Cerita ini w bikin bwat cinta monyet w yang sekarang masih kuliah di salah satu kampus besar di purwokerto. w gak bakal lupain banyak kenangan kita. w jadi inget waktu kita ketemu abis enem taun gak ketemu. kita makan yakiniku dan sukiyaki dan itu nguras dompet w. hahaha. dan foto lo masih w simpen di dompet w, karena lo itu orang yang pertama ngenalin w sama yang namanya rindu yang sakit, tingkah konyol dan banyak rasa.
*******
Love MONK-key
Part 1
“Rrttt..rrrttt...” hapeku yang sengaja ku setting silent seperti itu bergetar di saku celanaku. Aku senyum-senyum sendiri sembari mengawasi apa Pak Unsur mendengar. Tentu saja aku tak mau guru killer itu merampas hapeku dengan alasan mengganggu proese belajar mengajar. Kubuka pesan di hapeku,
“Mangy km tw rmahq?”, begitulah bunyi SMS-nya.
Senyumku makin lebar.
“Tentu saja,” pekikku dalam hati.
SMS yang dikirim oleh gadis tomboy yang sudah dari kelas satu SMP jadi gadis impianku telah beratus-ratus memenuhi inbox-ku. Sudah seminggu aku dan dia aktif berkomunikasi lewat SMS. Tapi hingga saaat ini dia masih belum tahu dengan siapa dia ber-SMS. Yang dia tahu hanyalah aku adalah teman SMP-nya.
Besok adalah hari ulang tahunnya. Namanya Bayu. Jangan heran kenapa namanya seperti nama anak lelaki. Sebenarnya namanya Yulandari, tapi karena sikapnya yang menyerupai lelaki maka di kesehariannya dia lebih dikenal dengan nama Bayu.
Aku sudah janji padanya bahwa aku akan datang ke pesta kecil-kecilan yang dibuat oleh orangtuanya. Dan ketika aku sedang khusuk mengetik untuk membalas SMS-nya, tiba-tiba aku merasa ada orang yang berdiri dibelakangku. Mampus pikirku. Ternyata benar, Pak Unsur sang suhu pelajaran kimia sedang tersenyum memperhatikanku dari belakang.
Sebenarnya beliau bernama Undang Suryana, tapi karena beliau adalah suhu pelajaran kimia yang salah satu babnya mengajarkan unsur-unsur kimia, bergelarlah Mister Unsur. Mu gkin juga merupakan akronim dari namanya yang aduhai itu. Dengan gerakan secepat kilat tangannya menyambar hapeku dan langsung berjalan ke depan kelas. Suasana menjadi sunyi. Seluruh siswa diam dan sebagian menundukan kepala. Akupun hanya melongo ketika hapeku dirampas. Wah, bencana. Aku hanya bisa senyum getir membayangkan apa yang akan terjadi. Aku celingukan menengok kanan kiri, tapi teman-temanku memandang iba padaku. Mulai terbayang apa sanksi yang akan ku terima, hape ditahan, angka raport merah, dijemur, diskors, semakin parah lagi diarak keliling sekolah. Arrgght...makin sadis saja hukuman yang kubayangkan.
Aku mencoba berdiri hendak bernegosiasi dengan beliau. Tapi belum tegak kakiku, telunjuk beliau bergerak turun mengisyaratkan agar aku duduk kembali. Aku melihat beliau menaikkan kacamatanya yang melorot, lalu tersenyum sinis dan melirik ke arahku sebentar. Aku mulai panik dan perasaanku jadi gak enak. Beliau berjalan mondar-mandir di depan. Aku yakin dia sedang membaca semua pesan masuk dan keluarku. Kurang ajar pikirku. Setahuku, etika dalam teknologi informasi dan komunikasi kita dilarang keras membaca pesan keluar masuk punya orang lain, dosanya setingkat dengan mengintip seorang nenek yang sedang mandi di sungai. Tapi aku yakin, beliau tak tahu soal peraturan baru yang entah ada atau tidak itu, dan kalaupun beliau tahu, pasti beliau akan masa bodoh. Kadang kala jenjang hierarkhi adalah hal yang paling ku benci. *(Kenapa kita harus tetap menghormati orang yang lebih tua, padahal orang itu suka berkata cabul, atau kenapa guru wanita boleh berdandan menor sedangkan setiap minggu ada razia bedak untuk siswa putri, atau kenapa guru boleh merokok ketika mengajar dikelas sedangkan siswa kena skors saat ketahuan merokok secara sembunyi-sembunyi di WC. Memang tidak adil. Okeh, kembali ke benang merah. ) Jantungku berdetak lebih dari sepuluh kali perdetik dan degupannya hampir mengalahkan bunyi bedug saat malam lebaran. Aku mencium ada rencana jahat. Tiba-tiba dengan suara lantang beliau membaca salah satu isi SMS-ku.
