It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
The Origin of Consciousness in the Breakdown of the Bicameral Mind (Julian Jaynes)
Saya sebenarnya jarang membaca buku sains "jadul" karena selain gak update, biasanya merasa déjà vu dg topik yang sudah dibaca (dan diketahui) dari buku lain. Tapi buku ini adalah sedikit pengecualian.
Konsep "kesadaran" meski memiliki banyak penjelasan cukup mendalam dari bidang filsafat, neurosains, hingga psikologi, namun tetap menjadi salah satu misteri besar sains yang masih jauh dari kata 'lengkap'. Misalnya, sains belum bisa membedakan dg tegas apakah kesadaran merupakan proses kerja satu otak atau hanya sebagian saja, dan mengapa hanya manusia yang punya kesadaran sedangkan hewan tidak? Dan apakah kesadaran bisa dibuat secara artifisial sehingga nantinya mesin memiliki kesadaran sendiri dan mandiri spt di cerita-cerita futuristiknya Philip K. Dick?
Argumen dari Jaynes sebenarnya sederhana, bahkan mungkin jika dilihat dari perspektif tahun sekarang terlihat usang (buku ini ditulis pertama kali di awal tahun 70an). Ide dari Jaynes adalah kesadaran merupakan proses progresif komunal manusia melalui perkembangan bahasa yang dikembangkan masyarakat proto-Timur Tengah, dan berkaitan dengan pembagian denah kerja otak dimana otak kanan membangun kesadaran, sedangkan otak kiri membangun kemampuan bahasa. Untuk argumen tsb Jaynes menganalisis teks kuno mulai dari Illiad-nya Homer hingga Perjanjian Baru. Hasil analisisnya cenderung provokatif dan 'menantang' sehingga terlalu sayang jika saya rangkum di sini.
Dan ini juga yg membuat saya memutuskan membawa buku ini ke kasir setelah membaca 5 halaman pertamanya.
What I Talk About When I Talk about Running (Haruki Murakami)
Semakin banyak buku Murakami yg saya baca, semakin banyak kejenuhan yang didapatkan. Narasi yang repetitif dengan template setting yg sama di setiap bukunya membuat saya harus memutuskan bahwa saya setidaknya harus menjauhi buku-buku Murakami dalam 5 tahun ke depan.
Tadinya saya mengharapkan sesuatu yang berbeda mengingat ini buku Murakami nonfiksi pertama yg saya bacanya. Tapi gaya ceritanya malah sama persis dengan novel-novelnya sehingga saya nyaris menyerah membacanya. Saya suka lari, bahkan jika memungkinkan saya selalu membawa sepatu lari untuk sekedar jogging di pagi hari bahkan saat liburan. Tetapi deskripsi lari di buku ini menjadikan berlari seolah kegiatan yang membosankan.
Dari premisnya, saya mengira buku ini adalah buku memoir seseorang di usia menjelang senja yang mencoba memaknai hidup melalui kegiatan berlari. Yang saya temukan, hanyalah semacam diary yang dibuat remaja labil emosinya. Duh.
La Reine Margot (Alexander Dumas)
Terselip di tumpukan terbawah dalam kondisi yang cukup memprihatinkan, saya merasa ini adalah novel paling tepat untuk menutup tahun 2015 yang penuh kejadian "berdarah" dalam kehidupan saya setahun ini. Haha.
Sebuah roman klasik yang penuh kekejaman, intrik, pengkhianatan, gairah, hasrat, penyiksaan, pertumpahan darah, persengkokolan, mata-mata, penganiayaan, perselingkuhan, racun, santet, eksekusi, penjara, kebencian terhadap agama, semua terjadi dalam perebutan pengaruh kekuasaan dan pemuasan keserakahan di istana Raja Charles IX di Perancis.
Saya sangat terkejut dengan detail kekerasan di novel klasik ini sehingga jika dibandingkan dengan novel ini, Game of Thrones terlihat seperti serial TV Gossip Girl. Pengamatan dan narasi Dumas terhadap runtuhnya moral dan kesusilaan sangat tajam dan detail, bahkan masih sangat terasa mengejutkan meski jika dibandingkan dg kenyataan politik zaman sekarang dimana nilai-nilai kemanusiaan telah lama musnah.
