BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Horizon (Catatan Perjalanan)

edited May 2009 in BoyzLove
Aku mencoba menulis kisah ini dengan my kompi. Terasa perbedaan yang sangat jauh ku rasa di bandingkan saat aku nulis cerita dengan stick PDA ku. aku jadi bisa lebih berexsplorasi.

kisah sederhana ini bisa lebih kuberi warna. semoga berkenan bagi yang baca.

sukses selalu
**Dito**
«134

Comments

  • edited April 2009
    Horizon pantai membelah dua perbedaaan antara langit dan bumi. Datar sedatar alur sebuah pedang samurai. Dua perbedaan yang saling memberi warna. Di hiasi untaian berbagai corak yang memperindah bentuk. Awan kelabu diantara biru. Sinar terang pemberi cahaya.

    Ujung dermaga ini begitu panas menyentuh kulit putih yang mulai gosong di permainkan cahaya. Angin semilir anyir menemaniku duduk sendiri di sana. Matahari yang mulai rebah menuju pembaringan.

    Ku pandangi permukaan air laut didekatku yang beriak di sentuh angin . Riak air itu berkilau tertimpa sinar mentari memberiku ketenangan. Berwarna biru yang seolah tak berdasar karena kedalamannya.

    Sebuah keluarga kecil yang terdiri dari suami, istri dan seorang anak lelaki kecil yang baru tumbuh bermain di tepian pasir. Berkejaran. Berguling diatas pasir putih yang berkilau. Begitu bahagia.

    Kapal-kapal nelayan berjejer rapih. Menunggu malam untuk kembali mengarungi samudra. Para awak kapal tampak berbenah. Mempersiapkan diri untuk sang malam. Berharap bisa membawa tangkapan yang banyak. Agar bisa meneruskan kelangsungan hidup keluarga mereka.

    Semuanya begitu sederhana tapi indah dimata. Penuh dengan kebahagian. Tak seperti hatiku yang kini dalam duka. Ingatanku kembali pada masa-masa itu.
  • edited March 2009
    Flash Back

    "Dit, nanti temani gue ya? Ujar Natan

    "Emang mau kemana?" ujar ku tanpa melihat kearahnya. Aku masih sibuk dengan buku yang tengah dibaca. Sudah hampir tiga hari ini aku terbius oleh kisah sederhana di buku itu. Kisah tentang 10 anak desa miskin di daerah pedalaman yang mulai di tinggalkan.

    "Gue ada kerjaan pengawasan tower di tebing"

    Aku masih sibuk dengan bacaanku." Lalu ada hubungan apa dengan gue?"

    "Gue males pergi sendiri nih. Abis tempatnya jauh banget"

    "Males ah" ujarku tak menghiraukan. Aku benar-benar larut dalam permainan kata sang penulis. Begitu sederhana semua digambarkan. Tapi begitu tegas memanggil rasa penasaranku.

    buk... "Aduh!"

    Sebuah buku yang lumayan tebal bersarang di jidatku. Kepalaku menoleh kearah buku itu berasal. " Apa-apaan sih loe Natan?" Ujarku sambil mengusap jidatku yang agak sakit.

    "Makanya kalo orang ngomong diliat" mata tajam Natan menatap lurus kearahku.

    Natan adalah sahabat yang telah menemaniku dan mengisi hari-hariku dalam 10 tahun ini. Sosok sederhana tanpa digerus alur peradaban yang penuh glamor. Tidak ada yang istimewa pada diri Natan saat awal perkenalan kami. Wajah alami Indonesia ciri khas suku daerahku. Berambut hitam lurus yang kadang membuat ku iri. Aku sangat menginginkan punya rambut seperti itu. Tak seperti rambutku yang memiliki gelombang ikal di sisinya yang sering membuatku kesal. Walau sebagian orang ingin memiliki rambut sepertiku. Tapi entah kenapa aku lebih terobsesi pada rambut lurus yang tidak terlalu banyak menuntut perawatan ekstra. Hidung mancung yang bisa menghirup udara lebih banyak dari orang lain . Kulit putih yang kurang begitu terawat. Dengan wajah yang agak membulat.

    "Iya...iya... kenapa?"