“Ah..yang bener...emang sejak kapan kamu suka aku?..” katanya dengan suara dihalus-haluskan dimirip-miripkan suara imut perempuan, yang menurutku kedengarannya lebih rombeng dari suara kaleng butut diikat tali dan ditarik oleh seekor kucing pasar.
Kulihat sekeliling teman-temanku menahan tawa sambil tertunduk dan memegangi mulut atau perut mereka. Mukaku terasa panas, dan mungkin kalau aku lihat mukaku dicermin, mungkin mukaku akan mengalahkan warna merah terasi. Sumpah, ini kejadian paling memalukan yang pernah aku alami. Dan terdengar lagi suara rombeng itu lagi,
”Aku tuh sebenernya suka kamu dari pertama liat kamu di kebon ubi waktu nyari jangkrik...”..
Hah..aku terperangah. Dan kini suara tawa tertahan itu meledak. Suasana menjadi riuh-gemuruh. Kurang ajar betul, dengan sengaja dia merubah isi pesanku yang sangat gombal-romantis menjadi kata-kata yang memalukan. Mukaku semakin panas. Diam-diam aku berdo’a kurang ajar, semoga atap kelas roboh dan menimpanya, tapi ternyata tuhan tidak mengabulkan do’a jelek itu. Sumpah, kalau aku bisa berubah jadi cacing, aku akan masuk kelubang.
“Masa sih...kamu pasti yang waktu itu pakai celana kedodoran, ingus meler, yang rupawan itu kan..?”..
Semakin kurang ajar saja. Jelas-jelas Pak Unsur memang harus segera memeriksakan matanya pada spesialis di Amerika sana. Ini sangat jauh melenceng dari konteks. Semua murid terpingkal-pingkal mendengarnya, bahkan si Didit, yang duduk di sampingku sampai meneteskan air mata terharu sambil tangannya memukul-mukul meja saking gelinya. Yang lain bahkan ada yang minta izin ke toilet karena gak kuat pengen kencing, tapi rasakan olehmu hai kawan durjana, Pak Unsur tak memberikan izin, dan cer...kencing di celana. Semakin riuhlah suasana kelas.
Aku yang sedari kecil memang diajarkan untuk berjuang mati-matian mempertahankan harga diriku, berdiri dan dengan lantang berkata dengan tegas walau malu setengah mati
“ Pak..” kataku ragu.
Suasana menjadi hening seketika. Semua memandang ke arahku dengan roman ngeri. Tentu saja, mereka pasti berpikir aku cari mati dengan berkata seperti itu. Aku memang terkesan menantang Pak Unsur. Tapi aku tak rela harga dirikku yang tak terlalu mahal ini diinjak-injak. Pak Unsur menatap dengan tajam ke arahku. Pikirankku berkecamuk, antara mempertahankan harga diri dengan melanjutkan pertempuran atau bertekuk lutut memohon kekonyolan ini dihentikan.
“ Apa?” pertanyaan simpel tapi ngena.
Aku gelagapan mencari jawaban. Kucoba dengan rumus phitagoras, tak mungkin, rumus aljabar, pasti ngawur.
Hemm..” eu..eu anu Pak..” kataku gelagapan.
Ternyata nyaliku menciut, sialan.
“ Anunya kamu kenapa?” kata beliau (*masih pantaskah kusebut beliau?) .
Kutengok kiri kanan masih ada yang cekikikan, sebagian lagi menunduk khidmat, sebagian lagi sumringah, mungkin menantikan pertempuran sengit antara Rama dan Rahwana yang buruk rupa ini.
“Kamu ini, bukannya belajar malah asik-asikan SMS-an, mau jadi apa kamu?” omelan standar, aku mulai menunduk.
”yang parahnya lagi, sayang-sayangan sama anak laki-laki..” deg, nha lho, kok?
Aku terperanjat. Semua siswa pun terperangah.
“ Bapak tahu sekolah ini tu gersang, hanya ada 20 anak perempuan, tapi...” menggantung..
”Bapak tidak menyangka anak sealim kamu itu..jeruk makan jeruk..”
