia.
“hah? Yang mana?” jawabnya iku menirukan gaya artis sinetron sambil ngelap mulut pake tisu (bukan tisu toilet yang di warteg-warteg itu loh).
“yang itu..” kataku menahan tawa.
Jujur, mengatakan kata-kata romantic pada orag yang gak kita saying, setidaknya sekarang aku tak terlalu saying sama bayu, itu terasa geli
“yang mana?” kata dia. Dia pun sekarang terlihat biasa.
“yang waktu aku nembak kamu..” kataku lagi pake logat iklan kartu AS.
“kapan?” pura-pura gak inget
“itu. Masa kamu udah pikun sih?”
“hmm..” berlagak mikir
“gimana?” penasaran
“apanya..?” pura-pura lagi
“kok apanya?” mulai kesal
“iya..apanya?”
“kamu tuh oon apa pura-pura oon?” agak berpua-pura mulai sedikit kesal
“hahaha, “ malah ketawa
“tuh kan..yadah, dulu kamu bilang kalo aku nembak di Bukit alamanda kamu bakal langsung nerima..”
“ah,yang bener? Emang aku ngomong gitu?” katanya dengan muka yang dibikin imut
“atulah bay..aku teh udah kerja biar dapet duit biar bisa makan disini..” berpua-pura stres
Dia hanya diam menatapku.
“atuda kamunya gak romantis...” berkilah rupanya.
“sok atuh kamu teh pengennya gimana? Aku teriak i lop yu yang kenceng..?” kataku nantangin.
“jangan ih, ngerakeun atuh..hmmm..ya minimal waktu kita makan ada yang main biola kayak adegan di pilm Heart itu waktu Acha sama Irwansyah makan di Ciwidey..”
“ah eta mah euweuh gawe we hayang dahar wungkul kudu ngangkut heula meja ka situ. Uing mah embung...”
(ah itu mah gada kerjaan aj, mo makan aja musti ngangkut meja ke danau. Kalo gua mah gak mau..)
“dasar ih, tapi heeh nya, rempong pisan,hahaha.”
“terus gak ada cincin ini teh? Kalo gak emas putih sekilo gua gak mau loh..” sebelah matanya terangkat.
“gubrag, seklian we sabaskom tah emasnya..tuh si mas Warno tukang mie yayam telkom daek?”
(daek ?= mau?)
“hahaha.”
Aku lalu berjalan ke arah bunga samoja, eh kamboja atuh, samoja mah asa dikuburan. Aku memetik satu dan tangan kiriku menyentuh tangan kanannya dan tangan kananku menyelipkan bunga itu di telinga kirinya..
Kemudia kami bergegas ke parkiran. Hawanya terasa dingin sekali. Disini cukup sepi karena memang letaknya cukup jauh dari pemukiman warga. Dan entah kemana satpamnya.
“bob..”
“apa bay?”
“aku pengen meluk kamu sekali lagi. Boleh ya..”
“bay..”tanpa kuiyakan dia meghampiriku dan matatanya mlai memerah.
Entah bagaimana dan apa yang terjadi, tiba-tiba dia menciumku. Aku kaget dan…tiba-tiba, brakk...aku menoleh dan...aku kaget karena sekarang ragil menatap kami dengan pandangan tak percaya. Dan dibelakangnya didit menatapku dengan penuh kebencian.
Bayu langsung melepas tanganku dan segera menuju ragil hendak menjelaskan apa yang terjadi. Tapi ragil masih diam. Tubuhnya kaku dan matanya tampak memerah.
“gil..gua..” kata bayu berusaha memegang pundak ragil. Tapi ragil menepisnya dan melihat kearah kami bergantian dengan tatapan penuh kekecewaan. Air matanya mulai menetes. Aku diliputi perasaan bersalah. Aku hendak berjalan ke arah ragil untuk menjelaskan apa yang terjadi. Cukup bodoh memang. Apa yang bisa kujelaskan setelah dia mendapati kami berciuman?