    "Please.... temani gue kedaerah ya" Wajahnya tampak memelas. Kalau dia sudah mengeluarkan ekspresi wajah seperti itu aku tak sanggup untuk menolak semua keinginannya.

    Aku terdiam sesaat, Natan tampak penasaran dengan jawaban dariku. Mimiknya tampak lucu. Aku sengaja mempermainkan perasaannya.

    "Boleh aja, tapi??" jawabanku menggantung.

    "Tapi apa?" tanyanya penasaran.

    "Tapi ada syaratnya?"

    "Jahat loe Dito, ama temen aja kok pake syarat segala"

    "Ya udah kalo loe ngak mau gue nggak bakalan ikut"

    "Iya deh kalo gitu apa syaratnya?" Tanya Natan

    " Ntar deh gue pikirin dulu syaratnya" jawabku menutup pembicaraan kami saat itu.
  • edited March 2009
    "Motornya udah di service Natan?"

    "Udah kemaren gue service di tempat biasa"

    Pagi ini begitu bersahabat dengan kami. Cahaya mentari tampak terang menyinari. Udara panas pagi mengisi pori-pori kulitku. Ada perasaan nikmat disana. Aku bersyukur pada Tuhan karena masih bisa menikmati hangatnya sinar mentari. Banyak orang yang tak pernah bersyukur atas nikmat yang diberikan sang pencipta. Manusia sering lupa atas semua yang telah diberikan. Mereka terlalu mengganggap sepele atas semua yang telah ada padanya. Contohnya nikmat kesehatan. Kalo mereka sehat mereka tak pernah mensyukurinya. Mereka mengganggap itu suatu hal yang biasa. Tapi saat di beri sedikit cobaan oleh tuhan. Mereka sakit barulah mereka tahu bahwa begitu berharganya sebuah kata sederhana yang namanya sehat itu.

    Sebuah tas ransel yang lumayan besar terkalung di punggung kokoh Natan. Isi tas itu terlihat cukup padat. Aku tak tahu ada yang ada didalamnya. Sepertinya perlengkapan pekerjaan. Agenda, alat tulis, kertas dan pernak-pernik lainnya.

    "Gue yang motor ya, ntar kalo capek gantian oke?"

    Natan menyerahnya tas ransel itu padaku. Aku menyandang tas tersebut di punggung. Natan mulai naik didudukan motor Tiger hitam kesayangannya itu. Aku pun duduk di boncengan. Motor mulai bergerak melintasi jalan kota yang berdebu. Meliuk-liuk diantara keramaian. Mencari celah. Melewati berbagai jenis kendaraan yang ada. Kedua tanganku hanya diam di samping paha. Karena akan aneh terlihat bila dua orang cowok naik motor saling berpelukan. Ada sedikit perasaan ngeri dengan cara Natan mengendaraain kuda besinya.

    "Dito... pegangan ke pinggangku biar lari motornya stabil"

    Natan menarik tanganku kearah perutnya. Ada sedikit keraguan di hatiku. Tapi Natan tanpak cuek. Kedua tanganku mulai melingkar si pinggang ramping Natan. Bertaut menjadi satu di depan pusarnya.
  • Kuda besi natan meninggalkan gerbang tanda batas kota. Udara Panas kota tempatku tinggal berganti sejuknya udara pegunungan. Walau pun aku dan natan mengenakan jaket yang cukup tebal, udara daerah pegunungan ini tetap bisa menyelusup masuk kedalam pori-pori tubuh kami.

    Suasana disekeliling tempat yang kami lalui begitu asri. Cemara-cemara gunung memagari tepian bibir jalan. Walau tidak selebat beberapa tahun lalu. Tapi tepat masih bisa memberi keindahan. Aku teringat saat dulu melewati daerah ini. Cemara-cemara gunung itu tumbuh begitu rapat. Saat kita melewatinya terdengar nyanyian angin yang mendesah, kala iya bertiup diantara rapatnya daun-daun pinus yang panjang dan lurus itu. Menjadikan harmoni nada yang tak akan bisa dimainkan oleh musisi terkenal manapun seperti Lutwig van beethoven, mozar, dan lainnya.

