It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
phewwwllliiiiiisssssssss.
: puppy eyes :
***
Kadang, hidup nggak selamanya mulus. Buat apa hidup kalau ngga ada tantangannya? Tantangan itu kan yang mendewasakan kita? Aku "kabur" dari Surya. Belasan telepon darinya, BBM darinya, dan SMS darinya tak ada yang ku gubris. Ah, aku butuh waktu sendiri. Aku menyulut rokok, sudah yang ke tujuh. Coklat panasku juga sudah mendingin. Aku merapatkan jaket, menghembuskan asap rokok. Dago sedang dingin malam ini. Aku selalu kesini ketika suntuk. Sebuah cafe di Dago Pakar. Pemandangannya sebenarnya tidak seberapa bagus. Aku hanya dapat menatap sebuah gedung apartment yang kadang kupikir apakah ada orang yang tinggal disana.
Mama pulang dua hari lagi. Dua hari lagi aku akan pulang ke rumah. Semua ini tanpa alasan. Klasik, memergoki Surya sedang jalan dengan Reza. Yap. Reza yang dulu itu. Dan klasik lagi, alasan-alasan Surya yang membuatnya nampak bodoh. Aku tidak sepenuhnya emosi. Berusaha tenang.
"Aku tahu, kamu disini.", aku menoleh. Sosok itu. Ia tersenyum ganteng, seperti biasa.
"Damar.", aku tersenyum.
"Ngabur lagi?", Damar duduk di sebelahku.
"As usual.", aku mengangsurkan rokok. Ia mengambil sebatang. Aku menyandarkan kepalaku ke bahu Damar. Nyaman seperti biasa. Ia mengelus rambutku.
"Jadi anak kok ngabur terus. Ke cafeku lagi."
"Salah siapa punya cafe enakeun?"
Damar tertawa.
"Mama kamu kemana lagi?"
"Biasa, KL."
"Terus? Ngambek gara-gara nggak diajak?"
"Nggaklah. Beda ini. Klasik."
"Pacar?"
Aku mengangguk.
"Siapa?"
"Emang kamu tau?"
"Who knows?"
"Surya."
"Yang punya perkebunan, peternakan, restaurant, butik, mmmm"
"Ya ya ya. Surya yang itu."
"He's your boyfriend? Now?"
Aku mengangguk.
"He's perfect."
"Yeah, seperfect-perfectnya orang kalo udah ngeluarin beribu alasan buat alibi kan bodoh."
"You should forget it and forgive him."
"I will. But not now."
"Why?"
"I don't know. not in a mood."
"Moody."
"Like a chocolate. Sometimes bitter, sweet, milky, or mint."
"Depends of the taste."
"Yep. I'm bitter now."
"Be milky."
Aku tersenyum.
***
"Maaf ya?", ucap Surya. Sudah beribu kali ia mengucapkan kalimat yang sama. Aku sedang membalik ayam yang sedang di pan fry. Mengaduk saus jamur dan mencoba rasanya.
"Nandito, forgive me."
Aku memasukkan lada hitam dan mengaduknya. Menunggu mendidih, mematikan api, dan memasukkan krim.
"Nandito, patawarin mo ako."
"Saya ngga lagi masak Chicken Adobo."
"Nandi.."
"Sekali lagi Om kaya gitu, daging Om bakalan saya pan fry kaya ayam ini. Tulang om bakalan saya bikin kaldu."
Surya tertawa. Aku mengambil mangkuk dan piring.
"Ayo makan."
***
*update ya dikit, komen nya juga dikit ah, pada hal aku nungguin hikhikhik cedih*
"Besok Mama pulang.", kataku.
"Kamu pulang dong?", tanya Surya.
"Iyalah. Nanti dikira anaknya diculik lagi."
"Kan memang lagi diculik."
Aku mencubit perut Surya.
"Dasar."
"Thank you for this week."
Surya mengecup dahiku.