“gil..” kataku lirih, tapi tiba-tiba didit menghampiriku dan langsung memukul wajahku. Aku yang tak siap langsung terjatuh. Dia lalu menghampiriku yang sudah terjatuh dan memegang kerah bajuku dan langsung memukulku lagi.
“anjing lo...” katanya.
Kulihat matanya penuh dengan kebencian. Dan satu hal yang yang membuatku heran. Matanya merah dan dari sudut matanya menitik air mata. Didit menangis?
“anjing lo bob. Kenapa lo tega ngelakuin ini semua, kenapa? Jawab bob?” katanya sambil mengguncang-guncang tubuhku.
Kenapa dia begitu marah? Apakah ini reaksi seorang sahabat yang melihat sahabatnya disakiti? Tapi bukankah aku dan didit lebih akrab ketimbang dia dengan ragil?
“kenap lo nyia-nyiain dia? Kenapa bodoh?” katanya sambil mash memukulku
“dit..”
“lo mestinya jaga dia. Lo bahagian dia. Kenapa bob, kenapa?”
“gua...” lalu dia memukulku lagi.
Aku merasa ada leleran darah keluar dari hidungku. Aku menatap wajahnya yang penuh amarah, dan matanya yang penuh kebencian.
“kenapa bukan gua yang ada di sampingnya? Kenapa?” kata didit lalu menjauhiku dan mengusap air matanya.
“maksud lo?”
Kulihat ragil menghampiri kami dengan mata berlinang, lalu dia memegang pundak didit dan menatapnya..
“kamu..”
“kenapa kak. Kenapa kakak sayang sama boby, bukan sama aku kak, kenapa? Apa karena kalung gading itu?”
“aku...”
“aku masih kenal mata kakak. Aku masih ingat suara kakak. Tapi kenapa harus boby yang kakak suka?” katanya dengan suara bergetar.
“kamu..”
“ya, aku anak kecil yang ngasih kakak gelang ini kak” kata didit sambil menggenggam tangan ragil.
Ragil lalu melihat ke arahku, ke arah kalung gading yang kukenakan lebih tepatnya.
“tapi kalung itu...”
“itu kalung yang kakak kasih ke aku. Aku tiap hari nungguin kakak di danau itu kak. Aku tiap sore ke danau itu, berharap kakak datang. Tapi kakak gak pernah datang sampai aku diasuh oleh seorang polisi.”
“tapi kamu..”
“aku anak angkatnya ayah kak. Ibu pergi ke arab dan sampe sakarang gak tahu masih hidup ato enggak”
Aku ingat, waktu itu aku sedang main ke danau dan mendapati seorang anak yang lebih tua beberapa tahun dariku.
Waktu itu kulihat disekolah ada anak yang sedang diganggu oleh anak kelas enam. Aku yang yang tahu anak itu adalah anak seorang polisi membelanya. Tapi bukannya menghabisi begundak itu, aku malah harus dikomprtes karena wajahku babak belur sampai-sampai aku dimarahi oleh bibiku yang cerewet itu. Aku memang dirawat bibiku setelah kedua orang tuaku meninggal dalam perjalan pulang dari sumatra.
Dan besoknya, didit memberiku kalung itu sebagai ucapan terima kasih. Banyak yang meminta kalung itu, tapi karena kalung itu adalah pemberian sahabatku, aku bahkan akan mati-matian menjaganya. Dia bilang kalung gading ini adalah pemberian seseorang yang sangat berarti buat dia..
Jadi selama ini ragil menyayangiku karena kalung gading ini?
ternyata yah, didit, knapa ga jujur aja ke ragiel.
huahh.. romantis pisan euy.. mau lah jd ragiel..
galau weh ini mah gara2 boby.. arghh..
diantos terasanna @alabatan..
Blm.kburu diusir ku tukang warnety.haha
Blm.kburu diusir ku tukang warnety.haha
Blm.kburu diusir ku tukang warnety.haha