BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Curhat Dari Biseksual Di Aceh

13

Comments

  • Kalau kamu suka baca, coba kamu baca Novel judulnya Perempuan Dititik Nol. Mudah2an kamu tahu bagaimana menganalisa sesuatu. Jadi gak hitam putih gitu melihatnya. Saran aku baca novel itu. Novel itu ditulis oleh Nawal El Sadawi dari mesir dan sangat terkenal novel itu. Walau itu novel lama.
    I do know how to analyze things. If not, I wouldn't be where I am today!


    Kalau ada ibu yang mati melahirkan. Kita akan bilang bahwa itu nasibnya. Padahal kalau dilihat dan dianalisa, kenapa dia mati? Karena tidak ada bidan yang menolongnya. kenapa gak ada bidan? karena dia miskin gak sanggup bayar, kenapa dia miskin? karena dia gak ada kerja? kenapa dia gak kerja? Karena dia gak punya pendidikan? Kenapa gak punya pendidikan? Karena tidak sekolah, kenapa dia gak sekolah? karena sekolah mahal dan perempuan gak boleh sekolah tinggi, kenapa sekolah mahal? karena dana sekolah tidak ada. Kenapa sekolah gak ada dana? Karena anggarannya di korup dan tidak ada anggaran pendidikan dari pemerintah. Dan seterusnya. Dan akhirnya kita tahu siapa sebenarnya yang benar - benar bertanggungjawab atas kematian ibu diatas? Jawab nya adalah kebijakan.
    Totally unrelated with the main topic.


    Begitu juga kalau lihat gay yang menikah dengan cewek dan tetap dgan cowok. Tidak sederhana begitu melihat. Kita gak bisa bilang gay rakus atau apa lah. Coba kita berpikir apakah semua orang berani kalau terus didesak keluarga untuk nikah. belum lagi dia anak satu2 nya, alim agama keluarganya, belum lagi dia juga masalah dengan diri sendiri. Takut nanti masa tuanya gak ada yang urus. Masih banyak gay yang cuma mau fun saja. Dan banyak sebab lagi. Pokoknya masalah besar sekali dan komplek. Gak sederhana kita bilang kenapa gak mau tanggungjawab dan mau enak saja.
    Infact, it is really that simple. Sekali memilih sesuatu, jalani resiko dari pilihan tersebut. Itu yang namanya bertanggung jawab. Dan sebagai orang dewasa, pilihan ada di tangan kita dan bertanggung jawab atas pilihan yang kita buat juga termasuk a part of being an adult.

    Tidak sesederhana itu Rectory. Itu lah makanya kamu mesti belajar soal akar masalah dan teori relasi kuasa. kalau sekolah ilmu sosial kamu akan tahu apa itu analisa sosial. Aku bukan anak sosial tapi aku coba belajar..Apalagi kamu pinter bahasa Inggris ada banyak buku dan tulisan soal analisa sosial dari bahasa Inggris. Manfaat lah kemampuan bahasa Inggris mu untuk membuka jendela dunia.
    This is a VERY patronizing attitude!! Do you actually think that I'm total ignoramus, and you're the only one whose eyes are open? Not only this is very patronizing, but also very condescending too. I resent this!!
  • Acei ya?
    Bandara internasional dengan kubah emas.
    Kedai kopi.
    Rek.
    Ulekareng.
    Seafood.
    Ayam tangkap.
    Penduduknya yg ramah.
    Hotel kelas standar dengan harga hotel berbintang.
    Kapal apung ditengah kota.
    Pt harun.
    Rumah cut nyak dien.
    Mata biru.
    Pegawai hotel berwajah manis.
    Aturan yg sangat ketat.
    Gay is very bad in the city.
  • lebay
    inilah type2 org yg ga bertanggung jawab, seenaknya saja menyalahkan sistem atas kesalahan yg dilakukannya sendiri

    trus, klo emang pernikahan gay dilegalkan, apakah jaminan temanmu itu bakal setia?
    GAK!!!!!