    Dulu semasa kecil aku diberi tahu kalau cemara-cemara ini adalah pemberian penguasa negri saat itu. Bapak Soeharto yang telah menjabat 32 tahun di Negara Indonesia ini mempunyai program pelestarian alam dan lingkungan. Untuk perbaikan terhadap kebocoran ozon yang melanda dunia ini. Pengatasaan banjir. Menghindari erosi dan longsor yang sering terjadi di daerah ini. Maka dilakukanlah penanaman kembali pohon-pohon yang di tebang secara membabi buta oleh tangan-tangan penebang liar yang tak bertanggung jawab. Namanya programnya kalo nggak salah "Penanam Sejuta Pohon'.

    Dengan langkah bijak yang diambil bapak presiden kita ini, banyak menyelamatkan kelestarian lingkungan dan juga menyelamatkan dunia dari kehancuran yang semakin parah. Erosi dan longsor yang terjadi kini tak lagi terjadi. Tapi yang bikin tragis adalah saat Soeharto digulingkan oleh sesuatu gerakan yang di namakan Reformasi semua menjadi brutal. Tak ada lagi aturan. Cemara-cemara gunung yang seharusnya menjadi cagar alam yang menjaga dunia dari kehancuran ikut di tebang membabi buta. Polisi hutan yang selama ini berkuasa menjaga kelestarian alam tak bisa berbuat banyak. Mereka hanya bisa menonton saat itu terjadi.

    Kini hanya tinggal beberapa pohon cemara gunung yang menjaga daerah ini. Menjadi saksi bisu akan keangkuhan dan ke egoisan manusia.
  • Air terjun

    Belokan-belokan tajam, tanjakan yang membuat lari motor agak tertahan, turunan yang curam membuatku sedikit kecut. Rangkulanku ketubuh natan semakin rapat. Sekarang tak ada lagi keraguan tuk memeluk erat tubuh didepanku ini. Aku mempunyai alasan kuat untuk itu.

    Truk-truk besar yang kelebihan muatan mengeluarkan asap pekat saat melintasi jalan yang mendaki. Jalannya terseok-seok ibarat bekicot yang tengah merangkak diatas batang pisang. Udara bersih pegunungan yang telah di saring pepohonan pinus kembali terkotori. Agak menyesakkan saat kuda besi natan melintas di sampingnya.

    Satu setengah jam perjalanan cukup membuat pantatku terasa pejal duduk diatas sadel yang agak keras itu. Hal itu pasti juga di rasakan natan. Dan pastinya dia jauh lebih capek dariku, karena dia yang mengendarai kuda besi ini.

    Laju kuda besi mulai melambat. Tepat dihadapanku air terjun yang indah keluar dari retakan dinding batu karang yang kokoh. Kuda besi berhenti tak begitu jauh dari air terjun itu.

    "kita ngopi dulu dit" ujar natan.

    "boleh tuh gue juga agak pegel nih"

    "ah...payah loe baru segini aja udah pegel"

    Menyesal juga aku mengucapkan kata-kata itu. Natan memang suka sekali mengejekku bila aku terlihat lemah atau tak bisa melakukan sebuah pekerjaan. Kebiasaan ini sudah sering dia lakukan. Aku bisa mengerti. Tapi kadang-kadang aku bisa dibikin kesal juga olehnya.

    Natan mengambil kursi didepan warung yang langsung berhadapan dengan air terjun. Pandai sekali dia mencari tempat yang tepat ntuk menikmati objek wisata air terjun ini dengan lebih detail. Kumpulan air yang jatuh dari rengkahan batu karang menghujam ke lubuk yang cukup dalam. Beberapa orang asik berenang di lubuk itu. Airnya berwarna biru pekat. Perhatianku tersita ada tubuh seorang pria yang duduk diatas batu pinggir lubuk itu. Wajahnya lumayan ganteng. Kulit tubuhnya yang putih tampak basah. Badannya yang hanya terbalut celana pendek tampak mengigil kedinginan. Rahangnya bergetar.

    "Mau berenang dito?"

    Kualihkan pandanganku kearah mata teduh natan "nggak kayaknya, tuh loe liat aja cowok yang duduk di atas batu itu udah menggigil kedinginan" Aku menunjuk kearah cowok yang tadi menyita perhatianku. Natan menoleh kearah telunjukku.

    Wajahnya kembali beralih padaku "oke kalo gitu loe mau minum apa? Atau mau makan siang aja sekalian?"

