It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Mudah2n akhir ceritanya happy ending
“Tok...tok...tok” Suara ketokan pintu kamarku tiba-tiba saja mengagetkanku dan membawaku kembali dari lamunanku. Segera aku bangkit dari tempat tidurku dan membuka pintu kamarku. Di depan pintu sekarang sudah nampak Mario yang sudah berpakaian rapi. Bau harum khas parfum Mario tercium sangat kental di hidungku.
“Udah siap berangkat belum Jo?”
“Oh Yo, udah kok, bentar ya gw ambil HP ma dompet dulu.”
“OK.”
Akupun mengambil HP dan dompetku yang tergeletak di atas meja kamarku. Sebelum berangkat tak lupa aku menyemprotkan parfum dan merapikan sedikit rambutku di depan kaca. Huh, akhirnya hari ini tiba juga. Tapi kali ini aku sudah sangat yakin dengan keputusanku. Dengan semua hal yang aku alami bersama Mario dan juga Daniel akhirnya aku sampai juga pada keputusanku hari ini.
“Udah ganteng kok, yuk.”
“Apaan sih lo, yuk-yuk,”
Aku pun keluar dari kamar dan mengunci kamarku. Kami menuruni tangga kosan kami dengan perasaan agak canggung awalnya. Mungkin karena kami akan membicarakan masalah yang sedikit serius hari ini.
“Eh gimana tadi ketemuannya ama Daniel?” Kata Mario membuka topik pembicaraan.
“Oh ya lancar, kita ketemua cuma 1 jam an kok,”
“Oh, emang ngomongin apaan?”
“Si Daniel mau pamit ke gw.”
“Hah pamit gimana maksudnya? Emang dia mau pergi kemana?”
“Dia dapet beasiswa ke Australi jadi kayaknya kita ga bisa bareng-bareng lagi. Makanya dia pamit.”
“Hah terus lo ga papa kan Jo?”
“Ya nggak apa lah, kan temennya dapet beasiswa mestinya gw seneng kan.”
“Iya sih tapi, emang lo ngga ngerasa kehilangan, kan Daniel sahabat lo yang paling baik.”
“Oh soal itu........ pasti lah, tadi juga gw dah cukup puas kok perpisahan ama Daniel. Untuk terakhir kalinya akhirnya kita bisa merasa sangat deket.”
“Hmm, ya udah deh kalo lo ngerasa fine. Yuk naik.”
“Kita kemana Yo kali ini?”
“Ke Puncrut. Ga keberatan kan?”
“Ya nggak apa lah, kenapa keberatan. Gw ngikut aja lah.”
“Ok deh yuk berangkat.”
.............................................................................
“Rame banget Yo.”
“Ya iyalah kan ini malem minggu. Tuh kita di sana aja ya.”
Sekarang kami ada di sebuah taman, aku tidak tahu persis apa namanya dan dimana letaknya. Sebab ini memang kali pertama aku datang ke tempat ini. Banyak sekali muda-mudi yang datang ke taman ini. Mereka tentunya sedang asik bercengkrama dengan pasangan mereka masing-masing.
“Dah di sini aja ya, nggak apa kan duduk di rumput?”
“Nggak apa lah.”
“Dingin nggak Jo?”
“Nggak kok kan gw dah pake jaket” ......... “Mmm jadi gw boleh ngasi keputusan gw sekarang nggak Yo?”
“Bentar-bentar.” Mario mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Dia mengeluarkan dua buah cup. Satu cup bertuliskan “My Love” dan satu lagi bertuliskan “My precious friend”.
“Apaan nih?”
“Kalo lo nerima gw lo boleh ambil yang ini.” Dia menunjukkan satu cup yang bertuliskan “My Love”. “Kalo nggak boleh ambil yang ini.” Dia menunjukkan cup bertuliskan “My precious friend”.
Aku hanya bisa tersenyum melihat Mario. Lagi-lagi dia selalu bisa membuatku tersenyum bahkan di saat seserius ini. Mario memang selalu spesial buatku, semoga keputusanku ini benar-benar yang terbaik buat kami. Ketika aku mulai menggerakkan tanganku, dia menutup matanya. Aku sempat ragu ketika dia menutup matanya. Tapi kemudian aku meyakinkan hatiku bahwa aku harus memberikan keputusanku secara jujur padanya. Akhirnya aku pun mengambil salah satu cup di tangannya. Aku melihat wajah Mario. Dia masih belum membuka matanya, namun sekarang dia tersenyum. Nampaknya dia sudah menyadari cup mana yang aku pilih.