    ge kenal banyak org yg ga terpengaruh keseteiannya dg segala macam sistem.
    klo emang dasarnya dia ga ganjen bin gatel, ya bakal setia.

    sekali lagi, ini yg salah HOMONYA bukan sistemmnya
    artinya, yg slah tuh, temenmu yg ganjen, gatel n ga setia itu!!!!
    toyo wrote:
    Aku tetap bilang bukan semata - mata salah orangnya.
    Karena pernah dengar gak analisa akar masalah?
    Jadi misalnya melihat kenapa orang mencuri, ditanya dan ditelusuri ternyata penyebabnya adalah sistem yang tidak adil.

    Coba lah kita tanya ama teman - teman gay yang menikah. Tidak sederhana itu. Alasanya. Kita gak bisa langsung katakan bahwa gay itu gak berani ambil sikap. Ibarat sungai yang punya arus sangat besar. Dan tidak semua orang sanggup melawan arus itu.
    Mungkin kamu sanggup untuk tentukan sikap tapi tidak untuk orang lain.

    Kalau aku tetap prihatin dengan teman - teman gay yang sudah menikah tetapi dia masih saja mencari cowok. Artinya dirinya masih ada persoalan dengan seksualitasnya.

    Aku kok yakin kalau misalnya homoseksual dapat tempat yang sama, akan banyak gay yang berani ambil sikap. Maksudnya homoseksual gak dipandang buruk oleh masyarakat dan negara. Walau perselingkuhan pasti akan tetap ada. La wong di heteroseksual juga masih ada walau sudah ada lembaga perkawinan. Kalau sudah ada dinaungi lembaga perkawinannya kayak di Belanda tapi masih saja selingku ama co dan ce. Itu baru aku bisa katakan KURANG AJAR.

    Tapi minimal bagi teman - teman gay yang sudah mutuskan diri untuk menjadi gay total. Dan dia mau hidup bersama dan nikah, ada tempatnya. negara menyediakan itu. Tapi sekarang di Indonesia tidak menyediakan itu. Belum lagi kita tahu bagaimana berat nya jadi gay yang harus pura2 di Indonesia.

    Jadi bagi ku tetap gay adalah korban dari sistem sosial yang tidak adil. Tapi bukan berarti aku setuju mendua ya, Aku tetap tidak akan setuju dengan gay yang sudah nikah tapi masih saja ama cowok. Tapi aku melihatnya gak hitam putih begitu saja.
    Dan tidak berarti kita jauhi dan musuhi. Justru kita mesti bantu dia bagaimana dia bisa keluar dari itu. Apakah mau jadi hetero atau jadi gay.

    Tapi sayangnya walau aku punya sikap begini, keseriusan ku itu gak juga buat aku dapat pacar co yang mau ama aku. hehehehe. Mungkin karena aku jelek dan miskin kali ya, hehehehe. Ya sekalian promosi nih aku, mau cari jodoh yang serius. hehehe. Lo kok jadi ngawur ya.


    Salam


    Toyo
    sai. wrote:
    toyo wrote:
    Tapi ini kan faktanya yang dihadapi teman - teman.
    Itu lah kondisi teman - teman gay di Indonesia. Kalau boleh jujur. Tapi bukan gay nya yg salah, tapi sistem dan struktur yang tidak berpihak pada gay. menyebabkan teman - teman jadi begitu.


    salam


    Toyo

    hahahaha
    fakta apanya?
    yg salah emang bukan gaynya, apalagi sistemnya.
    yg salah tuh orangnya, yg ga bisa setia ma satu orang. rakus
    justru, sikap2 kaayk gini lah yg bikin orang antipati pada gay.

    coba klo gay itu setia, ga mandang sex mlolo. orang juga pasti respek.
  • Gw setuju kalo dalam kasus ini sang biseksual lah yang salah.
    Jika dia sudah memutuskan untuk menikahi perempuan, jangan sampe dia mengkhianati perkawinannya yang suci itu dengan maen belakang ama cowok. Dia sudah dewasa, sudah harus memahami kalo segala keputusan dia itu ada konsekuensinya, dan harus bertanggung jawab dengan keputusannya itu.