    "kayaknya terlalu pagi untuk makan, gue ngopi aja ah?"

    "buk.. Kopinya dua ya!" iya setengah berteriak pada pemilik warung.

    Tak berapa lama kopi hitam kental sudah tersaji dihadapan kami. Memang enak banget rasanya di udara sedingin ini menghirup kopi kental. Asap yang mengepul dari permukaan air kopi menandakan kopi ini dimasak dengan air yang mendidih bukan ditubruk. Memang sangat jauh perbedaan rasa yang didapat bila bubuk kopi di masak dengan air mendidih. Aromanya semakin menggugah ntuk segera dinikmati. Ku serup perlahan.

    "sial...panas banget" air kopi itu terasa membakar ujung lidahku.

    "hahaha....makanya kalo jadi orang tuh yang sabar" kembali celaan itu keluar dari mulut natan. Sepertinya dia nggak ada bosan-bosannya mencela aku kalo lagi membuat kesalahan.

    "sial loe natan, suka banget bikin gue kesal" umpatku. wajahku ku tekuk.

    "ya..gitu aja marah" aku melengah tak memperdulikan kata-katanya. Mataku kualihkan kearah air terjun.

    "e....marahnya benaran ya?" aku masih tetap tak memandang kearahnya.

    "dit..! Masak gitu aja marah sih" sepertinya natan agak kebingungan dengan situasi ini. Aku diam seribu bahasa.

    "Ayolah dit" tangan natan menyentuh pundakku. Aku menoleh kearahnya. Wajahku masih tampak dingin. Ekspresi menghibanya yang bikinku tak tahan setiap memandangnya kembali muncul di wajah bulat itu.

    "hm..hi.." tawaku tertahan melihat kebingungan diwajah natan.

    Ditinjunya dengan lembut bahuku. "Sial loe dit ngerjain gue loe ya" wajahnya tampak kesal. Tawaku pecah membuatnya semakin keki. Wajah bulatnya tampak kocak. Cukup puas rasanya aku.
  • Rasa

    "Yok cabut" Natan mengemas pernak-pernik kecil dirinya yang ada di atas meja. Kunci motor, rokok, dan korek. Dibayarnya minuman dan makanan yang kami santap.

    Aku pun meraih tas ransel natan. Kutarok dipungung. Bergerak menuju kuda besi berdiri kokoh diparkiran. Penat yang tadi kurasa tlah pergi menghilang. Dengan semangat baru kuhadapi petualangan bersama orang yang sangat berarti bagiku.

    Pertemananku dengan natan memang sudah agak terlalu berlebihan bagi dua sosok lelaki. Ibarat motor dan pengendara kami selalu bersama. Kalau satu diantaranya tidak ada maka semua tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Walau dulu kami berbeda kampus tapi di setiap ada kesempatan kami usahakan selalu bersama. Setiap ada kesulitan pada natan aku selalu ada untuknya. Demikian juga dia terhadapku. Walau ada hal yang lebih penting terjadi pada kami tapi kepentingan satu dengan yang lain lebih diutamakan.

    Aku ingat pada saat aku sakit dan harus diopname di rumah sakit, Natan membatalkan kepergiannya pada acara kemah bakti kampusnya. Padahal dia panitia inti di acara tersebut. Saat natan kecelakaan yang mengakibatkan sebuah gigi depannya lepas aku juga membatalkan acara jalan-jalan keluarga ke kota yang paling ingin kudatangi. Karena aku memang belum pernah sekalipun pergi kesana.

    Kadang memang hal ini menimbulkan kecurigaan diantara teman-temanku atau teman-teman natan, tapi dia cuek aja dengan hal itu. Karenanya aku pun tak menghiraukan candaan teman-temanku saat ada yang setengah berseloroh kalau aku tuh ama natan adalah pasangan gay. Tapi keluargaku dan keluarga natan memandang biasa terhadap hubungan kami, karena aku punya pacar seorang wanita berkulit kuning cantik yang telah ku pacari 6 tahun. Natan pun mempunyai seorang wanita putih berwajah biasa yang dikenalnya atas bantuan seorang teman. Aku dengan seluruh anggota keluarga natan sudah sangat dekat. Ibaratnya aku juga sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Aku dengan leluasa bisa keluar masuk ke seluruh ruangan yang ada di rumahnya. Demikian juga natan terhadap keluargaku.

