It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
gue banget ehhhhhh cece banget lol
If you as a gay guy decide to have an affair with a married guy : be responsible for that decision. Honour the fact that you probably cannot have him 100 %
That is what is all about in being an adult : Taking responsiblity for your actions and choices. STOP BLAMING EVERYTHING / EVERYONE ELSE FOR THE DECISION YOU MAKE!!!GROW UP!!
Gue setuju dengan 'keputusan' Rectory.
Keputusan dalam hidup memang ada konsekuensinya.
Buat Gay yang menikah, memang itu konsekuensinya.
Ada 'pengekang' yakni istri dan anak.
Hidup bersama gay-pun juga ada konsekuensinya.
Nggak usah tutup mata, pasangan gay-pun gampang bosan.
So, terima saja kenyataan hidup ini.
Apapun itu. :idea:
kalo ekkes tinta malaysia tapirus tinta ngawitri lol
Tapi aku banyak belajar soal relasi kuas yang tidak seimbang, keberpihak pada kelompok tertindas. Aku membuka mata dan hati ku. selama 5 tahun aku hidup dengan orang - orang dimiskinkan dari sistem. Aku harus ketemu dengan orang - orang korban kekerasan dalam rumah tangga. Petani yang direbut paksa tanah garapannya oleh penguasa.
Dari itu semua aku sadar sekali bahwa ada sistem yang tidak adil buat mereka.
Tadinya aku sama kayak Rectory ini berpikir, bahwa orang miskin itu karena malas. Bahwa perempuan itu salah sendiri kenapa jadi korban kekerasan. Pokoknya sama kayak pandangan mu itu Rectory. Tapi untunglah aku mulai sadar bahwa aku keliru melihat persoalan. Aku salah menganalisa persoalan.
Kalau kamu suka baca, coba kamu baca Novel judulnya Perempuan Dititik Nol. Mudah2an kamu tahu bagaimana menganalisa sesuatu. Jadi gak hitam putih gitu melihatnya. Saran aku baca novel itu. Novel itu ditulis oleh Nawal El Sadawi dari mesir dan sangat terkenal novel itu. Walau itu novel lama.
Atau sekarang ada film Nia Dinata judulnya Pertaruhan. film ini juga bagus khususnya film tentang Nur. Film dokumenter. Film ttg Nur cerita soal Pelacur miskin di daerah Jawa. Kamu lihat dan refleksikan yang aku sebut dengan ketidakadilan sistem.
Kamu akan tahu dengan istilah kata PEMISKINAN, bukan kemiskinan. Mungkin melalui film dan novel biasanya orang akan lebih mudah memami soal relasi kuasa. Tapi kalau gak mau juga ya gpp. Mudah2an suatu saat kamu akan tersadarkan. Asal jangan sampai mati belum sadar2, hehehehe. Tapi biasanya orang akan sadar dan sensitif kalau dia mengalami sendiri atau dia hidup dekat dengan para korban.
Ok, aku ambil contoh sederhana saja ya...
Kalau ada ibu yang mati melahirkan. Kita akan bilang bahwa itu nasibnya. Padahal kalau dilihat dan dianalisa, kenapa dia mati? Karena tidak ada bidan yang menolongnya. kenapa gak ada bidan? karena dia miskin gak sanggup bayar, kenapa dia miskin? karena dia gak ada kerja? kenapa dia gak kerja? Karena dia gak punya pendidikan? Kenapa gak punya pendidikan? Karena tidak sekolah, kenapa dia gak sekolah? karena sekolah mahal dan perempuan gak boleh sekolah tinggi, kenapa sekolah mahal? karena dana sekolah tidak ada. Kenapa sekolah gak ada dana? Karena anggarannya di korup dan tidak ada anggaran pendidikan dari pemerintah. Dan seterusnya. Dan akhirnya kita tahu siapa sebenarnya yang benar - benar bertanggungjawab atas kematian ibu diatas? Jawab nya adalah kebijakan.
Begitu juga kalau lihat gay yang menikah dengan cewek dan tetap dgan cowok. Tidak sederhana begitu melihat. Kita gak bisa bilang gay rakus atau apa lah. Coba kita berpikir apakah semua orang berani kalau terus didesak keluarga untuk nikah. belum lagi dia anak satu2 nya, alim agama keluarganya, belum lagi dia juga masalah dengan diri sendiri. Takut nanti masa tuanya gak ada yang urus. Masih banyak gay yang cuma mau fun saja. Dan banyak sebab lagi. Pokoknya masalah besar sekali dan komplek. Gak sederhana kita bilang kenapa gak mau tanggungjawab dan mau enak saja.