    Mungkin sistem yang memaksa dia untuk berbuat nekat menikahi perempuan padahal dalam hatinya dia nggak pernah bahagia. Tapi ya jangan salahkan sistem! Kalo emang gak cocok dengan sistem tsb, keluar lah dari sistem tsb. Gw sendiri keluar dari belief system gw karena merasa nggak cocok dengan dogma2nya, termasuk oknum2 cleric (dan orang yang sok ngerasa jadi cleric) yang hobby-nya nge-judge dan memaksakan pendapat. Si biseks ini pan bisa nolak untuk menikah karena alasan tidak siap. Orang yang belum siap menikah sudah tentu diharamkan. Ini udah tau kondisinya gak bisa, kok malah memaksakan sih?

    Gak ada rasa simpati gw ama temen si toyo ini.
    Jadi inget, dulu gw punya temen sepasang gay juga. Dia bilang dia ntar mau nikah sama cewek. Hmmm terus buat apa dia pacaran ama pacarnya itu? Setelah gw denger opini dia, langsung gw tinggalin tuh orang gak berhubungan at all. Toh bukan temen akrab kok.
  • Ya maaf lah kalau kemampuan teman - teman memahami persoalan hanya sebatas itu. Jadi biarkan lah waktu yang tentukan kapan anda tahu soal apa yang aku maskud.

    Hidup ini memang kadang memilih, tapi pilihan itu banyak ditentukan oleh tekanan sosial.
    Hidup menjadi gay itu beda yang hidup di Aceh dengan yang hidup di Belanda. Itu lah yang aku bilang ada sistem yang membentuk.
    Gay di Jakarta akan beda dengan gay yang di Banda Aceh. Gay di Indonesia akan beda dengan gay yang di Iran.

    Kita gak bisa bilang kalau gay di Iran pada takut dan pengecut. Anda coba bayangkan bagaimana gay di Irak, Iran atau pakistan misalnya. Konteks sosialnya pun sangat keras.

    Mungkin kalau gay di Belanda lihat gay di Indonesia juga heran. Karena berani nya cuma di forum2 Internet saja. Itu semua ada konteksnya. Dan ada semua sebabya. Kenapa kita gay di Indonesia tidak seberani dengan di Belanda? Kenapa coba, coba aku mau tanya nih orang2 yang sudah pada ngomong sebelumnya. Kalian berani gak bilang diri kalian gay di publik di Indonesia. Aku jamin kalian takut pasti. Tapi itu akan beda kalau kalian tinggal di Belanda.

    Kalau kalian berani, aku tantang siapa yang tinggal di Jakarta. Siapa yang berani testimoni dalam acara lounching di bukuku. Dan katakan dia gay dan jadi Narasumber. Hayo siapa yang berani aku tantang kalian kalau kau berani katanya memilih. Tunjukkan kalau kalian berani ambil sikap?

    Itu yang aku maksud dengan sistem yang tidak adil.

    Ya mudah2an kalian bisa tambah cerdas dengan penjelasanku ini.


    Salam


    Toyo
    Phenomenon wrote:
    Gw setuju kalo dalam kasus ini sang biseksual lah yang salah.
    Jika dia sudah memutuskan untuk menikahi perempuan, jangan sampe dia mengkhianati perkawinannya yang suci itu dengan maen belakang ama cowok. Dia sudah dewasa, sudah harus memahami kalo segala keputusan dia itu ada konsekuensinya, dan harus bertanggung jawab dengan keputusannya itu.