“Yo gw..” Tiba-tiba dia membuka matanya dan menyentuh bibirku dengan ujung telunjuknya.
“Sssst, nggak usah dijelasin. Gw tahu kok dari awal lo bakal milih cup yang itu.”
“Maksudnya lo tahu gimana?”
“Sejak lo cerita tentang perpisahan lo ama Daniel, semua udah jelas tergambar di mata lo.”
Ya, sekarang di tanganku terdapat cup bertuliskan “My precious friend” itu artinya aku tidak bisa menerima Mario sebagai orang yang aku cintai. Dia memang selalu spesial buatku. Tapi sejak pertemuanku dengan Daniel tadi siang, aku sangat sadar bahwa sekuat apapun aku mencoba menerima bahwa Daniel itu bukan untukku, semakin kuat pula aku menyayangi dan mencintai Daniel. Bagiku cinta ini tidak harus berbalas, bisa tetap mencintai Daniel saja sudah sangat membahagiakanku. Seperti siang tadi, ketika aku bisa memeluk Daniel dan menumpahkan semua perasaanku, bagiku itu sudah sangat cukup untuk membuatku yakin bahwa aku mencintainya. Aku tidak perlu tahu bagaimana perasaannya sesungguhnya. Karena apapun itu tidak bisa mengubah perasaanku kepada Daniel.
“Maafin gw ya Yo.”
“Kenapa mesti minta maaf? Gw cuma pengen tahu kok perasaan lo. Walaupun mestinya gw tahu perasaan lo dari dulu, tapi gw pengen mastiin aja.”
“Maaf karena gw udah buat lo nunggu lama, terus maaf juga karena gw ga bisa ngubah perasaan gw.”
“Kan udah gw bilang ga ada yang perlu dimaafin.”
“Tapi Yo, gw mau minta sesuatu dari lo.”
“Minta apa?”
“Gw minta lo jangan ngerubah keputusan lo buat berhenti jadi gigolo.”
“Hehe, si Arga ternyata udah ngomong ya ke lo.”
“Iya kemarin gw ma Arga sempet ngobrol dikit masalah ini.”
“Iya gw udah sadar kok cepet atau lambat gw mesti punya pekerjaan yang baru, pekerjaan yang normal yang bisa gw andelin buat hari tua gw.”
“Hhehe, makasih ya Yo.”
“Hehe, terus tentang perasaan lo ke Daniel dia tahu?”
“Hmm...., gw rasa dia nggak tahu dan nggak akan pernah tahu Yo.”
“Jadi lo nggak ngomong ke dia?”
“Gw nggak bisa ngomong apa-apa ke dia Yo.”
“Bahkan di saat terakhir lo?”
“Iya.”
“Jujur gw memang bukan orang yang pernah menjalani hubungan serius ama orang lain. Selama ini hubungan yang gw jalani ya lo tahu lah kaya apa. Tapi buat gw ketika lo merasakan sesuatu yang namanya cinta mestinya lo harus jujur. Paling nggak lo harus jujur ke orang yang lo cintai. Lo mesti ijinin dia tahu tentang perasaan lo.”
“Iya Yo gw tahu, tapi gw ga mau gara-gara dia tahu perasaan gw hubungan kita berdua jadi rusak.”
“Itu kan menurut lo. Lo pikir hal kaya gitu nggak pernah gw pikirin ketika gw mutusin nembak lo. Waktu itu, gw juga sempet ragu buat nyatain perasaan gw. Bukan karena apa-apa tapi karena gw takut hubungan kita jadi dingin.”.....”Tapi sekarang gw mau nanya ama lo, walopun lo nolak gw lo ada nggak perasaan pengen ngejauhin gw?”
“Nggak mungkin la Yo, lo kan temen baik gw.”
“Ya begitulah kira-kira apa yang akan Daniel rasain ketika lo bilang ke dia.”
“Hmmm tapi itu beda Yo keadaanya.”
“Apa bedanya?”
“Buat kita, kita sama-sama tahu kalo kita gay. Tapi buat gw sama Daniel, gw nggak mau Daniel jadi kaya gw. Walaupun gw sangat mencintai dia tapi gw tahu kok Daniel bakal lebih bahagia kalo dia hidup normal.”
