It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Pagi @all ...pagi @pokemon , @lembuswana , @fansnyaAdele , @nur_hadinata , @DItyadrew
makin mesra jha,.,.,,
nu langgeng nya bang jay,.,.,
@freiRF: ga bisa janji hari ini!
Iya Mon! Kurang GRENG!!! bisa di upgrade gak ya? WKWKWKK. . . .!!!
pisssssss!!!!!!!
hahahahaa.
bukan gua bang @jay tp ex gua hehehee.
dan yg kebetulan namanya sama2 Dimas hahahaa
ga usah make up jga dia mah uda kaseup kok bang.. hehehe
pagi Sayank hahahaa
#dilempar sendal ama bang @jay
@jay_dody ahaha... udah bosen gw dibilang imut gahaha,, mana ni update an nya?
Kabar kesediaanku ternyata obat yang mujarab bagi Abi. Beliau segera ngotot pulang untuk langsung mencarikanku jodoh. Dia menghubungi semua kenalan yang bisa ia jangkau. Hanya dalam waktu 2 hari setelah kepulangan beliau dari rumah sakit, aku sudah mendapatkan 10 buah foto dan nama gadis yang bisa kupilih. Dan aku tak membutuhkan waktu lama untuk memutuskan saat aku melihat foto gadis pertama yang diajukan oleh Abi.
Sarah!
Bisa kulihat kalau pilihanku adalah memang harapan Abi dan Ummi. Mereka berdua langsung memelukku dan mengucapkan kalimat hamdallah pada yang Kuasa. Ummi tak henti-hentinya mengusap dan mencium kepalaku dengan pipi yang basah. Dan melihat mereka yang begitu bahagia, aku benar-benar merasa rela untuk melakukan apapun agar bisa membuat mereka tetap seperti itu. Bahkan jika itu berarti aku harus menyakiti diriku sendiri.
Aku hanya mengajukan satu syarat pada mereka. Aku minta waktu setahun untuk membereskan semua hal yang kutinggalkan di Jakarta. Termasuk Jeffry. Mereka hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk menyetujuinya.
Hari ini, 5 hari setelah Abi kembali dari rumah sakit, beliau mengajakku untuk bertandang ke kediaman Oom Ghani. Selain untuk membicarakan hal perjodohan kami, Abi bilang ini juga kesempatanku untuk mulai belajar mengenal Sarah. Abi meyakinkanku untuk tidak merasa khawatir, karena beliau telah membicarakan hal ini dengan Oom Ghani, saat beliau menjenguk Abi di rumah sakit. Dan Oom Ghani waktu itu juga menyetujuinya. Jadi kunjungan ini hanya untuk merundingkan hal-hal resmi tentang perjodohan kami.
Aku hanya tersenyum dengan tingkah heboh mereka. Berpura-pura senang meski sejak pertama kali hal ini dibahas, aku tak pernah bisa tidur dengan tenang.
Aku tahu kalau aku mungkin mesti bersikap antusias atau turut heboh seperti mereka. Tapi aku tak bisa. Bahkan kini, saat aku sedang berduaan bersama Sarah, aku tak bisa menampilkan ekspresi girang yang diperintahkan oleh otakku. Pertanyaan kalimat Sarah hanya kutanggapi sambil lalu. Sarah yang sedikit memberikan tour padaku dirumahnya sepertinya menyadari hal itu.
"Bang Dimaz tidak menyetujui perjodohan ini ya?" tanya Sarah tiba-tiba. Aku yang tadinya cuma duduk diam sedikit melamun disalah satu bangku yang ada ditaman belakang rumahnya tentu saja kaget. Untuk sejenak, aku hanya bisa menatapnya dengan mulut terbuka tanpa suara. Sarah tak menatapku. Pandangannya tertuju pada kolam renang didepan kami. Dia duduk diam tak jauh dariku, menanti jawaban.
"Apa Sarah . . . , tidak keberatan sama sekali dengan perjodohan ini?" tanyaku akhirnya setelah tahu akan sulit menjawab pertanyaan Sarah tadi. Aku lebih memilih untuk bertanya balik.
"Sarah sudah memasrahkan urusan jodoh pada Abi Bang. Siapapun dan kapanpun Abi menginginkan, saya bersedia," jawab Sarah pelan.
"Tapi tidakkah Sarah ingin melakukan sesuatu terlebih dulu? Mengejar cita-cita? Meraih impian Sarah? Atau mungkin, menikah dengan seseorang yang kamu cintai?"