***
Mama sedang menggoreng kakap sambil bercerita seseorang yang duduk disampingnya di pesawat. Seorang pria. Okay, Mama sedang "puber kedua". Yaaa, aku yang sedang mengunyah coklat Beryl's oleh-oleh Mama dari KL kemarin cuman ngangguk-ngangguk.
"Iya Ndi, dia tuh mirip Papa banget. Suaranya, tutur katanya, dan tulang wajahnya."
"Emang dia orang mana, Ma?"
"Jakarta. Dokter gigi di Pondok Indah."
"Lumayan dong, ga usah bayar mahal-mahal buat kontrol ke dokter gigi lagi."
"Maksud kamu?"
Aku terkekeh. "Mama puber yaa?"
"Enak aja kamu."
"Yaaa, maa. Mau sampai kapan mama sendiri terus? Nandi bentar lagi selesai kuliah. Nandi kerja, di rumah cuman Mama."
"Ngga secepat itu, Ndi."
"Yaa, terserah mama sih. Asal dia mau nerima kita paket lengkap."
Mama tersenyum. Handphone mama berbunyi.
"Halo?"
Aku beranjak mendekat ke penggorengan. Membalik kakap yang sudah berwarna coklat keemasan.
"Ndi, Tante Jen bentar lagi dateng bawa anaknya."
Okay, aku belum cerita. Mama mengangkat anak, seorang anak berumur 2 tahun bernama Satria.
"Iya maa.."
***
Satria bergumam sambil memainkan botol minumnya. Bola matanya besar, kulit putih dan pipi chubby. Rambutnya hitam mengkilat agak keriting. Tante Jen sebenarnya adalah teman Mama. Ia sudah mepunyai tiga anak. Dan sedang sibuk dengan pekerjaannya di Colombia. Dan Mama dengan senang hati mengajukan pengangkatan Satria menjadi anaknya.
"Ndi, temenin Satria dulu ya."
Aku mengangguk, menggendong Satria. Ia melihat ke arahku. Tangannya menggenggam bajuku.
"Hey Satria, main sama Kakak yaa.."
Satria mengacungkan mainannya. Aku yang selama dua puluh satu tahun menjadi anak bungsu bingung mau berbuat apa.
Tiba-tiba Satria memeluk tubuhku. Menaruh kepalanya didadaku dan bergumam, "A Ndi". Aku tersenyum.
***
"Itu siapa?", Surya bertanya. Aku tersenyum.
"Tumben BBM, udah selesai kerja?"
"Udah. Baru nyampe rumah."
"Ooohh. Itu Satria. Adek aku."
"Hah? Adek?"
"Adek ketemu gede "
"Ngga ngerti."
"Itu mama ngangkat anak."
"Ooo, lucu anaknya."
"Iya dong. Adeknya siapa coba?"
"Iya deh. Besok kmn?"
"Kuliah jam 11. Knp?"
"Beres kuliah aku jemput ya.. Kangen "
"Hihi. OK."
***
Satria masih mencoret-coret kertas yang ku berikan.
"Satria gambar apa?"
"Mobil."
"Mana?"
"Nih!", Satria menunjuk ke kertas. Abstrak.
"Satria pinter deh, bisa gambar mobil."
Satria cuek. Asyik sendiri. Aku mengambil handphoneku, mengambil gambar Satria.
"A Ndi, mau susu."
"Satria haus? Yaudah Kakak ambil susu dulu yaa.."
Satria mengangguk. Aku keluar dari kamar, dan mendapati Mama yang memakai setelan pergi.
"Kemana ma?"
"Eh, kamu. Ini, mau ketemu temen Mama."
"Oooh, yaudah atuh."
"Titip Satria ya Ndi."
"Beres."
Aku mengambil susu dari dalam kulkas. Menuangkannya kedalam gelas milik Satria.
"Nih, minum dulu.", aku mengngsurkan gelas ke Satria. Tangan mungilnya menggenggam kuping gelas.
"Satria, mau jalan-jalan ngga?"
"Es krim!"
"Iya, nanti kita beli es krim. Mau?"