    Mungkin sistem yang memaksa dia untuk berbuat nekat menikahi perempuan padahal dalam hatinya dia nggak pernah bahagia. Tapi ya jangan salahkan sistem! Kalo emang gak cocok dengan sistem tsb, keluar lah dari sistem tsb. Gw sendiri keluar dari belief system gw karena merasa nggak cocok dengan dogma2nya, termasuk oknum2 cleric (dan orang yang sok ngerasa jadi cleric) yang hobby-nya nge-judge dan memaksakan pendapat. Si biseks ini pan bisa nolak untuk menikah karena alasan tidak siap. Orang yang belum siap menikah sudah tentu diharamkan. Ini udah tau kondisinya gak bisa, kok malah memaksakan sih?

    Gak ada rasa simpati gw ama temen si toyo ini.
    Jadi inget, dulu gw punya temen sepasang gay juga. Dia bilang dia ntar mau nikah sama cewek. Hmmm terus buat apa dia pacaran ama pacarnya itu? Setelah gw denger opini dia, langsung gw tinggalin tuh orang gak berhubungan at all. Toh bukan temen akrab kok.
  • Ini salah satu tanggapan seorang di Millis Perempuan. Aku mungkin bisa lihat bagaimana dia memarkan nya.

    Hal seperti ini memang masih banyak sekali terjadi di sekitar kita, tidak pandang dari background agama apa dan di daerah mana. Namun mungkin di Aceh memang lebih "gila" daerahnya dalam menghadapi kaum gay.

    Seorang temanjuga pernah menceritakan kepada saya bahwa dirinya seorang lesbian yang hidup di tengah-tengah keluarga Kristen yang taat, di daerah Jawa Tengah. Teman saya itu sangat ketakutan bila orientasi seks-nya dketahui oleh keluarganya. Karena sangat takutnya itu bahkan dia pasrah saja dengan pernikahan ala heteroseks yang diwajibkan oleh keluarganya.

    Tidak itu saja, ketika saya informasikan bahwa salah 1 edisi JP ada yang membahas masalah lesbianisme, dia sebenarnya ingin sekali mempunyai buku itu, namun dia ketakutan sekali untuk membelinya, karena takut diketahui membeli buku itu oleh keluarganya. Bahkan ketika saya menawarkan untuk mengirim buku JP tsb ke alamatnya dengan menggunakan kotak pos, diapun masih sangat ketakutan.

    Memang perlakuan yang tidak manusiawi yang sering dialami oleh kaum gay membuat kaum gay menjadi paranoid dan merasa tidak aman berada di lingkungannya sendiri.

    Sampai kapan ya hal-hal spt ini akan berhenti, dan hak-hak kaum gay bisa diakui ?!
    Hhmmm......

    Rgd,

    Leny
  • "toyo&quot wrote:
    Ya maaf lah kalau kemampuan teman - teman memahami persoalan hanya sebatas itu. Jadi biarkan lah waktu yang tentukan kapan anda tahu soal apa yang aku maskud.

    Hidup ini memang kadang memilih, tapi pilihan itu banyak ditentukan oleh tekanan sosial.
    Hidup menjadi gay itu beda yang hidup di Aceh dengan yang hidup di Belanda. Itu lah yang aku bilang ada sistem yang membentuk.
    Gay di Jakarta akan beda dengan gay yang di Banda Aceh. Gay di Indonesia akan beda dengan gay yang di Iran.

    Kita gak bisa bilang kalau gay di Iran pada takut dan pengecut. Anda coba bayangkan bagaimana gay di Irak, Iran atau pakistan misalnya. Konteks sosialnya pun sangat keras.

    Mungkin kalau gay di Belanda lihat gay di Indonesia juga heran. Karena berani nya cuma di forum2 Internet saja. Itu semua ada konteksnya. Dan ada semua sebabya. Kenapa kita gay di Indonesia tidak seberani dengan di Belanda? Kenapa coba, coba aku mau tanya nih orang2 yang sudah pada ngomong sebelumnya. Kalian berani gak bilang diri kalian gay di publik di Indonesia. Aku jamin kalian takut pasti. Tapi itu akan beda kalau kalian tinggal di Belanda.