“Hehe. Lo hebat ya.” ..... “Tapi mungkin suatu saat lo harus mempertimbangkan juga tentang perasaan Daniel. Kita nggak akan pernah tahu apa yang bisa buat Daniel bahagia.”
“Hehe, ya udah yuk kita pulang Yo.”
“Oke, tapi kita cari makan dulu ya.”
“Iya yuk.”
Akhirnya aku dan Mario pun bergerak pergi dari tempat ini untuk makan malam. Dalam perjalanan Mario tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tanpa sengaja aku sempat melihat mata Mario yang basah , ternyata dia menangis. Harusnya aku tahu dan bisa lebih mengerti perasaan Mario. Walaupun dia bisa tersenyum di depanku, tapi tetap saja ia memendam kesedihannya. Walaupun keputusanku sudah bulat, tapi melihat Mario seperti ini tentu saja bukan hal yang aku inginkan. Akhirnya aku pun memeluk pinggang Mario dari belakang dan menyandarkan kepalaku di punggungnya. Aku pikir saat ini hanya ini yang bisa aku lakukan untuknya. Orang yang selalu membuatku bahagia di saat aku terpuruk, orang yang selalu membuatku tersenyum kapanpun. Aku hanya ingin ia tahu bahwa apapun yang terjadi di antara kita, dia tetap punya tempat spesial di hatiku. Walaupun itu bukan sebagai orang yang aku cintai.
....................................................................................
Hampir sebulan aku berpisah dengan Daniel. Sekarang aku baru tahu benar bagaimana rasanya sakit berjauhan dengan orang yang sangat kita cintai. Selama ini walaupun Daniel tidak tahu apa yang aku rasakan namun kami selalu berdekatan. Semuanya terasa begitu indah untukku. Walaupun saat ini kami sering berhubungan lewat handphone ataupun chat room, namun rasanya begitu berat tidak melihatnya dalam waktu sebulan ini. Terlebih lagi dua hari lagi dia akan berangkat ke Australia, yang berarti aku akan semakin jauh darinya. Tiba-tiba terpikir untuk datang saat Daniel akan berangkat nanti. Paling tidak untuk memberikan salam terakhir padanya. Tapi rasanya aneh jika aku tiba-tiba datang. Aku harus mencari alasan lain untuk bertemu dengan Daniel. Oh iya, tiba-tiba aku teringat dengan flashdisk yang waktu itu diberikan Daniel. Hal itu bisa menjadi alasan bagiku. Aku bisa beralasan untuk mengembalikan flashdisk itu kepada Daniel. Aku baru teringat bahwa aku sama sekali belum membuka isi flashdisk itu sejak pertama kali Daniel memberikannya padaku. Aku pikir sebaiknya sekarang aku pindahkan semua filenya ke komputerku terlebih dahulu.
Dalam flashdisk ini ternyata ada beberapa foto-foto kami seperti yang Daniel bilang. Melihat foto-foto ini rasanya membawaku kembali ke saat-saat ketika kami masih bersama, semakin sedih rasanya hati ini mengenangnya. Tapi rasanya ada foto yang belum ada, foto terakhir kami di bawah pohon beringin waktu itu tidak aku temukan. Kemudian aku lihat ada satu folder tanpa nama di antara kumpulan foto-foto ini. Aku membukanya mungkin saja foto itu ada di sini. Benar saja setelah aku buka di dalamnya ada foto waktu itu, tapi ada juga folder lain berjudul diariku. Apa ini maksudnya diari Daniel? Sebagian dari diriku sangat ingin membukanya, namun sebagian lain merasa itu bukanlah hal terpuji membaca diari orang lain. Sekalipun itu sahabatku sendiri. Setelah beberapa saat bergumul, akhirnya keingintahuanku jauh lebih kuat. Akhirnya dengan terlebih dahulu meminta maaf ke Daniel, aku membuka file diari itu dan mulai membacanya.
Memendam cinta bikin sakit.
Mengekspresikannya sama aja dengan mempermalukan diri.
Kenapa ada abu abu kalau manusia hanya bisa menerima hitam dan putih.
lanjutin donk @stephen_frans
creating something that His other creatures won't accept.
Untuk apa? Sebagai bahan lelucon? Bahan kontroversi? Atau bahan diskusi?
Ntahlah........