Deg, aku merasa seperti kejatuhan durian, benar-benar durian yang mateng nimuk kepalaku. Wah, aku harus segera meluruskan kesalahpahaman ini. Aku melihat sekeliling, semua temanku memandangku risih, bahkan jijik.
“Pak..” baru terucap tiga hurup langsung dipotong,
“ Jadi selama ini kamu ikut Rohis hanya untuk menutupi ini? Ckckck, dosa sangat besar, apa Pak Karman tidak mengajarkan akan hukumnya menyukai sesama jenis? Ingat kisah nabi Luth...kaumnya diazab dengan hujan batu. Kamu mau azab itu terulang lagi?”
Wah, makin parah. Mimpi apa aku semalam. Aku bertekad akan menglarifikasi sebelum semua siswa mempercayai persepsi itu. Ketika beliau hendak melanjutkan ceramahnya aku langsung berkata dengan ditegas-tegaskan
” Pak, ini tuh gak seperti yang Bapak pikirkan. Namanya memang nama laki-laki, tapi dia itu perempuan, tulen.” kataku sambil terengah-engah menahan malu, emosi dan perasaan yang campur aduk.
“Lagipula apalah arti sebuah nama...” kataku dramatis.
“Yang penting berlubang?” celetuk Didit, temanku itu langsung menutup mulutnya dengan tangannya karena Pak Unsur langsung menatap tajam kearahnya seakan hendak memakannya.
“Widi, Dian, Tata, itu nama-nama yang binomial, bisa dipake oleh semua gender..” aku menggunakan kata-kata ilmiah yang sebenarnya aku sendiri tak begitu paham.
Kelas masih hening. Tiba-tiba beliau berjalan meninggalkan kelas. Aku terpaku, tak tahu harus berbuat apa. Didit memberi isyarat agar aku mengejarnya dan meminta maaf. Lalu aku berlari mengejarnya. Tapi kemana beliau? Di ruangannya gak ada. Aku menenyakan pada semua guru yang aku temui dan hanya gelengan kepala yang kudapat. Waduh, mampus gue. Akupun berniat kembali ke kelas dengan langkah gontai. Ketika kakiku baru melangkah ke pintu kelas, semua langsung mengerubutiku seperti lalat mengerubuti sampah dengan masing-masing mengajukan minimal tujuh pertanyaan yang tak satupun ku jawab.
Arrgghhtt....sial....dan akhirnya bel istirahatpun berbunyi. Ketika yang lain langsung berhamburan keluar aku menjatuhkan kepalaku ke meja. Kepalaku terasa pusing sekali.
Ketika aku melangkah menginjakkan kantin karena cacing di perutku protes, semua orang memandangku aneh seperti melihat zombie. Ada apa lagi ini? Mereka memandangku lalu berbisik-bisik tetangga. Sialan, pasti ini gara-gara tadi. Berita hangat seperti ini pasti langsung meledak seperti mercon. Tapi kenapa seisi sekolah langsung tahu dalam hitungan menit? Aku melihat sekeliling dan mendapati si Hilceu yang bernama asli Hilman itu dengan mulut monyongnya dengan gesture tukang gosip handal berbisik-bisik pada si Januar. Sialan, pasti ketua geng Cumi Girl, geng cowok-cowok tomboy se-STM, yang menyebar isu. Nafsu makanku langsung sirna, dan aku memutuskan untuk kembali ke kelas. Dan ketika aku berjalan di koridor menuju ruang kelasku, diam-diam aku merasakan kalau Ragiel, yang sekarang duduk di kelas tiga tersenyum padaku. Aku jadi salah tingkah. Lalu aku melanjutkan langkahku, dan lagi-lagi aku berpapasan dengan dua orang cowok yang kalau gak salah dia itu anak kelas dua, dia berjalan sambil melirik-lirik ke arah saku depan celanaku yang agak menonjol, dan lebih ngerinya lagi ku dengan dia setengah berbisik pada temannya bahwa dia mengagumi pantatku yang tepos. Haduh...apa lagi sih..
Bahkan ketika memasuki kelaspun kelas yang tadinya riuh langsung sepi. Tiba-tiba Didit datang menghampiriku.
“Bener?” katanya dengan mimik penasaran.
Langsung aja kujitak kepalanya yang plontos.
“Sial, emangnya gua cowok apakah..” kataku kesal.
“Jadi..lo..nggak..masih..”katanya gelagapan.
Saking kesalnya kujawab aja ngasal
“ Kalo iya emangnya kenapa? Lo naksir ma gua?” kataku setengah berteriak.