    Kalau kalian berani, aku tantang siapa yang tinggal di Jakarta. Siapa yang berani testimoni dalam acara lounching di bukuku. Dan katakan dia gay dan jadi Narasumber. Hayo siapa yang berani aku tantang kalian kalau kau berani katanya memilih. Tunjukkan kalau kalian berani ambil sikap?

    Itu yang aku maksud dengan sistem yang tidak adil.

    Ya mudah2an kalian bisa tambah cerdas dengan penjelasanku ini.


    Salam


    Toyo,

    You really are VERY patronizing, and condescending too. Just because some people have different opinion, it doesn't mean that they 'pemahamannya hanya sampai segitu, or mudah2an kalian bisa tambah cerdas dengan penjelasanku;. Everybody's entitled to voice their opinion, y'know!

    Back to the main topic : Gw setuju kalau lingkungan memang bisa jadi latar belakang pemilihan keputusan. Tapi sebagai org dewasa, dia bisa memutuskan apa yg terbaik untuknya, Kalau dia tidak suka dengan lingkungannya, dia bisa memilih untuk keluar dari situ. Sama saja dengan bekerja, kalau dia tidak suka dengan lingkungan kerjanya, he's free to go somewhere else. As far as I know, Aceh is not a prison camp like Gulag where the inhabitants are kept captive, gak bisa keluar masuk sesukanya. Dan sekali dia memutuskan untuk married, maka sebagai org dewasa harus berani untuk terima resiko atas pilihannya.

    Dan tentang pasangan gay nya, kalau dia sudah tahu that he's having an affair with a married guy, ya terimalah resiko kalau gak bisa 100% memilikinya. Gak perlu lah doing the blaming game.

    As for ur dare : kalau gw di jakarta sih gw berani bgt tampil terbuka!
  • Gw masih bingung, emang berani ambil sikap yang bagaimana sih? Apa kita kudu kasih tau dengan pedenya ke orang2 bahwa kita gay dan berharap orang laen paham? Emangnya kalo dipaksa nikah kita nggak punya hak untuk menolak? Nggak perlu bilang kita itu gay. Cukup katakan kita belum siap. Toh loe juga nggak berbohong pan dan orang laen bisa memahami itu. Kalo loe malah nikah justru itu malah tolol, karena nggak sesuai dengan hati loe.
  • umm ...
    situasi yg banyk dialami org ya kayaknya ...
    gay/biseks yg sudah menikah ...

    sptnya dia menikah, krn tuntuan sosial ... belakangan dia menyadari ttg oriantasi seksualnya, atau mgkn ada hal lain

    kl gw liat sih maslah mendasarnya ttg kebingungan yg dirasakan, pikiran, emosi, perasaan

    ada saat2 kita "haus" akan sesuatu ... keinginan untk tau ttg gay yg lain
    hanya untuk tidak merasa sendiri, sharing, sesuatu yg sudah lama ingin ditemukan ...

    kl keinginan dia utk pnya pasangan laki2 sbg tmn dekat atau lebih ... hal yg wajar aja

    tp kl diliat dr posisi dia yg sdh menikah ...
    sblm dia memnyelesaikan masalah dgn istrinya, dgn pernikahannya, sebaiknya menyelesaikan apa yg ada dlm dirinya

    agak sulit utk bs memberikan informasi yg baik ttg homoseksual, dan pandangan2 yg obyektif ttg homoseksual ...
    idealnya ada komunitas atau lembaga yg bs memberikan informasi spt itu

    tujuan akhirnya spy dia bs mengambil keputusan sendiri, setelah dapet informasi2 yg baik

    gw pnya 2 kenalan yg pnya masalah yg sama ... tentu ada proses2 smpai bs memutuskan apa yg baik untuk dirinya dan keluarganya setelah dia dpt informasi yg baik ttg orinntasi yg berbeda, dan masalah2 sosial yg ada