    Pernah suatu saat ada sesuatu hal yang membuat ku bertentangan dengan papa. Hatiku membrontak. Membuat hubunganku dengan papa menjadi nggak enak. Mama menghubungi natan. Meminta natan ntuk memberi pengertian padaku agar aku mengalah. Karena mama tahu tak ada seorang yang mau ku dengar kecuali natan. Sehingga membuatku luluh.

    'Udah siapkan" Natan menstater kuda besinya.

    "oke"

    Kami pun mulai meninggalkan objek wisata air terjun itu. Sang kuda besi kembali menari-nari di jalanan yang mulus. Bergerak lincah. Mengelip diantara kendaraan yang ada. Kupeluk dengan erat tubuh natan. Aroma tubuhnya bermain di indra penciumanku. Dadaku yang menempel dipunggung natan membuatku damai. Punggung yang berbentuk V itu begitu kokoh. Aku ingin memiliki tubuh ini sepenuhnya. Kadang aku bertanya pada perasaaanku. Kenapa aku begitu merindukan tubuh kokoh yang tengah ku peluk ini. Padahal tubuh ini tak ada apa-apanya dibandingkan dengan orang-orang yang lain. Tubuh ini dengan wajah biasanya memberiku damai bila ada disampingnya. Memberi rindu bila dia tak ada. Hampir sama dengan vini gadis manis berkulit coklat yang ikut menghiasi hariku. Tapi memiliki perbedaan yang aku tak tahu dimana. Sebetulnya aku tahu ini adalah perasaan yang salah. Ingin kubunuh perasaan itu, tapi sebagian diriku melarang ntuk melakukan itu.
  • Lembah Kabut

    Kami semakin jauh meninggalkan kota tempat kami tinggal. Semakin jauh dari laut dan semakin tinggi. Udara semakin tipis. Dingin terasa semakin menggigit. Lapisan baju dan jaket kami benar-benar tak bisa menghalangi dingin mengeruak. Pelukankanku ke tubuh natan semakin erat. Mencari kehangatan disana. Kedua telapak tanganku yang tanpa sarung tangan terasa beku bertaut di depan pusar natan. Gigiku terasa menggeletuk. Menggigil. Aku memang orangnya nggak tahan dingin. Ingat aku pada saat mengalami hujan es di kota bandung dulu, aku jatuh sakit seminggu sampai harus diopname di rumah sakit.

    "Tangannya dingin ya dit? Loe masukin ke saku jaketku aja dit biar nggak terlalu dingin" aneh! Sepertinya natan tahu yang sedang kurasa saat ini. Padahal tak sedikitpun iya menoleh kepadaku. Sepertinya setiap apa yang ada di pikiranku dia bisa mendengarnya.

    Tanpa kata kumasukkan kedua telapak tanganku yang beku kedalam kedua saku jaketnya kiri dan kanan. Ada kehangatan disana. Dingin di kedua telapak tanganku mulai meleleh. Berganti dengan kehangatan.

    "Ups... Kabut dit" ujarnya memberi laporan.

    Siluet putih dihadapan kuda besi kami ibarat untaian awan yang pekat. Saat memasukinya aku merasa seolah berada di sebuah negri di atas awan. Laju kuda besi berkurang jauh. Jarak pandang semakin pendek. Natan menghidupkan lampu kendaraannya memberi tanda kendaraan di depan agar tak menabrak kuda besi. Sinar dari mata kuda besi cukup memperjelas garis jalan. walau tak terlalu membantu banyak. Natan tetap harus berhati-hati. Kuda besi merayap benar-benar pelan agar tak salah arah. Sekali saja kuda besi salah melangkah, maka tubuh kami akan terkoyak-koyak dihantam bebatuan yang ada di bawah jurang dalam di samping jalan. Atau kuda besi bisa menghantam gugusan bukit karang yang berdiri angkuh di sisi lain jalan. Yang lebih parah lagi seandainya kuda besi terhimpit ribuan ton truk besar membawa kayu elegal loging yang tadi banyak kulihat melintas.
  • Beras Wangi

    Aku bersyukur saat keluar dari lembah kabut dengan selamat. Memang lembah kabut adalah daerah yang sangat di takuti oleh semua pengemudi kendaraan. Lembah kabut sudah banyak menelan korban. Ratusan kendaraan jatuh ke jurangnya yang dalam, tabrakan beruntun yang disebabkan pengemudi ugal-ugalan. Ratusan bahkan ribuan kendaraan rebah ke dinding bukit karang karena tak mengecek kelayakan kendaraannya. Rem blong dari truk-truk bermuatan karena tak sanggup lagi menahan beban yang berlebihan.

