BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MEMOIRS II (Dimaz' classic story)+ cerpen valentine(nino's blue valentine)

145791062

Comments

  • Hhmmmm sebenernya rada kecewa ka, soalnya dibuatnya cerita dimas sama rafly terlalu menggantung...
    Tapi overall ceritanya bagus, cuman ada yg kurang aja kalo ga ada rafly, soalnya dari pertama cerita juga kan dia salah satu konsentrasi ceritanya.
  • rafly nya kemana tuh?ikut hijrh aja ke jkrta,cinta pertama yg penuh ganjil di mata rafly
  • @monstermungil : baca aja dulu terus Bro!
    @nur_hadinata ,@darkrealm,@andyVanity , n semua yg ga kesebut' thanks!
  • XI

    Seperti umumnya semua pagelaran busana, back stage selalu saja jadi medan heboh. Suara panggilan, teriakan dan orang-orang berseliweran bercampur jadi satu dalam suasana yang kacau balau. Mungkin banyak yg tidak tahu. Orang awam bisa saja mengira kalau di backstage, semua model cuma duduk manis dan menunggu giliran tampil. Padahal ada satu kata yg bisa menggambarkan suasana disana saat ini.
    Chaos!
    Radit panik karena make upnya belum selesai. Ria heboh karena keliman bajunya ada yg terurai. Andre berteriak minta bantuan karena rambutnya belum ditata. Aku sendiri dari tadi sibuk mencari selendang yg sebenernya harus aku pakai di leherku, tapi kini raib entah kemana. Padahal seingatku, aku sudah meletakkannya di dekat baju gantiku.
    "Dimaz, cepat bersiap! 3 menit lagi kamu jalan!" kata stage director.
    Kepanikanku semakin menjadi. Kalau aku tak menemukanya bisa gawat! Aku sudah berusaha mencarinya, dan hasilnya nihil! Karena tak ada jalan lain, aku memutuskan untuk menemui Tante AA(samaran) sang designer yg berdiri tak jauh dari pintu keluar ke runway. Dan kusiapkan mentalku untuk menerima semprotan beliau.
    "Tante, maaf saya. . . ,"
    "Kamu sebentar lagi kan Dimaz?!" tanya beliau cepat dan menelitiku, "Ok bagus. Tinggal. . . . ," beliau celingukan sebentar, "Jeffry!!" panggil beliau ke belakangku.
    Aku sudah hendak kembali membuka mulutku untuk menjelaskan kondisiku saat kurasakan sebuah tangan menyelempangkan selendang yg dari tadi kucari ke leherku.
    "Sorry. Tadi aku meminjamnya sebentar karena aku tertarik dg design nya," kata Jeffry yg sudah ada disampingku. Senyum khasnya itu kembali tersungging. "Tante udah kasih ijin kok tadi," imbuhnya cepat saat dia mulai melihat ekspresi marah di wajahku.
    "Dimaz, bersiap!" kata Tante AA mengingatkanku.
    "Smile!" ujar Jeffry dg senyum usil. Aku yg sebenarnya sudah tak tahan untuk mengumpat terpaksa menelan kemarahanku. Kutarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri dan bersiap-siap keluar. Nggak mungkin kalau aku harus jalan di runway dg bibir cemberut.
    Diluar semua itu, pagelaran berjalan dg sukses. Dan hingga pagelaran selesai, kemarahanku pd Jeffry tetap menyala, meski aku harus susah payah menahannya. Sumpah mampus! Kunyuk satu itu bener-bener ngeselin. Gak sekalipun dia memperlihatkan kalau dia telah menyesal telah membuatku sport jantung. Enak aja dia hahahihi, berpose jd bintang utama dlm pagelaran.
    Hasilnya, aku sedikit uring-uringan juga selama show berlangsung. Dg kesal aku membereskan barangku ke dalam tas. Make up ku sudah kubersihkan dari tadi, mendahului teman-teman yg lain. Malam ini, mereka berencana untuk clubbing ke sebuah club, tapi aku jelas dg sopan menolak untuk ikut. Jadi sebelum mereka berangkat, aku harus terlebih dulu pulang.
    "Bisa bareng?" tanya seseorang yg sudah ada di belakangku, mengikutiku ke tempat parkir. Tanpa melihatnya, aku tahu dia Jeffry. Lihat tuh! Masih ada nyali juga dia ngomong santai ke aku. Gak nyadar apa kalo sepanjang pagelaran tadi aku jutekin?