    yg prtama dia tetap menjalani pernikahaannya dan skrg pnya 2 anak, kl ketemu ngebahas kerjaan, anak2nya dan keluarganya ... ga ada beban2 yg dlu dia hadapi

    yg kedua, dia menceraikan istrinya dgn baik2 ... dan dia menjalani kehidupannya dgn lebih rileks skrg, lebih jujur, dan sudah pnya pasangan gay selama 3 tahun

    seneng jg sih, bs berbagi pikiran dan mereka skrg pnya kehidupan spt itu

    toyo wrote:
    Dear mas Toyo,

    Saya Maman (nama yang sudah diganti oleh Toyo), saat ini berdomisili di Aceh (daerah Spesifik sudah diganti oleh Toyo). Saya adalah seorang biseksual. Saya sudah berkeluarga. Saat ini saya tinggal terpisah dengan istri tapi masih satu propinsi di Aceh. Istri saya bekerja di kota lain dari saya ( Toyo simpan lokasi istri dan profesinya) berprofesi seorang bidan (profesi samaran). Saya berasal dari keluarga muslim yang taat.

    Saat ini saya sangat kesepian, bingung dan menderita dengan orientasi seks yang saya alami. Terkadang saya depresi bahkan sempat terlintas ingin bunuh diri karena tidak tahu harus curhat kemana. Sebenarnya saat ini saya sangat mendambakan seorang kekasih orang pria yang dewasa, yang bisa memanjakanku dengan peluk dan kasih sayangnya.
    Tapi siapa yang bisa membahagiakanku? Namun..............sulit sekali bagi saya untuk mendapat seorang lelaki yang bisa membagiakanku. Karena akses informasi aktivitas gay di Aceh sangat tertutup. Hal ini disebabkan oleh keadaan tatanan kehidupan sosial yang kuat dipengaruhi dengan dogma agama.

    Melalui email ini saya sangat mengharapkan agar mas Toyo dapat memberikan sedikit informasi mengenai aktivitas komunitas gay di Aceh. Kalau bisa diberikan nomor kontak person gay Aceh yang dapat dihubungi. Kriteria pria yang saya dambakan adalah berusia di atas 35 tahun, bisekseksual (perioritas sudah beristri), gagah ( tidak sisi/feminin maksudnya ), bisa menjaga kerahasiaan, terpelajar. Saya tidak ingin orientasi seks saya diketahui oleh masyarakat umum. Apalagi sampai orang tua saya tahu, mungkin mereka bisa meninggal sambil berdiri.

    Saya sangat mengharapkan bantuan mas Toyo, saya tidak ingin mengalami peristiwa penganiayaan seperti mas Toyo alami menimpa/terjadi pada saya. Alamat email ini juga saya samarkan dengan nama Budi Setiawan ( nama email juga diganti Toyo ) bukan Maman (nama samaran yang dibuat Toyo). Ini saya lakukan untuk menjaga kerahasiaan.

    Info tersebut dapat mas Toyo kirimkan ke email ini atau di sms ke no XXXX XXX XXXX (ini nomor rahasia saya) biasanya saya aktifkan sekitar jam 18.30 sampe jam 19.00 an, atau saat-saat tertentu yang menurut saya aman. Nomor tersebut saya pergunakan untuk curhat dengan teman - teman gay di Jakarta atau tepatnya di wilayah A (salah satu lokasi di Jakarta Toyo ubah juga daerahnya). Karena sebelum pulang ke Aceh saya pernah tinggal di Jakarta


    Thanks atas bantuannya.