"Cinta pada manusia itu fana Bang! Hanya cinta pada Sang Khalik yang kekal. Sarah sudah benar-benar pasrah pada keputusan Abi. Karena Sarah yakin, Abi tak akan menyerahkan Sarah pada orang yang salah!"
"Sarah pikir, aku orang yang benar itu?"
"Menurut Abi begitu," jawab Sarah enteng.
"Sarah, kau tak tahu sama sekali tentang aku. Kehidupanku di Jakarta berbeda dengan disini. Disana aku. . . "
"Bang!" potong Sarah mebuatku kaget. "Jangan! Jangan katakan apapun yang bisa membuat Sarah kehilangan hormat Sarah pada Abang. Bagi Sarah, seorang suami adalah imam yang harus dipatuhi. Dan kehidupan Abang di Jakarta atau masa lalu Abang yang mungkin tidak indah, sudah tidak penting. Yang utama adalah bagaimana kita ke depannya. Jadi jangan ceritakan apapun. Sarah tidak ingin kehilangan respek pada Abang," jelas Sarah lugas.
"Sarah yakin bisa mencintaiku?" tanyaku pahit setelah kediaman yang lama.
"Bagi Sarah, Abang sudah sempurna untuk menjadi suami. Adik-adik Sarah saja ngefans lho sama Abang. Dan yang terpenting. . . , Abi yang memilih Abang untuk jadi imam Sarah!" pungkas Sarah. Andai saja aku punya keyakinan seperti yg dimilikinya. Aku hanya mampu membalasnya dengan tersenyum tipis.
Allah. . .
Kuatkan aku!
Kembali aku hanya mampu tercenung!
Saat-saat seperti ini adalah saat yang kubenci. Saat dimana otakku tak mampu lagi berpikir untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah. Guru agama yang pernah mengajariku berkata, bahwa saat kau telah berusaha sekuat tenaga dan tak ada lagi jalan keluar yang bisa kau temukan, maka diamlah! Pasrah! Serahkan semua ke tangan Allah. Dzat Agung yang telah menentukan segalanya untukmu.
Pertanyaannya adalah, sudahkah aku berusaha sampai batas kemampuanku? Lalu dalam kasus sepertiku, usaha bagaimana yang bisa disebut maksimal? Haruskah aku mengacuhkan orang tuaku karena aku ingin bersama dengan Jeffry? Atau haruskah aku meneruskan semuanya ini dan menikah dengan Sarah?
Ya Allah, bagaimana bisa kami menentukan mana yang benar dan mana yang salah, jika keinginan dan pemikiran kami bertentangan seperti ini? Akal sehatku terus berusaha meyakinkanku bahwa langkah yang kuambil adalah benar. Dia menghamburkan semua alasan-alasan tak terbantahkan berdasarkan fakta dan ajaran agama. Dia juga mengingatkanku akan orang tuaku. Tapi hatiku terus menarikku untuk segera pergi dari sini. Karena aku merasa kalau aku sudah menipu semua orang. Orang tuaku,Sarah dan keluarganya, bahkan diriku sendiri.
Sungguh mencengangkan betapa tipisnya batas antara kewarasan dan kegilaan jadinya.
Adilkah semua ini? Adilkah bagi aku mengorbankan kebahagiaanku demi orang tuaku? Lalu adilkah bagi Sarah kalau dia menjadi istriku tanpa harus tahu seperti apa diriku yang sebenarnya?
Keyakinan Sarah justru membuatku sesak. Bisakah dia menerimaku kalau dia tahu fakta yang sebenarnya? Terlebih lagi, bisakah aku memenuhi pengharapannya? Menjadi imam yang baik bagi keluarga yang akan kami bina!
Selama ini aku selalu yakin bahwa selalu ada berkah tersembunyi dalam setiap rencana Tuhan. Betapapun tidak masuk akalnya hal itu dalam benak kita. Tapi saat ini, kalau memang ada kebaikan yang seperti itu, aku ingin diberitahu sekarang. Agar aku bisa melalui semua drama ini dengan ketegaran. Agar aku bisa melewatinya dengan baik.
Ya Rabb, salahkah jika hambaMu ini mengeluh saat ini? batinku lelah. Aku memejamkan mata dan menarik nafas yang terasa semakin berat
ditunggu gimana klimaknya
jangan lama lama ya jay