    Dinginnya udara membuat perutku keroncongan ingin diisi. Cacing-cacing yang menempel di lambung dan usus halusku membrontak demonstrasi besar-besaran meminta hak mereka di penuhi. Natan masih tampak serius dengan kuda besinya. Laju kuda besi mulai bergerak dengan kecepatan normal.

    Sebuah plang besar dengan warna terang terpaku kuat di depan sebuah bangunan yang tak terlalu megah. Tertulis disana "Rumah makan dan restoran Beras Wangi". Sang pemilik tempat ini cukup kreatif dalam memberi nama tempat usahanya. Membaca kata beras wangi secara tak sadar, alam bawah sadar orang yang tengah kelaparan bakal berkhayal kepulan asap dari nasi wangi yang baru di masak dan temani lauk yang banyak serta sambel pedes yang menggugah selera. Kuda besi berhenti diantara barisan kendaraan yang berjejer rapi didepan tempat makan itu.
    "Mau lesehan atau duduk dikursi aja dit" natan memawarkan alternative.

    "kayaknya lesehan aja nat, gue pingin liat pemandangan sambil makan biar selera makannya jadi nambah"

    "Oke"

    Untuk tempat lesehan berada di bagian luar bangunan. Jadi disaat makan kita bisa memandang bebas pemandangan yang ada di depan bangunan. Pemandangan di depan gedung itu begitu indah. Semua orang yang bisa melihat pasti setuju dengan pendapatku ini. Pohon-pohon cemara gunung yang tumbuh berjejer dilatar belakangi gunung tinggi yang menjulang. Ada sedikit asap putih di ujung puncaknya yang gundul. Langit biru di warnai awan. Benar-benar membuat nyaman.

    "Loe mau makan nasi dit?"

    "Kayaknya kalo dingin gini baeknya yang anget dan berkuah tan. Gue nasi sop aja"

    "Trus minumnya?"

    "bisa?kopi?kopi" ujarku dengan ekspresi lucu.

    Natan tersenyum melihat tingkahku. Senyumannya begitu renyah. Senyuman yang hanya ada satu di dunia ini. Tak ada senyuman yang lebih indah dari senyuman natan. Wajah biasa itu bisa menimbulkan sebuah senyum terindah yang bermain di kedua bola mataku. Setiap sebelum tidur aku kadang sering menghayalkan senyum itu. Membuat tidurku nyenyak.

    Asap sop tulang sapi berkuah bening memberi aroma yang menggetarkan cacing-cacing diperutku. Sepiring nasi putih berbau wangi di taburi bawang goreng. Tak salah pemilik tempat ini memberi nama "Rumah makan dan restoran Beras Wangi". Karena memang benar-benar wangi bau nasi putih yang ada dipiring dihadapanku. Dari informasi yang ku dapat nasi yang ada di tempat ini berasal dari beras yang sengaja didatangkan langsung dari kampung pemilik warung. Yaitu cianjur. Suatu daerah yang memang sangat terkenal di seluruh negri ini sebagai tempat penghasil beras bermutu.

    Natan terlihat sudah tak sabar menyantap hidangan dihadapannya. Dengan cepat sebagian hidangan yang ada di piringnya sudah berpindah ke perut datarnya itu. Aku bingung melihat cara makannya. Nasi dengan sop panas itu tidak memberi pengaruh jelek pada lidahnya. Aku saja harus meniup-nuip sendokku agar hidangan ku bisa agak lebih dingin sebelum ku santap.
  • Vini

    "Loe ada masalah dengan vini ya dit?" pertanyaan itu muncul ditengah santapannya. Aku bingung dengan natan kok bisa dia menebak yang terjadi pada diriku saat ini. Padahal aku tak pernah sedikit pun bercerita tentang masalah ku dan vini pada siapa pun.