    Salam persaudaraan



    Maman (bukan nama asli)
  • DILEMMA...DILEMMA....DILEMMA
    EVERYTHING HAVE A RISK..PLEASE CHOOSE ONE...
  • Rectory kamu berani kamu sudah melewati itu semua, dan kamu lebih punya akses itu. Tapi ingat tidak semua orang beruntung seperti kamu. La wong kamu saja yang tinggal di negara maju yang katanya banyak informasi. Cara pandang mu saja masih jauh dari yang aku bayangi.

    Terus aku mikir apa bedanya kamu tinggal di negara maju tapi cara pandang mu sangat dangkal sekali analisa sesuatu. La wajar lah kamu berani karena kamu sudah beruntung secara ekonomi dan kamu ada di LN.

    Coba kamu lama tinggal di Indonesia dan gak pernah ke LN. Aku yakin kamu masih banyak berpikir. Jadi ini yang aku bilang melihat sesuatu itu jangan pakai kaca mata kuda.

    Contohnya di forum ini saja brapa banyak gay yang sudah damai dengan dirinya. Bangga dengan dirinya sebagai gay.

    Ya kalau ditanya orang bilang kita gay, terus apa yang salah? Kalau memang berani tunjukkan bahwa gay itu sama. Kenapa mesti nutupi masih belum dapat jodoh. Itu artinya kita memang masih belum siap. Jadi pls deh, jangan naif.

    Aku gay yang coming out, aku tinggal di desa dan sekolah di Banda Aceh. Aku gak jago bahasa Asing tapi aku keberanian katakan I am gay dimanapun. Dan aku gak pernah katakan bahwa orang yang gak berani itu pengecut, karena aku sadar setiap orang punya persoalan masing - masing.



    salam


    Toyo
  • toyo wrote:
    Rectory kamu berani kamu sudah melewati itu semua, dan kamu lebih punya akses itu. Tapi ingat tidak semua orang beruntung seperti kamu. La wong kamu saja yang tinggal di negara maju yang katanya banyak informasi. Cara pandang mu saja masih jauh dari yang aku bayangi.
    cara pandang yang mana?

    Terus aku mikir apa bedanya kamu tinggal di negara maju tapi cara pandang mu sangat dangkal sekali analisa sesuatu. La wajar lah kamu berani karena kamu sudah beruntung secara ekonomi dan kamu ada di LN.
    Bedanya : Gw menganggap bahwa sekali kamu siap untuk menikahi seseorang ( wanita/ pria) maka kamu HARUS menjalani commitment tersebut, lengkap dengan segala resikonya.
    Kalau Anda menganggap bahwa menghormati sebuah commitment pernikahan (dengan cara tidak mengkhianati pasanganmu dengan cari wanita/pria lain) sebagai sesuatu yang dangkal, maka jangan salahkan masyarakat negaramu kalau mereka sangat kontra dengan gay!


    Contohnya di forum ini saja brapa banyak gay yang sudah damai dengan dirinya. Bangga dengan dirinya sebagai gay.
    kenapa harus bangga? apa yang harus dibanggakan? Jadi gay itu gak usah bangga, dan gak usah malu juga. Biasa2 aja. sama seperti terlahir sebagai straight, sebagai pria, sebagai wanita..gak usah bangga, dan gak usah malu, ditutup2i juga. Biasa2 aja.

    Ya kalau ditanya orang bilang kita gay, terus apa yang salah? Kalau memang berani tunjukkan bahwa gay itu sama. Kenapa mesti nutupi masih belum dapat jodoh. Itu artinya kita memang masih belum siap. Jadi pls deh, jangan naif.
    Please deh, jangan BODOH! Gak semua orang siap untuk coming out! Kalau mereka memutuskan untuk menolak married dengan wanita tapi resiko out ke masayarakat terlalu besar, apa salahnya bilang : belum jodoh atau belum siap etc? ada kalanya kita harus melakukan white lie. That's the fact. gak semua orang siap untuk coming out.