Tidak sesederhana itu Rectory. Itu lah makanya kamu mesti belajar soal akar masalah dan teori relasi kuasa. kalau sekolah ilmu sosial kamu akan tahu apa itu analisa sosial. Aku bukan anak sosial tapi aku coba belajar..Apalagi kamu pinter bahasa Inggris ada banyak buku dan tulisan soal analisa sosial dari bahasa Inggris. Manfaat lah kemampuan bahasa Inggris mu untuk membuka jendela dunia.
Begitu ya Rectory, jadi gak bisa lihat hitam putih begitu. Nanti kayak kaca mata kuda dong. Kayak MUI dong lihatnya haram tidak haram saja. Jangan begitu lah, kita harus cerdas dan lengkap melihat suatu persoalan.
Salam
Toyo
ikut berpendapat ah............
sangat mudah bagi orang mengatakan demikian jika mereka sudah dalam posisi yang nyaman..... dalam artian finansial atau kedudukan..... untuk bisa bersikap demikian sangatlah bagus..... karenya kenyataannya hidup ini adalah tanggung jawab sendiri dan setiap keputusan yang diambil adalah berdasarkan pemikiran sendiri..... sehingga pertanggungjawaban pada masing2 pribadi..... bahagia, sukacita dan duka siapa sih yang merasakan klo bukan diri sendiri.....
tapi kesempatan ini hanya bisa diperoleh oleh orang2 yang tidak cukup banyak...... dan seperti hal nya orang dalam budaya taruhlah aceh atau yang lainnya mereka akan berpikir seribu kali untuk bersikap ignorance seperti diatas...... mungkin cuma pola pikir saja yang berbeda..... klopun mereka juga dalam posisi nyaman mungkin mereka juga bisa bicara what the fuck people said.....
cuma opini saja lho mas...... no offense
I appreciate your comment. However, menurut gw rasanya your comment is being taken out of context.
Anda gak bisa dong menyamakan kemiskinan dan kematian dengan married gay. It's two VERY different things!
TIDAK ADA orang yang memilih untuk jadi orang miskin, dan (saya rasa) tidak ada juga perempuan yang memilih untuk meninggal ketika melahirkan.
Tapi, dalam hal gay yang married pernikahan itu terjadi karena si gay guy itu yang MEMILIH untuk menikah.
OK, I know that the argument would be there's a certain pressure to do that in your society, however, he CAN choose to say no.
And if he did choose to get married..well, alangkah baiknya jika dia sebagai orang yang dewasa bertanggung jawab atas pilihannya dengan cara menghormati komitmen perkawinannya dengan tidak mencari2 selingkuhan.
Untuk gay yang having affair dengan a married guy..itu adalah PILIHANNYA sendiri. Tidak ada yang memaksa dia untuk having affair, no pressure at all. He is doing it out of his own free will!! Jadi, untuk apa dikasihani? Dan segala kecengengan karena harus terpisah dengan his lover? well..itulah resikonya kan? Untuk apa dikasihani?
I sincerely believe that part of being an adult is being responsible to the actions that you do.
Gw juga percaya bahwa sebagai manusia, terlepas dari gay or straight. kita diciptakan dengan HATI, NAFSU, dan PIKIRAN. Kalau masih anak2 atau bayi, kita memang diijinkan hanya untuk menggunakan nafsu..lapar langsung nangis, kesal langsung marah. However, if you are an adult, you use your mind as well as utilising your heart and desire.
Dan sebagai orang dewasa yang bisa menggunakan pikiran, ketika kita memilih melakukan sesuatu, you'd better be ready with all the resiko dan konsekuensinya. TIDAK PERLU menyalahkan siapa-siapapun juga. Jangan cengeng dengan menyalahkan Tuhan, masyarakat etc.
As jejakasby so aptly said : segala keputusan dalam hidup ada konsekuensinya. Well said!
I did read Nawa El saadawi's book, two of them, infact, Woman At Point Zero and Hidden Face of Eve. Excellent books, eloquently written but cannot be aplied in this case.