    "Anak-anak mau clubbing ke club. Kenapa kamu gak join mereka?" tanyaku tanpa berbalik atau menghentikan langkah.
    "Lagi males."
    "Cari taksi aja," saranku ketus.
    "Aku nggak bawa cash. Anterin aku bentar," pintanya lagi.
    Aku yg sudah sampai didekat mobilku berhenti. Kutarik nafas panjang untuk menenangkan diri. Lalu perlahan aku berbalik, menatapnya tajam dg tangan dikedua pinggangku. "Sebelumnya, ada sesuatu yg harus kau katakan padaku?" tanyaku yg hebatnya dg suara tenang.
    "Apa?" tanya Jeffry dg nada bingung. Mukanya polos aja kaya gak punya dosa.
    Aku menggeram pelan. "Kau mengambil tanpa ijin selendang yg akan kupakai!" kataku gusar sementara rahang terkatup geram.
    "Aku udah izin sama Tante."
    "Tapi aku yg harusnya pake selendang itu. Dan aku mencari-carinya setengah mati karenamu. Aku udah bersiap-siap kena semprot karena kupikir benda itu tak sengaja kuhilangkan. Lalu KAU!!!" tunjukku ke mukanya jengkel, " enak aja muncul sambil cengar cengir ngomong kalo benda sialan itu kau pinjam! KAMU NGGAK TAHU GIMANA BINGUNGNYA AKU TADI??!!!!"
    Jeffry menghembuskan nafas. "Baiklah. Pertama, aku tak tahu kalo kamu yg akan pake selendang itu. Kedua, aku udah ijin ke pemiliknya tante AA. Jadi seharusnya, kamu nggak perlu semarah ini!"
    Rasa-rasanya, aku bisa melihat kepulan asap muncrat keluar dari kedua lubang hidungku. "Narsis edan!!" gerundengku tertahan lalu segera masuk kemobil. Tapi Jeffry, kembali dg santai mengetok jendela mobilku.
    "Bisa ya?" pintanya lagi.
    AAAAAARRRGGGHHHH!!!!
    Aku tak memperdulikannya. Ku mundurkan mobil untuk mengeluarkannya dari tempat parkir. Aku males kalo musti ngeliat kunyuk satu itu, jadi aku konsen saja pd spion, sampai kudengar suara gedubrakan dan teriakan Jeffry. Ya Tuhan, aku menabraknya!!! Dg cepat aku keluar dari mobil dan memburu Jeffry yg terbaring di sebelah moncong mobilku.
    "JEFF!!! Maaf!! Kamu nggak papa?" pekikku khawatir dan berjongkok untuk memeriksanya.
    Jeffry meringis dan memegangi kaki sebelah kanannya. "Kalo nggak mau ditebengin, gak usah pake nabrak dong!" gerundengnya kesal.
    "Maaf! Aku gak bermaksud begitu. Kita ke Rumah Sakit," kataku dan membantunya berdiri. Ku lingkarkan lengan kirinya dibahuku.
    "Nggak usah! Anter aku pulang aja. Paling cuma lebam aja," katanya sembari mengernyit menahan nyeri. Perlahan dia menggulung bagian bawah celananya keatas. Tak jauh dari dengkulnya, kulihat sebuah luka gores yg lumayan besar. Sebagian kulitnya terkelupas, dan mulai mengeluarkan darah!
    "Kita ke Rumah sakit aja!" kataku dan memapahnya kemobil.
    "Nggak usah!" kata Jeffry yg kembali melangkah dg sedikit terpincang. "Dikasih obat merah juga sembuh. Cuman lecet gini kok!"
    "Kamu kan bisa menghindar tadi," gerutuku pelan karena kekeras kepalaannya.
    Jeffry berhenti melangkah. Dg kesal dia melepas tangannya dan mendorongku untuk menjauh. "Kamu pulang aja deh! Gak usah bantu! Keliatan banget gak ikhlasnya!" tukasnya sengit dan melangkah terpincang meninggalkanku.
    "Jeff!!" aku segera menahan lengannya. "Kuantar pulang!" kataku dg nada pelan.
    "Nggak perlu!" sahutnya dan mencoba mengibaskan tanganku. Tapi aku tetap menahannya.
    "Maaf ok?!" pintaku sungguh-sungguh. Aku menyesal karena aku memang tak ada niat untuk melukainya.
    "Percuma kalo kamu minta maaf tapi masih juga ngedumel gak jelas. Maafmu nggak tulus!!"
    "Aku benar-benar minta maaf!" pintaku serius. Jeffry hanya menatapku. Dia tampak ragu. Namun beberapa saat kemudian pandangan tajamnya mulai melunak. "Biar kuantar pulang ok?!" kataku lagi.