Ketika buku ini sampai ke tangan saya, ada secarik pesan tantangan (atau malah ancaman?) yang menyertainya dari si pengirim dengan kata-kata kurang lebih seperti ini, "Kalau kamu nangis saat baca buku ini, kamu segera ambil handphone dan lekas kirim foto kamu sedang nangis itu. Kalau gak mau, kamu traktir black ramen di Tabushi Ramen. Harus jujur!"
Tantangan tak manusiawi ini dilontarkan karena saya pernah dituduh berhati batu gara-gara tak mengeluarkan setetes air matapun saat membaca buku And the Mountains Echoed (Khaled Hosseini), yang bagi saya memang tak seintens The Kite Runner. Cerita A Constellation sendiri mirip-mirip dengan bukunya Hosseini itu, tentang seorang bocah yang terpisah dari keluarganya karena kondisi perang. Hanya saja dalam buku A Constellation, setting perangnya adalah agresi brutal Rusia ke Chechnya yang berdarah-darah itu.
Saya sendiri kurang familiar ttg krisis Chechnya selain tulisan-tulisan tajam mendiang Anna Politkovskaya atau tulisan-tulisan lepas media Guardian/NYT, namun bekal itu sudah cukup utk memahami akar konflik pemberontakan Chechen kepada Rusia yang menjadi latar sejarah novel ini.
Pada akhirnya, saat sampai halaman 130-an, saya mengirim pesan kpd si pemberi pinjaman buku, "tapi kamu yang bayarin tiket bioskop, ya? Deal?!".
Bercerita mengenai anak remaja yang takut bahwa dirinya gay karena mimpi berhubungan dengan cowok dan akhirnya dia mengakui dirinya gay dan cowok yang hadir dalam mimpinya adalah sahabatnya sendiri.
Dijamin novelnya happy ending.
- Chronicle of the Conquest of Granada (1829)
- Voyages and Discoveries
of the Companions of Columbus (1831)
- Tales of the Alhambra (1832)
- The Life of Oliver Goldsmith (1849)
- Mahomet and His Successors (1849)
Saya memulai membaca dengan buku kelima dahulu tentu saja. Sangat menarik bahwa cara Irving menarasikan kehidupan Sang Nabi mengambil semangat dan interpretasi terhadap Sang Nabi di zaman Irving hidup, dimana faham orientalisme sedang merajai pemikiran Barat terhadap Islam. Apalagi Irving kemudian menambahkan cerita-cerita sesuai bakat fiksinya sehingga batas antara genre biografi berdasarkan tokoh sejarah, berbaur dengan roman fiksi buatan Irving sendiri. Jadi jelas buku ini tak orotitatif sama sekali, dan mungkin bagi para pembaca biografi sang nabi modern akan mengerutkan kening karena banyak hal baru yang diceritakan irving tidak terdapat di literatur modern.
Sebagai sebuah buku dengan nilai sejarah (buku antik) dari penulis pioneer kesastraan Amerika, buku ini sangat layak untuk dibaca, meski bagi pembaca muslim konservatif, harus siap-siap dengan narasi Irving yang kadang tajam.
@pedd beli dimana?pengen baca
@pedd beli dimana?pengen baca
Yes, he is. Bolaño is a new God. Ketika saya membaca 10 halaman pertama novel ini, saya sudah tau, saya telah ditakdirkan akan menjadi seorang pemuja Bolaño. Hal yang terjadi ketika saya membaca karya novelis-novelis raksasa besar lainnya pertama kali.
Hal yang menakjubkan ttg novel ini adalah diperkenalkannya konsep visceral realists, sebuah genre yang mengeksploitasi keresahan generasi muda Amerika Latin dalam 30 dekade terakhir yang penuh keresahan, pemberontakan, kebosanan, dan kegamangan akan eksistensinya yang dipertanyakan karena sak wasangka bahwa generasi muda hanya menjadi beban sosial tanpa kontribusi langsung terhadap masalah kemanusiaan seperti perang dan politik--penikmat musik-musik grunge ala Nirvana akan mendapati kesan serupa.
Penuh kalimat-kalimat monolog panjang yang meresahkan, TSD adalah novel yang isinya menceritakan para tokohnya yang ngelantur penuh omong kosong tak bertujuan dan tak berkesudahan. Hingga akhirnya, ketika kita berakhir di tiap halamannya, kita berpikir, 'bukan kah ini adalah kalimat-kalimat terjujur yang pernah ditulis dan mewakili semua isi pikiran kita?'.