Satria mengangguk. Aku tersenyum, mengirim BBM ke mama kalau aku mau pergi dengan Satria.
"Yuk, kakak juga pengen makan es krim."
***
Handphoneku bergetar, BBM dari Surya.
"Sayang, aku ada meeting mendadak nih. Gimana dong?"
"Ooo, yaudah atuh. Aku langsung pulang aja."
"Yaudah, nanti aku kerumah."
"Ngapain?"
"Ngapelin kamu."
"Dasar. Yaudah, ati-ati yaa.."
"Sip. "
Harusnya yang bilang hati-hati kan dia ya? Ah, kebiasaanku. Aku BBM Mira, biasa, minta tebengan.
Setengah jam kemudian aku sudah sampai rumah. Membuka tudung saji, Mbak Minah datang sambil menggendong Satria.
"Mama mana, Mbak?", tanyaku sambil menggendong Satria.
"Mama ke temennya. Barusan aja pergi. A Nandi mau makan? Saya panasin."
Aku mengangguk. Satria memainkan dasi seragamku.
"Satria udah mamam belom?", tanyaku. Satria mengangguk.
"Mamam apa?"
"Coto."
"Abis nggak?"
Satria mengangguk.
"Pinteer. Nanti kakak beliin coklat ya?"
Satria tersenyum lebar. "Coklat!"
Aku menaruh Satria di karpet. Menghidupkan TV, mengganti channel ke Disney channel. Satria langsung diam, fokus ke TV. Sesekali bergumam. Handphoneku bergetar.
"Sayang, aku otw."
"Kok cepet?"
"Iya, cuman bahas proyek aja."
"Kita mau kemana?"
"Aku pengen makan sushi."
"Ajak Satria yah?"
"Ajak aja. Itung-itung latihan kamu jadi calon bapak buat anakku."
"Apa deh. -___-"
"Haha! Setengah jam lagi ya!"
"OK"
Aku BBM mama, ijin mau ngajak Satria jalan. Aku ke kamar Mama. Mengambil baju untuk Satria. Polo shirt warna hijau, celana panjang jeans, kaos kaki, dan cardigan. Lucunyaaaa!
"Satria, sini ganti baju dulu. Kita pergi!"
Satria berjalan kearahku. Sepuluh menit kemudian, ia sudah duduk kembali di atas karpet sambil menonton TV. Aku berjalan ke kamar, berganti baju.
***
Satu jam kemudian, kami sudah duduk didalam sebuah restaurant Jepang di Jalan Riau. Satria memang anak yang supel, ia tidak takut untuk berkenalan dengan orang asing. Satria senang digendong oleh Surya, dan Suryapun tampak tidak canggung.
"Aku mau sashimi, dragon roll, sama miso soup ya?", kata Surya. Aku mengangguk. Memanggil waiter.
"Mas, mau pesen Sashimi Moriwase satu, Dragon Roll satu, Tori Karaage satu, Yaki Meshi satu, cold ocha dua, air mineralnya satu. Eh mas, Shake Zoshui bisa setengah nggak?"
"Bisa, Mas."
"Oke, Shake Zosui setengah jangan pake wasabi, sama lembek banget ya. Buat anak kecil."
"Baik, Mas. Saya ulang pesanannya. Ada tambahan lain?"
Aku menoleh ke Surya.
"Satria mau es krim?", tanya Surya. Satria mengangguk sambil menepuk pipi Surya.
"Es krim coklatnya satu, mas."
Waiter mengangguk dan pergi. Aku tertawa melihat Satria masih menepuk pipi Surya.
"Seneng tuh dia sama kamu."
"Iyalah, aku kan papa yang baik."
"Whatever."
"Kamu mau nggak adopsi anak?"
"Apaan sih?"
"Aku serius sama kamu."
"Om, aku masih mau lulus kuliah dulu. Kerja, terus kuliah lagi."
"Yaudah, aku tungguin. Kan bisa kita tinggal bareng, kamu kerja ditempatku aja.", kata Surya sambil memainkan pipi Satria. Aku menghela napas.
***