Semua menoleh ke arahku. Upss, salah lagi.
“Eng..eng..nggak ko, gua cuma bercanda. Elo sih Dit” kataku sambil mengepalkan tangan kearahnya. Tiba-tiba hapeku yang lain berbunyi. Aku emang bawa dua hape ke sekolah, yang satu GSM yang satu lagi Esia. Maklum, dulu kan belum ada hape dualsim. Ku langsung buka isi SMS-ku.
“ehm..hi there...ketemuan yuk bis skul, w tngg y d ptung kuda. Dont miss it!! Daniel”.
“Brak”..anjrit, kaget. Ternyata si Didit mengintip dan membaca SMS ku dan saking kagetnya dia terlonjak dan menggeser kursinya dan menabrak meja di belakang. Mukanya yang polos terperangah, tapi aku melihat ada raut sumringah di mukanya.
“Kaget gua, apaan sih Dit...” kataku sambil menjatuhkan badan ke senderan kursi.
Kalau gak salah Daniel itu anak kelas tiga yang katanya seorang model sampul. Tak berselang lama hapeku bunyi lagi dan tak tanggung-tanggung, 5 pesan masuk dari nomer gak dikenal yang ternyata isinya gak jauh beda, dating. Dari Jefry si anak menteri, Angga anak basket, Ceuceu yang bernama asli Cepi anggota Sekertaris Umum Cumi Girls, Farid dan satu lagi Jamal. Sial, gak tanggung-tanggung, ajakan dating dari enam orang. Terbersit sedikit rasa bangga bahwa ternyata aku cowok idaman juga, tapi kenapa jadi cowok idaman pria? Halah, aku menampar-nampar pipiku sendiri.
“ Napa lo Bob? Stres lo?” kata Didit sekenanya.
“ Hajuh..ini mimpi kan?” kataku sambil mengacak-acak rambutku yang plontos.
“Hahaha..sabar. Lo mestinya bangga, hal-hal tersebut diatas itu menunjukkan bahwa anda itu orangnya berkharisma, memiliki aura seorang...”menggantung..
”...gigolo...hahahaha” katanya sambil tertawa lebar memamerkan rentetan giginya yang amburadul. Langsung saja kujitak kepalanya.
“Seneng lo ya temen menderita..? Apalah artinya persahabatan kita yang telah kita bina dari orok wahai sahabatku yang durjana?” dramatis.
“Lo bantuin gua ngapa, nyari solusinya..” kataku sambil garuk-garuk pantat.
“Hmmm...gua punya ide..” katanya pasti dengan mata berbinar. Sontak akupun seperti mendapat cahaya lilin di dalam gua hantu.
“Apa?” tanyaku penasaran.
“Lo jabanin aja semuanya bro, lumayan kan? Daripada lo jomblo dari orok, hahaha..” katanya sambil berlari keluar.
Sialan, kukejar dia. Ternyata arah larinya ke perpus. Kukejar terus dia dan kulihat dia mengendap-ngendap dibalik rak buku.
“Heh, kagak bisa baca lo ya?”
Astaga, Bu Hesti, penjaga perpus yang gembrot memarahiku. Aku cuma hahahehe sambil berjalan kembali ke luar dan melepas sepatu, aku lupa bahwa alas kaki wajib hukumnya dilepas, seperti mau sholat di mesjid aja, pikirku.
“Mau ngapaen lo kemari? Bikin rusuh aje..” kata dia dengan logat Betawinya yang kental.
Sambil garuk-garuk kepala aku berdalih, “Anu Bu, saya ada tugas Kimia, Pak Unsur nyuruh nyalin Susunan Berkala Unsur-Unsur alias S-B-U..” kataku.
Tiba-tiba aku dikagetkan oleh sentuhan tangan dipundakku. Sontak aku menoleh ke belakang dan deg, mampus gua,
“ Gua punya, mau gua pinjemin?” kata orang yang menepuk pundakku.
Aku paksakan tersenyum, “ Gak usah, Kak, gua nyalin aja”
Hajuh, kenapa Jamal ada di sini? Apa dia dari tadi ngikutin kemana aku pergi? Halah..jadi repot begini. Kulihat Didit cekikikan melihat tingkahku. Tiba-tiba bel tanda istirahat telah usai berbunyi. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupku aku bersyukur dan berterima kasih pada pasapon yang tidak pernah lupa nyeting bel.