    "Kata siapa?"

    "Aku nebak aja, masalahnya belakangan ini kamu tampak agak murung kelihatannya?"
    Perubahan kata gue dan loe menjadi aku dan kamu agak sedikit janggal ditelingaku. Ada nada perhatian yang dalam disana. Membuat beban yang selama ini ku pendam sendiri agak terasa berkurang.

    "Enggak kok, hubungan kami baek-baek aja" tak sadar kugigit-gigit ujung jari jempol kananku. Kebiasaan ini memang sering kulakukan bila aku sedang gugup. Sudah berulang kali aku berusaha menghilangkan kebiasaan ini tapi tak pernah bisa.

    "Nggak usah ngelak dit, aku tahu banget bagaimana kamu"
    Kembali natan menggunakan kata kamu dikalimatnya. Aku tak bisa mengelak. Dengan sedikit ragu aku berusaha tuk membuka diriku.

    'Ayolah dit, masak loe nggak percaya ama aku. Masalahmu itu masalahku juga"

    Aku tak tahu harus memulai ceritaku dari mana.'Orang tua vini nat...." ucapanku terhenti.

    'Emangnya ada apa dengan orang tua vini"

    'Mereka nggak merestui hubungan kami'

    "Aneh sekali dit, bukankah hubungan kalian sudah 6 tahun jalan. Setahuku selama ini mereka nggak pernah komplain dengan hubungan kalian"

    "Memang benar nat, itu dulu waktu aku masih kuliah"

    "So.."

    "Sejak aku wisuda Enam bulan lalu dan sampai sekarang belum memiliki pekerjaan yang tetap pandangan orang tua vini berubah jauh terhadapku. Mereka berpikir aku tak punya masa depan yang jelas "

    "Bia-dap.... masak sepicik itu pikiran orang tua vini. Semua orangkan butuh proses untuk menjadi mapan" Kemarahan tergambar jelas diwajah bulat natan. Kesal. Aku hanya bisa diam melihat ekspresinya itu.

    "Kalau vini sendiri gimana dit?"

    'Kamu kan tahu sendiri kalau vini itu anak yang patuh pada orang tua, dia sebetulnya menentang hal itu tapi takut mesti harus durhaka pada orang tuanya. Disamping itu aku pun tak ingin kalau vini harus bertengkar sama orang tuanya karena masalah ini"

    "Jadi kalian putus?"

    "Belum sejauh itu sih nat, kami masih menjalin hubungan tapi sembunyi-sembunyi'
  • Lanjut... ta tunggu loh
  • perasaan, pas gua baca cerita ini, ada tulisan "siput manjat batang pohon pisang"nya...

    terilhami dari demo di thread gua yah?
    hahaha...

    kabuuuuuuuuuuuurrrrrrrrrrrrrrr..........

    tunggu,, (balik lagi) Lanjutin yah bang tulisannya...

    kaburrrrrrr lagiiiiiiiiii.............

    hihihi....
  • vendi74 wrote:
    Lanjut... ta tunggu loh
    makasi udah komen
  • maximinus wrote:
    perasaan, pas gua baca cerita ini, ada tulisan "siput manjat batang pohon pisang"nya...

    terilhami dari demo di thread gua yah?
    hahaha...

    kabuuuuuuuuuuuurrrrrrrrrrrrrrr..........

    tunggu,, (balik lagi) Lanjutin yah bang tulisannya...

    kaburrrrrrr lagiiiiiiiiii.............

    hihihi....
    Salah tuh yang benar bekicot. sebetulnya sengaja ditulis. mau nguji kira-kira sobat bekicot bakal baca atau enggak. ternyata bener dibaca tuh.