    Akhirnya dia cuma mengangkat bahu dan mau untuk kupapah ke mobil. Untungnya, karena malam telah sedikit agak larut, kami jadi terbebas dari macet sehingga bisa sampai kerumah Jeffry agak cepat.
    Aku kembali membantunya untuk keluar dari mobil dan masuk kerumahnya. Saat aku masuk kedalam, mau tak mau aku dibuat kagum dg interior rumahnya yg terkesan simpel, modern namun toh tetap elegan dan cowok banget. Warnanya didominasi oleh warna putih, hitam dan coklat. Pada ruang tamunya diisi dg kursi sova putih, dipadu meja dg warna hitam dan beberapa pernak-pernik coklat. Aku mendudukannya disana.
    "Bisa tolong kau ambilkan kotak obat di dapur. Sebelah sana!" tunjuk Jeffry ke arah belakang. "Kotaknya ada disebelah lemari es," katanya lagi saat aku cuma diam dan meninggalkannya untuk mengambil kotak obat.
    Dapur Jeffry khas dapur seorang single. Peralatannya simpel dan compact, meski kulihat cukup lengkap. Kebanyakan peralatannya didominasi warna silver. Tapi aku tak punya waktu untuk mengagumi interior dapurnya. Aku harus cepat kembali pada Jeffry dan pulang. Aku segera meraih kota P3K yg ada didekat kulkas besarnya.
    "Jeff, ini. . . ."
    Aku tak dapat meneruskan kalimatku karena kulihat Jeffry yg telah duduk disova hanya memakai celana dalam saja. Dia sudah membuka celana dan t-shirtnya. Untuk apa dia buka baju segala? gerundengku dlm hati.
    "Kok malah bengong?!" sergah Jeffry sedikit mengagetkanku. "Sini bantu obatin!" katanya lagi sembari menunjuk lukanya.
    "Kamu gak harus buka baju segala kan?" gerutuku pelan dan berusaha mengacuhkan kepolosannya. Kupusatkan perhatianku pada luka dikakinya.
    "Kenapa? Orang aku dirumah sendiri. Lagian mau istirahat ini. Aku mana bisa tidur pake baju."
    "Memang kenapa kalo pake baju?" tanyaku sedikit heran. "Aku aja pake piyama lengkap."
    "Gerah! Aku justru telanjang bulat," jawabnya enteng.
    Setengah mati aku berusaha menampakkan wajah datar meski otakku mulai memvisualisasikan gambar Jeffry yg berbaring diranjangnya tanpa sehelai benangpun. Membayangkan bagaimana kain selimut itu membelai tubuhnya. Bagaimana dia menggeliat menggerakkan otot-otot bisepnya, dan menampakkan lekuk-lekuk diperut rampingnya.
    Aku menutup mata dan menyebut nama Tuhan beberapa kali. Ngawur!!! Sadarkan dirimu!! Kau tidak seharusnya memikirkan hal itu!!
    "Kenapa?" tanya Jeffry dg nada heran.
    "Pusing!" jawabku pelan dan dg cepat kembali membersihkan lukanya dg cairan steril. Lalu kuolesi obat luka tanpa sedikitpun melihatnya. Selesai akupun bangkit dan meletakkan kembali kotak obat itu ditempat aku menemukannya td. "Aku pulang!" pamitku dan langsung menuju pintu.
    "Terimakasih udah mau nganter!" seru Jeffry, tapi aku hanya melambaikan tangan untuk menjawabnya. Radit Benar! Aku harus menjauh dari iblis itu.
  • Kerrrrreeeeennnn
  • Kerrrrreeeeennnn
  • @idans_true : orang pertama yg komen stlh gw posting!!!
    thanks Bro!!
    hug!!!!
  • Rafly mana.. kangen sama Rafly hehe
  • Hahaha sorry bro soalnya gua pertamanya udah fit aja sama sosok rafly, eeeh tiba-tiba diilangin kan sayang juga :p
    Tapi over all emang bagus cerita lu bro, lanjutkan!


  • ╔══╦═╦═╦══╦═╦═╗
    ║║║║║║║╠╗╔╣║║║║
    ║║║║╦║║║║║║╦║╔╝
    ╚╩╩╩╩╩╩╝╚╝╚╩╩╝
  • TO ALL and @darkrealm : semua ada waktunya Bro's!
    hehehe. . . .
  • @darkrealm : hehehe. . . .
    pasti gw lanjutin. Tp ntar ah!
    nunggu komen temen2 yg laen
    hahaha. . . .!!!

    ntar lah Bro!
    mungkin sabtu ntar gw luang!
  • @darkrealm : jiaahhh!!! wkwwkwkkk. . .

    WOI!!!!
    SIAPA YG ISA CPR???!!!
    Darkrealm butuh bantuan pernafasan maouth to mouth tuh!
    hehehe. . . .
Sign In or Register to comment.