    Aku gay yang coming out, aku tinggal di desa dan sekolah di Banda Aceh. Aku gak jago bahasa Asing tapi aku keberanian katakan I am gay dimanapun.
    Good for you! Tapi ingat, bukan berarti semua orang harus ikut jejak kamu. Don't be too self-righteous!! Nabi2 aja gak berhasil meyakinkan 100% seluruh penduduk bumi ini untuk ikut jejak mereka, apalagi cuma kamu? jangan pakai kacamata kuda ( to borrow your term).
    Coming out itu sebuah pilihan, bukan kewajiban.

    Dan aku gak pernah katakan bahwa orang yang gak berani itu pengecut, karena aku sadar setiap orang punya persoalan masing - masing.
    gw juga gak bilang begitu. Yang gw bilang pengecut adalah : Orang yang commit untuk menikahi seseorang, tapi masih cari2 orang lain hanya dengan alasan pernikahan itu dilakukan secara 'terpaksa'. Itu pengecut! apalgi kalau pakai merengek2 minta dikasihani..pengecut banget! Sebagai orang dewasa yang bisa ambil keputusan dengan akal, sekali Anda berani untuk commit melakukan hubungan pernikahan dengan seseorang, maka HARUS dijalani commitment tersebut, apapun resikonya.



    salam


    Toyo
  • Sekali lagi yang gw tekankan adalah menurut gw sekali kamu buat pilihan untuk menjadi pasangan tetap seseorang, maka HARUS menjalani pilihan tersebut, lengkap dengan segala resikonya.
    gak usah merengek2 minta dikasihani, gak usah cari2 lagi laki2 / wanita lain, gak usah menyalah2kan negara, system sosial, masyarakat, Tuhan, orang tua etc.
    Karena gw yakin orang yang membuat pilihan tersebut sudah dewasa dan punya cukup akal ketika membuat pilihan itu.

    Gw GAK PERNAH bilang kalau semua gay itu harus out, dan gay yang gak out itu pengecut. karena out atau gak itu adalah pilihan, bukan kewajiban. Itu semua tergantung dari kesiapan masing2 individu. tapi ingat, pilihan out atau gak itu masing2 ada resikonya dan ketika kita sudah membuat pilihan untuk out atau gak, siap2 untuk menjalani resikonya!
  • Perbedaan pendapat sah2 saja dan tidak harus berakibat pertikaian
    namun memang harus dipertimbangkan cara2 dan penyampaiannya

    karena cara yg dipakai oleh negara / kultur yg dianut, tentunya beda
    dengan kultur setempat, jadi kata2 saling maklum harus dipriotaskan

    ane kali ini jadi inget 2 pepatah lama
    "dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung"
    "se-tinggi2-nya bangau terbang, akhirnya kembali ke kubangan jua"

    :wink: :wink: :wink:
  • RECTORY wrote:
    Sekali lagi yang gw tekankan adalah menurut gw sekali kamu buat pilihan untuk menjadi pasangan tetap seseorang, maka HARUS menjalani pilihan tersebut, lengkap dengan segala resikonya.
    gak usah merengek2 minta dikasihani, gak usah cari2 lagi laki2 / wanita lain, gak usah menyalah2kan negara, system sosial, masyarakat, Tuhan, orang tua etc.
    Karena gw yakin orang yang membuat pilihan tersebut sudah dewasa dan punya cukup akal ketika membuat pilihan itu.

    Gw GAK PERNAH bilang kalau semua gay itu harus out, dan gay yang gak out itu pengecut. karena out atau gak itu adalah pilihan, bukan kewajiban. Itu semua tergantung dari kesiapan masing2 individu. tapi ingat, pilihan out atau gak itu masing2 ada resikonya dan ketika kita sudah membuat pilihan untuk out atau gak, siap2 untuk menjalani resikonya!

    ngga bisa gitu dunk, rec...
    lu kan bisa komen gitu karena ngga ngerasain ndiri gimana rasanya berada di posisi orang itu
    dan juga karena hidup lu udah mapan, ga kayak orang2 disini
Sign In or Register to comment.