    Abang yakIn tuh si bekicot bakel seneng banget tulisannya di baca sang sobat.
  • Tak menyerah

    Pandangan mata Natan penuh perhatian. Mata teduh itu memberiku ketegaran. Beban yang menghimpit dada beberapa hari ini terasa berkurang jauh. Ibarat tetesan air si gurun pasir yang tandus. Natan memang selalu bisa membuatku lebih baik. Ibaratnya setiap ada dia di sisiku seluruh masalahku terselesaikan. Baik masalah besar maupun kecil. Contoh kecil saat aku dengan malasnya mengecat dinding kamarku yang mulai kusam oleh asap obat nyamuk yang menempel. Tiga hari sudah aku mengerjakannya tak juga kelar. Saat dia datang, Natan ngamuk-ngamuk padaku. Diambilnya kuas lebar ditanganku. Dicelup ke kaleng cat tembok berwarna biru itu di sapukan merata kebagian dinding yang belum sempat kusentuh. Dengan teliti dia mengerjakan hal itu. Centi demi centi. Begitu rapi. Bagian dinding yang sudah ku kuas diulangnya mengerjakan karena hasilnya yang tak rata. Tak dihiraukannya seluruh tubuh berlepotan tumpah cat. Tak ada istirahat saat iya melakukannya. Ibaratnya kamar itu kamarnya sendiri. Sehari itu kamarku kembali terlihat bersinar. Seperti kamar baru. Iya tampak puas sekali.

    "Apa rencana kamu kedepan dit?"

    "Nggak tahu nat"

    "Nggak tahu gimana, kamu tuh cowok dit. Kamu harus ada rencana. Kalau kamu mencintai vini kan Kamu harus memperjuangkannya." gurat kesal muncul di wajahnya. Seolah iya tak rela aku menyerah begitu saja.Wajahku tertunduk tak berani memandang wajah bulat natan

    " kayaknya aku nggak bisa"

    "Bodoh kamu, masak karena masalah kecil ini aja kamu bisa patah arang gitu"

    "Entahlah nat, aku nggak tahu harus berbuat apa lagi"

    Natan menggangkat daguku dengan tangannya. Tak dihiraukannya orang mematap aneh saat dia melakukan hal itu. Mata kami bertemu." Apa kamu mau jadi pecundang seumur hidupmu dit? Kamu harus jelas dengan hidupmu dit. Kalau tidak kamu akan menyesalinya seumur hidup"

    "Apa lagi yang harus ku lakukan nat?"

    'Kamu harus bisa tunjukkan pada keluarga vini bahwa kamu bukanlah manusia yang sia-sia. Kamu itu tegar. Kamu itu gigih. Kamu itu bertanggung jawab. Kamu itu bukan sampah yang teronggok disudut halaman rumah. Tunjukkan bahwa kamu bisa membahagiakan vivi. Tunjukkan bahwa kamu bisa bertanggung jawab. Dan tunjukkan kamu itu bisa memberi hidup yang layak pada vini saat kalian menikah nanti. Kamu harus lebih giat berusaha. Aku nggak mau lagi liat kamu kayak gini di lagi dit. Aku ingin kamu berhasil dalam hidupmu. Karena kamu satu-satu sahabat yang bisa mengerti aku."
  • jiwa

    Setelah mengisi bensin yang berada tak terlalu jauh dari rumah makan "beras wangi" kuda besi mulai merangkak pelan. Menjejakkan kaki lebarnya di lantai aspal yang basah bekas hujan pagi tadi. Sebuah rasa pesimis yang tadi bergelayut di jiwaku, kini kutinggalkan disitu. Kuhidupkan Ipodku. Sebuah tembang manis dari artis pendatang baru derby romeo mengalun indah dari ipodku mengiringi perjalanan kami. Natan pun ikut menikmati lagu kesukaanku itu karena sebelah earphone ada ditelinga kirinya. Dia tampak nyaman dengan lagu itu.

    Datanglah... nyatakanlah cintamu
    Bahwa kau menginginkanku
    Datanglah bawalah bunga-bunga
    Agar kau dapat membawa dirimu terbang

    Aku disini duduk manis menantimu
    Aku pun ingin membuat kau tak menyesal
    Bahwa kau telah memilih diriku ini
    Yang akan terus membuat hidupmu indah

    Datanglah nyatakan janji cinta
    Yang akan kau ucapkan itu yang terakhir
    Datanglah bawalah aku pergi
    Bersama dengan semua gelora asmara

    Kuda besi mulai menambah kecepatannya. Natan tak ingin kami terlalu sore sampai di lokasi tujuan. Katanya kalau pekerjaannya bisa rampung hari ini maka diusahakan ntuk bisa pulang hari ini juga. Jadi kami nanti bisa beristirahat dirumah dengan nyenyak.
Sign In or Register to comment.