Akhirnya aku terbebas dari Jamal. Tapi sebelum pergi dia membisikan sesuatu ke telingaku,
“Besok ya..” katanya sembari tersenyum yang ku yakin itu senyum paling maksimal. Aku hanya melongo dan tiba-tiba dikagetkan oleh bisikan yang sudah tak asing lagi,
“ Besok jangan lupa ya sayang..” sialan, Didit mengejekku sembari keluar buru-buru memakai sepatu. Kalau saja bukan diperpus, sudah ku timpuk kepalanya dengan buku paket.
****
Sepanjang pelajaran aku tidak bisa konsentrasi. Kepalaku terasa nyut-nyutan memikirkan kejadian hari ini. Mulai dari Pak Unsur yang sampai sekarang tak tahu kemana rimbanya, SMS dari para fans, dan hadiah untuk ulang tahun Bayu. Dan setelah bel pulang, aku langsung berlari keluar segera menuju ke tempar motorku diparkirkan. Ketika aku mulai menyalakan motorku, tahu-tahu ada yang naik di jok belakangku. Ku toleh ke belakang, hemmm..Didit..
” Woy, ngapain lo? Bukannya lo bawa motor? Sono, gua lagi buru-buru nih.” Kataku.
Dia malah merangkulkan tangannya memelukku dari belakang.
“ Motor aku mogok Beb, jadi hari ini aku mau ikut kamyu..” katanya dengan nada manja.
Sial, makin menjadi-jadi aja ni bocah.
“Dableh, lo itu kan anak otomotif, benerin lah, praktekin tuh ilmu-ilmu yang telah ditransfer oleh Bapak Profesor Insinyur Doktor Juned MBA, MNC, Mber “ kataku.
“Ah..entar tangan akyu kotor..hahaha” katanya makin parah.
“ Huh sarap” gerutuku.
“Emang lo mau kemana sih Bob?” katanya penasaran.
“ Pengen tau aja urusan anak gede. Bocah kaya lo mah ada ingus, usap, jilat sekalian..” kataku.
“Sialan lo” katanya sambil menjitak palaku yang berhelm.
“ Ayo Beb, tancap..” katanya semangat sambil mengangkat tangan kanannya yang terkepal. Dasar bocah.
Dan ketika melewati anak-anak yang baru bubar, Didit memelukku dengan erat dan semua anak menyoraki kami berdua. Didit emang anak yang konyol, gokil abis tapi menyenangkan. Dia anak seorang polisi. Sebenarnya minatnya itu adalah Seni Rupa, tapi karena dirasa ayahnya hal itu kurang gentelment, ayahnya memaksanya masuk jurusan otomotif yang dia sama sekali gak ngerti. Kalaupun motornya rusak, paling langsung ditinggal di bengkel. Dasar.
“Lo sebenernya nyari apaan si Bob?” katanya penasaran ketika kami sudah sampai di toko maianan.
Aku tersenyum menggodanya sambil menaik-turunkan alisku ala shahrukh khan, bermaksud membuatnnya penasaran.
“Eh..dableh, ditanya malah senyum-senyum..”
Aku masih saja menaik-turunkan alisku menggodanya.
“Gua kasih tau, tapi gua pinjem duit lo dulu ya, duit gua ketinggalan..” kataku merajuk.
Mulutnya bersungut-sungut. “Dasar lu, tapi apaan dulu..?”.
Aku nyengir kuda, aku tau kalo dia gak seret kalo urusan duit.
“Boneka.” Kataku pasti.
Dia kaget sambil gigit jari, “Ow eM Ji, yey nyari boneka? Ih..to tweet banged ciy..hahaha” katanya sambil tertawa memegangi perutnya
. “Eeeee...malah ketawa, gua serius nih..bukan buat gua dableh..” kataku sambil berkacak pinggang.
“Terus buat siapa?” katanya sambil menikmati sisa tawanya.
“Buat Bayu” jawabku.
Dia langsung terdiam.
“Napa lo? Kesambet?” kataku.
“Jadi lo bener-bener...jeruk..?” kata dia terbata-bata.
Aku langsung menepuk jidatku, “Adduh, kan udah gua bilang, apalah arti sebuah nama. Lo inget ga Yuliarti, dia kan panggilannya Bayu..” kataku agak kesal.
Dia lalu menarik nafas lega sambil mengusap dada. “Syukurlah...terus?” katanya bingung.
“ Ya gua mau nyari boneka buat hadiah ulang tahunnya besok...tapi ngasih boneka apa ya?” kataku sambil berlagak mikir.
“Boby..., dia itu tomboy, masa lo ngasih boneka. “ kata dia.
“ Terus ngasih apa dong? Gua juga bingung” kataku.
“Memang hadiah buat cewek kayak dia tuh susah-susah gampang. Dikasih boneka takutnya gak suka. Dikasih bola, ntar nyangkanya gimana. Terus, lo tau gak kesukaannya apa, ato cita-citanya apa..” kata dia berlagak seperti seorang yang cool.
Aku berpikir sejenak, lalu aku ingat kalau gak salah salah satu hal yang paling dia suka adalah nonton Discovery Channel. Dan karena jiwanya adalah jiwa petualang, aku langsung kepikiran sama Cimcim, monyetnya Tarzan. Dan kalo gak salah Si Buta dari Goa Hantu juga miara monyet.
“Monyet” kataku pasti.
“ Lo dong, hahaha” kata dia.
“Sial, iya gua mau beliin dia boneka monyet. Okeh?” kataku sambil mengacungkan jempol.
Akhirnya, setelah menjelajah beberapa toko maianan dan boneka, sebuah boneka monyet ukuran sedang kugondol pulang.
******
Keesokan harinya.
“Yakin lo tw rmah w? w kn udh pindh bln lalu..” begitulah sms dari Bayu.
Langsung ku balas, “ ydh, almty dmn?”
Langsung dia SMS-kan alamatnya. Akupun langsung menarik gas kecepatan penuh menuju alamat yang dia SMS-kan. Sesampainya di perum tempat tinggalnya aku menanyakan ciri yang lebih spesifik mengingat kondisi rumah di perumahan sama semua, “cat ijo” dan aku mendapati rumah di ujung gang berwarna hijau dan ada beberapa motor dan mobil terparkir semrawut. Aku rapikan baju, kusisir rambut plontosku, dan kurapikan tentenganku, dan akupun berjalan dengan gerakan lambat diiringi angin yang sepoi-sepoi. Halah, kayak di pelm-pelm. Lalu ketika aku membuka pintu pagar dan hendak mengucapkan salam, aku terkejut seperti disengat lebah.
“Boby?” suara itu tak asing bagiku, dengan nada yang sangat tidak enak didengar. Mataku tak berkedip. Sosok yang tadi malam membuat aku tak bisa tidur sedang berdiri di hadapanku.
“ Pak Un..” belum sempat aku menyelesaikan kalimatku yang terbata-bata, muncullah dari belakang yang membuat aku kaget setengah mati.
“Boby?” berbeda dengan suara yang satu ini. Dia memanggil namaku sambil tersenyum senang. Tapi sebaliknya bagiku, aku seperti tersambar listrik elektromagnetis.
“ Kamu..” katanya. Pak Unsur yang tadinya seperti mau memuntahkan kalimat-kalimat cercaan dan sejenisnya terperangah.
Ternyata pak unsur diundang juga? Kok?
“Boby?” pekik seorang gadis yang tak kalah kagetnya.
“ Jadi selama ini yang...kamu..ah..ternyata..” katanya sambil menghampiriku.
“ Bay...” kataku berusaha tersenyum meski perasaan terkejut masih melanda. Melihat aku yang kebingungan dia langsung tersenyum geli.
Comments
“Kok malah pada bengong..ayo salaman,...Abang..ini Boby, “ katanya.
“Udah kenal..” kami serentak menjawab seperti koor.
“Oh? “ dia lalu tertawa cekikikan.
“Yaudah kalo gitu, ayo masuk, aku..., ah ribet, gua mau ke yang lain dulu bentar ya, cuman bentar. Lo jangan jauh-jauh Bob, banyak yang mau gua obrolin ma lo..” katanya sambil lalu.
” Eh, Bang, ajak ngobrol dulu Boby ya..”
*****
“Ayah..jangan paksa Ragiel..” kata seorang ibu sambil mendekap anaknya yang sedang tersedu-sedu.
“Dia itu anak laki-laki Bu, masa mainannya boneka? Anak laki-laki itu harusnya maen bola, perang-perangan..lihat anakmu itu Bu, lihat..” kata seorang bapak sambil menjatuhkan pantatnya di sofa.
Bapak separuh baya itu terlihat stress memikirkan anaknya. “ Tadi papa liat dia berantem sama si Ita anak perempuannya Wa Tati, rebutan boneka, boneka Ibu..” katanya melemah seakan putus asa sambil menatap tajam anaknya.
Lalu datanglah seorang anak perempuan bumur 6 tahun yang datang dengan dengan baju kotor sambil membawa bola sepak dan ketika melihat kakak laki-lakinya sedang berlindung di dada ibunya, dia hanya terdiam. Lalu ayahnya melihat tajam ke arahnya.
“ Kamu lagi, kamu itu anak perempuan. Harusnya kamu itu main dirumah, bukannya main bola atau ngejar layangan. Tapi seenggaknya kamu gak cengeng seperti abangmu ini” Katanya dengan geram.
Tapi anehnya tak ada roman takut di wajahnya. Dia malah balik menatap tajam ayahnya.
“ Lihat kedua anakmu ini Bu, kau ajari apa mereka hingga tumbuh menjadi seperti ini? Aku malu Bu, malu..” kata ayahnnya yang membanting vas bunga sambil meninggalkan mereka. Dan anak perempuan itu tetap diam, memandang dingin ke arah ayahnya pergi.
******
Aku merasa kikuk. Harusnya aku merasa bahagia karena akhirnya berkopidarat dengan gadis pujaanku. Aku dan Ragiel duduk berdampingan dan saling diam. Aku tak menemukan topik apapun untuk kubicarakan dengannya. Aku hanya memain-mainkan kado yang kubawa. Dia memandangku, lalu tersenyum tipis.
“Buat Bayu?” katanya memecah kebekuan.
Aku menjawab gelagapan, “iya” kataku singkat.
“Isinya apa?” kata dia penasaran.
“Ada deh..” kataku sambil tersenyum paksa.
“Boneka ya?” dia mencoba menebak.
“Bukan, isinya bumbu buat sambel terasi” kataku sekenanya.
“Hahaha, kamu itu..bissa aja” kata dia.
“Sejak kapan kamu kenal adeku?” katanya sambil mencoba menyalakan rokok.
Kulihat caranya menyalakan rokok, aku berani bertaruh bahwa dia bukan perokok profesional. Ternyata tebakanku benar, rokoknya belum juga menyala. Aku tersenyum geli. Aku melihat usahanya untuk meyakinkanku bahwa dia itu ‘laki-laki’. Dengan perjuangan yang cukup keras akhirnya rokok itu menyala juga, dan...
“Uhuk..uhuk..” hap, dia terbatuk-batuk.
Aku hanya tersenyum sambil menepuk punggungnya dan mengambil rokok ditangannya lalu menjatuhkan dan menginjak untuk mematikan baranya.
“Gak usah maksain ngerokok kalo lo bukan perokok. Nyantai aja ma gua mah...” kataku santai.
Lalu dia tertawa terbahak-bahak sambil garuk-garuk kepala, menyadari kekonyolannya.lalu dia tersenyum manis, manis sekali. Entah kenapa aku merasakan ada hal yang berbeda yang tak bisa ku jelaskan. Aku merasa ada ada yang membuncah dan tak bisa kuartikan apa itu. Ada perasaan senang, aneh, geli dan perasaan lain yang campur aduk. Baru pertama kali aku melihat ada orang yang tersenyum dan tertawa dari hatinya. Aku memang tidak begitu mengenalnya, dia adalah kakak kelasku yang tak bermasalah, tapi aku merasa bahwa aku pernah begitu dekat dengannya.
Ah, pasti hanya de javu pikirku. Tapi aku benar-benar merasa aku pernah dekat, bahkan sangat dekat.
“Sejak kapan kamu kenal Bayu?” tanya dia lagi tanpa menghilangkan senyum tipis itu.
Entah kenapa aku jadi gelagapan.
”Eu..eu..anu, kita satu SMP dulu. Tapi, ko perasaan gua eh aku belum pernah liat mas..” kataku mulai ingat.
Aku baru menyadari bahwa aku dan dia hanya terpaut dua tahun, jadi ketika aku kelas satu SMP berarti dia kelas tiga. Dia malah tertawa,
” Tentu saja, aku gak satu SMP sama dia. Jadi mana mungkin kita kenal..” katanya.
“Oh..tapi aku ngerasa kalau..” dia lalu menoleh, tapi aku tak melanjutkan ucapanku,
“Ngerasa apa?” katanya penasaran.
“ Ah enggak, nggak papa kok, cuman perasaan aku aja” kataku sambir nyengir dan garuk-garuk kepalaku yang gak gatal.
“Asyik bener ngobrolnya..” tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara renyah seorang perempuan.
“ Ah elo Bay” pekikku.
“Ngobrolin apa sih, bagi-bagi dong..eh apa tuh?” kata Bayu sambil melirik ke arah kado yang kupegang.
“Oh iya, lupa. Ini ..” kataku sambil menyodorkan kado yang kupegang,
“Tapi, ja..” belum sempat kulanjutkan ucapanku, dia langsung memotong,
“ Jangan dilihat isi atau harganya, tapi lihat ini dari hati...” katanya sambil memonyongkan bibirnya.
Kami bertiga langsung tertawa. Dia langsung duduk diantara kami yang sebenarnya agak rapat, lalu mengapit leherku dan menjitaki kepalaku.
“ Sialan lo, jadi elo yang selama ini ngabisin pulsa gua..?” katanya dengan nada kesal bercampur gemas.
Aku mengaduh dan langsur nyengir kuda.
“Emangnya lo kira siapa, pak Lurah?” timpalku sekenanya.
“Awalnya gua curiga kalo itu elo, tapi gua pikir-pikir lo tuh orangnya pendiem banget, beda banget ma orang yaang suka SMS-in gua. Sialannnn....” katanya.
Aku Cuma bisa tertawa sedangkan Ragiel hanya tersenyum.
“ Ayo buka, kali aja isinya kodok..” canda Ragiel.
“Awas aja kalo isinya bener-bener kodok..” kata Bayu sambil mengepalakan tinju ke arahku.
“krek, wek..” Bayu mulai merobek bungkus kadonya.
“Pelan-pelan dong, sayang itu bungkusnya bagus..” kata Ragiel dengan raut khawatir. Kami berdua melongo mendengarnya yang spontan itu. Ia menyadari kami kaget lalu dia nyengir kuda dan kami bertiga pun tertawa.
“Iya abangku sayang...nanti buat abang deh bungkusnya..”ujarnya.
Dia berpura-pura biasa tapi aku melihat ada kegembiraan yang sangat terpancar dari raut mukanya. Setelah dengan sangat hati-hati Bayu membuka bungkus kadonya dia mengeluarkan benda yang ada di dalamnnya dan terlihat terkejut lalu memandang wajah Ragiel..
”Bang..” katanya menggantung.
Ragiel yang penasaran lalu melongok dan tak kalah kagetnya. Aku terheran-heran.
“Kenapa, gak suka?” tanyaku sangat hati-hati, aku takut Bayu gak suka dengan boneka monyet yang kubeli.
“Engh..bukan..ini..hahahaha..” kata Bayu sambil tertawa.
Aku makin merasa penasaran. Yang bikin aku merasa aneh adalah muka Ragiel yang memerah.
“Gua pikir lo..suka...coz waktu itu lo bilang lo suka Tarzan...jadi..”kataku gelagapan.
Bayu tersenyum tipis sambil melirik kakaknya yang masih merah mukanya.
“Enggak kok, gua emang suka. Suka...banget..” katanya sambil menahan tawa.
dah lama gak ada cerita yang bkin gw senyum2 gaje gini.
lanjutanya d tunggu bro..
salam kenal aja lh.
( ∩_∩ )づ
dah lama gak ada cerita yang bkin gw senyum2 gaje gini.
lanjutanya d tunggu bro..
salam kenal aja lh.
( ∩_∩ )づ
Nympe warnet,mreka pd ngliatin w dgn tatapan ihir".halah..mau disakuin,bju w gda saku'y..T_T.
Kyky w g k warnet tu lg..hiks hiks
("`▽´)-σ
kapan mau update lagi ni mas bro?? harus d beresin nih ceritanya. wajib hukum nya.!!
hahaha
what the?gilingan ajah.tp td mang ada yg snyum" geje gtu k w.ahahay,brondong cin..
thx mabrow.
Ni lg nyri warnet lg.T_T
lokasi yg k-2 lmayan jauh di mato jugo warnetnyo.si Beng Beng w tinggal d pbrik lg.hiks.tp rapopo lah.dmi dikaw.ahahay
thx mabrow.
Ni lg nyri warnet lg.T_T
lokasi yg k-2 lmayan jauh di mato jugo warnetnyo.si Beng Beng w tinggal d pbrik lg.hiks.tp rapopo lah.dmi dikaw.ahahay
thx mabrow.
Ni lg nyri warnet lg.T_T
lokasi yg k-2 lmayan jauh di mato jugo warnetnyo.si Beng Beng w tinggal d pbrik lg.hiks.tp rapopo lah.dmi dikaw.ahahay
hatur nunung dah mampir. bwat lo pa si yg nggak...